Anda di halaman 1dari 84

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL DAUN ZAITUN

(Olea europaea L.) PADA EDEMA TELAPAK KAKI TIKUS


GALUR Sprague-Dawley JANTAN YANG DIINDUKSI
KARAGENAN

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

Disusun oleh:

Zakiyah Widianti
NIM : 11141030000070

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2017 M
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat,
rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul “EFEK
ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL DAUN ZAITUN (Olea europaea L.)
PADA EDEMA TELAPAK KAKI TIKUS GALUR Sprague-Dawley JANTAN
YANG DIINDUKSI KARAGENAN”. Shalawat serta salam selalu tercurah
kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian
akhir guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Secara umum skripsi ini berisi tentang latar belakang, tujuan penelitian,
tinjauan pustaka, prosedur penelitian serta hasil dan pembahasan dari penelitian
yang dilakukan tentang efek antiinflamasi ekstrak etanol daun zaitun (Olea
europaea L.) pada edema telapak kaki tikus galur Sprague-Dawley jantan yang
diinduksi karagenan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, arahan dan


bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis
ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.K.M, M.Kes., selaku Dekan Fakultas


Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, FICS, FACS, Ph.D, selaku Ketua Program
Studi Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

v
3. dr. Nurul Hiedayati, Ph.D dan Ibu Nurlaely Mida R., M.Biomed, Ph.D
selaku dosen pembimbing I & II yang telah membimbing, memberikan
arahan, ilmu, dan nasihat serta masukan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. dr. Francisca A. Tjakradidjaja, M.S, SpGK dan dr. Muniroh, SpPK
selaku dewan penguji pada sidang skripsi ilmiah penulis yang telah
meluangkan waktu, ilmu, dan tenaga dalam memperbaiki laporan
penelitian ini.
5. Bapak Chris Adhiyanto, M.Biomed, Ph.D selaku penanggung jawab
umum laboratorium yang telah mengizinkan dan memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di laboratorium
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Dosen-dosen pengajar di Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
FKIK UIN Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat
bagi penulis.
7. Kedua orangtua tercinta, Wahyu Widagdo dan Lusiana Widianingsih
yang selalu memberikan kasih sayang, nasehat, doa, dan dukungan
kepada penulis sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik dan
tepat pada waktunya.
8. Teman-teman satu kelompok penelitian, yaitu Nadia Khairunnisa, Carin
Libel Octa Herina, Fitria Hafidzoh, dan Taqiyya Maryam yang selalu
memberikan semangat, dukungan, doa, meluangkan waktu dan tenaga
demi keberhasilan penelitian ini.
9. Teman-teman penulis, Ela Herlianawati, Putri Rahma Ajizah, Gebry
Nadira Rambe, Nadira, dan kakak Isna Maulida Arifa yang selalu
menyemangati dan turut serta memberikan ilmunya selama penulis
menyusun laporan dan menganalisis data penelitian.
10. Ibu Ayu Latifah selaku Laboran MPR dan Biokimia, Bapak Rachmadi
selaku Laboran Farmakologi, dan Bapak Bacok yang telah membantu
penulis dalam penggunaan laboratorium.

vi
11. Teman-teman seperjuangan, CAROTIS 2014, yang selalu memberikan
doa, dukungan, dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini.
12. Sahabat-sahabat penulis, yaitu Putri Ayu Zahari, Najiyah Fahma, Tasya
Nabella Putri, Laily Dian Tanti, Yoza Geelsya, Nafisah Chandrasita,
Ulfa Khairunnisa, Dinda Anissa Saraswaty, Hanif Farhan, Hadi Dzikru
Rahman, dan R. M. Alfan Fadhila yang turut membantu, memberikan
doa, dukungan, dan selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan
laporan penelitian.
13. Semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam penelitian dan skripsi ini yang tanpa mengurangi rasa hormat
tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat digunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk, dan pengetahuan bagi pembaca. Selain itu penulis juga berharap
bahwa skripsi ini dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan bagi pembacanya.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan


keterbatasan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu saran dan
kritik dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Demikian laporan penelitian ini
dituliskan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.

Ciputat, 30 Oktober 2017

Zakiyah Widianti

vii
ABSTRAK
Zakiyah Widianti. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Efek
antiinflamasi ekstrak etanol daun zaitun (Olea europaea L.) pada edema
telapak kaki tikus galur Sprague-Dawley jantan yang diinduksi
karagenan. 2017.
Inflamasi secara global diidentifikasi sebagai penyebab morbiditas pada
populasi. Proses inflamasi dapat mengakibatkan peningkatan permeabilitas endotel
vaskular, sehingga menyebabkan terbentuknya edema. Daun zaitun (Olea europaea
L.) diduga memiliki efek antiinflamasi pada proses inflamasi fase akut. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun zaitun (Olea europea
L.) 100 mg/KgBB, 300 mg/KgBB, dan 500 mg/KgBB memiliki efek antiinflamasi
dalam menurunkan volume serta inhibisi pada edema telapak kaki tikus galur
Sprague-Dawley yang diinduksi karagenan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak etanol daun zaitun (Olea europaea L.) 100 mg/KgBB,
300 mg/KgBB, dan 500 mg/KgBB pada edema telapak kaki tikus galur Sprague-
Dawley jantan yang diinduksi karagenan bermakna secara statistik (p<0,05) dalam
menurunkan volume edema pada jam ke-3 hingga jam ke-6, namun tidak bermakna
secara statistik (p>0,05) dalam inhibisi edema. Simpulan dari penelitian ini adalah
ekstrak etanol daun zaitun (Olea europaea L.) 100 mg/KgBB, 300 mg/KgBB, dan
500 mg/KgBB menunjukkan efek antiinflamasi dalam menurunkan volume edema
telapak kaki tikus terbaik pada dosis 300 mg/KgBB dan belum dapat dikatakan
memiliki efek inhibisi edema telapak kaki tikus.
Kata Kunci : Antiinflamasi, Ekstrak daun zaitun (Olea europaea L.), Edema,
Karagenan, Telapak kaki tikus.

ABSTRACT
Zakiyah Widianti. Medical Study Program and Doctor Profession.
Antiinflammatory effect of olive leaf extract (Olea europaea L.) in ethanol on
edema of male Sprague-Dawley rat paw induced with carrageenan. 2017.
Inflammation globally identified as a cause of morbidity in the population. The
inflammatory process can cause an increased of vascular endothelial permeability,
which can lead to the formation of edema. Olive leaves (Olea europaea L.) are
suspected of having anti-inflammatory effects on acute phase inflammatory
processes. This study was conducted to find out that olive leaves extract by ethanol
in 100 mg/body weight, 300 mg/body weight, dan 500 mg/body weight had anti-
inflammatory effect in reducing volume and inhibition on edema of male Sprague-
Dawley rat paw induced by carrageenan. The results of this study showed that olive
leaf (Olea europaea L.) extract by ethanol in 100 mg/body weight, 300 mg/body
weight, and 500 mg/body weight were statistically significant (p <0.05) in
decreasing edema volume at 3 to 6 hours, but not statistically significant (p> 0.05)
in edema inhibition. In conclusion the lowest edema volume was at dose 300 mg
/body weight, but it didn't have an inhibitory effect on rat paw edema of male
Sprague-Dawley rat paw induced with carrageenan.
Keyword: Anti-inflammatory, Olive leaf extract (Olea europaea L.), Edema,
Carrageenan, Rat paw.

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ....................................................................................... i


LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GRAFIK ...................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xvi
BAB I ........................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG ................................................................ 1
1.2. RUMUSAN MASALAH ............................................................ 2
1.3. HIPOTESIS ................................................................................. 2
1.4. TUJUAN PENELITIAN ............................................................. 2
1.4.1. Tujuan Umum .................................................................. 2
1.4.2. Tujuan Khusus ................................................................. 3
1.5. MANFAAT PENELITIAN ........................................................ 3
1.5.1. Pendidikan (Ilmu Pengetahuan) ....................................... 3
1.5.2. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan ........................... 3
1.5.3. Masyarakat ....................................................................... 3
1.5.4. Peneliti ............................................................................. 3
BAB II .......................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4
2.1. TANAMAN ZAITUN (Olea europaea L.) ................................ 4
2.1.1. Karakteristik Tanaman Zaitun ......................................... 4
2.1.2. Kandungan dan Manfaat Zaitun ...................................... 5
2.1.3. Zaitun dalam Pandangan Islam ........................................ 7

ix
2.1.4. Farmakokinetik Ekstrak Daun Zaitun ............................. 7
2.2. EKSTRAK .................................................................................. 8
2.3. PROSES EKSTRAKSI ............................................................... 8
2.3.1. Metode Ekstraksi ............................................................. 9
2.3.2. Pelarut Etanol .................................................................. 9
2.4. KARAGENAN ........................................................................... 9
2.5. NATRIUM DIKLOFENAK ....................................................... 11
2.6. RUTE PEMBERIAN ZAT INTRAPERITONEAL ................... 11
2.7. INFLAMASI ............................................................................... 12
2.7.1 Inflamasi Akut ................................................................... 14
2.7.2 Tanda-Tanda Inflamasi ...................................................... 14
2.8. METODE PENGUJIAN EFEK ANTIINFLAMASI AKUT ..... 15
2.9. PLETISMOMETER ................................................................... 16
2.10. TIKUS Sprague-Dawley ............................................................. 17
2.11. KERANGKA TEORI ................................................................. 19
2.12. KERANGKA KONSEP .............................................................. 20
2.13. DEFINISI OPERASIONAL ....................................................... 21
BAB III ........................................................................................................ 23
METODE PENELITIAN ............................................................................. 23
3.1. DESAIN PENELITIAN .............................................................. 23
3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ................................... 23
3.3. SAMPEL PENELITIAN ............................................................ 23
3.3.1. Populasi .............................................................................. 23
3.3.2. Sampel ............................................................................... 23
3.3.3. Kriteria Inklusi ................................................................... 25
3.3.4. Kriteria Eksklusi ................................................................ 25
3.4. VARIABEL PENELITIAN ........................................................ 25
3.4.1. Variabel Bebas ................................................................... 25
3.4.2. Variabel Tergantung .......................................................... 25
3.5. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN ......................................... 25
3.5.1. Alat Penelitian ................................................................... 25
3.5.2. Bahan Penelitian ................................................................ 25

x
3.6. CARA KERJA ............................................................................ 26
3.6.1. Penyimpanan Simplisia ..................................................... 26
3.6.2. Pembuatan Ekstrak ............................................................ 26
3.6.3. Penyiapan Sediaan Uji ....................................................... 26
3.6.4. Adaptasi Hewan Coba ....................................................... 27
3.6.5. Uji Antiinflamasi Dengan Metode Induksi Edema
Telapak Kaki Tikus ........................................................... 27
3.7. ALUR PENELITIAN ................................................................. 29
3.8. ANALISIS DATA ...................................................................... 30
BAB IV ........................................................................................................ 31
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 31
4.1. UJI ANTIINFLAMASI .............................................................. 31
4.1.1. Volume Edema Telapak Kaki Tikus ................................. 31
4.1.2. Persentase Inhibisi Edema Telapak Kaki Tikus ................ 38
4.2. KETERBATASAN PENELITIAN ............................................ 41
BAB V .......................................................................................................... 42
SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 42
5.1. SIMPULAN ................................................................................ 42
5.2. SARAN ....................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 43
LAMPIRAN ................................................................................................. 49

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Kelompok Perlakuan ................................................................... 24


Tabel 3.2. Pembuatan Ekstrak Daun Zaitun ................................................ 26
Tabel 4.1. Uji Kruskal-Wallis Rerata Volume Edema Semua Kelompok ... 34
Tabel 4.2. Uji Kruskal-Wallis Rata-Rata Persentase Inhibisi Edema
Semua Kelompok ........................................................................ 40
Tabel 7.1. Hasil Pengukuran Volume Edema Telapak Kaki Tikus ............. 58
Tabel 7.2. Hasil Persentase Edema Telapak Kaki Tikus ............................. 59
Tabel 7.3. Hasil Persentase Inhibisi Edema Telapak Kaki Tikus ................ 59

xii
DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Rata-Rata Volume Edema Telapak Kaki Tikus ........................ 31


Grafik 4.2. Hasil analisis statistik uji Mann-Whitney rerata volume edema
(ml) telapak kaki tikus jam ke-3 ............................................... 34
Grafik 4.3. Hasil analisis statistik uji Mann-Whitney rerata volume edema
(ml) telapak kaki tikus jam ke-4 ................................................ 35
Grafik 4.4. Hasil analisis statistik uji Mann-Whitney rerata volume edema
(ml) telapak kaki tikus jam ke-5 ................................................ 36
Grafik 4.5. Hasil analisis statistik uji Mann-Whitney rerata volume edema
(ml) telapak kaki tikus jam ke-6 ................................................ 37
Grafik 4.6. Rerata Persentase Inhibisi Edema Telapak Kaki Tikus ............. 38

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Daun Olea europaea L. ............................................................ 5


