Anda di halaman 1dari 8

RESUME JURNAL

THE REGULATORS’ PERSPECTIVES AND CHALLENGES IN


IMPLEMENTING VILLAGE ASSET PERFORMANCE
MEASUREMENT
Fahri Kuniawan

Pengelolaan aset desa merupakan suatu metode dalam proses pengelolaan sumber daya yang

dilakukan oleh sekelompok masyarakat desa mulai dari perencanaan aset hingga pengawasan

aset untuk mencapai tujuan desa (Risnawati, 2017). Peraturan Menteri Dalam Negeri No.

1/2016 menyebutkan bahwa pengelolaan kekayaan desa merupakan rangkaian kegiatan yang

meliputi perencanaan, pengadaan, pemanfaatan, 20 rumah rusak ringan, dan 3 rumah rusak

berat (Sriastiti, et.a., 2020). keamanan, pelestarian, pemusnahan, pemindahan, administrasi,

pelaporan, penilaian, pendidikan, pengawasan dan pengendalian aset desa (Rachmawati,

2018).

Mengingat pentingnya penguasaan aset milik desa, maka sudah menjadi kebutuhan bagi

kewenangan desa untuk menguasai aset milik desa secara profesional, efektif, dan ekonomis

sehingga kesejahteraan ekonomi masyarakat desa dapat dicapai melalui pemanfaatan dana

desa. perlunya keselarasan antara harta dan kebutuhan pengguna, aset dan tujuan pemerintah,

serta aset dan kebijakan keuangan

ada tiga prinsip yang harus diakui oleh pemerintah sebagai pengelola asset Yaitu :

prinsip pertama adalah bahwa pemerintah harus mengakui aset produktif yang mendukung

tujuan mereka. Prinsip berikutnya adalah bahwa kolaborasi antara pemerintah dan sektor

swasta memungkinkan optimalisasi aset. Terakhir adalah bahwa pemerintah harus membuka

kesempatan untuk mengadopsi swasta dirumuskan sebagai berikut: perspektif regulasi dan

kesiapan desa. Selain itu, indikator yang diasumsikan juga praktik manajemen sector
Mengingat prinsip-prinsip yang disebutkan di atas, pengukuran kinerja dapat digunakan untuk

mengoptimalkan ingkat efektivitas dan daya saing pengelolaan aset desa.

Dalam hal pelaksanaan tugas, dalam Pasal 26 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Tentang Desa, Kepala Desa berwenang melakukan beberapa tugas antara lain memimpin desa,

Istilah Desa dapat digambarkan memiliki beberapa pengertian dari segi

sosiologi,penyelenggaraan pemerintahan, mengangkat dan memberhentikan perangkat

pemerintahan desa, mengurus keuangan dan aset desa, penetapan peraturan desa, penetapan

pendapatan desa dan anggaran belanja, membina kehidupan masyarakat desa, membina

ketentraman dan ketertiban di masyarakat desa, memanfaatkan teknologi tepat guna, mewakili

desa di dalam dan di luar pengadilan, membina dan meningkatkan perekonomian desa serta

mengintegrasikannya sehingga desa ekonomi produktif dapat dicapai untuk kepentingan

masyarakat desa.

Dalam penelitian ini, kerangka kinerja aset dirancang secara harfiah dengan mengadopsi

beberapa penelitian sebelumnya. Empat indikator utama dipilih berdasarkan penelitian

sebelumnya seperti indikator keuangan, indikator fisik, indikator fungsional, dan indikator

persepsi pengguna.

1. Indikator keuangan

Beberapa indikator yang digunakan dalam indikator keuangan adalah biaya operasional, biaya

hunian, biaya utilitas, biaya modal, dan biaya pemeliharaan. Biaya operasional adalah semua

biaya yang terkait dengan operasi aset seperti asuransi, AC, overhead dan upah, keamanan,

manajemen kebersihan, dan lainnya biaya (Gibberd, 2007). Sedangkan occupancy cost adalah

biaya-biaya yang berkaitan dengan penggunaan gedung dan sudah termasuk pajak properti dan

depresiasi (Mignola dan Tery, 2006). Biaya utilitas adalah


biaya yang harus dibayar bulanan atau tahunan seperti tagihan air dan listrik (Nutter, 2005).

