Lapsus Iship Diare
Lapsus Iship Diare
Disusun Oleh:
dr. Husna Amalia Emha
Pembimbing:
dr. Dafianto Arief
Pada hari ini tanggal 29 September 2018 , telah dipresentasikan Laporan Kasus oleh:
Nama peserta : dr. Husna Amalia Emha
Dengan judul/topik : Diare Akut Dehidrasi Ringan-Sedang + Imbalans Elektrolit
Nama pendamping : dr. Dafianto Arief
Nama pembimbing : dr. Dafianto Arief
Nama wahana : Rumah Sakit Bhayangkara, Kota Mataram, NTB.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak di
negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil Survei kesehatan Rumah Tangga
diare menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab kematian bayi di Indonesia.
Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena
infeksi seluran cerna antara lain pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan
sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan
elektrolit dan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina
propria serta kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldiges dan malabsorpsi.
Bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi
sistemik.
Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah atau menanggulangi
dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya
intolerasi, mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi
serta mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif,
efisien dan efekstif harus dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara
umum efektif dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika
terdapat kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan
terganggunya masukan oral oleh karena infeksi.
Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus
maupun jamur. Berdasarkan data WHO/UNICEF tahun 2006 dalam “Pneumonia: The
Forgotten Killer of Children”, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia untuk kasus
pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa. Diperkirakan sekitar
separuh dari total kasus kematian pada anak yang menderita pneumonia di dunia disebabkan
oleh bakteri pneumokokus.
Pneumonia (radang paru), salah satu penyakit akibat bakteri pneumokokus yang
menyebabkan lebih dari 2 juta anak balita meninggal. Pneumonia menjadi penyebab 1 dari 5
kematian pada anak balita. Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri yang sering
menyerang bayi dan anak-anak di bawah usia 2 tahun. Sejauh ini, pneumonia merupakan
penyebab utama kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DIARE AKUT
I. Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari 1 minggu. Pada bayi yang minum ASI, sering frekuensi BAB
lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tapi masih bersifat
fisiologis. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare,
tetapi merupakan intoleransi laktosa akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif, definisi diare adalah meningkatnya
frekuensi BAB atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak
seperti biasanya.
II. Epidemiologi
Diare merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak
terutama di bawah 5 tahun. Diare masih menjadi masalah kesehatan di negara berkembang
termasuk di Indonesia. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena
diare dan sebagian besar terjadi di negara berkembang.
Menurut Riskesdas 2007, di Indonesia diare merupakan penyebab kematian bayi
yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24% dan untuk golongan 1-4 tahun
penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.
III. Etiologi
Saat ini telah dapat didefinisikan sekitar 25 jenis mikroorganisme yang dapat
menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare adalah
golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi
adalah non inflammatory dan inflammatory. Enteropatogen menimbulkan non
inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan
vili oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan atau translokasi dari bakteri.
Sedangkan, inflammatory diare disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara
langsung atau memproduksi sitotoksin.
Beberapa penyebab diare akut antara lain:
Golongan Bakteri : Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Staphylococcus
aureus, Vibrio cholera, Aeromonas, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium
perfringens, Clostridium defficile, Plesiomonas shigeloides, Yersinia enterocolitica.
Golongan Virus : Rotavirus, Astrovirus, Calcivirus, Enteric adenovirus,
Coronavirus, Norwalk virus, Herpes simplex virus, Cytomegalovirus.
Golongan Parasit : Balantidium coli, Blastocystis homonis, Cryptosporidium
parvum, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Isospora belli, Strongyloides stercoralis,
Trichuris trichiura.
Di negara berkembang kuman patogen penyebab terpenting diare akut pada anak-
anak yaitu : Rotavirus, Escherichia coli, Shigella, Campylobacter jejuni, Cryptosporidium.
V. Patofisiologi
Beberapa mekanisme terjadinya diare antara lain:
1. Diare osmotik atau gangguan absorpsi
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti
mengkonsumsi magnesium hidroksida, defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase
defisien pada anak yang lebih besar, adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan
bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus
dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir
ke arah lumen jejunum, sehingga air akan banyak berkumpul dalam lumen usus. Na
akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan
diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di dalam lumen oleh karena
ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose, laktose, maltose di
segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas juga dapat menyebabkan kegagalam
pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabakn
maldigesti, malabsorpsi dan akhirnya menyebabkan diare osmotik.