Gambar 2.2. Biosintesis prostaglandin ........................................................ 13
Gambar 2.3. Pletismometer air raksa .. ........................................................ 17
Gambar 7.1. Surat hasil deteminasi daun zaitun .......................................... 49
Gambar 7.2. Aklimatisasi hewan coba ......................................................... 53
Gambar 7.3. Proses penimbangan daun zaitun sebelum proses ekstraksi .. 53
Gambar 7.4. Ekstrak daun zaitun ................................................................. 53
Gambar 7.5. Pletismometer air raksa ........................................................... 53
Gambar 7.6. Bahan induksi karagenan ........................................................ 54
Gambar 7.7. Air raksa .................................................................................. 54
Gambar 7.8. Proses pembuatan bahan induksi karagenan ........................... 54
Gambar 7.9. Phosphate Buffer Saline sebelum pengenceran ...................... 54
Gambar 7.10. Proses pemberian ekstrak daun zaitun i. p............................. 55
Gambar 7.11. Proses pembiusan dengan eter sebelum di injeksi karagenan 55
Gambar 7.12. Injeksi karagenan sub-plantar ............................................... 55
Gambar 7.13. Telapak kaki tikus kelompok OLE 100 mg/KgBB jam ke-3. 55
Gambar 7.14. Telapak kaki tikus kelompok Natrium Diklofenak jam ke-3. 56
Gambar 7.15. Telapak kaki tikus kelompok OLE 300 mg/KgBB jam ke-3. 56
Gambar 7.16. Telapak kaki tikus kelompok OLE 500 mg/KgBB jam ke-3. 56
Gambar 7.17. Telapak kaki tikus kelompok kontrol positif jam ke-3 ......... 56
Gambar 7.18. Telapak kaki tikus kelompok kontrol negatif jam ke-3 ........ 57
Gambar 7.19. Ekstrak daun zaitun berbagai dosis ....................................... 57
Gambar 7.20. Homogenasi bahan uji ........................................................... 57
Gambar 7.21. Pengukuran volume edema telapak kaki tikus ...................... 57

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Determinasi / Identifikasi Bahan Uji .............................. 49


Lampiran 2 Perhitungan Jumlah Hewan Uji ................................................ 50
Lampiran 3 Perhitungan Dosis Natrium Diklofenak ................................... 51
Lampiran 4 Perhitungan Dosis Ekstrak Daun Zaitun .................................. 52
Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian ............................................................ 54
Lampiran 6 Data Hasil Penelitian Antiinflamasi ......................................... 58
Lampiran 7 Hasil Analisis Statistik Uji Antiinflamasi ................................ 60
Lampiran 8 Riwayat Peneliti ........................................................................ 68

xv
DAFTAR SINGKATAN

5-HT : 5-Hidroksitriptamine
COX-2 : Cyclooxygenase-2
i.p. : Intraperitoneal
NO : Nitrit Oksida
OLE : Olive Leaf Extract
PBS : Phosphate Buffer Saline
PG : Prostaglandin
SPSS : Statistical Package for the Social Sciences
TNF–α : Tumor Necrosis Factor-α

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Zaitun Olea europaea L. (Oleaceae) adalah salah satu pohon yang telah
digunakan dalam pengobatan tradisional di negara-negara Mediterania. Di kawasan
Mediterania, ada sekitar delapan juta hektar pohon zaitun yang dibudidayakan.1
Pohon zaitun (Olea europaea L.), yang berasal dari Mediterania dan sebagian Asia,
sekarang telah banyak dibudidayakan di berbagai belahan dunia lainnya untuk
memproduksi buah dan minyak zaitun. Zaitun memiliki kandungan nutrisi penting
yang sangat bermanfaat untuk kesehatan dan pengobatan. Minyak zaitun sering
digunakan untuk mengolahan makanan, kosmetik, dan industri farmasi.2 Daun
zaitun mengandung banyak senyawa berpotensi bioaktif yang memiliki sifat, salah
satunya adalah sebagai antiinflamasi.3
Dalam studi antiinflamasi yang menggunakan ekstrak daun zaitun (Olea
europaea L.) pada tahun 2011 dalam “International Scholarly Research Notices
Pharmacology”, didapatkan bahwa ekstrak daun zaitun pada dosis 50 mg/KgBB,
100 mg/KgBB, dan 200 mg/KgBB menunjukkan efek antiinflamasi yang signifikan
dalam menurunkan volume edema pada fase akut proses inflamasi bila
dibandingkan dengan obat antiinflamasi standar.4 Potensi kesehatan yang dimiliki
oleh daun zaitun ini terkait dengan kandungan polifenol dan flavonoid yang
dimilikinya.5 Diketahui bahwa kandungan polifenol pada daun zaitun lebih banyak
daripada minyak zaitun sendiri.6 Selain potensi kesehatan yang dimilikinya, zaitun
merupakan pohon dan buah yang diberkati dalam Al-Quran surat An-Nur ayat 35.1
Budidaya tanaman zaitun sendiri di Indonesia baru berlangsung beberapa
tahun. Perkebunan zaitun di Indonesia saat ini mulai berkembang dan diminati.
Bagian dari pohon zaitun yang sering dimanfaatkan saat ini adalah daunnya, karena
pohon zaitun sendiri di Indonesia masih terbilang sulit untuk berbuah.
Inflamasi secara global diidentifikasi sebagai penyebab morbiditas pada
populasi.7 Inflamasi merupakan mekanisme penting dalam kesehatan dan penyakit
yang dialami oleh manusia. Inflamasi merupakan respon protektif jaringan tubuh
untuk melawan patogen atau benda asing, atau cedera.8 Proses inflamasi tersebut

1
dapat mengakibatkan penigkatan permeabilitas endotel vaskular, sehingga
menyebabkan peningkatan filtrasi dan terjadi pembentukan edema.9
Berdasarkan uraian di atas dan juga karena belum banyaknya penelitian
yang membahas mengenai efek antiinflamasi dalam menurunkan volume edema
dan nilai inhibisi edema dari daun zaitun yang di tanam di Indonesia, hal tersebut
menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap ekstrak daun zaitun
(Olea europaea L.) yang diperoleh dari Indonesia untuk melihat efek antiinflamasi
dalam menurunkan volume serta kemampuan inhibisi pada edema telapak kaki
tikus galur Sprague-Dawley jantan yang diinduksi karagenan pada dosis 100
mg/KgBB, 300 mg/KgBB, dan 500 mg/KgBB, yang merupakan hasil dari
pengembangan dosis sebelumnya.

1.2. Rumusan Masalah


Apakah ekstrak etanol daun zaitun (Olea europea L.) memiliki efek
antiinflamasi dalam menurunkan volume serta inhibisi pada edema telapak kaki
tikus galur Sprague-Dawley jantan yang diinduksi karagenan?

1.3. Hipotesis
Ekstrak etanol daun zaitun (Olea europaea L.) memiliki efek antiinflamasi
dalam menurunkan volume serta inhibisi pada edema telapak kaki tikus galur
Sprague-Dawley jantan yang diinduksi karagenan.

1.4. Tujuan Penelitian


1.4.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ekstrak etanol
daun zaitun (Olea europea L.) memiliki efek dalam menurunkan volume serta
inhibisi pada edema telapak kaki tikus galur Sprague-Dawley jantan yang diinduksi
karagenan.

2
1.4.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
a. Untuk melihat efek antiinflamasi ekstrak etanol daun zaitun (Olea europea L.)
pada dosis 100 mg/KgBB, 300 mg/KgBB, dan 500 mg/KgBB dalam
menurunkan volume edema.
b. Untuk melihat efek antiinflamasi ekstrak etanol daun zaitun (Olea europea L.)
pada dosis 100 mg/KgBB, 300 mg/KgBB, dan 500 mg/KgBB dalam persentase
inhibisi edema dibandingkan dengan natrium diklofenak 10 mg/KgBB.

1.5. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk:
1.5.1. Pendidikan (Ilmu Pengetahuan)
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan lebih luas bagi
sivitas akademika serta menambah referensi bagi pendidikan kedokteran dan ilmu
kesehatan mengenai efek antiinflamasi ekstrak etanol daun zaitun (Olea europea
L.) lokal pada edema telapak kaki tikus galur Sprague-Dawley jantan yang
diinduksi oleh karagenan.

1.5.2. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan


Melalui penelitian ini diharapkan ekstrak etanol daun zaitun (Olea europaea
L.) dapat digunakan sebagai terapi alternatif dalam pelayanan kesehatan bila ekstrak
daun zaitun (Olea europaea L.) lokal terbukti memiliki aktivitas antiinflamasi dan
sudah di uji keamanannya pada organ tubuh manusia.

1.5.3. Masyarakat
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada
masyarakat bahwa ekstrak etanol daun zaitun (Olea europaea L.) lokal memiliki
efek antiinflamasi.

1.5.4. Peneliti
Melalui penelitian ini menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam
penelitian eksperimen.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Zaitun (Olea europea L.)


2.1.1. Karakteristik Tanaman Zaitun
Zaitun (Olea europea L.) termasuk ke dalam keluarga Oleaceae dan berasal
dari daerah yang beriklim tropis dan bersuhu hangat. Pohon zaitun biasanya
tersebar di wilayah pesisir timur pantai Mediterania, Asia Barat, dan Afrika Utara,
serta Iran Utara di ujung selatan Laut Kaspia.10
Klasifikasi tumbuhan zaitun (Olea europea L.) adalah11 :
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Roopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Oleaceae
Sub-famili : Oleideae
Genus : Olea
Sub-genera : Olea
Sections : Olea
Spesies : Europaea
Sub-spesies : Laperrine
Tanaman zaitun tumbuh pada daerah di antara 30° dan 45 °garis lintang
utara dan selatan khatulistiwa. Tanaman tidak dapat hidup pada suhu di bawah 10°C
karena dapat mematikan.12 Tanaman zaitun dapat tumbuh dengan baik bahkan di
tanah kering, berkapur, dan berbatu. Tanah liat dengan kadar air yang tinggi, tidak
cocok untuk zaitun. Tanah yang terbaik untuk tanaman zaitun yaitu tanah liat
berpasir yang dalam, yang cukup dengan N, P, K, dan air. Tanah dengan pH alkali
lebih tinggi dari 8,5 tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman zaitun.13 Beberapa
kultivar zaitun tidak dapat tumbuh pada kondisi salinitas yang tinggi di atas 20 mM
NaCl, namun ada pula beberapa kultivar yang toleran. Kultivar yang sensitif akan
tumbuh dengan jarak ruas batang yang lebih kecil, berdaun tipis dan kecil, serta
memiliki buah yang berukuran kecil.14

4
Karakteristik pohon zaitun yang digunakan pada penelitian ini menyerupai
karakteristik pohon zaitun yang berasal dari Mediterania, yaitu pendek dan tebal,
dan dapat memiliki tinggi hingga 10 meter. Batangnya memiliki diameter besar
yang biasanya bengkok dan terpuntir.1 Setiap pohon zaitun menghasilkan rerata 15
sampai 50 kg buah zaitun, tergantung kondisi lingkungan. Buah zaitun berbentuk
oval dan memiliki ukuran lebar dan panjang 2-3 cm serta rasio buah per bijinya
yaitu 3,0-6,5.10 Daunnya berbentuk lonjong seperti lanset atau oval, tipis, bertekstur
kasar, berukuran panjang 4-10 cm serta lebar 1-3 cm, dan berwarna hijau pucat pada
permukaan atas dan keabuan pada permukaan bawah. Bunga zaitun memiliki
berukuran kecil dengan kulit luar berwarna hitam keunguan dan memiliki biji yang
keras, serta kulit kayu zaitun berwarna abu pucat.1

Gambar 2.1. Daun Olea euopaea L.


Sumber : Dokumentasi Pribadi

2.1.2. Kandungan dan Manfaat Zaitun


Zaitun telah digunakan sebagai obat tradisional dan kotemporer untuk
berbagai macam penyakit di berbagai negara. Bagian tanaman yang digunakan
adalah kulit kayu, buah, daun, kayu, biji-bijian, dan minyaknya digunakan dalam
berbagai bentuk sendiri atau dikombinasikan dengan ramuan lainnya. Minyak biji
zaitun digunakan secara oral sebagai obat pencahar dan juga dapat dioleskan secara
eksternal sebagai balsem untuk daerah yang mengalami peradangan. Rebusan daun
dan buah kering dari zaitun digunakan secara oral untuk mengobati diare, infeksi
saluran pernapasan dan saluran kemih, penyakit saluran cerna, dan dapat digunakan
5
sebagai pembersih mulut. Minyak zaitun juga dapat digunakan untuk mencegah
rambut rontok.1 Daun zaitun juga telah digunakan sebagai obat tradisional untuk
mengatasi demam dan penyakit lainnya, seperti malaria.15
Di Yunani rebusan ekstrak daun zaitun digunakan secara oral untuk
mengobati tekanan darah tinggi. Di Italia, ekstrak esensial minyak buah zaitun
digunakan secara oral untuk mengobati batu ginjal. Selain itu juga digunakan secara
eksternal untuk mengobati luka bakar, rematik dan untuk meningkatkan sirkulasi.
Di Jepang daun zaitun digunakan oral untuk mengatasi penyakit saluran cerna dan
minyak esensial zaitun digunakan secara oral untuk mengatasi konstipasi. Daun
zaitun digunakan sebagai obat umum untuk pengobatan asam urat di Mediterania.
Rakyat Tunisia menggunakan daunnya sebagai obat untuk berbagai macam jenis
peradangan dan infeksi bakteri seperti radang gusi, otitis, dan batuk.1
Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada ekstrak daun zaitun telah
menunjukkan aktivitas hipotensi, hipoglikemik, hipourisemik, antimikroba dan
antioksidan. Sebagai tambahan, telah ditunjukkan bahwa oleuropein, secoiridoid
khas dari pohon zaitun, memiliki aktivitas hipokolesterolemik dan hipoglikemik
dan merupakan antioksidan kuat dengan sifat anti peradangan.15
Pohon zaitun mensintesis polifenol dengan volume yang tinggi yang
sebagian besar tersimpan di daunnya yang tebal. Konsentrasi dan variasi polifenol
yang ada di daun dipengaruhi beberapa faktor seperti lokasi geografis, kultivar
pohon, dan umur pohon.16 Jumlah polifenol pada daun zaitun lebih banyak daripada
minyak zaitun.6 Oleuropein umumnya merupakan senyawa fenolik yang paling
menonjol pada zaitun yang di budidaya dan dapat mencapai konsentrasi sampai 140
mg/g pada bahan kering buah zaitun muda dan 60–90 mg/g pada daun kering.17
Oleuropein pada minyak zaitun berkisar 0,005% - 0,12% sedangkan pada daun
zaitun berkisar antara 1% - 14%.6
Potensi manfaat kesehatan dari daun zaitun ini sebagian besar terkait dengan
polifenol seperti oleuropein, hydroksitirosol, tirosol, tokoferol, turunan asam
elenolik, asam kafeik, asam p-kumarat dan asam vanilik. Selain kandungan
polifenol, daun zaitun juga mengandung flavonoid seperti luteolin, diosmetin, rutin,
luteolin-7-glukosida, apigenin-7-glukosida, dan diosmetin-7-glukosida.10
Ekstrak daun zaitun yang bersifat sebagai sifat antiinflamasi menghambat

