Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN PADA AN.

S DENGAN MASALAH KEPERAWATAN


UTAMA HIPERTERMI PADA DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM DI RUANG
KHANTIL RSUD BANYUMAS

Di Susun Oleh :

Meiga Indah Dwi Cahyanti, S.Kep

A32019066

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG

2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA AN. S DENGAN MASALAH KEPERAWATAN


UTAMA HIPERTERMI PADA DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM DI RUANG
KHANTIL RSUD BANYUMAS

Di Susun Oleh :

Meiga Indah Dwi Cahyanti, S.Kep

A32019066

Banyumas, 25 Oktober 2019


Mengetahui
Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(..................................) (.................................)
A. PENGERTIAN

Hipertermi adalah suhu inti tubuh diatas kisaran normal diurnal karena kegagalan
termogulasi (Nanda, 2015)

Hipertermi adalah peningkata suhu tubuh diatas rentan normal yang tidak teratur dan
disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas (Linda, 2012)

Hipertermi adalah keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami


kenaikan suhu tubuh lebih dari 37,8C (100F) per oral atau 38,8 C (101 F) per rektal yang
sifatnya menetap karena faktor eksternal (ilmiah, 2016).

Kejang pada anak yang dapat disebabkan oleh lonjakan suhu tubuh (demam).
Kejang demam paling sering terjadi pada hari pertama demam. Kejang bisa berlangsung
selama beberapa menit namun biasanya tidak berbahaya.

B. ETIOLOGI
Menurut NANDA (2015) faktor yang berhubungan atau penyebab dari hipertermia meliputi:
1. Anestesia
Setiap tanda-tanda vital di evaluasi dalam kaitannya dengan efek samping anestesi dan
tanda-tanda ancaman syok, pernapasan yang memburuk, atau nyeri karena anestesi ini
dapat menyebabkan peningkatan suhu, kekakuan otot, hipermetabolisme, destruksi sel
otot (Wong, 2013).
2. Penurunan perspirasi
Penguapan yang tidak dapat keluar akan mengganggu sirkulasi dalam tubuh sehingga
menyebabkan hipertermi yang diakibatkan oleh kenaikan set point hipotalamus.
3. Dehidrasi
Tubuh kehilangan panas secara kontinu melalui evaporasi. Sekitar 600 – 900 cc air tiap
harinya menguap dari kulit dan paru-paru sehingga terjadi kehilangan air dan panas.
Kehilangan panas air ini yang menyebabkan dehidrasi pada hipertermia.
4. Pemajanan lingkungan yang panas
Panas pada 85 % area luas permukaan tubuh diradiasikan ke lingkungan. Vasokontriksi
perifer meminimalisasi kehilangan panas. Jika lingkungan lebih panas dibandingkan
kulit, tubuh akan menyerap panas melalui radiasi.
5. Penyakit
Penyakit atau trauma pada hipotalamus atau sumsum tulang belakang (yang
meneruskan pesan hipotalamus) akan mengubah kontrol suhu menjadi berat.
6. Pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan
Pakaian yang tidak tebal akan memaksimalkan kehilangan panas.
7. Peningkatan laju metabolisme
Panas yang dihasilkan tubuh adalah hasil sampingan metabolisme, yaitu reaksi kimia
dalam seluruh sel tubuh. Aktivitas yang membutuhkan reaksi kimia tambahan akan
meningkatkan laju metabolik, yang juga akan menambah produksi panas. Sehingga
peningkatan laju metabolisme sangat berpengaruh terhadap hipertermia.
8. Medikasi
Demam juga disebabkan oleh adanya bentuk hipersensitivitas terhadap obat.
9. Trauma
Penyakit atau trauma pada hipotalamus atau sumsum tulang belakang (yang
meneruskan pesan hipotalamus) akan mengubah kontrol suhu menjadi berat.
10. Aktivitas berlebihan
Gerakan volunter seperti aktivitas otot pada olahraga membutuhkan energi tambahan.
Laju metabolik meningkat saat aktivitas berlebih dan hal ini menyebabkan peningkatan
produksi panas hingga 50 kali lipat.
11. Iskemia
12. Agen farmaseutikal
13. Sepsis
14.
C. BATASAN KARAKTERISTIK

Menurut NANDA edisi 2015-2017, batasa karakteristik kekurangan volume cairan


adalah :

