: 31 - 43
Abstract
The purpose of this research is to get an overview of the characteristics, position and potency of traditional retail
business and the impact of modern retail to tradisional retail business. The result shows that most traditional
retailers are women and in productive ages. The type of business that they are doing is selling goods of daily
needs. Mostly they come from low education. The difference between the traditional retailers and modern
retailers is 194 meters. Based on the statistic analysist shows that the omzet, turnover of merchandises, gross
profits and expenses of traditional retail there are significant defferences between before and after modern retail
exists.
Untuk mengetahui apakah keberadaan usaha ritel modern serta dampak usaha ritel modern
ritel modern berdampak pada usaha ritel terhadap usaha ritel tradisional. Kajian tersebut
tradisional, maka diperlukan studi lebih lanjut. dilakukan melalui pengumpulan data di lapangan
Untuk itu perlu ada kajian yang lebih mendalam yang meliputi antara lain data jumlah omset
tentang hal-hal yang terkait dengan faktor- penjualan, perputaran barang dagangan, jumlah
faktor yang berdampak pada usaha ritel jam buka, laba bersih, laba kotor, biaya usaha
tradisional. ritel tradisional sebelum dan sesudah ada usaha
Selama ini penanganan masalah dikotomi ritel modern.
ritel modern dan ritel tradisional di Kota Hipotesis dalam penelitian ini adalah
Semarang telah ditangani oleh dinas/ instansi terdapat perbedaan jumlah omset penjualan,
terkait baik di lingkungan pemerintah maupun perputaran barang dagangan, jumlah jam buka,
non pemerintah. Namun demikian belum laba bersih, laba kotor, biaya usaha ritel
diketahui dengan pasti bagaimana dampak tradisional sebelum dan sesudah ada usaha ritel
keberadaan ritel modern yang ada di pinggriran modern.
kota terhadap ritel tradisional. Penelitian ini merupakan survei pada wilayah
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk pinggiran Kota Semarang yang meliputi
memperoleh gambaran tentang karakteristik, Kecamatan Gunungpati, Mijen, Tembalang, dan
posisi dan potensi usaha ritel tradisional serta Banyumanik. Populasi penelitian ini adalah
dampak usaha ritel modern terhadap usaha ritel pengusaha ritel tradisional di wilayah tersebut.
tradisional di wilayah pinggiran Kota Semarang Penentuan sampel dilakukan secara random.
yang meliputi Kecamatan Gunungpati, Mijen, Jumlah sampel untuk masing - masing wilayah
Tembalang, dan Banyumanik. ditetapkan 30 pengusaha ritel tradisional.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: Langkah awal dari penelitian ini adalah
1. Mengidentifikasi karakteristik, posisi dan melakukan identifikasi posisi usaha ritel
potensi usaha ritel tradisional. tradisional dari aspek kelembagaan dan
2. Menganalisis apakah ada perbedaan usaha peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ritel tradisional sebelum dan setelah adanya Selanjutnya dengan bantuan kuesioner
usaha ritel modern. dikumpulkan data primer untuk memperoleh
3. Apabila ada perbedaan, bagaimana dampak gambaran karakteristik dan potensi usaha serta
usaha ritel modern terhadap ritel data lainnya yang terkait dengan tujuan
tradisional, apakah berdampak positif atau penelitian ini. Dengan demikian ada dua jenis
negatif. data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Penelitian ini diharapkan dapat memberi data sekunder dan data primer. Data sekunder
hasil sebagai berikut: diperoleh dari publikasi-publikasi maupun
1. Memberikan masukan sebagai bahan literatur dari dinas/ instansi terkait serta
pertimbangan untuk mengambil kebijakan perpustakaan dan website. Sedangkan data
dalam mengatasi masalah usaha ritel primer diperoleh langsung dari responden
tradisional, sehingga program melalui wawancara kepada peritel tradisional
pengembangannya yang tepat dapat segera Data yang diperoleh dari lapangan penelitian
tersusun . dianalisis secara diskriptif kulitatif dan kuantitatif
2. Dengan memahami perbedaan usaha ritel untuk mengidentifikasi karakteristik, posisi dan
tradisional sebelum dan sesudah adanya ritel potensi usaha ritel tradisional dan
modern, maka dampak usaha ritel modern mendiskripsikan bagaimana pengembangan
terhadap usaha ritel tradisional dapat potensi usaha peritel tradisional. Selain itu
diketahui, sehingga dapat digunakan untuk digunakan analisis uji beda untuk menganalisis
memberdayakan pengusaha ritel tradisional apakah ada perbedaan usaha ritel tradisional
agar: (1) peritel tradisional tetap eksis setelah adanya usaha ritel modern. Apabila ada
ditengah usaha peritel modern, (2) peritel perbedaan, bagaimana dampak usaha ritel
tradisional dapat bersaing secara sehat modern terhadap ritel tradisional, apakah
dengan peritel modern, dan (3) peritel berdampak positif atau negatif.