6
agregasi trombosit dan produksi tromboksan A2.18 Polifenol dari ekstrak daun
zaitun memiliki efek perlindungan dari proses inflamasi dalam menurunkan
regulasi siklooksigenase-2.16 Oleuropein meningkatkan produksi nitrit oksida (NO)
pada makrofag melalui induksi enzim nitrit oksida sintetis, sehingga meningkatkan
aktivitas fungsional sel imunokompeten ini. Oleuropein menimbulkan efek
antiinflamasi dengan menghambat aktivitas lipooksigenase dan produksi leukotrien
B4.17 Luteolin, yang merupakan salah satu flavonoid, mampu menekan ekspresi
inflamasi pada makrofag dan adiposit. Apigenin hadir pada konsentrasi yang relatif
rendah di dalam daun zaitun, namun juga dikaitkan dengan sifat antiinflamasi.16

2.1.3. Zaitun dalam Pandangan Islam


Allah telah menyebutkan zaitun di dalam ayat-ayat Al-Qur’an seperti pada
Surat At-Tin ayat 1-2, Surat Abasa ayat 29, Surat Al-An’am ayat 99 dan 141, Surat
Al-Mu’minun ayat 20, Surat An-Nahl ayat 11, dan Surat An-Nur ayat 35. Bahkan
Allah telah bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan nama zaitun dalam surat At-Tin
ayat 1.19

Artinya: Demi (buah) Tin dan Zaitun.


Ibnu Abbas berkata dalam tafsir Al-Qurthubi bahwa pohon zaitun memiliki
berbagai manfaat. Minyaknya digunakan sebagai bahan bakar lampu, lauk, dan juga
lulur. Tidak ada satu bagian dalam pohon zaitun yang tidak berguna, bahkan abunya
bisa dimanfaatkan untuk mencuci sutera.20

2.1.4. Farmakokinetik Ekstrak Daun Zaitun


Oleuropein-aglikon, ligstrosida-aglikon, oleuropein-glikosida, tirosol, dan
hidroksitirosol memiliki polaritas yang berbeda sehingga memungkinkan
mekanisme penyerapan yang berbeda. Tirosol dan hidroksitirosol merupakan
senyawa polar dan transpornya mungkin terjadi melalui difusi pasif. Oleuropein-
glikosida juga merupakan senyawa polar dengan ukuran lebih besar mudah
berdifusi melewati membran fosfolipid bilayer dari membran epitelia. Glikosida ini

7
diserap melalui transporter glukosa. Mekanisme penyerapan lain dari oleuropein-
glikosida dilakukan melalui rute paraseluler atau melalui difusi pasif transselular.21
Oleuropein dan ligstrosida-aglikon merupakan senyawa yang kurang polar.
Oleuropein cepat diserap setelah pemberian oral dengan konsentrasi plasma
maksimum tercapai 2 jam setelah pemberian. Hidroksitirosol adalah metabolit
terpentingnya. Kedua senyawa tersebut terdistribusi dengan cepat dan
diekskresikan dalam urin terutama sebagai glukoronida atau dalam bentuk bebas
dengan konsentrasi yang sangat rendah.21

2.2. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang didapat dengan mengekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai,
lalu sebagian atau seluruh pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.22

2.3. Proses Ekstraksi


Ekstraksi merupakan pemisahan bagian aktif dari jaringan tumbuhan dari
komponen inaktif atau inert dengan menggunakan pelarut selektif melalui prosedur
ekstraksi standar.23 Tujuan dari ekstraksi adalah memisahkan metabolit tumbuhan
yang larut dari bagian sel yang tidak larut.24 Proses ekstraksi terutama untuk bahan
yang diperoleh dari tumbuhan adalah sebagai berikut25:
1. Mengelompokkan bagian tumbuhan (daun, bunga, dll), pengeringan dan
penggilingan bagian tumbuhan.
2. Pemilihan pelarut
 Pelarut polar
 Pelarut semipolar
 Pelarut nonpolar
Pemilihan pelarut sangat bergantung pada sifat spesifik senyawa bioaktif
yang menjadi targetnya. Ekstraksi senyawa yang bersifat hidrofilik menggunakan
pelarut polar seperti metanol, etanol atau etil asetat, sedangkan ekstraksi senyawa
lipofilik digunakan diklorometana atau campuran diklorometana / metanol dalam
perbandingan 1:1.26

8
2.3.1. Metode Ekstraksi
Beberapa metode ekstraksi yang dapat digunakan yaitu dengan maserasi,
perklorasi, refluks, soxhlet, dan destlasi uap. Dari metode tersebut, maserasi
merupakan metode sederhana dan yang digunakan pada penelitian ini.25
Metode maserasi dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan
pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar.
Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi
senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses
ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan.25
Kerugian utama dari metode ini yaitu memakan banyak waktu, pelarut yang
dipakai cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain
itu, beberapa senyawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar. Keuntungan
dari metode ini yaitu dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat
termolabil.25

2.3.2. Pelarut Etanol


Etanol telah banyak diteliti sebagai pelarut pada proses ekstraksi. Etanol
diketahui tidak beracun. Penggunaan etanol sebagai pelarut ekstraksi dapat
menghindari masalah toksisitas makanan untuk bahan pakan ternak dan telah
dikenal sebagai pelarut yang baik untuk ekstraksi polifenol dan aman untuk
dikonsumsi manusia.27,28
Polaritas pelarut menentukan perbedaan jenis, komposisi, dan aktivitas
antioksidan fitokimia. Etanol efektif untuk mengekstrak sterol, flavonoid, fenolik,
dan alkaloid. Penelitian sebelumnya menginformasikan bahwa etanol dapat
melarutkan senyawa polar, seperti gula, asam amino, senyawa glikosida, senyawa
fenolik dengan berat molekul rendah hingga menengah dan polaritas sedang,
aglycon flavonoid, antosianin, terpenoid, saponin, tanin, xantoxilin, totarol,
quacinoid , lakton, flavon, fenon, dan polifenol.29

2.4. Karagenan
Karagenan merupakan salah satu bahan iritan yang dapat digunakan untuk
menginduksi proses inflamasi. Karagenan diperoleh dengan cara ekstraksi dengan

9
air atau air basa dari beberapa spesies kelas Rhodophyceae (rumput laut merah).
Merupakan suatu hidrokoloid yang kandungan utamanya merupakan ester kalium,
natrium, magnesium, dan kalsium sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-
anhidrogalaktosa.30 Karagenan adalah polimer linear yang tersusun dari sekitar
25.000 turunan galaktosa yang strukturnya tergantung pada sumber dan kondisi
ekstraksi.31
Uji aktivitas antiinflamasi dengan metode induksi berguna untuk menilai
kontribusi mediator yang terlibat dalam perubahan vaskular yang terkait dengan
peradangan akut. Perkembangan edema setelah injeksi karagenan digambarkan
sebagai peristiwa bifasik, dimana berbagai mediator beroperasi secara berurutan
untuk menghasilkan respon inflamasi. Fase awal edema (0-1 jam), yang tidak
dihambat oleh obat antiinflamasi non steroid seperti indometasin atau aspirin,
dikaitkan dengan pelepasan histamin, 5-hidroksitriptamin (5-HT) dan bradikinin.
Sebaliknya, fase yang kedua merupakan fase akselerasi dari edema (1-6 jam),
berkorelasi dengan peningkatan produksi prostaglandin (PG), dan baru-baru ini
dikaitkan dengan induksi siklooksigenase (COX-2).32
Inflamasi yang diinduksi oleh karagenan, awalnya dijelaskan oleh Winter et
al., 1962 sebagai reaksi akut, non-imun, dapat diteliti dengan baik, dan sangat bisa
direproduksi. Tanda kardinal dari inflamasi yaitu edema, hiperalgesia, dan eritema,
terjadi segera setelah injeksi subkutan, akibat aktivitas dari agen proinflamasi,
seperti bradikinin, histamin, takikinin, komplemen dan oksigen reaktif, dan
bermacam nitrogen. Neutrofil segera bermigrasi ke tempat-tempat terjadinya
peradangan dan dapat menghasilkan oksigen reaktif pro-inflamasi dan jenis
lainnya.33
Karagenan merupakan zat kimia yang kuat untuk melepaskan mediator
inflamasi dan proinflamasi (prostaglandin, leukotrien, histamin, bradikinin, TNF-
α, dan lain-lain).34 Karagenan dipilih untuk menguji obat antiinflamasi karena tidak
bersifat antigenik dan tidak menimbulkan efek sistemik.31 Inflamasi diukur dengan
melihat peningkatan ukuran telapak kaki (edema) yang maksimal sekitar 5 jam
setelah injeksi karagenan dan dimodulasi oleh inhibitor molekul spesifik di dalam
proses inflamasi.33

10
2.5. Natrium diklofenak
Natrium diklofenak termasuk ke dalam obat antiinflamasi non steroid
turunan asam fenilasetat yang memiliki aktivitas antiinflamasi dan analgesik yang
tinggi.35 Natrium diklofenak berbentuk serbuk kristal, berwarna putih atau agak
kekuningan, dan sedikit higroskopis. Sedikit larut dalam air, mudah larut dalam
metanol, larut dalam etanol 96%, dan sedikit larut dalam aseton.36
Mekanisme kerja obat yaitu dengan menghambat biosintesis prostaglandin
yang merupakan salah satu mediator inflamasi melalui penghambatan aktivitas
enzim siklooksigenase.37 Natrium diklofenak memiliki potensi jauh lebih besar dari
indometasin, naproksen, atau beberapa senyawa lain.38
Absorbsi obat melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat
terikat 99% pada protein plasma dan mengalami metabolisme lintas pertama (first
pass) sebesar 40-50%. Waktu paruh singkat yakni 1-3 jam, diklofenak terakumulasi
di cairan sinovial yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari
waktu paruh obat tersebut.39 Obat diekskresikan dalam bentuk glukoronida dan
konjugat sulfat, terutama dalam urin (60%), dan juga dalam empedu (sekitar 35%),
kurang dari 1% diekskresikan sebagai diklofenak.36
Efek samping yang lazim dari penggunaan diklofenak adalah mual, gastritis,
eritema kulit, dan sakit kepala sama seperti semua obat antiinflamasi non steroid.39

2.6. Rute Pemberian Zat Intraperitoneal


Injeksi zat ke dalam rongga peritoneum merupakan teknik umum yang
dilakukan pada hewan pengerat di laboratorium namun jarang digunakan pada
mamalia dan manusia yang lebih besar. Penyerapan zat yang dikirim secara
intraperitoneal biasanya jauh lebih lambat daripada injeksi intravena. Meskipun
pemberian intraperitoneal dianggap sebagai rute pemberian parenteral, sifat
farmakokinetik zat yang diberikan secara intraperitoneal terlihat lebih mirip dengan
zat yang diberikan secara oral, karena jalur utama absorbsi zat masuk ke dalam
pembuluh mesenterika, yang mengalir ke vena portal dan melewati hepar. Oleh
karena itu zat yang diberikan secara intraperitoneal dapat mengalami metabolisme
hepar sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Selain itu, sejumlah kecil suntikan

11
intraperitoneal dapat melewati langsung diafragma melalui lakuna kecil dan masuk
ke dalam kelenjar getah bening toraks.40
Pemberian zat secara intraperitoneal pada mamalia biasanya dilakukan pada
hewan yang sadar dengan menggunakan suatu prosedur pemegangan hewan secara
kuat, dengan posisi kepala dan tubuh miring ke bawah untuk memindahkan isi perut
menjauh dari permukaan depan perut. Suntikan dilakukan pada kuadran kanan
bawah menjauhi garis tengah tubuh untuk menghindari injeksi ke dalam kandung
kemih atau sekum secara tidak sengaja. Sebelum zat disuntikkan, pendorong jarum
suntik ditarik sedikit untuk melihat apakah terdapat urin, darah, atau hasil
pencernaan di pusat jarum. Jika cairan tersebut terlihat, jarum harus ditarik, diganti,
dan direposisi sebelum disuntikkan. Kesalahan yang paling umum adalah menusuk
kulit pada sudut yang terlalu datar, sehingga pemberiannya justru menjadi secara
subkutan bukan intraperitoneal.40
Bahan zat yang disuntikkan secara intraperitoneal harus steril, isotonik, dan
tidak iritatif. Zat bersifat iritatif yang disuntikkan secara intraperitoneal dapat
menyebabkan ileus dan peritonitis. Meskipun secara teknis prosedur sederhana
untuk dilakukan, pelatihan dan kompetensi individu harus dipantau untuk
memastikan bahwa zat di injeksikan masuk secara akurat dan injeksi yang tidak
disengaja mengenai bagian organ dalam tubuh hewan dapat dihindari.40