Biaya dari

modal adalah semua biaya yang diperlukan untuk memperoleh dan memperluas lokasi

pembangunan (Kelly et al., 2005). Yang terakhir biaya adalah biaya pemeliharaan termasuk

biaya tenaga kerja (internal atau eksternal) dan biaya material yang dibutuhkan untuk

memantau, memeriksa, memperbaiki, memelihara, dan menanggapi permintaan layanan untuk

bangunan.

aset desa dengan pendapatan yang baik menjadi salah satu indikatornya yang dapat

dikategorikan bahwa aset tersebut sudah optimal. Di sisi lain, penting untuk desa aset menjadi

optimal, karena beberapa desa dikatakan belum cukup mandiri, karena masih bergantung pada

dana transfer baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

2. Indikator fisik

Indikator fisik dapat dibagi menjadi dua indikator seperti kondisi fisik bangunan diukur secara

kuantitatif dan kondisi fisik bangunan diukur secara kualitatif. Bangunan

Performance Index (BPI) dapat digunakan untuk mengukur kondisi fisik secara kuantitatif

(Lavy dan Sobet, 2007). BPI menggambarkan fungsi atau kondisi fisik suatu aset terkait dengan

bagian dan prosesnya

yang diukur pada skala 100 poin, skor di atas 80 poin menunjukkan bahwa bangunan dan

kinerjanya baik atau sangat baik. Skor 70-80 menunjukkan kondisi tepi yang membutuhkan

pemeliharaan preventif. Skor 60-70 menunjukkan kerusakan komponen dan sistem bangunan

yang memerlukan perawatan preventif dan bebas masalah. Skor kurang dari 60 poin

menunjukkan bahwa bangunan dalam kondisi buruk. Di sisi lain, penilaian kualitatif terhadap

kondisi fisik
suatu bangunan dapat dilakukan dengan mengukur pemeliharaan bangunan secara umum

seperti sanitasi, peralatan, peralatan mekanik, dan alat-alat listrik. Pengukuran dapat dibagi

menjadi beberapa: skala seperti baik dan cukup atau memuaskan dan tidak memuaskan

3. Indikator fungsional

Daftar indikator dalam kategori ini menjelaskan aspek-aspek seperti ruang bangunan dan

dukungan fasilitas dari perspektif kecukupan, dan penghuni bangunan dari perspektif

produktivitas, dan aspek-aspek ini membantu mencapai tujuan bisnis atau organisasi jangka

panjang. Menunjukkan seberapa banyak mereka berkontribusi. Indikator-indikator ini, seperti

banyak indikator lainnya, dapat digunakan oleh manajemen desa untuk menetapkan tujuan

jangka panjang dan membuat rencana strategis.

Contoh indikatornya antara lain pemanfaatan ruang mengukur ruang yang digunakan secara

optimal, tata ruang yang baik, dan kecukupan lahan. Pemanfaatan ruang dapat diukur dengan

melakukan survei kepada pengguna fasilitas (Preiser dan Wang, 2006). Contoh indikator

berikutnya adalah tempat parkir. Tempat parkir dapat diukur dengan menghitung jumlah

kendaraan yang dapat diparkir (Seebauer dan Viniczay, 2006).

4. Indikator berbasis kuesioner

Indikator ini digunakan secara khusus untuk mengukur indikator yang tidak dapat

dikuantifikasi secara langsung.

Survei umumnya menggunakan kuesioner tergantung pada jenis survei yang dilakukan.

Peserta dapat berupa penghuni gedung, seperti pekerja tetap dan paruh waktu, atau penghuni

sementara, seperti pelanggan dan pengunjung, dan/atau responden lain, sebagaimana

dipersyaratkan oleh survei.


Hasil survei berbasis survei tersebut sangat bergantung pada jumlah umpan balik dan sifat

demografisnya seperti usia, jenis kelamin, lokasi, dll.

Tantangan Implementasi

Pada pembahasan sebelumnya, asumsi indikator dijelaskan sebagai hasil dari literatur

penggalian. Namun, hasil wawancara menunjukkan bahwa ada beberapa tantangan pada aset

pelaksanaan pengukuran kinerja. Rintangan dibagi oleh beberapa perspektif seperti

sebagai perspektif regulasi dan kesiapan perangkat desa. bahwa pengelolaan aset desa bukan

hanya sekedar masalah administrasi seperti pendaftaran aset dan penatausahaan aset belum aset

desa manajemen harus menjadi solusi untuk masalah sosial-agraria seperti eksploitasi

berlebihan dan ketimpangan ekonomi yang dapat diselesaikan dengan pemerintahan yang

demokratis yang mengakomodasi juga kebutuhan sosial, ekonomi, dan politik dari masyarakat

desa. Konsep kemudian, kebijakan pro-poor, menegaskan bahwa regulasi harus memberikan

manfaat lebih kepada masyarakat miskin. Untuk diklasifikasikan sebagai kebijakan pro-poor,

beberapa karakteristik kebijakan harus ada seperti perlindungan dan transfer kekayaan berbasis

sumber daya, transfer kekuatan politik berbasis sumber daya, kesadaran sejarah, kelas sosial.

Berdasarkan wawancara, peraturan tersebut tidak dapat diterapkan secara umum, karena setiap

desa memiliki karakteristik sendiri dan melanggar otonomi desa yang diatur oleh undang-

undang desa (I.1, I.2, I.3). Otonomi desa memungkinkan desa mengatur dirinya sendiri dalam

hal kekayaan desa. Namun, ada peluang untuk mengimplementasikan peraturan tersebut

melalui satu mekanisme pemerintahan desa yang disebut Dewan Desa.