tradisional terlindungi . Dengan demikian Untuk menguji hipotesis digunakan metode
akan tercipta persaingan usaha yang sehat analisis Uji-t berpasangan (paired t-test). Uji-t
dan berkelanjutan. berpasangan adalah salah satu metode pengujian
3. Untuk menambah perbendaharaan ilmiah hipotesis dimana data yang digunakan tidak
dan sekaligus sebagai sumbangan pemikiran bebas (berpasangan). Ciri-ciri yang paling sering
guna menunjang penelitian selanjutnya ditemui pada kasus yang berpasangan adalah
terutama yang berhubungan dengan usaha individu (obyek penelitian) dikenai 2 buah
ritel. perlakuan yang berbeda (Marthin, 2009).
Penelitian ini akan mengkaji perbedaan usaha
ritel tradisional sebelum dan sesudah adanya
32
Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 31 - 43
b. Ijin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP) untuk konsumen pembeli barang untuk dijual kembali,
Pertokoan, Mall, Plasa dan Pusat tentunya modal yang dibutuhkanpun lebih besar.
Perdagangan; Terkait dengan luas tempat usaha, dari
c. Ijin Usaha Toko modern (IUTM) untuk penelitian ini didapatkan rata-rata luas tempat
Minimarket, Supermarket, Department Store. usaha pengusaha ritel tradisional adalah 24 m²
Mengacu pada pasal tersebut, maka yang secara keseluruhan luasan tempat usaha
pengusaha ritel tradisional seharusnya juga berada pada kisaran antara 2 m² sampai 150 m².
memiliki ijin usaha. Hasil penelitian Kondisi ini tentunya jauh sekali jika
menunjukkan, pengusaha ritel tradisional yang dibandingkan luas usaha ritel modern. Menurut
memiliki ijin usaha hanya sebanyak 15 orang Bab V pasal 9 ayat 2 Peraturan Menteri
(12,5 %), sedangkan yang tidak memiliki ijin Perdagangan Republik Indonesia No. 53/ M-
usaha 105 orang (87,5 %). Banyaknya DAG/PER/12/2008 tentang pedoman penataan
responden yang tidak memiliki ijin usaha dan pembinaan pasar tradisional, pusat
menunjukkan kurangnya pemahaman tentang perbelanjaan dan toko Modern.
arti penting ijin usaha yang diberikan Batasan luas lantai penjualan toko modern
pemerintah daerah dan didukung pula oleh pola dengan modal dalam negeri 100% (seratus
pemikiran bahwa ijin pasti akan menimbulkan persen) adalah:
biaya sehingga akan mengganggu kelancaran a. Minimarket dengan luas lantai penjualan
usaha. kurang dari 400 m² (empat ratus meter
Berdasarkan temuan di lapangan, jenis persegi);
dagangan yang dijual oleh pengusaha ritel b. Supermarket dengan luas lantai penjualan
tradisional adalah kelontong. Apabila kurang dari 1.200 m² (seribu dua ratus
dikelompokkan berdasarkan jenis pedagang, meter persegi); dan
maka 7 orang atau 5,83 % merupakan pedagang c. Department Store dengan luas lantai penjualan
grosir sedangkan 106 orang atau 88,33 % kurang dari 2.000 m² (dua ribu meter
merupakan pedagang eceran. Sisanya 7 orang persegi).
atau 5,83 % merupakan pedagang yang melayani Dari peraturan mentri di atas, tentunya
grosir dan eceran. dapat dilihat bahwa walaupun luas minimal
Sebagian besar (106 atau 88,83%) minimarket kurang dari 400 m² tetap tidak
merupakan pedagang eceran, hal ini disebabkan sebanding dengan pengusaha ritel tradisional
karena konsumen yang dilayani cenderung (rata-rata 24 m²) yang tentunya apabila lokasi
konsumen rumah tangga/ individu yang mana berdekatan (dari hasil penelitian ada yang hanya
cenderung mencari barang kebutuhan sehari- berjarak 5 m) akan berpengaruh pada
hari, disamping itu untuk eceran jumlah modal konsumen, karena dukungan fasilitas dan
usaha yang dibutuhkan tidak terlalu besar. produk yang lebih bervariasi.