2.7. Inflamasi
Inflamasi adalah suatu reaksi kompleks terhadap agen/bahan yang
merugikan, yang berupa respons vaskular, migrasi, dan aktivasi leukosit, serta
reaksi sistemik. Fungsi respon inflamasi untuk menghancurkan, mengencerkan,
atau membatasi agen yang merugikan, dan memicu terjadinya serangkaian proses
yang mencoba untuk memulihkan dan mengganti jaringan yang rusak. Pada
dasarnya inflamasi merupakan suatu respons protektif untuk menyingkirkan agen
penyebab cedera dan konsekuensi dari cedera tersebut, seperti sel dan jaringan
nekrotik.41 Untuk memunculkan reaksi inflamasi, sebuah jaringan harus hidup dan
tentunya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional.42
Inflamasi dibagi menjadi pola akut dan kronik. Inflamasi akut memiliki
awitan cepat (detik atau menit) dan berlangsung relatif singkat, dalam beberapa

12
menit, jam, atau hari, karakteristik utamanya adalah eksudasi cairan dan protein
plasma (edema) dan imigrasi leukosit terutama neutrofil. Inflamasi kronik
berlangsung lebih lama, secara histologi ditandai dengan adanya limfosit dan
makrofag, proliferasi pembuluh darah, fibrosis, dan nekrosis jaringan.41
Saat proses inflamasi berlangsung, terjadi biosintesis prostaglandin. Ketika
terjadi kerusakan pada sel, fosfolipid pada membran sel akan di ubah menjadi asam
arakidonat oleh enzim fosfolipase. Asam arakidonat selanjutnya akan di ubah
menjadi hidroperoksid dengan bantuan enzim lipoksigenase dan menjadi
endoperoksid dengan bantuan enzim siklooksigenase. Hidroperoksid yang
terbentuk akan diubah menjadi leukotrien, sementara endoperoksid akan diubah
menjadi prostaglandin, tromboksan, dan prostasiklin yang berperan pada saat
proses inflamasi berlangsung.39

Trauma / luka pada sel

Gangguan pada membran sel

Fosfolipid

Enzim fosfolipase

Asam arakidonat
Enzim
Enzim
lipoksigenase
siklooksigenase

Hidroperoksid Endoperoksid
PGG2/PGH
Leukotrien

PGE2, Tromboksan A2 Prostasiklin


PGF2,
PGD2

Gambar 2.2. Biosintesis prostaglandin.


Sumber : Farmakologi dan Terapi Edisi 5, 2012.

13
2.7.1 Inflamasi Akut
Tiga komponen pada respon inflamasi akut41 :
1. Perubahan diameter pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan aliran
darah.
Vasodilatasi merupakan salah satu manifestasi paling dini pada peradangan
akut. Mulanya mengenai arteriol dan kemudian menyebabkan terbukanya jaringan-
jaringan kapiler baru di daerah inflamasi. Vasodilatasi dipicu oleh beberapa
mediator, terutama histamin dan nitrat oksida, terhadap otot polos vaskular.41
2. Perubahan struktural mikrovaskular yang memungkinkan pengeluaran
protein plasma dan leukosit dari sirkulasi.
Peningkatan permeabilitas vaskular menyebabkan pengeluaran cairan yang
kaya akan protein (eksudat) ke dalam jaringan ekstravaskular. Protein plasma yang
hilang akan menyebabkan penurunan tekanan osmotik intravaskular dan akan
meningkatkan tekanan osmotik cairan interstisium. Tekanan hidrostatik yang
meningkat akibat dari peningkatan aliran darah melalui vasodilatasi pembuluh
darah akan menyebabkan cairan mengalir keluar dari vaskular dan menumpuk di
jaringan interstisium. Peningkatan netto cairan ekstravaskular menimbulkan
edema.41
3. Emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi, akumulasi di fokus cedera, dan
aktivasi leukosit untuk menyingkirkan agen penyebab.
Leukosit bermigrasi menuju tempat inflamasi dan melakukan fungsinya
yaitu fagositosis agen penyebab dan menyingkirkan jaringan nekrotik serta benda
asing. Leukosit teraktivasi oleh agen penyebab dan mediator endogen sehingga
mengeluarkan metabolit-metabolit toksik dan protease keluar sel, yang
menimbulkan kerusakan jaringan.41

2.7.2 Tanda-Tanda Inflamasi


1. Rubor (Kemerahan)
Merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami inflamasi.
Arteriol mengalami dilatasi sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir
ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang mulanya kosong, mulai

14
meregang dan terisi penuh dengan darah. Hal ini disebut dengan hiperemia atau
kongesti, yang menyebabkan kemerahan lokal pada tempat inflamasi akut.42
2. Kalor (Panas)
Terjadi bersamaan dengan kemerahan pada saat inflamasi akut. Area yang
mengalami inflamasi menjadi lebih hangat dari sekelilingnya karena lebih banyak
darah yang dialirkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang mengalami
inflamasi daripada daerah yang normal.42
3. Dolor (Nyeri)
Perubahan pH atau konsentrasi ion-ion tertentu pada area inflamasi dapat
merangsang ujung-ujung saraf. Selain itu, ketika terjadi proses inflamasi maka akan
menyebabkan pembengkakkan jaringan pada area tersebut yang menyebabkan
peningkatan tekanan lokal yang dapat menimbulkan nyeri.41
4. Tumor (Pembengkakan)
Pembengkakan lokal dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang berpindah dari
aliran darah ke jaringan interstisial. Campuran cairan dan sel-sel yang tertimbun di
area inflamasi disebut eksudat. Pada awal reaksi inflamasi, sebagian besar eksudat
adalah cairan. Kemudian sel darah putih dan leukosit meninggalkan aliran darah
dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.42
5. Fungsio Laesa (Perubahan Fungsi)
Perubahan fungsi merupakan hal lazim dalam reaksi inflamasi. Bagian yang
bengkak, nyeri, disertai sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi lokal yang
abnormal, seharusnya memiliki fungsi yang abnormal. Tetapi, cara bagaimana
fungsi jaringan yang meradang itu terganggu tidak dipahami secara terperinci.42

2.8. Metode Pengujian Efek Antiinflamasi Akut


Metode pengujian efek antiinflamasi akut yang dapat digunakan yaitu
dengan induksi xilena pada edema daun telinga, induksi asam arakidonat pada
edema daun telinga, induksi histamin, induksi asam asetat, dan induksi karagenan.43
Dari metode tersebut, induksi karagenan merupakan metode yang digunakan pada
penelitian ini.
Sebelum dilakukan percobaan dengan metode induksi karagenan, volume
awal telapak kaki hewan uji di ukur dengan menggunakan alat pletismometer.

15
Kemudian hewan uji diberikan larutan uji. Setelah 1 jam pemberian, hewan uji
tersebut diinduksi dengan 0,1 ml karagenan 1% secara injeksi sub-plantar. Lalu
dilakukan pengukuran volume edema pada jam ke-1, 2, 3, 4, dan 5 setelah induksi
karagenan.43

2.9. Pletismometer
Pletismometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur volume kaki
hewan uji. Pletismometer terdiri atas tabung yang lebih besar, yang digunakan
untuk memasukan kaki hewan coba, dan yang lebih kecil, dimana terdapat
transduser. Sebelum melakukan pengukuran dengan pletismometer, kaki hewan
coba diberikan batas pada bagian sendi tibiotarsal terlebih dahulu agar setiap
pengukuran dilakukan pada batas yang sama. Selanjutnya bagian telapak kaki
belakang dicelupkan hingga batas tersebut dan menyebabkan tingkat cairan di
kedua tabung berubah. Nilai volume telapak kaki berdasarkan waktu, dan di ambil
rerata volume telapak kaki.44
Terdapat dua jenis pletismometer, yaitu pletismometer digital dan
pletismometer air raksa. Pletismometer digital memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan dengan pletismometer air raksa, yaitu kepekaan jauh lebih tinggi dan
dapat mengurangi beban kerja peneliti. Namun dari segi biaya, pletismometer
digital jauh lebih mahal dan ini dapat menjadi kendala dalam suatu penelitian.44
Pada penelitian ini digunakan pletismometer air raksa. Pada saat
menggunakan alat tersebut, diperlukan bantuan orang lain dalam membaca hasil
pengukuran, karena hasil yang baik dapat dilihat jika anggota tubuh dan kedua mata
pengamat tetap tegak lurus terhadap tingkat air raksa yang ditunjukkan.44

16
Gambar 2.3. Pletismometer Air Raksa
Sumber : Dokumentasi Pribadi

2.10. Tikus Sprague-Dawley


Tikus Sprague-Dawley merupakan hasil persilangan dari kelas indukan
yang berbeda dan dikembangkan pada tahun 1925 oleh R. Dawley, Sprague Dawley
Company, Madison, Wisconsin. Tikus jenis ini paling banyak digunakan untuk
penelitian biomedis, keberlangsungan reproduksi sangat baik, memiliki sifat dasar
jinak, dan berwarna putih. Tikus galur Sprague-Dawley banyak digunakan untuk
penelitian tekait dengaan adiksi obat, penuaan, perilaku, nutrisi, onkologi,
farmakologi, reproduksi, teratologi, dan toksikologi.45
Tikus galur ini bukan merupakan jenis tikus liar. Terdapat perbedaan
antara tikus liar dan laboratorium, diantaranya yaitu tikus laboratorium memiliki
kelenjar adrenal dan kelenjar preputial yang lebih kecil, kematangan seksual lebih
awal, tidak ada siklus reproduksi musiman, reproduksi baik, dan umur yang lebih
pendek daripada tikus liar. Saat ini, tikus Sprague-Dawley secara bertahap menjadi
hewan laboratorium yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.46

17
Penelitian antiinflamasi ini menggunakan tikus Sprague-Dawley jantan.
Hal ini agar hasil uji tidak dipengaruhi oleh hormon seks steroid yaitu esterogen.
Tikus betina memiliki lebih banyak hormon esterogen yang dapat meningkatkan
inflamasi melalui mediator inflamasi yaitu bradikinin.47

18
2.11. Kerangka Teori
Induksi karagenan Natrium Pemberian
secara sub-plantar diklofenak ekstrak daun
secara i.p zaitun secara i.p
Trauma / luka pada sel
Polifenol
Fosfolipid

Oleuropein
Enzim fosfolipase

Asam arakidonat

Enzim Enzim
lipoksigenase siklooksigenase

Hidroperoksid Endoperoksid
PGG2/PGH

Leukotrien
PGE2, Tromboksan Prostasiklin
PGF2, A2
PGD2

Inflamasi akut
= Mengaktifkan

Ekstravasasi cairan = Menghambat


ke interstisial

Peningkatan volume
edema telapak kaki

19
2.12. Kerangka Konsep

Tikus Sprague-Dawley Pemberian ekstrak daun


zaitun (Olea europaea L.)

Injeksi karagenan
sub-plantar

Edema telapak kaki

Pengukuran volume
edema telapak kaki
dengan pletismometer

20
2.13. Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Pengukuran Alat Ukur Skala
Dosis Jumlah dosis Menimbang berat Neraca analitik Numerik
ekstrak ekstrak etanol tikus kemudian ketelitian
etanol daun daun zaitun menghitung dosis 0,0001 gram
zaitun yang diberikan ekstrak daun zaitun
secara injeksi 100 mg/KgBB, 300
intraperitoneal mg/KgBB, dan 500
(i.p.) pada tikus mg/KgbBB.
dalam satuan Ekstrak kemudian
mg per berat dilarutkan dengan
badan (BB) PBS 10x dan
diinjeksikan
sebanyak 0,5 ml
secara i.p.
Dosis Jumlah dosis Menimbang berat Neraca analitik Numerik
Natrium natrium tikus kemudian ketelitian
Diklofenak diklofenak menghitung dosis 0,0001 gram
yang diberikan 10 mg/KgBB.
secara i.p. pada Natrium diklofenak
tikus dalam kemudian
satuan mg per dilarutkan dengan
berat badan PBS 10x dan
(BB) diinjeksikan
sebanyak 0,1 ml
secara i.p.
Dosis Jumlah dosis Karagenan Neraca analitik Numerik
Karagenan karagenan ditimbang ketelitian
yang diberikan sebanyak 1 mg. 0,0001 gram
sub-plantar Kemudian dan spuit 1 cc
secara dilarutkan dalam
subkutan (s.c.) PBS 10x sebanyak

21
pada tikus 0,1 ml. 0,1 ml
dalam satuan Karagenan 1%
mg per ml. diinjeksikan sub-
plantar secara s.c.
Phosphate Jumlah PBS 1 ml PBS 1x Gelas ukur Numerik
Buffer yang ditambahkan
Saline diencerkan dan dengan 9 ml air
(PBS) diberikan destilasi, kemudian
secara i.p. pada 0,5 ml diinjeksikan
tikus dalam secara i.p pada
satuan ml. kelompok tikus
kontrol negatif.
Volume Berat telapak Volume kaki kanan Pletismometer Numerik
edema kaki kaki tikus yang belakang setiap air raksa
tikus edema sesudah tikus diukur hingga
induksi dengan garis batas spidol
karagenan saat memasukkan
dalam satuan kaki ke dalam
milimeter air cairan raksa, agar
raksa (mmHg) selalu sama. Tinggi
cairan pada alat
dicatat sesudah
pengukuran.

22
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimental
laboratorium dengan mengukur berat kaki tikus Sprague-Dawley.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 Maret – 19 Juni 2017. Pemeliharaan
tikus dilakukan di Laboratorium Animal House FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Perlakuan dilakukan di Laboratorium Farmakologi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pembuatan ekstrak daun zaitun dilakukan di LIPI (Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia), Bogor.