Dewan Desa merupakan badan demokrasi yang diatur dengan Undang-Undang Desa untuk

mengakomodir aspirasi masyarakat desa. Dengan menggunakan Dewan Desa, pelaksanaan

kinerja aset regulasi pengukuran dapat ditegakkan.

Peluang lainnya adalah penerapan pengukuran kinerja aset pada


tingkat kementerian. Setidaknya ada dua regulasi yang diterapkan di tingkat kementerian

seperti Kementerian Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13 Tahun 2012 tentang

Pengelolaan Aset Irigasi dan Keputusan Keuangan Nomor 349 Tahun 2018 tentang Tata Cara

Penyelenggaraan Barang Milik Negara evaluasi kinerja. Berdasarkan Keputusan Menteri

Pekerjaan Umum Nomor 13 Tahun 2012,

kinerja irigasi diukur dengan beberapa indikator seperti kondisi infrastruktur, air ketersediaan,

indeks lanskap, fasilitas pendukung, organisasi personel, dokumentasi, dan asosiasi pengguna

air.

Untuk meningkatkan, pemerintah pusat harus menyadari bahwa setiap desa memiliki

budaya/“Kearifan Lokal” tersendiri terkait pemanfaatan aset desa sehingga

pemerintah harus mengakomodirnya dalam bentuk peraturan tertulis atau dalam bentuk yang

kurang formal peraturan.

B. Kesiapan Pemerintah Desa

Secara umum kesiapan perangkat desa dapat diukur secara kuantitatif, namun dalam penelitian

ini kesiapan perangkat desa diasumsikan dari permasalahan yang ditangkap dari hasil

wawancara dan penelitian sebelumnya.

1. Masalah tanah

Beberapa pemerintah desa memiliki masalah terkait pembebasan lahan. Beberapa tanah desa

dijual yang melanggar peraturan desa yang menyatakan bahwa tanah desa dilarang untuk dijual

kecuali ada pengganti tanah. Demikian pula, beberapa kasus menunjukkan bahwa pendaftaran

aset desa adalah sengaja diabaikan oleh pemerintah desa untuk melindungi kepentingan

beberapa elit desa.

2. Pimpinan Desa
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016, kepala desa memiliki

kewenangan tentang kekayaan desa sebagai berikut:

sebuah. Kepala desa memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk mengelola aset desa

B. Kepala desa menetapkan kebijakan pengelolaan aset desa, menetapkan bantuan pengelolaan

aset desa, menetapkan pemanfaatan aset, menetapkan pengalihan aset, menetapkan kebijakan

pengamanan aset desa, dan menyetujui usul pemindahan dan pelepasan aset desa berdasarkan

kewenangan pimpinan.

3. Kurangnya Sumber Daya Manusia yang Tepat

Seringkali, Pemerintah Desa kekurangan sumber daya manusia yang mampu mengelola aset

desa.

Dalam banyak kasus, kompetensi sumber daya manusia untuk mengelola aset desa tidak

memenuhi aset tersebut persyaratan bidang manajemen (Pobela, et.al., 2017). Salah satu solusi

penting untuk memecahkan masalah manusia

masalah sumber daya adalah dengan mengadakan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan,

pengetahuan, dan kemampuan sumber daya manusia

4. Kurangnya Profesionalisme

Menurut Riyanto (2014), profesionalisme perangkat desa berpengaruh signifikan terhadap

kinerja pemerintahan desa. Penelitian lain menunjukkan bahwa kurangnya profesionalisme

administrasi menimbulkan beberapa permasalahan dalam pendaftaran aset desa dan kurang

optimalnya pemanfaatan aset desa (Nurina, 2014). Temuan lain menunjukkan bahwa dalam

proses pengendalian yang tidak

tercapai secara optimal menimbulkan masalah lain dalam pengelolaan aset desa. Kurang

optimalnya proses pengawasan sebagian besar disebabkan oleh kurangnya profesionalisme


pemerintah desa (Natalia et.al., 2017). Dalam konteks BUMD, profesionalisme insan BUMD

penting untuk dikembangkan agar BUMD dapat memberikan kontribusi yang optimal terhadap

Pendapatan Desa. Dengan demikian, ukuran keuntungan ekonomi dapat menjadi salah satu

tolak ukur yang tepat untuk optimalisasi aset desa

Kesimpulannya, pelaksanaan pengukuran kinerja aset desa merupakan peluang untuk

mengoptimalkan aset desa. Namun dalam pelaksanaannya harus mempertimbangkan tantangan

regulasi dan kesiapan pemerintahan desa seperti permasalahan klasik tanah desa,

kepemimpinan desa, kurangnya sumber daya manusia yang memadai, dan kurangnya

profesionalisme. Pengukuran kinerja aset desa dapat dibuat dengan beberapa indikator seperti

indikator keuangan, indikator fisik, indikator fungsional, dan indikator yang didasarkan pada

survei.

Anda mungkin juga menyukai