1. Konvulsi
Suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami fluktuasi kontraksi dan peregangan
dengan sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan yang tidak terkendali seperti
kejang.
2. Kulit kemerah-merahan
Tanda pada hipertermia seperti kulit kemerah-merahan disebabkan karena adanya
vasodilatasi pembuluh darah.
3. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
Hal ini berhubungan dengan adanya produksi panas yang berlebih, kehilangan panas
berlebihan, produksi panas minimal, kehilangan panas minimal, atau kombinasi
antara keduanya.
4. Kejang
Kejang terjadi karena adanya peningkatan temperatur yang tinggi sehingga otot tubuh
mengalami fluktuasi kontraksi dan peregangan dengan sangat cepat sehingga
menyebabkan gerakan yang tidak terkendali seperti kejang.
5. Takikardia
Takikardia merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau ancaman syok,
pernapasan yang memburuk, atau nyeri (Wong, 2013).
6. Takipnea
Takipnea merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau ancaman syok, pernapasan
yang memburuk, atau nyeri.
7. Kulit terasa hangat
Fase dingin pada hipertermia akan hilang jika titik pengaturan hipotalamus baru telah
tercapai. Dan selama fase plateau, dingin akan hilang dan anak akan merasa hangat.
Hal ini juga terjadi karena adanya vasodilatasi pembuluh darah sehingga kulit
menjadi hangat.
8. Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu
9. Apnea
10. Gelisah
11. Latergi
12. Postur Abnormal
13. Stupor
14. Vasodilatasi dan koma
D. FOKUS PENGKAJIAN
1) Riwayat kesehatan
Munculnya peningkatan suhu tubuh.
2) Keluhan utama
Peningkatan suhu tubuh yang kadang diikuti penurunan kesadaran dan kejang.
3) Kondisi fisik
Kesadaran anak menurun, peningkatan denyut jantung yang terkesan lemah, pernafasan
yang meningkat, pada pengkajian persyarafan di jumpai kaku kuduk.
4) Kebutuhan fungsional kebutuhan fungsional yang mungkin akan terganggu pada anak
dengan meningoencephalitis antara lain :
a) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
b) Kebutuhan oksigenasi
c) Kebutuhan cairan dan elektrolit
5) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Masalah pertumbuhan dan perkembangan antara lain akan terjadi retardasi mental,
gangguan kelemahan atau ketidakmampuan menggerakan tangan maupun kaki.
E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY KEPERAWATAN

Infeksi mikroorganisme terutama bakteri dari golongan kokus seperti streptokokus,


stapilokokos, meningokokus, pnemokokus, dan dari golongan lain seperti tersebut di atas
menginfeksi tonsil, bronkus, dan saluran cerna. Mikroorganisme tersebut mencapai otak
mengikuti aliran darah.
Di otak mikroorganisme berkembangbiak membentuk koloni. Koloni
mikroorganisme itulah yang yang mampu menginfeksi lapisan otak (meningen).
Mikroorganisme menghasilkan toksik dan merusak meningen. Kumpulan toksik
mikroorganisme, jaringan meningen yang rusak, cairan sel berkumpul menjadi satu
membentuk cairan yantg kental yang disebut pustula. Karena sifat cairanya tersebut penyakit
ini populer disebut meningitis purulenta.
Volume pustula yang semakin meningkat dapat mengakibatkan peningkatan desakan
di dalam intrakranial. Desakan tersebut dapat meningkatan rangsangan di korteks serebri
yang terdapat pusat pengaturan gastrointestinal sehingga merangsang munculnya muntah
dengan cepat, juga dapat terjadi gangguan pusat pernafasan. Peningkatan tekanan intrakranial
tersebut juga dapat mengganggu fungsi sensorik maupun motorik serta fungsi memori yang
terdapat pada serebrum sehingga penderita mengalami penurunan respon kesadaran terhadap
lingkungan (penurunan kesadaran). Penurunan kesadaran ini dapat menurunkan pengeluaran
sekresi trakeobronkial yang berakibat penumpukan sekret di trakea dan bronkial. Kondisi ini
berdampak pada penumpukan sekret di trakea dan bronkus sehingga trakea dan bronkus
menjadi sempit.
Peningkatan tekanan intrakranial juga dapat berdampak pada munculnya fase eksitasi
yang telalu cepat pada neuron sehingga memunculkan kejang. Respon saraf perifer juga tidak
bisa berlangsung secara kondusif, ini yang secara klinis dapat memunculkan respon yang
patologis pada jaringan tersebut seperti munculnya tanda kernig dan brudinsky. Kejang yang
terjadi pada anak dapat mengakibatkan spasme pada otot bronkus. Spasme dapat
mengakibatkan penyempitan jalan nafas (Riyadi & Suharsono, 2014).