3.3. Sampel Penelitian


3.3.1. Populasi
Obyek penelitian yang digunakan adalah tikus Sprague-Dawley yang sudah
diverifikasi dan didatangkan dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor (IPB).

3.3.2. Sampel
Sampel hewan coba pada penelitian ini adalah tikus jantan jenis Sprague-
Dawley sejumlah 18 ekor melalui perhitungan rumus Mead dengan 6 kelompok
perlakuan.48 Perhitungan rumus Mead adalah E = N - B – T, dengan hasil 3 ekor
tikus disetiap kelompok perlakuan (Lampiran 2).
Keterangan:
N = Jumlah total sampel pada penelitian (dikurangi 1)
B = Blocking Component bernilai 0 jika tidak ada stratifikasi
T = Jumlah total perlakuan (dikurangi 1)
E = Degree of freedom of error component, bernilai antara 10-20

23
E = N-B-T E = N-B-T
10≤ (n-1)-0-(6-1) 20≥ (n-1)-0-(6-1)
10≤ (n-1)-0-5 20≥ (n-1)-0-5
10≤ n-1-5 20≥ n-1-5
10≤ n-6 20≥ n-6
16≤ n 26≥ n

Jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 16≤E≤26. Total sampel minimal yang
diperlukan adalah 16 sampel dan total sampel maksimal yang diperlukan adalah 26
sampel.
Pada penelitian antiinflamasi ini menggunakan 18 sampel. Masing-masing tiap
kelompok perlakuan terdiri atas 3 sampel.

Tabel 3.1. Kelompok Perlakuan.


Kelompok Perlakuan
KN (PBS) sebagai Kontrol 0,5 ml PBS i.p. + 0,1 ml Karagenan 1% sub-
Negatif plantar secara s.c.
KP (PBS + Karagenan) sebagai 0,5 ml PBS i.p. + 0,1 ml Karagenan 1% sub-
Kontrol Positif plantar secara s.c.
Na Diklo (Natrium Diklofenak 10 mg/KgBB Natrium diklofenak dalam 0,1
+ Karagenan) ml PBS i.p. + 0,1 ml Karagenan 1% sub-
plantar secara s.c.
OLE 100 (Ekstrak daun zaitun 100 mg/KgBB Ekstrak daun zaitun dalam
100 mg + Karagenan) 0,5 ml PBS i.p. + 0,1 ml Karagenan 1% sub-
plantar secara s.c.
OLE 300 (Ekstrak daun zaitun 300 mg/KgBB Ekstrak daun zaitun dalam
300 mg + Karagenan) 0,5 ml PBS i.p. + 0,1 ml Karagenan 1% sub-
plantar secara s.c.
OLE 500 (Ekstrak daun zaitun 500 mg/KgBB Ekstrak daun zaitun dalam
500 mg + Karagenan) 0,5 ml PBS zaitun i.p. + 0,1 ml Karagenan
1% sub-plantar secara s.c.

24
3.3.3. Kriteria Inklusi
1. Kelompok N : Tikus jantan Sprague-Dawley.
2. Tikus dalam keadaan sehat, yaitu memiliki nafsu makan yang baik, aktif,
dan bulu tidak rontok.
3. Tikus tidak ada kelainan anatomi telapak kaki sebelum perlakuan

3.3.4. Krieria Eksklusi


1. Tikus sakit atau mati selama penelitian berlangsung

3.4. Variabel Penelitian


3.4.1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian ekstrak daun zaitun
(Olea europaea L.) secara i.p.

3.4.2. Variabel Tergantung


Variabel terikat pada penelitian ini adalah volume telapak kaki tikus
Sprague-Dawley.

3.5. Alat dan Bahan Penelitian


3.5.1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang, tempat makan
dan minum tikus, serut kayu (bedding), peralatan kebersihan, neraca hewan
ketelitian 0,01 gram, pletismometer air raksa, alcohol swab, spuit 1cc, gelas beker,
gelas ukur, tabung reaksi, hot plate, batang pengaduk, neraca analitik ketelitian
0,0001 gram, vortex mixer, arloji, label, dan spidol.

3.5.2. Bahan Penelitian


Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak daun zaitun
dengan dosis 100 mg/KgBB, 300 mg/KgBB, dan 500 mg/KgBB. Pada penelitian
ini juga menggunakan karagenan, PBS, dan natrium diklofenak 10 mg/KgBB untuk
perlakuan hewan coba. Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus

25
jantan Sprague-Dawley 18 ekor melalui perhitungan rumus Mead: E = N−B−T
dengan hasil 3 ekor tikus untuk setiap kelompok perlakuan

3.6. Cara Kerja


3.6.1. Penyimpanan Simplisia
Daun zaitun diperoleh dari Bogor, Jawa Barat, dalam bentuk daun yang
sudah dikeringkan. Simplisia sudah disimpan dalam kurun waktu satu tahun
sebelum penelitian dan disimpan di dalam plastik yang tertutup rapat.

3.6.2. Pembuatan Ekstrak


Pembuatan ekstrak daun zaitun dalam pelarut etanol menggunakan metode
maserasi. Daun zaitun kering ditimbang seberat 196 gram. Kemudian sampel
direndam didalam etanol 96% sebanyak 2,5 liter selama satu malam dan
perendaman dilakukan sebanyak 3 kali atau selama 3 malam. Sampel yang sudah
direndam ditampung gelas beaker, kemudian dimasukan ke dalam labu evaporator.
Setelah itu sampel di evaporasi pada suhu 35°C dengan putaran 90° selama 2 hari
sampai mendapatkan hasil akhir ekstrak yang pekat.

3.6.3. Penyiapan Sediaan Uji


a. Pembuatan Sediaan Ekstrak Daun Zaitun
Ekstrak daun zaitun ditimbang sesuai dengan dosis, kemudian
dilarutkan dengan PBS dan dihomogenasi.

Tabel 3.2. Pembuatan Ekstrak Daun Zaitun


Ekstrak Daun Zaitun PBS
Dosis Daun Zaitun
(mg) (ml)
100 mg/KgBB 300 5
300 mg/KgBB 900 5
500 mg/KgBB 1.500 5

26
b. Pembuatan Larutan Natrium Diklofenak
Dosis natrium diklofenak yaitu 10 mg/KgBB tikus. Berat badan
masing-masing tikus yaitu 300 gram. Dosis untuk setiap tikus adalah 3 mg.
Natrium diklofenak di timbang sebanyak 30 mg, dilarutkan dengan 1 ml
PBS, kemudian di homogenasi.

c. Pembuatan Suspensi Karagenan 1%


Sebanyak 33 mg karagenan ditimbang, lalu dilautkan dengan 3,3 ml
PBS yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 90◦C tidak sampai
mendidih.

3.6.4. Adaptasi Hewan Coba


Tikus diadaptasikan di Animal house mulai hari pertama sampai hari ke-7.
Tikus diadaptasi dengan tempat tinggal barunya di kandang dengan alas serut kayu
(bedding), kondisi pencahayaan dan suhu standar dengan makanan dan air ad
libitum untuk menghilangkan efek stres.49 Perlakuan sama terhadap semua tikus.

3.6.5. Uji Antiinflamasi dengan Metode Induksi Edema Telapak Kaki Tikus
1. Tikus dikelompokan secara acak yaitu: kelompok kontrol negatif, kelompok
kontrol positif, kelompok natrium diklofenak, kelompok OLE 100 mg/KgBB,
kelompok OLE 300 mg/KgBB, dan kelompok OLE 500 mg/KgBB.
2. Kaki kanan belakang setiap tikus yang akan diinduksi diberi tanda
menggunakan spidol sebagai batas saat memasukkan kaki ke dalam cairan
raksa, agar selalu sama.
3. Volume kaki setiap tikus diukur dan dinyatakan sebagai volume kaki dasar.
Tinggi cairan pada alat dicatat sesudah pengukuran.
4. Kelompok kontrol negatif diberikan PBS 0,5 ml i.p., kelompok kontrol positif
diberikan PBS 0,5 ml i.p., kontrol natrium diklofenak natrium diklofenak 10
mg/KgBB i.p., dan pada kelompok OLE diberi ekstrak daun zaitun dengan
dosis 100 mg/KgBB, 300 mg/KgBB, dan 500 mg/KgBB i.p.

27
5. Setelah satu jam diinjeksikan sediaan uji secara i.p., telapak kaki tikus
dibersihkan dengan alcohol swab lalu disuntikkan dengan larutan karagenan
1% sebanyak 0,1 ml intrakutan.
6. Satu jam setelah penyuntikkan karagenan, volume kaki tikus diukur dengan
menggunakan alat pletismometer air raksa setiap satu jam selama 6 jam setelah
diinduksi dengan karagenan.
7. Ukur volume edema telapak kaki masing-masing tikus setiap kelompok.
8. Hitung presentase edema dan presentase inhibisi pembentukan edema dengan
menggunakan rumus50:
𝑉𝑡 − 𝑉𝑜
% Edema = 𝑋 100%
𝑉𝑜
𝑎−𝑏
% Inhibisi Edema = 𝑋 100%
𝑎
Semakin besar hasil persentase inhibisi edema, maka semakin baik efek
antiinflamasi dari suatu bahan uji.
Keterangan :
Vt = Volume telapak kaki pada waktu t
Vo = Volume telapak kaki yang diperoleh sebelum melakukan perlakuan
apapun
a = % Edema pada kelompok hewan kontrol
b = % Edema pada kelompok hewan yang mendapat bahan uji atau obat
pembanding

28
3.7. Alur Penelitian

Tikus tiba di Animal House

Adaptasi selama 7 hari dengan


makan dan minum adlibitum

Ukur volume awal kaki kanan belakang


(Vo)

Tikus dibagi menjadi 6 kelompok

KN KP Na Diklo OLE 100 OLE 300 OLE 500

0,5 ml PBS Natrium Ekstrak daun Ekstrak daun Ekstrak daun


i.p. diklofenak zaitun 100 zaitun 300 zaitun 500
10 mg/KgBB mg/KgBB i.p mg/KgBB i.p mg/KgBB i.p
i.p
0,5 ml PBS
i.p.

Tunggu selama 1 jam Tunggu selama 1 jam setelah injeksi i.p. Bahan uji
setelah injeksi i.p. PBS

Injeksi 0,1 ml karagenan 1% s.c. sub-plantar kaki


Injeksi 0,1 ml PBS
kanan belakang
s.c. sub-plantar

Ukur volume kaki tikus alat Ukur volume kaki tikus alat
pletismometer air raksa pada pletismometer air raksa pada menit ke-
menit ke-60, -120, -180, -240, 60, -120, -180, -240, -300, dan -360
-300, dan -360 setelah induksi karagenan

Analisis data
29
3.8. Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dan di analisis dengan microsoft excel dan
aplikasi Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 22.0. Uji statistik
yang digunakan yaitu One Way ANOVA karena penelitian termasuk ke dalam
analitik komparatif lebih dari dua kelompok. Data terlebih dahulu diuji normalitas
dan homogenitas. Jika salah satu uji tersebut tidak terpenuhi maka dilakukan
transformasi data. Jika transformasi data tidak berhasil maka dilakukan uji non-
parametric Kruskal Wallis.

30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Antiinflamasi


Tikus yang sudah diberikan bahan uji secara i.p. satu jam kemudian
dilakukan injeksi 0,1 ml karagenan 1% sub-plantar secara s.c. pada kaki kanan
belakang, kecuali pada tikus kelompok kontrol negatif. Selanjutnya dilakukan
pengukuran dengan alat pletismometer air raksa untuk menilai efek antiinflamasi
berupa volume dan persentase inhibisi edema telapak kaki tikus. Data volume
telapak kaki tikus hasil pengukuran diolah dengan menggunakan rumus persentase
edema telapak kaki tikus dan kemudian diolah kembali dengan rumus persentase
inhibisi edema untuk mengetahui seberapa besar kemampuan bahan uji dalam
menginhibisi edema telapak kaki tikus.

4.1.1. Volume Edema Telapak Kaki Tikus


Data volume edema telapak kaki tikus merupakan data yang diambil pada
jam ke-1, -2, -3, -4, -5, dan -6 setelah dilakukan injeksi karagenan sub-plantar kaki
kanan belakang tikus. Data tersebut kemudian diambil rerata dan didapatkan hasil
sebagai berikut:

Rerata Volume Edema (ml) Telapak Kaki Tikus


Rerata Volume Edema (ml)

0,060

0,050

0,040

0,030

0,020

0,010

0,000
0 1 2 3 4 5 6
Waktu (Jam)

Grafik 4.1. Rerata Volume Edema Telapak Kaki Tikus.