Berbeda dengan pedagang grosir yang melayani
Tabel 1
Status Tempat Usaha Responden
Status Tempat Usaha Total
Jenis Kelamin Milik Sendiri Kontrak Responden
Dari Tabel 1 terlihat bahwa, sebagian besar Lama usaha yang telah dijalani oleh
status tempat usaha adalah milik sendiri (113 pengusaha ritel tradisional rata-rata 11,8 tahun,
orang atau 94,17%). Kondisi ini terjadi karena dimana kisaran lama usaha antara 1 tahun
sebagian besar responden memanfaatkan sampai 31 tahun. Dari rata-rata lama usaha
tempat usaha juga sebagai tempat tinggal atau dapat dikatakan bahwa pengusaha ritel
malah sebaiknya, sehingga bisa dikatakan juga tradisional sudah berpengalaman dalam
ruko (rumah toko). Tentunya hal ini banyak menjalankan usahanya dan sudah memikirkan
keuntungannya, selain biaya sewa tempat yang berbagai strategi untuk menjaga kelangsungan
bisa ditiadakan juga bisa dilakukan dua kegiatan usaha mereka. Tetapi harus pula dicermati
sekaligus yaitu: menjalankan usaha dan bahwa usaha mereka tidak mungkin berhasil
menjalankan aktivitas rumah tangga. baik bila tidak ada dukungan dari pihak-pihak
yang terkait (pemerintah) baik dari sisi
34
Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 31 - 43
peraturan, maupun fasilitas yang lain besar responden (pengusaha ritel tradisional)
(permodalan). tidak menjalin kerjasama dengan pihak lain (91
Bila dibandingkan antara modal awal usaha 0rang atau 75,83%). Alasan yang dikemukakan
dengan modal sekarang terjadi kenaikan yang sederhana yaitu tidak tahu prosedur yang harus
sangat tinggi. Rata-rata modal awal usaha yang ditempuh dan usaha yang dijalankan masih
dikeluarkan pengusaha ritel tradisional adalah sangat terbatas sehingga tidak diperlukan
Rp. 7.378.000,00 dan untuk saat ini rata-rata kemitraan. Sedangkan 29 orang responden
modal adalah Rp 23.200.000,00 (naik sekitar (24,16%) menjalin kemitraan dengan pihak lain
300%). Hal ini tentunya merupakan hal yang dengan alasan kemitraan memiliki banyak
wajar karena terkait juga dengan kenaikan harga manfaat yang positif bagi pengusaha ritel
barang kebutuhan yang terjadi selama 11, 8 tradisional. Bentuk kemitraan yang dilakukan
tahun (rata-rata lama usaha). meliputi: pemasaran, pasokan barang maupun
Berkaitan dengan kemitraan atau kerjasama dengan pihak perbankan yang terkait dengan
antara responden dengan pihak lain, sebagian penambahan modal usaha.
Tabel 2
Asal Barang Dagangan
Jenis Pedagang Total
Jenis Kelamin Kulakan Pemasok Kulakan & Pemasok Responden
Adapun berdasar tabel 2 terlihat bahwa kerja yang direkrutpun sebagian besar berasal
sebagian besar responden (82 orang atau dari luar lingkungan usaha karena kebanyakan
68,33%) membeli langsung barang dagangan ke masyarakat sekitar lebih memilih bekerja di
pasar/tempat grosir karena barang yang dibeli pabrik atau sektor swasta lain daripada harus
biasanya tidak banyak dan kecenderungan untuk bekerja di toko.
memenuhi kebutuhan sehari-hari konsumen Terkait dengan adanya pembinaan bagi
dalam partai kecil, selain itu juga dipengaruhi pengusaha ritel tradisional, sebagian besar
oleh modal usaha yang terbatas (kecil). Selain responden menyatakan belum pernah
itu ada juga yang hanya mengambil barang dari mendapatkan pembinaan usaha (114 orang atau
pemasok saja (10 orang atau 8,32%), hal ini 95%) Sedangkan 5 orang (5%) mendapatkan
dikarenakan untuk melayani konsumen secara pembinaan baik dari perbankan, swasta,
grosir sehingga barang yang dibeli dalam jumlah Perguruan Tinggi (UNNES) maupun dari pihak
besar dan membutuhkan modal yang besar. keluarga. Dengan keadaan ini dapat dikatakan
Sedangkan 28 orang lainnya (23,34%) melakukan bahwa apabila ada pembinaan dari pihak-pihak
pembelian secara langsung dan melalui tertentu baik negri maupun swasta akan dapat
pemasok. Hal ini disebabkan karena pengusaha meningkatkan pengetahuan para pengusaha
ritel tradisional ingin melayani semua jenis tentang bagaimana cara mengelola usaha baik
pembelian baik yang grosir dan eceran dan juga dari aspek pemasaran, keuangan (permodalan)
terkait dengan sifat barang yang slow moving maupun dari sisi SDM (karyawan) dan apabila
(perputaran lambat) maupun yang fast moving pengetahuan tersebut diaplikasikan diharapkan
(perputaran cepat). akan meningkatkan keuntungan dari para
Hasil penelitian mendapatkan bahwa pengusaha ritel tradisional.