2. Diare sekretorik atau gangguan sekresi
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang umunya disebabkan
oleh enterotoksin E coli atau cholera. Sedangkan, di negara maju diare sekretorik jarang
ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan oleh obat atau tumor seperti
ganglioneuroma atau neuroblastoma. Semua kelainan mukosa usus, berakibat sekresi
air dan mineral berlebihan pada vilus dan kripta serta semua enterosit terlibat.
Terdapat 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama
bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP yang selanjutkan
mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi
membran protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, terjadi peningkatan
pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama klorida.
Bahan laksatif dapat menyebabkan efek pada aktifitas NaK-ATPase, sehingga
memacu peningkatan cAMP intraseluler, meningkatkan permeabilitas intestinal dan
menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat juga dapat menyebabkan sekresi
intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan penyakit Crohn dapat
menyebabkan kelaianan sekresi seperti peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.
3. Diare akibat gangguan peristaltik
Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas mempunyai pengaruh terhadap
absorbsi. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang
menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan
absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal berakibat
inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik
pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada
kasus kolon iritable pada bayi.
4. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik
dalam pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit mukus, protein, sel
darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat
inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare
sekretorik.
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi.
Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan
fungsi absoprsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Sebagai contoh C
dificille akan menginduksi keruskan cytoskeleton maupun protein, V cholera
mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan
akumulasi protein cytoskeleton. Pengaruh tersebut kemudian bisa menyebabkan
hipersekresi chlorida yang akan diikuti natrium dan air.
5. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III
dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen
makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi
tipe IV terdapat pada coeliac disease dan protein loss enteropaties.
Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk tubuh menimbulkan respon imun
dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada
permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang antigen
yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator histamin, ECF-A dan prostaglandin.
Pada reaksi tipe III terjadi reaksi komple antigen-antibodi dalam jaringan atau
pembuluh darah yang mengaktifkan kompleme. Komplemen yang diaktifkan kemudian
melepaskan Machrophage chemotatic factor yang akan merangsang sel mast dan
basofil melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler.
Antigen dari luar dipresentasikan sel APC ke sel Th1, sehingga terjadi pelepasan
berbagai sitokin yang kemudian mengaktifkan makrofag dan menimbulkan kerusakan
jaringan. Berbagai mediator di aras akan menyebabkan luas permukaan mukosa
berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium
dan air.
3.1 Identitas
a. Identitas Pasien
Nama lengkap : An. Fatma Azzahra R.
Umur : 2 tahun 27 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kediri, Lombok Barat
Status dalam Keluarga : Anak Kandung
No RM : 083707
b. Identitas keluarga :
Ibu Ayah
Nama Nyoman Marina Hardi
Umur 28 tahun 30 tahun
Pendidikan S1 SMA
Pekerjaan IRT POLRI
3.2 Anamnesis
Tanggal 2 September 2018, Heteroanamnesis dari ibu pasien
a. Keluhan Utama: BAB Cair
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa oleh keluarganya ke IGD RS Bhayangkara dengan keluhan
BAB cair dengan frekuensi lebih dari 5 kali sehari sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit. BAB konsistensi cair, ampas (+), lendir (-), darah (-), berbau tidak busuk dan
berwarna kuning. Selain itu pasien juga dikeluhkan muntah sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Pasien muntah dengan frekuensi 3 kali sehari, muntahan berupa
makanan yang dimakan pasien, tidak ada darah maupun lendir.
Pasien juga mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu bersamaan dengan
mulainya muntah, demam bersifat naik turun, membaik setelah diberi obat penurun
panas. Saat ini pasien dikeluhkan lemas, muntah, BAB cair, mata cowong, dan minum
kuat.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Keluhan serupa (-). Keluhan batuk dan pilek sebelumnya (-).
d. Riwayat Penyakit Keluarga dan Sosial
Anggota kelurga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa. Riwayat
asma, kencing manis, darah tinggi dalam keluarga disangkal.
e. Riwayat Keluarga (Ikhtisar)
Pasien merupakan anak pertama dan satu-satunya. Status pasien sebagai anak
kandung. Ayah pasien bekerja sebagai POLRI di Lombok Barat. Pasien termasuk
keluarga menengah keatas.