Ungu = Kontrol Negatif, Merah = Kontrol Positif, Abu-abu = Natrium Diklofenak, Kuning = Ekstrak
Daun Zaitun 100 mg/KgBB, Biru = Ekstrak Daun Zaitun 300 mg/KgBB, Hijau = Ekstrak Daun
Zaitun 500 mg/KgBB

31
Pengukuran volume edema telapak kaki tikus dengan menggunakan
pletismometer air raksa merupakan pilihan terbaik karena peneliti tidak perlu
mengorbankan tikus pada setiap kali melakukan pengukuran, selain itu pengukuran
volume udem dapat dilakukan pada selang waktu tertentu, serta dapat mengetahui
inhibisi maksimum dari bahan uji yang digunakan.50
Berdasarkan data rerata volume edema telapak kaki tikus, dapat terlihat
bahwa kelompok kontrol negatif memiliki nilai rerata volume edema tertinggi pada
jam ke-5, yaitu sebesar 0,031 ml dan terendah pada jam ke-1, yaitu sebesar 0,023
ml. Rerata volume telapak kaki tikus kelompok kontrol negatif dapat mengalami
peningkatan karena adanya respon inflamasi secara umum akibat dari pemberian
PBS secara sub-plantar. Inflamasi bertujuan untuk memperbaiki kerusakan jaringan
yang terjadi. Dalam beberapa menit setelah kerusakan jaringan terjadi sintesis
prostaglandin dan leukotrien dari metabolisme asam arakidonat pada tempat
terjadinya inflamasi yang mengarah ke rekrutmen neutrofil, peningkatan aliran
darah, dan permeabilitas vaskular. Hal ini dapat menyebabkan terbentuknya edema
dan akan mempengaruhi volume telapak kaki tikus.51
Rerata volume edema tertinggi pada kelompok kontrol positif, terlihat pada
jam ke-6 sebesar 0,053 ml dan terendah terjadi pada jam ke-1 sebesar 0,030 ml.
Pemilihan karagenan sebagai bahan induksi inflamasi pada penelitian ini karena
karagenan tidak menimbulkan efek sistemik.52 Karagenan merupakan kimia kuat
yang digunakan untuk melepaskan mediator inflamasi dan proinflamasi seperti
prostaglandin, leukotrien, histamin, bradikinin, TNF-α, dan lain-lain.34 Inflamasi
akut yang ditimbulkan oleh karagenan merupakan peristiwa bifasik. Pada fase
pertama terjadi pelepasan histamin, serotonin, dan kinin dalam beberapa jam
pertama, sedangkan fase kedua dikaitkan dengan pelepasan prostaglandin dalam 2-
3 jam. Injeksi karaginan sub-plantar ke dalam kaki belakang tikus menyebabkan
edema progresif dengan pucak edema pada jam ke-4. Namun pada sebuah
penelitian sebelumnya menunjukan bahwa edema telapak kaki tikus pada kelompok
kontrol yang diinduksi dengan karagenan 1% dan diberikan air destilasi konstan
mengalami kenaikan hingga jam ke-24.34
Selanjutnya pada kelompok natrium diklofenak didapatkan nilai rerata
volume edema tertinggi terjadi pada jam ke-6 sebesar 0,042 ml dan terendah terjadi

32
pada jam ke-1 dan jam ke-3 yaitu sebesar 0,026 ml. Hasil penelitian ini sama dengan
hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Santos, et al. menunjukan bahwa
natrium diklofenak yang diberikan secara i.p. pada tikus 2 jam sebelum diinjeksikan
karagenan sub-plantar memiliki rerata volume edema yang rendah pada pengukuran
jam ke-2 setelah induksi dengan karagenan. Hal ini menunjukan bahwa natrium
diklofenak bekerja pada jam ke-4 setelah pemberian secara i.p. dalam menghambat
volume edema. Selanjutnya pada pengukuran jam ke-4 setelah injeksi karagenan,
penelitian tersebut menunjukan bahwa rerata volume edema telapak kaki tikus
kembali meningkat lebih tinggi pada jam ke-4 setelah pemberian natrium
diklofenak secara i.p. Hal ini menunjukan bahwa rerata volume edema telapak kaki
tikus pada jam ke-6 setelah pemberian natrium diklofenak lebih tinggi
dibandingkan dengan jam ke-4.53
Rerata volume edema telapak kaki tikus kelompok OLE 100 tertinggi terjadi
pada jam ke-5 yaitu sebesar 0,053 ml dan volume edema terendah terjadi pada jam
ke-1 sebesar 0,020 ml. Rerata volume edema telapak kaki tikus kelompok OLE 300
tertinggi terjadi pada jam ke-6 sebesar 0,041 ml dan volume edema terendah terjadi
pada jam ke-1 sebesar 0,031 ml. Rerata volume edema telapak kaki tikus pada
kelompok OLE 500 tertinggi terjadi pada jam ke-6 sebesar 0,044 ml dan terendah
terjadi pada jam ke-1 sebesar 0,029 ml. Dari hasil penelitian volume edema telapak
kaki tikus, dapat diduga bahwa dosis optimum dari kelompok yang diberikan
ekstrak daun zaitun berada pada dosis 300 mg/KgBB. Namun untuk memastikan
hal tersebut perlu dilihat persentase inhibisi edema telapak kaki tikus.
Data rerata volume edema telapak kaki tikus yang sudah diperoleh
dilakukan analisis statistik. Dari hasil uji normalitas data didapatkan bahwa data
tidak berdistribusi normal (p<0,05). Karena syarat uji normalitas tidak terpenuhi,
maka dilakukan uji non-parametric Kruskal-Wallis.

33
Tabel 4.1. Uji Kruskal-Wallis Rerata Volume Edema Semua Kelompok
Jam P. Value
1 0,261
2 0,099
3 0,046
4 0,046
5 0,043
6 0,046
Hasil uji Kruskal-Wallis rerata volume edema semua kelompok didapatkan
p>0,05 pada jam ke-1 dan jam ke-2, hal ini menunjukan rerata volume edema
*
telapak kaki tikus tidak bermakna secara statistik pada jam tersebut. Namun pada
jam ke-3 hingga jam ke-6 rerata volume edema semua kelompok didapatkan p<0,05
pada jam ke-3 hingga jam ke-6, hal ini menunjukan adanya perbedaan rerata
volume edema telapak kaki tikus semua kelompok yang signifikan secara statistik
pada jam tersebut. Selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney untuk membandingkan
antar seluruh kelompok penelitian pada jam ke-3 hingga jam ke-6 yang bernilai
signifikan.

*
*
0,06

0,05

0,04

0,03

0,02

0,01

0
KN KP Na Diklo OLE 100 OLE 300 OLE 500
Rerata Volume Edema (ml) Telapak Kaki Tikus Jam Ke-3

Grafik 4.1. Hasil analisis statistik uji Mann-Whitney rerata volume edema (ml)
telapak kaki tikus jam ke-3.
Ket: KP = Kontrol Positif, Na Diklo = Natrium Diklofenak, OLE 100 = Ekstrak Daun Zaitun 100
mg/KgBB, OLE 300 = Ekstrak Daun Zaitun 300 mg/KgBB, dan OLE 500 = Ekstrak Daun Zaitun
500 mg/KgBB, *= p<0.05

34
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan rerata volume edema
telapak kaki tikus yang bermakna pada jam ke-3 antara kelompok kontrol negatif
dengan kelompok kontrol positif (p=0,046) dan kelompok kontrol negatif dengan
kelompok OLE 100 (p=0,046).
*
*
*
*
*
0,06

0,05

0,04

0,03

0,02

0,01

0
KN KP Na Diklo OLE 100 OLE 300 OLE 500
Rerata Volume Edema (ml) Telapak Kaki Tikus Jam Ke-4

Grafik 4.2. Hasil analisis statistik uji Mann-Whitney rerata volume edema (ml)
telapak kaki tikus jam ke-4.
Ket: KP = Kontrol Positif, Na Diklo = Natrium Diklofenak, OLE 100 = Ekstrak Daun Zaitun 100
mg/KgBB, OLE 300 = Ekstrak Daun Zaitun 300 mg/KgBB, dan OLE 500 = Ekstrak Daun Zaitun
500 mg/KgBB, *= p<0.05

Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan rerata volume edema


telapak kaki tikus yang bermakna pada jam ke-4 antara kelompok kontrol negatif
dengan kelompok kontrol positif (p=0,046), kelompok kontrol negatif dengan
kelompok natrium diklofenak (p=0,043), kelompok kontrol negatif dengan
kelompok OLE 100 (p=0,046), kelompok kontrol negatif dengan kelompok OLE
300 (p=0,046), dan kelompok kontrol negatif dengan kelompok OLE 500
(p=0,046).

35
*
*
*
0,06

0,05

0,04

0,03

0,02

0,01

0
KN KP Na Diklo OLE 100 OLE 300 OLE 500
Rerata Volume Edema (ml) Telapak Kaki Tikus Jam Ke-5

Grafik 4.3. Hasil analisis statistik uji Mann-Whitney rerata volume edema (ml)
telapak kaki tikus jam ke-5.
Ket: KP = Kontrol Positif, Na Diklo = Natrium Diklofenak, OLE 100 = Ekstrak Daun Zaitun 100
mg/KgBB, OLE 300 = Ekstrak Daun Zaitun 300 mg/KgBB, dan OLE 500 = Ekstrak Daun Zaitun
500 mg/KgBB, *= p<0.05

Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan rerata volume edema


telapak kaki tikus yang bermakna pada jam ke-5 antara kelompok kontrol negatif
dengan kelompok kontrol positif (p=0,043), kelompok kontrol negatif dengan
kelompok OLE 100 (p=0,046), dan kelompok kontrol negatif dengan kelompok
OLE 500 (p=0,046).

36
*
*
*
0,06

0,05

0,04

0,03

0,02

0,01

0
KN KP Na Diklo OLE 100 OLE 300 OLE 500
Rerata Volume Edema (ml) Telapak Kaki Tikus Jam Ke-6

Grafik 4.4. Hasil analisis statistik uji Mann-Whitney rerata volume edema (ml)
telapak kaki tikus jam ke-6.
Ket: KP = Kontrol Positif, Na Diklo = Natrium Diklofenak, OLE 100 = Ekstrak Daun Zaitun 100
mg/KgBB, OLE 300 = Ekstrak Daun Zaitun 300 mg/KgBB, dan OLE 500 = Ekstrak Daun Zaitun
500 mg/KgBB, *= p<0.05

Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan rerata volume edema


telapak kaki tikus yang bermakna pada jam ke-6 antara kelompok kontrol negatif
dengan kelompok kontrol positif (p=0,046), kelompok kontrol positif dengan
kelompok OLE 300 (p=0,046), dan kelompok kontrol positif dengan kelompok
OLE 500 (p=0,046).
Hasil uji Mann-Whitney rerata volume edema telapak kaki tikus pada jam
ke-3 hingga jam ke-6 pada beberapa kelompok menunjukkan hasil yang signifikan
dalam menurunkan volume edema telapak kaki tikus. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Chebbi et al., 2011, pemberian dosis ekstrak daun zaitun 100
mg/KgBB pada tikus sebelum diinjeksikan karagenan terbukti dapat menurunkan
volume edema telapak kaki tikus secara signifikan.4 Hasil penelitian ini antara
kelompok yang diberikan ekstrak daun zaitun 100 mg/KgBB dengan beberapa
kelompok perlakuan pada jam ke-3 hingga jam ke-5 menunjukkan hasil yang
signifikan dalam menurunkan volume edema telapak kaki tikus.
Pemberian dosis ekstrak daun zaitun 300 mg/KgBB dan 500 mg/KgBB
merupakan pengembangan dari dosis penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.4

37
Hasil penelitian antara kelompok yang diberikan ekstrak daun zaitun 300 mg/KgBB
dengan beberapa kelompok perlakuan pada jam ke-4 dan jam ke-6 menunjukkan
hasil yang signifikan dalam menurunkan volume edema telapak kaki tikus.
Kelompok tikus yang diberikan ekstrak daun zaitun 500 mg/KgBB pada jam ke-4
hingga jam ke-6 dengan beberapa kelompok perlakuan.
Mekanisme ekstrak daun zaitun dalam menurunkan volume edema
mungkin melibatkan inhibisi produksi dari sitokin proinflamasi (IL-6 dan IL-1β)
dan sitokin anti-inflamasi (IL-4), serta ekspresi dari enzim siklooksigenase 2 secara
signifikan.4

4.1.2. Persentase Inhibisi Edema Telapak Kaki Tikus


Perhitungan persentase inhibisi edema dimulai pada jam ke-3 hingga jam
ke-6 karena pada jam tersebut sudah terlihat persentase inhibisi maksimum dari
kelompok natrium diklofenak sebagai obat pembanding pada hasil dari data
persentase edema telapak kaki tikusnya. Persentase inhibisi edema telapak kaki
tikus kelompok natrium diklofenak, OLE 100, OLE 300, dan OLE 500 dihitung dan
dibandingkan dengan kelompok kontrol positif. Dari hasil olahan data tersebut,
diperoleh hasil sebagai berikut:

Rerata Persentase Inhibisi Edema (%) Telapak Kaki


Tikus
Rerata Persentase Inhibisi Edema (%)

70
60
50
40
30
20
10
0
-10 0 3 4 5 6
-20
-30
-40
Waktu (Jam)

Grafik 4.2. Rerata Persentase Inhibisi Edema Telapak Kaki Tikus


Ket: Merah = Kontrol Positif, Abu-abu = Natrium Diklofenak, Kuning = Ekstrak Daun Zaitun 100
mg/KgBB, Biru = Ekstrak Daun Zaitun 300 mg/KgBB, Hijau = Ekstrak Daun Zaitun 500 mg/KgBB