sebagian besar responden tidak menggunakan
tenaga kerja (94 orang atau 78,33%), dengan B. Kondisi Sebelum dan Sesudah Ada
kata lain pengusaha ritel tradisional disini Ritel Modern
bertindak sebagai pemilik usaha dan pelaku 1. Omzet Penjualan
usaha (pekerja). Asumsi mereka, gaji untuk Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat
tenaga kerja bisa dialihkan untuk menambah bahwa terjadi penurunan rata-rata omzet
modal kerja. Seharusnya secara ekonomi apa penjualan dari Rp. 28.672.917,00 menjadi Rp.
yang mereka kerjakan diperhitungkan sehingga 21.505.000,00 atau turun rata-rata sebesar Rp.
dapat dihitung secara pasti berapa besar 7.167.917 (25%). Kondisi ini perlu dikaji apakah
keuntungan yang didapatkan setelah dikurangi ini terjadi murni karena kehadiran ritel modern
biaya pekerja. Sedangkan 26 orang (21,66%) sehingga semakin memperketat persaingan
menggunakan tenaga kerja karena merasa usaha atau lebih disebabkan karena turunnya
usahanya semakin maju dan tidak daya beli masyarakat.
memungkinkan untuk dikerjakan sendiri. Tenaga
35
Analisis Dampak Usaha Ritel Modern
Terhadap Usaha Ritel Tradisional (Wyati Saddewisasi, dkk)
Penurunan omset penjualan karena dan sesudah ada ritel modern tetap sama, hal ini
kehadiran ritel modern menunjukkan pengaruh sangat dimungkinkan karena sudah
negatif dari adanya usaha ritel modern terhadap diperhitungkan berdasarkan pengalaman para
usaha ritel tradisional. Hal ini menunjukkan pengusaha ritel tradisional ada jam-jam dimana
bahwa konsumen lebih suka berbelanja pada ramai pelanggan dan jam dimana sepi pelangaan
ritel modern dari pada ritel tradisional. sehingga bila dilakukan penambahan jam
Omset penjualan sebelum dan sesudah bukapun mereka berasumsi tidak akan
adanya ritel modern dapat dilihat pada Tabel 3. menambah keuntungan secara signifikan.
Terlihat bahwa sebelum adanya ritel modern, Jumlah jam buka usaha dapat dikelompokkan
omset penjualan ritel tradisional paling kecil Rp. menjadi jam buka pendek, sedang dan panjang.
500.000,00 per bulan dan sesudah adanya ritel Apabila kita cermati Tabel 4, maka tampak
tradisional paling kecil Rp. 300.000,00 per bahwa jam buka sebelum ada ritel modern
bulan. Ini menunjukkan bahwa setelah adanya paling pendek 4 jam, namun setah ada ritel
ritel modern omset penjualan mengalami modern paling pendek 7 jam. Hal ini tidak
penurunan. Hal ini juga dikuatkan oleh adanya menggambarkan adanya kenaikan jam buka,
informasi bahwa usaha ritel tradisional yang karena jumlah peritel tradisional yang
memiliki omset penjualan kecil, jumlahnya melakukan jam buka pendek dan sedang
meningkat dari 112 sebelum adanya ritel mengalami kenaikan dibanding dengan sebelum
modern menjadi 117 sesudah adanya ritel ada ritel modern. Disisi lain, ada penurunan
modern. Sebaliknya diperoleh informasi bahwa yang cukup banyak pada usaha ritel tradisional
yang memiliki omset besar mengalami yang melakukan usaha dengan jam buka panjang.