f. Riwayat Pengobatan
Ibu pasien hanya memberi obat penurun panas untuk keluhan demam pasien.
g. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien merupakan anak pertama. Ibu pasien mengatakan tidak pernah sakit
selama hamil. Mual dan muntah saat hamil (+) namun tidak sampai mengganggu
makan. Selain itu ibu pasien mengaku tidak ada tekanan darah tinggi maupun kencing
manis selama hamil. Berat badan ibu pasien sebelum hamil 55 kg, bertambah 12 kg
selama hamil menjadi 67 kg. Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke Sp.OG
setiap bulan.
Pasien lahir secara SC di RSIA Permata Hati dengan indikasi serotinus +
persalinan macet. Berat badan lahir pasien adalah 3100 gram, bayi langsung menangis.
h. Riwayat Nutrisi
Pasien mendapat asi dan air putih sampai usia 6 bulan pertama. Kemudian
setelah usia 6 bulan pasien mendapat ASI dan MPASI berupa bubur beras, buah-buahan
yang dihaluskan serta biskuit yang dihancurkan. Pasien sulit makan sejak MPASI,
frekuensi makan 2-3x/sehari dengan porsi hanya 2-3 sendok makan bayi. Mulai usia 1
tahun pasien mulai mengonsumsi susu formula.
i. Riwayat Vaksinasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Tanggal 2 September 2018
a. Status Present
KU : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
RR : 24 kali permenit
Nadi : 144 kali permenit
T ax : 36,1 °C
CRT : < 3 detik
b. Status Gizi
Berat badan sekarang : 12,1 kilogram
Panjang badan : 85 cm
Usia sekarang : 2 tahun 27 hari
c. Status General :
Kepala dan Leher
1. Kepala
Bentuk : normochepali
2. Mata
a. Konjungtiva kanan dan kiri tidak tampak anemis
b. Sklera kanan dan kiri tidak tampak ikterus
c. Pupil kanan dan kiri isokor
d. Refleks pupil kanan dan kiri normal
e. Kornea tampak jernih
f. Mata cowong +/+
3. Telinga
a. Bentuk: telinga kanan dan kiri tampak simetris, tidak ditemukan deformitas
b. Sekret: tidak ditemukan adanya sekret pada telinga kanan dan kiri
4. Hidung
a. Bentuk : hidung tampak simetris
b. Pernafasan cuping hidung: tidak ada
c. Tampak sekret pada lubang hidung kanan dan kiri
5. Mulut
a. Bibir: mukosa bibir agak kering
b. Tenggorok : tidak tampak hiperemi, Tonsil ukuran T1/T1
c. Gigi : normal, tidak ada karies
6. Leher
Tidak tampak pembesaran kelenjar getah pada leher pasien, kaku kuduk (-)
Thorak
1. Inspeksi: tidak didapatkan kelainan bentuk pada thorak, pergerakan dinding dada
tampak simetris antara kanan dan kiri, retraksi (-).
2. Palpasi: pergerakan dinding dada simetris, tidak ada ketertinggalan gerak, tidak
ada nyeri tekan
3. Perkusi: sonor di kedua lapang paru
4. Auskultasi :
i. Pulmo: auskultasi vesikuler, ronchi-/-, wheezing -/-
ii. Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
1. Inspeksi: perut tidak tampak distensi, tidak tampak adanya masa
2. Auskultasi: Bising usus meningkat
3. Perkusi: Timpani di semua kuadran
4. Palpasi: turgor lambat > 2 detik, tidak teraba masa, tidak ada nyeri tekan di semua
kuadran. Hepar : tidak ada hepatomegali. Limpa : tidak ada splenomegali.
Ekstremitas
Tungkai Atas Tungkai Bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral hangat + + + +
Edema - - - -
Kelainan - - - -
bentuk
Kekuatan 5 5 5 5
Nyeri Tekan - - - -
Refleks + + + +
fisiologis
Refleks - - - -
patologis
Kulit : tidak ada ikterus, pustul, ptekia, dan kelainan kulit lainnya.