Pathway
Rangsang mekanik dan
biokimia
V

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular


Kejang

Keseimbangan potensial Lebih dari 10 menit


membaran ATPASE
Perubahan suplay
Disfungsi Na dan K darah ke otak

Aktifitas otot meningkat Ketidakefektifan


Perfusi Jaringan
Metabolisme meningkat Cerebral

Suhu tubuh meningkat

Hipertermia

F. MASALAH KEPERAWATAN LAIN YANG MUNCUL


1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia
3. Risiko kejang ulang berhubungan dengan infeksi.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
neuromuskular
5. Resiko injuri berhubungan dengan kejang tonik klonik, disorientasi.
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hipertermi dapat
diatasi dengan
Kriteria Hasil :
a) Suhu tubuh dalam rentang normal
b) Nadi dan RR dalam rentang normal.
c) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
Intervensi :
a) Monitor suhu sesering mungkin.
b) Monitor warna dan suhu kulit
c) Monitor tekanan darah, nadi dan RR.
d) Monitor penurunan tingkat kesadaran
e) Monitor intake dan output
f) Berikan antiperetik
g) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
h) Selimuti pasien
i) Berikan cairan intravena
j) Kompres pasien pada lipat paha dan aksila. (NANDA, 2008)
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi dapat terpenuhi
dengan kriteria hasil :
a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
b) BB ideal sesuai dengan tinggi badan.
c) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Intervensi :
a) Kaji adanya alergi makanan
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutukan pasien
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.
d) Berikan substansi gula
e) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
kostipasi
f) Berikan makanan yang terpilih
g) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
h) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
i) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
j) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
(NANDA, 2008)
3) Risiko kejang ulang berhubungan dengan infeksi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperwatan diharapkan tidak terjadi kejang
dengan kriteria hasil :
a) Tidak terjadi kejang ulang.
b) Tidak ada peningkatan tekanan intrakranialtidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi:
a) Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
b) Berikan kompres hangat
c) Berikan ekstra cairan
d) Observasi kejang dan TTV tiap 4 jam sekali
e) Batasi aktifitas selama anak panas
4) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
neuromuskular
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan
jalan nafas efektif dengan
Kriteria Hasil:
a) Mendemostrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tdak
ada sianosis dyspneu.
b) Menunjukkan jalan nafas yang paten
c) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat
mencegah jalan nafas.

Intervensi :
a) Buka jalan nafas, gunakan teknik chinlift atau jaw thrust bila perlu.
b) Posisikan pasien untuk untuk memaksimalkan ventilasi.
c) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
d) Pasang mayo bila perlu.
e) Lakukan fisoterapi dada jika perlu.
f) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
g) Berika bronkodilator jika perlu.
h) Monitor respirasi dan status O2. (NANDA, 2008)

5) Resiko injuri berhubungan dengan kejang tonik klonik, disorientasi.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien
terbebas dari resiko injuri dengan
kriteria hasil :
a) Klien bebas dari cedera.
b) Klien mampu menjelaskan cara atau metode untuk mencegah
cidera
c) Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan atau
perilaku personal.
Intervensi :
a) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
b) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
c) Hindarkan lingkungan yang berbahaya.
d) Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
e) Batasi pengunjung
f) Anjurkan keluarga untuk menemani pasien.
g) Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan.
6) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan reduksi aliran darah
ke otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal
Kriteria hasil
1) status sirkulasi
a) Tekanan darah sistolik dalam batas normal
b) Tekanan darah distil dalam batas normal
2) Monitor TTV
a) Monitor TD, Suhu, Nadi, RR
b) Catat adanya fluktuasi tekanan darah
c) Monitor bunyi jantung
3) Status neurogis
a) Monitor tingkat kesadaran
b) Monitor status TTV
c) Monitor Glow Coma Scale

DAFTAR PUSTAKA

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan 2015-2017. Jakarta : ECG.

Suriadi & Yuliani R.(2011). Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1. Jakarta : CV Sagung
Seto

Tamsuri, Anas. (2004). Klien Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit : Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: ECG.

Anda mungkin juga menyukai