penurunan dari sejumlah 3 orang sebelum ada Dengan demikian, secara rata-rata jam buka
ritel modern menjadi 1 orang sesudah ada ritel tidak mengalami perubahan. Tabel 4
modern. menunjukkan jumlah jam buka usaha yang
dirinci berdasarkan kriteria pendek,sedang dan
2. Jumlah Jam Buka Usaha panjang baik sebelum maupun sesudah ada ritel
Terkait dengan jumlah jam buka tidak ada modern.
perubahan yang signifikan, hal ini dapat Keberadaan ritel modern tidak berdampak
diketahui rata-rata jam buka usaha sebelum pada jumlah jam buka. Ini menunjukkan bahwa
maupun sesudah ada ritel modern sebanyak kebiasaan melakukan usaha bagi peritel
13,8 jam. Jumlah rata-rata jam buka sebelum tradisional tidak mengalami perubahan aktivitas.
Tabel 3
Omset Penjualan
Sebelum dan Sesudah ada Ritel Modern
Omset Penjualan Jumlah
Kriteria Per Bulan (Rp) Orang %
Sebelum Sesudah Sblm Sdh Sblm Sdh
Kecil 500.000- 300.000- 112 117 93 97
100.333.332 100.999.999
Sedang 100.333.333- 100.200.000- 5 2 4 2
200.166.666 200.099.999
Besar 200.166.667- 200.100.000- 3 1 3 1
300.000.000 300.000.000
Total 120 120 100 100
Sumber: Data primer yang sudah diolah, 2010
Tabel 4
Jumlah Jam Buka Usaha
Sebelum dan Sesudah ada Ritel Modern
Jumah jam Buka Usaha Jumlah
Kriteria (jam) Orang %
Sebelum Sesudah Sblm Sdh Sblm Sdh
Pendek 4-8 7-10 1 7 1 6
Sedang 9-13 11-14 36 74 30 62
Panjang 14-18 15-18 83 39 69 32
Total 120 120 100 100
Sumber: Data primer yang sudah diolah, 2010
36
Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 31 - 43
Tabel 6
Biaya Usaha Sebelum dan Sesudah ada Ritel Modern
Biaya Usaha Jumlah
Kriteria Per Bulan (Rp) Orang %
Sebelum Sesudah Sblm Sdh Sblm Sdh
Kecil 100.000-96.733.332 50.000-96.699.999 118 118 98 98
Sedang 96.733.333-193.366.666 96.700.000-193.349.999 1 1 1 1
Besar 193.366.667-290.000.000 193.350.000-290.000.000 1 1 1 1
Total 120 120 100 100
Sumber: Data primer yang sudah diolah, 2010
Tabel 7
Laba Bersih Sebelum dan Sesudah ada Ritel Modern
Laba Bersih Jumlah
Kriteria Per Bulan (Rp) Orang %
Sebelum Sesudah Sblm Sdh Sblm Sdh
Kecil 200.000-25.333.332 0-4.999.999 119 116 99 97
Sedang 25.133.333-50.066.666 5.000.000-9.999.999 0 3 0 3
Besar 50.066.667-75.000.000 10.000.000-15.000.000 1 1 1 1
Total 120 120 100 100
Sumber: Data primer yang sudah diolah, 2010
Tabel 8
Laba Kotor Sebelum dan Sesudah ada Ritel Modern
Laba Kotor Jumlah
Kriteria Per Bulan (Rp) Orang %
Sebelum Sesudah Sblm Sdh Sblm Sdh
Kecil 300.000-16.866.666 0-9.999.999 115 113 96 95
Sedang 16.866.667-33.433.332 10.000.000-19.999.999 3 4 2 3
Besar 33.433.333-50.000.000 20.000.000-30.000.000 2 3 2 2
Total 120 120 100 100
Sumber: Data primer yang sudah diolah, 2010
37
Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 31 - 43
Tabel 9
Jumlah Omset Penjualan
No Uraian N Rata-rata Jumlah Omset t df Sig
Penjualan/ bulan (Rp) hitung (2-tailed)
1. Jumlah Omset Penjualan usaha retail 120 28.672.917,00
tradisional sebelum ada usaha ritel modern
2. Jumlah Omset Penjualan usaha retail 120 21.505.000,00
tradisional sesudah ada usaha ritel modern 3,943 119 .000
Tabel 10
Perputaran Barang Dagangan
No Uraian N Rata-rata Perputaran t df Sig
barang dagangan hitung (2-tailed)
1. Perputaran barang dagangan usaha retail 120 18,20
tradisional sebelum ada usaha ritel modern
2. Perputaran barang dagangan usaha retail 120 17,29
tradisional sesudah ada usaha ritel modern 3.285 119 .001
Tabel 11
Jumlah Jam Buka
No Uraian N Rata-rata t df Sig
Jumlah Jam Buka hitung (2-tailed)
1. Jumlah jam buka usaha retail tradisional 120 13.80
sebelum ada usaha ritel modern
2. Perputaran barang dagangan usaha retail 120 13.78 .159 119 0.874
tradisional sesudah ada usaha ritel modern
Pada tabel 9 tersebut terlihat bahwa nilai Hal tersebut dapat dibuktikan pula dengan
signifikansi jumlah omset penjualan usaha retail pengujian t hitung. Dari Tabel 9 diperoleh nilai
tradisional sebelum ada usaha retail modern t-hitung sebesar 3,943 yang lebih besar dari
dan sesuhah ada retail modern sebesar .000. Ini tabel distribusi t sebesar = 1.980. Dengan
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang demikaian dapat disimpulkan terdapat
signifikan antara jumlah omset penjualan usaha perbedaan antara jumlah omset penjualan usaha
retail tradisional sesudah dan sebelum adanya retail tradisional sebelum dan sesudah adanya
retail modern, karena nilai signifikansi < 0,05.