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Parameter 2/9/2018 Nilai Rujukan
HGB 8,6 g/dl 11,5 - 18,0
HCT 28,5 % 37,0 - 50,0
WBC 12,37 x 103/uL 4,0 – 11,0
PLT 492 x 103/uL 150 – 400
GDS 129 mgl/dl <160
Na 125 135-146
K 1,7 3,4-5,4
Cl 91 95-108
3.5 Resume
Pasien datang dengan keluhan BAB cair lebih dari 5 kali sehari sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. BAB konsistensi cair, ampas (+), lendir (+), darah (-), berbau tidak busuk
dan berwarna kuning. Muntah (+) sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 3
kali sehari, muntahan berupa makanan yang dimakan pasien, tidak ada darah maupun lendir.
Demam (+) sejak 1 minggu yang lalu bersamaan dengan mulainya muntah, demam bersifat
naik turun, membaik setelah diberi obat penurun panas. Saat ini pasien dikeluhkan lemas,
muntah, BAB cair, mata cowong, dan minum kuat.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, suhu 36,1°C, RR
24x/menit, Nadi 144 x/menit. Pada pemeriksaan kepala leher ditemukan mata cowong.
Pemeriksaan thoraks dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan bising
usus meningkat dan turgor kulit lambat >2 detik. Pada pemeriksaan ekstremitas akral teraba
dingin.
3.6 Diagnosis
Diare akut dehidrasi ringan sedang + Imbalans Elektrolit
3.7 Planning
Diagnostik : - Cek Laboratorium : Elektrolit berkala
Terapi
o O2 nasal canule 1 lpm
o IVFD RL 600 cc/ 3 jam
o Setelah 3 jam dilanjutkan dengan IVFD D5 ¼ NS 400 cc + KCl 7,46 % 20 cc +
NaCL 3% 8 cc 15 tpm mikro
o Injeksi Ampicilin 400 mg/6 jam
o Paracetamol syr 4 cc/ 4 jam, K/P
o Zinc 20 mg/hari selama 10 hari
o Oralit 100 ml/BAB
o Teruskan cairan-makan
o Edukasi orang tua
BAB IV
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, terdapat pasien dengan diagnosa Diare Dehidrasi Ringan Sedang.
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari 1 minggu. Dalam menangani kasus anak dengan diare akut, hal yang
penting dilakukan adalah menilai derajat dehidrasi. Dalam menilai derajat dehidrasi ada
tanda-tanda utama dan tanda tambahan. Tanda utama antara lain: keadaan umum
gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma, rasa haus, turgor kulit abdomen menurun. Tanda
tambahan antara lain: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir, mulut, dan
lidah. Derajat dehidrasi dibagi menjadi 3 yaitu : dehidrasi berat, dehidrasi ringan sedang dan
tanpa dehidrasi. Penilaian derajat dehidrasi pada kasus ini yaitu derajat dehidrasi ringan
sedang. Tanda utama yang didapatkan pada pasien : kesadaran compos mentis, rewel, mau
minum, turgor kulit kembali agak lambat. Tanda tambahan yang didapatkan pada pasien:
mata cowong, bibir agak kering.
Pengobatan diare akut didasarkan pada derajat dehidrasi. Tatalaksana untuk
dehidrasi berat yaitu dengan rencana terapi C, untuk dehidrasi ringan sedang yaitu rencana
terapi B dan tanpa dehidrasi yaitu rencana terapi A. Prinsip tatalaksana untuk diare yaitu
LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yang terdiri dari pemberian oralit, tablet
zinc selama 10 hari berturut-turut, teruskan ASI-makan, pemberian antibiotik secara selektif,
dan edukasi pada ibu atau keluarga. Pada kasus juga diberikan elektrolit setelah rehidrasi
intravena karena terdapat imbalans elektrolit pada pasien.
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan
mortalitas yang minimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12,
Penerbit EGC, Jakarta, hal: 617-628.
2. DEPKES RI. Buku Saku Lima Langkah Tuntaskan Diare “Lintas Diare”. Departemen
Kesehatan RI. 2011
3. DEPKES RI. Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Departemen Kesehatan RI. 2008
4. IDAI. UKK Gastro-Hepatologi Edisi Pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009.
5. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009.
6. IDAI. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012.
7. Isselbacher, et al, Harrison, 1995, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, Vol. 2,
Penerbit EGC, Jakarta, hal. 906-909.
8. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.