38
Rerata persentase inhibisi tertinggi dimiliki oleh kelompok natrium
diklofenak pada jam ke-3 yaitu sebesar 58,06%. Rerata persentase inhibisi edema
telapak kaki tikus tertinggi pada kelompok yang diberikan perlakuan dengan
natrium diklofenak 10 mg/KgBB i.p. pada penelitian sebelumnya dapat mencapai
hampir 50% pada jam ke-4.54 Diklofenak maupun metabolitnya diketahui memiliki
kecenderungan untuk mencapai konsentrasi yang lebih tinggi pada telapak kaki
tikus yang mengalami inflamasi pada jam ke-4 setelah injeksi karagenan.55
Pada kelompok OLE 100 tidak menunjukkan adanya efek inhibisi pada
edema telapak kaki tikus, yaitu sebesar -1,11% pada jam ke-6. Pada kelompok OLE
300 dan OLE 500 rerata persentase inhibisi tertinggi dicapai pada jam ke-6 yaitu
sebesar 33,33% dan 24,45%, namun lebih rendah jika dibandingkan dengan
kelompok natrium diklofenak.
Suatu bahan uji dikatakan memiliki efek antiinflamasi jika inhibisi edema
maksimum mencapai 50% atau lebih.50 Pada penelitian ini, bahan uji ekstrak daun
zaitun dengan dosis 100 mg/KgBB, 300 mg/KgBB, dan 500 mg/KgBB memiliki
rerata persentase inhibisi edema maksimum yang tidak mencapai 50%. Hal ini
dapat disebabkan karena daun zaitun yang digunakan untuk bahan uji telah
disimpan selama kurang lebih satu tahun dengan wadah plastik dengan warna hijau
kekuningan. Dalam jangka waktu penyimpanan yang lama ini, dapat menyebabkan
perubahan dari warna daun zaitun.
Kandungan yang dimiliki oleh daun zaitun dipengaruhi oleh warna daun
zaitun. Daun zaitun yang berwarna hijau memiliki kandungan oleuropein dan
antioksidan tertinggi, sedangkan daun yang berwarna hijau kekuningan maupun
kuning memiliki kandungan oleuropein yang rendah.56 Oleuropein berperan dalam
menghambat proses inflamasi yaitu dengan menghambat pembentukan tromboksan
A2, menghambat kerja enzim lipoksigenase, dan menghambat pembentukan
leukotrien.17,18 Daun zaitun dengan kadar oleuropein yang rendah dapat
berpengaruh pada efek antiinflamasinya. Dengan kadar oleuropein yang rendah,
maka proses inhibisi edema pada telapak kaki tikus menjadi tidak maksimal seperti
yang didapatkan pada hasil penelitian ini.
Hasil rerata persentase inhibisi edema terbesar terlihat pada kelompok tikus
yang diberikan ekstrak daun zaitun dengan dosis 300 mg/KgBB. Dalam 300

39
mg/KgBB ekstrak daun zaitun memiliki kandungan oleuropein, yaitu zat yang
berperan dalam proses antiinflamasi sebesar 18 mg.17 Hal ini dapat menunjukan
bahwa dosis efektif pada penelitian ini yaitu 300 mg/KgBB ekstrak daun zaitun.
Dosis efektif adalah dosis yang memberikan efek tertentu pada sekelompok
binatang percobaan.57
Data hasil rerata persentase inhibisi edema telapak kaki tikus yang sudah
diperoleh dilakukan analisis statistik. Dari hasil uji normalitas data didapatkan
bahwa data tersebut berdistribusi normal (p>0,05). Selanjutnya dilakukan uji
homogenitas untuk mengetahui varian data dan dapat disimpulkan bahwa pada data
rerata persentase inhibisi edema telapak kaki tikus terdapat perbedaan varian antara
kelompok data yang dibandingkan (p<0,05) pada jam ke-5 dan jam ke-6. Karena
syarat homogenitas tidak terpenuhi, maka uji statistik oneway ANOVA tidak dapat
dilakukan sehingga dilakukan uji non-parametric Kruskal-Wallis.

Tabel 4.2. Uji Kruskal-Wallis Rerata Persentase Inhibisi Edema Semua Kelompok
Jam P. Value
3 0,255
4 0,800
5 0,313
6 0,197

Dari hasil uji Kruskal-Wallis rerata persentase inhibisi edema semua


kelompok didapatkan p>0,05 pada jam ke-3 hingga jam ke-6, hal ini menunjukan
adanya perbedaan rerata persentase inhibisi edema telapak kaki tikus yang tidak
signifikan antara kelompok kontrol positif, natrium diklofenak, OLE 100, OLE 300,
dan OLE 500 pada jam ke-3 hingga jam ke-6. Adapun hasil penelitian ini tidak
sigifikan dapat dikarenakan dosis yang ada kurang dapat menimbulkan efek inhibisi
edema telapak kaki tikus. Dosis penelititian ini mungkin belum dapat mencapai
dosis optimum, dimana dosis optimum merupakan dosis maksimum yang dapat
memberikan efek inhibisi edema telapak kaki tikus.57 Peneliti mengharapkan
adanya pengembangan dosis lebih lanjut untuk mendapatkan dosis optimum dari
ekstrak daun zaitun dalam menginhibisi edema telapak kaki tikus.

40
4.2. Keterbatasan Penelitian
Hambatan dan keterbatasan selama penelitian berlangsung, yaitu:
1. Tidak dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan dan kadar zat yang
berperan dalam antiinflamasi dari sampel daun zaitun (Olea europaea L.) yang
sudah disimpan dalam waktu yang cukup lama.
2. Sulitnya membaca skala pengukuran dengan pada alat pletismometer air raksa
akibat pergerakan kaki tikus yang suka menarik kaki keluar tabung.
3. Masih minimnya sumber-sumber pendukung penelitian efek antiinflamasi
daun zaitun (Olea europaea L.).

41
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Ekstrak etanol daun zaitun (Olea europaea L.) dosis 100 mg/KgBB, 300
mg/KgBB, dan 500 mg/KgBB menunjukkan efek antiinflamasi dalam menurunkan
volume edema telapak kaki tikus terbaik pada dosis 300 mg/KgBB dan belum dapat
dikatakan memiliki efek inhibisi edema telapak kaki tikus.

5.2. Saran
1. Diperlukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan dan kadar zat yang
berperan dalam antiinflamasi dari ekstrak daun zaitun (Olea europaea L.).
2. Diperlukan waktu penelitian yang lebih panjang untuk melihat efek
antiinflamasi yang optimal dari ketiga dosis ekstrak daun zaitun (Olea
europaea L.).

42
DAFTAR PUSTAKA
1. Hashmi MA, Khan A, Hanif M, Farooq U, Perveen S. Traditional uses,
phytochemistry, and pharmacology of Olea europaea (Olive). Evid Based
Complement Alternat Med. 2015:1–29.

2. Gavriilidou V, Boskou D. Chemical interesterification of olive oil-tristearin


blends for margarines. Int J Food Sci Technol. 1991;26:451–456.

3. Gong D, Geng C, Jiang L, Wang L, Yoshimura H, Zhong L. Mechanisms of


olive leaf extract-ameliorated rat arthritis caused by kaolin and carrageenan.
Phytother Res. Maret 2012;26(3):397–402.

4. Chebbi Mahjoub R, Khemiss M, Dhidah M, Dellaï A, Bouraoui A, Khemiss F.


Chloroformic and methanolic extracts of Olea europaea L. leaves present anti-
inflammatory and analgesic activities. ISRN Pharmacol. 2011;1–5.

5. Lee O-H, Lee B-Y. Antioxidant and antimicrobial activities of individual and
combined phenolics in Olea europaea leaf extract. Bioresour Technol. Mei
2010;101(10):3751–4.

6. Vogel P, Kasper Machado I, Garavaglia J, Terezinha Zani V, de Souza D,


Morelo Dal Bosco S. Polyphenols benefits of olive leaf (Olea europaea L) to
human health. Nutr Hosp. 2015;31(3).

7. Kalpesh R. Patil, Chandragouda R. Patil. Anti-inflammatory activity of


bartogenic acid containing fraction of fruits of Barringtonia racemosa Roxb.
in acute and chronic animal models of inflammation. J Tradit Complement
Med. 2017 Jan;7(1):86–93.

8. Freire MO, Van Dyke TE. Natural resolution of inflammation. Periodontol


2000. 2013 Oct;63(1):149–64.

9. Wiig H. Pathophysiology of tissue fluid accumulation in inflammation:


Interstitial fluid accumulation. J Physiol. 2011 Jun;589(12):2945–53.

10. Ghanbari R, Anwar F, Alkharfy KM, Gilani A-H, Saari N. Valuable nutrients
and functional bioactives in different parts of olive (Olea europaea L.)—a
review. Int J Mol Sci. 2012 Mar;13(12):3291–340.

43
11. A. Chiappetta and I. Muzzalupo, “Botanical description,” in Olive
Germplasm—The Olive Cultivation, Table Olive and Olive Oil Industry in
Italy, InTech, 2012..

12. GPHC J, Malai TV. Challenges, constraints and opportunities in herbal


medicines–a review. Int J Herb Med. 2014;2(1):21–4.

13. Kiritsakis A, Shahidi F. 2017. Olives and Olive Oil as Functional Foods:
Bioactivity, Chemistry and Processing. USA: John Wiley & Sons, Inc.

14. Fabbri A, Lambardi M, Ozden-Tokatli Y. 2009. Breeding Plantation Tree


Crops: Tropical Species. New York: Springer.

15. Silva S, Gomes L, Leitão F, Coelho AV, Boas LV. Phenolic compounds and
antioxidant activity of Olea europaea L. fruits and leaves. Food Sci Technol
Int. 2006 Oct;12(5):385–95.

16. Boss A, Bishop K, Marlow G, Barnett M, Ferguson L. Evidence to support the


anti-cancer effect of olive leaf extract and future directions. Nutrients. 2016
Aug;8(8):513.

17. Haris Omar S. Oleuropein in olive and its pharmacological effects. Sci Pharm.
2010;78(2):133–54.

18. Rahmani AH, Albutti AS, Aly SM. Therapeutics role of olive fruits/oil in the
prevention of diseases via modulation of anti-oxidant, anti-tumour and genetic
activity. Int J Clin Exp Med. 2014;7(4):799.

19. Muhammad Fuad Abdul Baqi. 1981. Mu’jam Al Mufahras li Al-Fazhil Quran.
Jakarta: Darl Fikr.

20. Ahmad Salim Badwilan. 2010. Manfaat dan Khasiat Minyak Zaitun. Surakarta:
Thibbia.

21. Vissers MN, Zock PL, Roodenburg AJ, Leenen R, Katan MB. Olive oil phenols
are absorbed in humans. J Nutr. 2002;132(3):409–417.

44
22. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Standarisasi ekstrak tumbuhan obat
indonesia, salah satu tahapan penting dalam pengembangan obat asli Indonesia.
Dirjen Pengawas Obat Dan Makanan. Juli 2005;6(4).

23. Sukhdev Swami Handa, Suman Preet Singh Khanuja, Gennaro Longo, Dev
Dutt Rakesh. 2008. Extraction technologies for medicinal and aromatic plants.
Italy: International Centre for Science and High Technology.

24. Azwanida NN. A review on the extraction methods use in medicinal plants,
principle, strength and limitation. Med Aromat Plants. 2015;4:196.

25. Tetti M. Ekstraksi, Pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif. J


Kesehat. 2014;7(2).

26. Sasidharan S, Chen Y, Saravanan D, Sundram KM, Latha LY. Extraction,


isolation and characterization of bioactive compounds from plants extracts. Afr
J Tradit Complement Altern Med. 2011;8(1).

27. Baümler ER, Carrín ME, Carelli AA. Diffusion of tocopherols, phospholipids
and sugars during oil extraction from sunflower collets using ethanol as
solvent. J Food Eng. 2017 Feb;194:1–8.

28. Do QD, Angkawijaya AE, Tran-Nguyen PL, Huynh LH, Soetaredjo FE,
Ismadji S, et al. Effect of extraction solvent on total phenol content, total
flavonoid content, and antioxidant activity of Limnophila aromatica. J Food
Drug Anal. 2014 Sep;22(3):296–302.

29. Widyawati PS, Budianta TDW, Kusuma FA, Wijaya EL. Difference of solvent
polarity to phytochemical content and antioxidant activity of Pluchea indicia
Less leaves extracts. Int J Pharmacogn Phytochem Res. 2014;6(4):850–855.

30. C P Kelco. 2007. GENU Carrageenan: Application. Denmark: CP Kelco ApS.

31. Nur Annis Hidayati, Shanti Listyawati, Ahmad Dwi Setyawan. Kandungan
kimia dan uji antiinflamasi ekstrak etanol lantana camara pada tikus putih
(Rattus norvegicus) jantan. Bioteknologi. 2008 Mei;5(1):10–7.

45
32. Daniela Salvemini, Zhi-Qiang Wang, Pamela S. Wyatt, David M. Bourdon.
Nitric oxide: a key mediator in the early and late phase of carrageenan-induced
rat paw inflammation. Br J Pharmacol. 1996 Jun;118(4):829–38.

33. Paul G. Winyard, D. A. Willoughby. 2003. Methods in molecular biology:


inflammation protocols. Vol. 225. New Jersey: Humana Press Inc.

34. Amdekar S, Roy P, Singh V, Kumar A, Singh R, Sharma P. Anti-inflammatory


activity of lactobacillus on carrageenan-induced paw edema in male wistar
rats. Int J Inflamm. 2012;2012:1–6.

35. Siswandono, Bambang Soekardjo. 2000. Kimia Medisional II. Surabaya:


Airlangga University Press.

36. Sweetman SC. 2015. Martindale: The complete drug reference. 36th Edition.
London: Pharmaceutical Press.

37. Kartasasmita RE. 2002. Perkembangan obat antiradang bukan steroid. Vol.
XXVII. Jakarta Acta Pharmaceutica Indonesia.

38. Joel G Hardman, Lee E. Limbird. 2012. Goodman & Gilman: Dasar
Farmakologi Terapi. 10 ed. Vol. 3. Jakarta: EGC.

39. Gan Gunawan S, Setiabudy R, Nafrialdi. 2012. Farmakologi dan Terapi. 5 ed.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

40. Turner PV, Brabb T, Pekow C, Vasbinder MA. Administration of substances


to laboratory animals: routes of administration and factors to consider. J Am
Assoc Lab Anim Sci. 2011;50(5):600–613.