usaha retail modern, kareta t-hitung>t-tabel adanya usaha retail modern berbeda nyata atau
(3,943>1.980) tidak, maka dilakukan pengujian dengan uji beda
rata-rata berpasangan dan didapat hasilnya
2. Perputaran Barang Dagangan seperti tertera pada Tabel 11.
Perhitungan uji beda terkait dengan Pada Tabel 11 terlihat bahwa nilai
perputaran barang dagangan didapatkan hasil signifikansi jumlah jam buka retail tradisional
seperti pada Tabel 10. sebelum ada usaha retail modern dan sesuhah
Pada Tabel 10 terlihat bahwa nilai ada retail modern sebesar .874. Ini
signifikansi perputaran barang dagangan usaha menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
retail tradisional sebelum ada usaha retail yang signifikan antara jumlah jam buka usaha
modern dan sesuhah ada retail modern sebesar retail tradisional sesudah dan sebelum adanya
.001. Ini menunjukkan bahwa terdapat retail modern, karena nilai signifikansi > 0,05.
perbedaan yang signifikan antara perputaran Hal tersebut dapat dibuktikan pula dengan
barang dagangan usaha retail tradisional sesudah pengujian t hitung. Dari Tabel 11 diperoleh nilai
dan sebelum adanya retail modern, karena nilai t-hitung sebesar .159 yang lebih kecil dari tabel
signifikansi < 0,05. Hal tersebut dapat distribusi t sebesar = 1.980. Dengan demikaian
dibuktikan pula dengan pengujian t hitung. Dari dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan
tabel 18 diperoleh nilai t-hitung sebesar 3,285 antara jumlah jam buka usaha retail tradisional
yang lebih besar dari tabel distribusi t sebesar = sebelum dan sesudah adanya usaha retail
1.980. Dengan demikaian dapat disimpulkan modern, kareta t-hitung<t-tabel (.159<1.980).
terdapat perbedaan antara perputaran barang
dagangan usaha retail tradisional sebelum dan 5. Laba Bersih
sesudah adanya usaha retail modern, kareta t- Berdasarkan perhitungan uji beda terkait
hitung>t-tabel (3,285>1.980) dengan laba bersih didapatkan hasil sebagai
berikut:
3. Jumlah Jam Buka
Untuk mengetahui apakah jumlah jam buka
usaha retail tradisional sebelum dan sesudah
Tabel 12
Laba Bersih
No Uraian N Rata-rata Laba t df Sig
Bersih/ bulan (Rp) hitung (2-tailed)
1. Laba bersih usaha retail tradisional 120 2.575.833,00
sebelum ada usaha ritel modern
2. Laba bersih usaha retail tradisional 120 1.683.083,00 1.452 119 .149
sesudah ada usaha ritel modern
Tabel 13
Laba Kotor
No Uraian N Rata-rata Laba t df Sig
Kotor/ bulan (Rp) hitung (2-tailed)
1. Laba kotor usaha retail tradisional 120 4.999.166,00
sebelum ada usaha ritel modern
2. Laba kotor usaha retail tradisional 120 3.553.333,00 4.157 119 .000
sesudah ada usaha ritel modern
Tabel 14
Biaya Usaha
No Uraian N Rata-rata Biaya t df Sig
Usaha/ bulan (Rp) hitung (2-tailed)
1. Biaya usaha retail tradisional 120 14.141.667,00
sebelum ada usaha ritel modern
2. Biaya usaha retail tradisional 120 12.692.083,00 4.194 119 .000
sesudah ada usaha ritel modern
Untuk mengetahui apakah laba bersih usaha retail modern dan sesudah ada retail
usaha retail tradisional sebelum dan sesudah modern sebesar .149. Ini menunjukkan bahwa
adanya usaha retail modern berbeda nyata atau tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
tidak, maka dilakukan pengujian dengan uji beda laba bersih usaha retail tradisional sesudah dan
rata-rata berpasangan dan didapat hasilnya sebelum adanya retail modern, karena nilai
seperti tertera pada tabel 20. Pada tabel signifikansi > 0,05. Hal tersebut dapat
tersebut terlihat bahwa nilai signifikansi laba dibuktikan pula dengan pengujian t hitung. Dari
bersih usaha retail tradisional sebelum ada Tabel 12 diperoleh nilai t-hitung sebesar 1,452
39
Analisis Dampak Usaha Ritel Modern
Terhadap Usaha Ritel Tradisional (Wyati Saddewisasi, dkk)
40
Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 31 - 43
bekerja di pabrik atau sektor swasta lain yang semakin cepat adalah baik. Namun
daripada harus bekerja di toko. demikian perlu dikaitkan dengan jumlah omset
Terkait dengan adanya pembinaan bagi penjualan yang semakin sedikit, maka dampak
pengusaha ritel tradisional sebagian besar ritel modern terhadap perputaran barang
responden menyatakan belum pernah dagangan adalah negatif karena perputaran yang
mendapatkan pembinaan usaha sedangkan cepat diakibatkan omset yang sedikit.
sebagian kecil mendapatkan pembinaan baik dari
perbankan, swasta, Perguruan Tinggi (UNNES) d. Biaya Usaha
maupun dari pihak keluarga. Rata-rata biaya usaha mengalami
perubahan yaitu ada penurunan biaya usaha
2. Kondisi Sebelum dan Sesudah Ada setelah ada ritel modern. Kondisi ini sebetulnya
Ritel Modern merupakan efek dari sirkulasi barang yang
a. Omzet Penjualan menurun kemudian turunnya omset sehingga
Penurunan omset penjualan karena pengeluaran terutama untuk pembelian barang
kehadiran ritel modern menunjukkan pengaruh semakin menurun. Biaya usaha yang menurun
negatif dari adanya usaha ritel modern terhadap merupakan dampak negatif dari keberadaan ritel
usaha ritel tradisional. Sebelum adanya ritel modern. Hal ini dapat dijelaskan dari biaya yang
modern, omset penjualan ritel tradisional paling dikeluarkan untuk membeli barang dagangan
kecil Rp. 500.000,00 per bulan dan sesudah yang menurun sebagai akibat omset penjualan
adanya ritel tradisional paling kecil Rp. yang menurun pula.
300.000,00 per bulan. Ini menunjukkan bawha e. Laba Bersih
setelah adanya ritel modern omset penjualan Penelitian ini mengungkapkan terjadinya
mengalami penurunan. Hal ini juga dikuatkan penurunan rata-rata laba bersih. Walaupun
oleh adanya informasi bahwa usaha ritel terjadi penurunan laba bersih, ini bukan
tradisional yang memiliki omset penjualan kecil, merupakan dampak dari adanya ritel modern.
jumlahnya meningkat dari 112 sebelum adanya Penurunan laba bersih tersebut diakibatkan
ritel modern menjadi 117 sesudah adanya ritel karena pendapatan yang berasal dari omset
modern. Sebaliknya diperoleh informasi bahwa penjualan yang menurun diikuti dengan
yang memiliki omset besar mengalami penurunan biaya yang tidak sebanding dengan
penurunan dari sejumlah 3 orang sebelum ada penurunan pendapatan. Penurunan omset
ritel modern menjadi 1 orang sesudah ada ritel penjualan lebih tinggi dari pada penurunan biaya
modern. usaha.
b. Perputaran Barang Dagangan modern, karena nilai signifikansi < 0,05. Hal
Nilai signifikansi perputaran barang dagangan tersebut dapat dibuktikan pula dengan pengujian
usaha retail tradisional sebelum ada usaha retail t hitung. Dari tabel 5.21 diperoleh nilai t-hitung
modern dan sesuhah ada retail modern sebesar sebesar 4.157 yang lebih besar dari tabel
.001. Ini menunjukkan bahwa terdapat distribusi t sebesar = 1.980. Dengan demikaian
perbedaan yang signifikan antara perputaran dapat disimpulkan terdapat perbedaan antara
barang dagangan usaha retail tradisional sesudah laba kotor usaha retail tradisional sebelum dan
dan sebelum adanya retail modern, karena nilai sesudah adanya usaha retail modern, karena t-
signifikansi < 0,05. Hal tersebut dapat hitung > t-tabel (4,157>1.980)
dibuktikan pula dengan pengujian t hitung.