41. Kumar V, Abbas AK, Nelson F. 2009. Robbins & Cotran dasar patologis
penyakit. 7 ed. Jakarta: EGC.

42. Anderson Price S, McCarty Wilson L. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit. 6 ed. Vol. 1. Jakarta: EGC.

43. Suralkar AA. In-vivo animal models for evaluation of antiinflammatory


activity. 2008;6(2).

46
44. Prabhakar R Patil, Tapas Bera, Venkatesh M. Patil, Sudha Patil, Rajeshwari
Patil, Vijayanath. V. Improvised plethysmometer for the detection of anti-
inflammatory activity of drugs. J Pharm Biomed Sci JPBMS. 2010;4(04).

45. Taconic Biosciences. 2017. Sprague dawley rat preferred for safety and
efficacy, surgical modifications and reproductive studies.

46. Pallav Sengupta. The laboratory rat: Relating its age with humans. Int J Prev
Med. 2013;4(6):624–30.

47. Paul G. Green, Solbritt Rantapää Dahlqvist, William M. Isenberg, Holly J.


Strausbaugh, Frederick J.-P. Miao, Jon D. Levine. Sex steroid regulation of the
inflammatory response: Sympathoadrenal dependence in the female rat.
1999;19(10).

48. Singh AS, Masuku MB. Sampling techniques & determination of sample size
in applied statistics research: An overview. Int J Econ Commer Manag.
2014;2(11):1–22.

49. McCarson KE. 2015. Models of inflammation: Carrageenan- or Complete


Freund’s Adjuvant (CFA)-induced edema and hypersensitivity in the rat. USA:
John Wiley & Sons, Inc.

50. Mansjoer S. Efek antiradang minyak atsiri temu putih (Curcuma zedoaria
Rosc., Zingiberaceae) terhadap udem buatan pada tikus putih betina galur
wistar: The antiinflammatory effect of the essential oil of “Temu Putih.” Maj
Farm Indones. 1997;8(1):34–41.

51. Kulkarni OP, Lichtnekert J, Anders H-J, Mulay SR. The immune system in
tissue environments regaining homeostasis after injury: is “inflammation”
always inflammation? Mediators inflamm. 2016;2016:1–9.

52. Kumar S, Barua C, Das S. Evaluation of anti-inflammatory activity OF


Alternanthera brasiliana leaves. Int J Pharma Bio Sci. 2014;5:33–41.

53. Santos LH, Feres CAO, Melo FH, Coelho MM, Nothenberg MS, Oga S, et al.
Anti-inflammatory, antinociceptive and ulcerogenic activity of a zinc-
diclofenac complex in rats. Braz J Med Biol Res. 2004;37(8):1205–1213.

47
54. Sarita Goyal, M.C. Gupta, Savita Verma. Anti-inflammatory effects of
morphine and gabapentin, alone and in combination, in rats. 2015;6(3):106–9.

55. Schweitzer A, Hasler-Nguyen N, Zijlstra J. Preferential uptake of the non


steroid anti-inflammatory drug diclofenac into inflamed tissues after a single
oral dose in rats. BMC Pharmacol. 2009;9(1):5.

56. De Leonardis A, Aretini A, Alfano G, Macciola V, Ranalli G. Isolation of a


hydroxytyrosol-rich extract from olive leaves (Olea Europaea L.) and
evaluation of its antioxidant properties and bioactivity. Eur Food Res Technol.
2008 Feb;226(4):653–9.

57. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas


Sriwijaya. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi. 2 ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

48
LAMPIRAN
Lampiran 1
Hasil Determinasi / Identifikasi Bahan Uji

Gambar 7.1. Surat Hasil Determinasi Daun Zaitun

49
Lampiran 2
Perhitungan Jumlah Hewan Uji

Perhitungan jumlah hewan uji dengan menggunakan rumus Mead, yaitu:

E = N-B–T

Keterangan:
N = Jumlah total sampel pada penelitian (dikurangi 1)
B = Blocking Component bernilai 0 jika tidak ada stratifikasi
T = Jumlah total kelompok perlakuan (dikurangi 1)
E = Degree of freedom of error component, bernilai antara 10-20 (10≤E≤20)

E = N-B-T E = N-B-T
10≤ (n-1)-0-(6-1) 20≥ (n-1)-0-(6-1)
10≤ (n-1)-0-5 20≥ (n-1)-0-5
10≤ n-1-5 20≥ n-1-5
10≤ n-6 20≥ n-6
16≤ n 26≥ n
Jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 16≤E≤26. Total sampel minimal yang
diperlukan adalah 16 sampel dan total sampel maksimal yang diperlukan adalah 26
sampel.
Pada penelitian antiinflamasi ini menggunakan 18 sampel. Masing-masing tiap
kelompok perlakuan terdiri atas 3 sampel.

50
Lampiran 3
Perhitungan Dosis Natrium Diklofenak
Dosis natrium diklofenak untuk tikus adalah 10 mg/KgBB.
Dosis yang diberikan kepada tikus seberat 300 gram adalah 3 mg/KgBB.
300 gram x

1.000 gram 10mg / KgBB

3 x

10 10mg / KgBB

30mg / KgBB
x
10
x  3mg / KgBB

51
Lampiran 4
Perhitungan Dosis Ekstrak Daun Zaitun
Berat tikus rerata adalah 300 gram.
1. Dosis Ekstrak Daun Zaitun 100 mg/KgBB
300 gram x

1.000 gram 100mg

3 x

10 100mg
300mg  10x
300mg
x
10
x  30mg
2. Dosis Ekstrak Daun Zaitun 300 mg/KgBB
300 gram x

1.000 gram 300mg

3 gram x

10 gram 300mg

900mg  10x
900mg
x
10
x  90mg
3. Dosis Ekstrak Daun Zaitun 500 mg/KgBB
300 gram x

1.000 gram 500mg

3 gram x

10 gram 500mg

1.500mg  10x
1.500mg
x
10
x  150mg

52
Lampiran 5
Dokumentasi Penelitian

Gambar 7.2. Aklimatisasi hewan coba Gambar 7.3. Proses penimbangan


daun zaitun sebelum proses ekstraksi

Gambar 7.4. Ekstrak daun zaitun Gambar 7.5. Pletismometer air


raksa

53
Gambar 7.6. Bahan induksi karagenan Gambar 7.7. Air raksa

Gambar 7.8. Proses pembuatan Gambar 7.9. Phosphate Buffer


bahan induksi karagenan Saline sebelum pengenceran

54
Gambar 7.10. Proses pemberian Gambar 7.11. Proses pembiusan
ekstrak daun zaitun i.p. dengan eter sebelum di injeksi
karagenan

Gambar 7.12. Injeksi karagenan sub- Gambar 7.13. Telapak kaki tikus
Plantar kelompok OLE 100 jam ke-3

55
Gambar 7.14. Telapak kaki tikus Gambar 7.15. Telapak kaki tikus
kelompok Na Diklo jam ke-3 kelompok OLE 300 jam ke-3

Gambar 7.16. Telapak kaki tikus Gambar 7.17. Telapak kaki tikus
kelompok OLE 500 jam ke-3 kelompok kontrol positif jam ke-3

56
Gambar 7.18. Telapak kaki tikus Gambar 7.19. Ekstrak daun zaitun
kelompok kontrol negatif jam ke-3 berbagai dosis

Gambar 7.20. Homogenasi bahan uji Gambar 7.21. Pengukuran volume


edema telapak kaki tikus

57
Lampiran 6
Data Hasil Penelitian Antiinflamasi
Tabel 7.1. Rerata Volume Edema (ml) Telapak Kaki Tikus
Rerata volume edema (ml) ± SD setiap jam
Kelompok
0 Jam 1 Jam 2 Jam 3 Jam 4 Jam 5 Jam 6 Jam
KN 0,020± 0,023± 0,023± 0,027± 0,022± 0,031± 0,030±
0 0,006 0,006 0,006 0,003 0,001 0,008
KP 0,020± 0,030± 0,033± 0,036± 0,039± 0,048± 0,053±
0 0,009 0,006 0,004 0,001 0,004 0,004
Na Diklo 0,020± 0,026± 0,031± 0,026± 0,033± 0,040± 0,042±
0 0,003 0,001 0,004 0,006 0,009 0,008
OLE 100 0,020± 0,035± 0,037± 0,039± 0,041± 0,053± 0,052±
0 0,006 0,010 0,006 0,009 0,007 0,006
OLE 300 0,020± 0,031± 0,032± 0,034± 0,036± 0,040± 0,041±
0 0,003 0,004 0,004 0,007 0,008 0,009
OLE 500 0,020± 0,029± 0,033± 0,033± 0,038± 0,043± 0,044±
0 0,006 0,003 0,003 0,009 0,008 0,004
Ket : KN = Kontrol Negatif, KP = Kontrol Positif, Na Diklo = Natrium Diklofenak, OLE 100 =
Ekstrak Daun Zaitun 100 mg/KgBB, OLE 300 = Ekstrak Daun Zaitun 300 mg/KgBB, dan OLE 500
= Ekstrak Daun Zaitun 500 mg/KgBB

58
Tabel 7.2. Hasil persentase edema (%) telapak kaki tikus
Rerata persentase edema (%) ± SD setiap jam
Kelompok
0 Jam 1 Jam 2 Jam 3 Jam 4 Jam 5 Jam 6 Jam
KN 0±0 16,67± 16,67± 33,33± 8,33± 54,17± 50±
28,87 28,88 28,87 14,43 7,22 37,50
KP 0±0 50± 66,67± 79,17± 95±5 139,17± 162,50±
43,30 28,87 19,09 18,76 21,65
Na Diklo 0±2 30,83± 54,17± 29,17± 66,67± 100,83± 108,33±
13,77 7,22 19,09 28,87 44,04 38,19
OLE 100 0±3 73,33± 86,67± 95± 106,67± 165± 160±
28,43 51,07 31,22 42,52 36,06 30,41
OLE 300 0±4 55± 60± 68,33± 78,33± 101,67± 103,33±
13,23 18,03 17,56 35,47 41,63 46,46
OLE 500 0±5 45± 66,67± 67± 91,67± 115± 120±
8,66 14,43 14,43 42,52 39,69 18,03

Tabel 7.3. Rerata Persentase Inhibisi Edema (%) Telapak Kaki Tikus

Rerata persentase inhibisi edema (%) ± SD setiap jam


Kelompok
0 Jam 3 Jam 4 Jam 5 Jam 6 Jam
KP 0±0 0±0 0±0 0±0 0±0
Na Diklo 0±0 58,06±34,56 29,73±30,43 28,78±24,97 32,22±27,96
OLE 100 0±0 -30,44±70,57 -12,72±45,44 -20,76±33,77 -1,11±29,88
OLE 300 0±0 -6,89±43,00 -16,59±39,08 25,15±33,30 33,33±34,80
OLE 500 0±0 10.00±36,06 1,75±50,09 13,50±43,30 24,45±19,53
Ket: KP = Kontrol Positif, Na Diklo = Natrium Diklofenak, OLE 100 = Ekstrak Daun Zaitun 100
mg/KgBB, OLE 300 = Ekstrak Daun Zaitun 300 mg/KgBB, dan OLE 500 = Ekstrak Daun Zaitun
500 mg/KgBB

59
Lampiran 7
Hasil Analisis Statistik Uji Antiinflamasi
a. Hasil uji normalitas data volume edema telapak kaki tikus

60
b. Hasil uji Kruskal-Wallis data volume edema telapak kaki tikus

c. Hasil uji Mann-Whitney data volume edema telapak kaki tikus jam ke-3 sampai
jam ke-6
Kelompok Kontrol Negatif dan Kontrol Positif

Kelompok Kontrol Negatif dan Natrium Diklofenak

61
Kelompok Kontrol Negatif dan OLE 100

Kelompok Kontrol Negatif dan OLE 300

Kelompok Kontrol Negatif dan OLE 500

62
Kelompok Kontrol Positif dan Natrium Diklofenak

Kelompok Kontrol Positif dan OLE 100

Kelompok Kontrol Positif dan OLE 300

63
Kelompok Kontrol Positif dan OLE 500

Kelompok Natrium Diklofenak dan OLE 100

Kelompok Natrium Diklofenak dan OLE 300

64
Kelompok Natrium Diklofenak dan OLE 100

Kelompok OLE 100 dan OLE 300

Kelompok OLE 100 dan OLE 500

65
Kelompok OLE 300 dan OLE 500

d. Hasil uji normalitas data persen inhibisi edema telapak kaki tikus

66
e. Hasil uji homogenitas data persen inhibisi edema telapak kaki tikus

f. Hasil uji Kruskal-Wallis data persen inhibisi edema telapak kaki tikus

67
Lampiran 8
Riwayat Peneliti

Riwayat Peneliti
Identitas
Nama : Zakiyah Widianti
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 13 April 1996
Alamat : Jalan Pala Raya. Perumahan Taman Cinangka blok B no. 5
RT 005 RW 005. Cinangka, Sawangan, Depok. 16516.
Jenis kelamin : Perempuan
E-mail : zwidianti@yahoo.co.id
No. HP : 0838-7621-4706
Agama : Islam
Golongan darah : A (+)
Kewarganegaraan : Indonesia

Riwayat Pendidikan
2000 – 2002 : TK Aisyiyah Bustanul Athfal 12 Pamulang, Tangerang
Selatan
2002 – 2008 : SD Muhammadiyah 12 Pamulang, Tangerang Selatan
2008 – 2011 : SMP Muhammadiyah 22 Pamulang, Tangerang Selatan
2011 – 2014 : MAN 4 Jakarta
2014 – Sekarang : PSKPD Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta

68

Anda mungkin juga menyukai