Diperoleh nilai t-hitung sebesar 3,285 yang lebih f. Biaya Usaha
besar dari tabel distribusi t sebesar = 1.980. Nilai signifikansi biaya usaha retail tradisional
Dengan demikaian dapat disimpulkan terdapat sebelum ada usaha retail modern dan sesudah
perbedaan antara perputaran barang dagangan ada retail modern sebesar .000. Ini
usaha retail tradisional sebelum dan sesudah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
adanya usaha retail modern, kareta t-hitung>t- signifikan antara biaya usaha retail tradisional
tabel (3,285>1.980) sesudah dan sebelum adanya retail modern,
karena nilai signifikansi < 0,05. Hal tersebut
c. Jumlah Jam Buka dapat dibuktikan pula dengan pengujian t hitung.
Nilai signifikansi jumlah jam buka retail Diperoleh nilai t-hitung sebesar 4.194 yang lebih
tradisional sebelum ada usaha retail modern besar dari tabel distribusi t sebesar = 1.980.
dan sesudah ada retail modern sebesar .874. Ini Dengan demikaian dapat disimpulkan terdapat
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan perbedaan antara biaya usaha retail tradisional
yang signifikan antara jumlah jam buka usaha sebelum dan sesudah adanya usaha retail
retail tradisional sesudah dan sebelum adanya modern, kareta t-hitung>t-tabel (4.194>1.980).
retail modern, karena nilai signifikansi > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan
Hal tersebut dapat dibuktikan pula dengan terdapat empat variabel penelitian yaitu jumlah
pengujian t hitung. Nilai t-hitung sebesar .159 omset penjualan, perputaran barang dagangan,
yang lebih kecil dari tabel distribusi t sebesar = laba kotor usaha, dan biaya usaha yang
1.980. Dengan demikaian dapat disimpulkan mempunyai perbedaan yang nyata antara
tidak terdapat perbedaan antara jumlah jam sebelum dan sesudah adanya peritel modern.
buka usaha retail tradisional sebelum dan Keberadaan ritel modern berpengaruh negatif
sesudah adanya usaha retail modern, kareta t- terhadap jumlah omset penjualan, perputaran
hitung<t-tabel (.159<1.980). barang dagangan, dan laba kotor usaha.
Sedangkan terhadap biaya usaha pengaruhnya
d. Laba Bersih positif.
Nilai signifikansi laba bersih usaha retail
tradisional sebelum ada usaha retail modern B. Rekomendasi
dan sesudah ada retail modern sebesar .149. Ini 1. Pemerintah
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan a. Menyusun Perda bagi pendirian ritel modern
yang signifikan antara laba bersih usaha retail yang mencakup antara lain :
tradisional sesudah dan sebelum adanya retail pembatasan jumlah ritel modern dalam
modern, karena nilai signifikansi > 0,05. Hal satu wilayah (misalnya : dalam satu
tersebut dapat dibuktikan pula dengan pengujian kecamatan hanya diperbolehkan 1
t hitung. Dari tabel 5.20 diperoleh nilai t-hitung sampai dengan 2 ritel modern),
sebesar 1,452 yang lebih kecil dari tabel jarak antara ritel modern dan tradisional,
distribusi t sebesar = 1.980. Dengan demikaian pola kemitraan antara peritel tradisional
dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan dan modern misalnya dalam hal pasokan
antara laba bersih usaha retail tradisional barang dagangan.
sebelum dan sesudah adanya usaha retail b. Pengembangan ritel tradisional melalui
modern, kareta t-hitung<t-tabel (1,452<1.980). pelatihan dan pembinaan manajemen usaha
yang meliputi antara lain :
manajemen keuangan
e. Laba Kotor pemasaran (meliputi marketing mix,
Nilai signifikansi laba kotor usaha retail space management/ display barang
tradisional sebelum ada usaha retail modern dagangan),
dan sesudah ada retail modern sebesar .000. Ini manajemen persediaan barang dagangan,
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
dan manajemen sumberdaya manusia.
signifikan antara laba kotor usaha retail
tradisional sesudah dan sebelum adanya retail
42
Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 31 - 43
DAFTAR PUSTAKA