Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS

DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD WATES

DI SUSUN OLEH:

NAMA : Selly Marselina S. Boko


NIM : PN210914

PRODI PROFESI NERS


STIKES WIRAHUSADA YOGYAKARTA
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS
DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD WATES

Laporan Pendahuluan ini telah dibaca dan diperiksa pada


Hari/tanggal: .................................................

Pembimbing Klinik Mahasiswa Praktikan

Tri Untari, S. Kep, Ns Selly Marselina S. Boko

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

(Muryani, S.Kep.Ns.M.Kes)
DIABETES MELLITUS

A. DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang serius dan terjadi saat pancreas tidak
menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur glukosa darah) maupun jika
tubuh tidak menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif. Peningkatan
glukosa darah merupakan efek umum dari diabetes melitus yang tidak terkontrol
dari waktu ke waktu yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada jantung,
pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf (WHO, 2020).
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yag ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara
normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari
makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas,
mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya (Brunner & Suddart, 2015).
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group:
Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa
Intolerance.
Klasifikasi Klinis Diabetes Mellitus:
1. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
IDDM yaitu defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang
berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik, presdiposisi
pada fenomena autoimun (cenderung ketosis dan terjadi pada usia muda). Kelainan
ini terjadi karena kerusakan sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian
merusak sel-sel langerhans di pankreas. Kelainan ini berdampak pada penurunan
produksi insulin. IDDM tergantung insulin biasanya terjadi pada masa anak-anak
atau dewasa muda dan menyebabkan ketoasidosis jika pasien tidak diberikan terapi
insulin ( IDF, 2017).
2. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
NIDDM atau diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO,
2014). Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu
setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari
penderita DM diseluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
memburuknya faktor resiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya
aktivitas fisik (WHO, 2014).
3. Gestasional Diabetes Mellitus (GDM)
Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagosis
selama kehamilan yang ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa darah
diatas normal) (ADA, 2015). Wanita dengan diabetes gestational memiliki
peningkatan risiko komplikasi selama kehamilann dan saat melahirkan, serta
memiliki resiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan (IDF, 2014).
4. Tipe diabetes lainnya adalah :
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena adanya
kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen serta
mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan dalam
menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom
hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin yaitu
sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik (ADA, 2015).

B. ETIOLOGI
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI) atau Insulin Dependent Diabetes
Melitus IDDM :
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
b. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) :
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-
sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang
responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal
antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa
normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Mellitus tipe II disebut
juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
4. Kelompok etnik

C. PATOFISIOLOGI
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin. Pada diabetes mellitus tipe II jumlah insulin kurang (Defisiensi Insulin) dan
jumlah reseptor insulin dipermukaan sel berkurang. Sehingga jumlah glukosa yang
masuk ke dalam sel berkurang (Resistensi insulin). Keadaan ini menyebabkan
sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia. Ginjal tidak dapat menahan keadaan hiperglikemi ini, karena ambang
batas reabsorpsi ginjal untuk gula darah adalah 180 mg/dL bila melebihi ambang
batas ini, ginjal tidak bisa menyaring dan mereabsorpsi sejumlah glukosa dalam
darah. Sehingga kelebihan glukosa dalam tubuh dikeluarkan bersama dengan urin
yang disebut dengan glukosuria.
Glukosuria menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang ditandai dengan
pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Poliuria pada pasien DM
mengakibatkan terjadinya dehidrasi intraseluler. Hal ini merangsang pusat haus
sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan banyak
minum (Polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin
menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga
menimbulkan rasa lapar yang menyebabkan pasien DM banyak makan (Polifagia)
sebagai kompensasi terhadap kebutuhan energi, pasien akan merasa mudah lelah
dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi.
Menurunnya transport glukosa ke sel menyebabkan terjadinya katabolisme
glikogen, lemak dan protein yang menyebabkan pasien DM sering mengalami
kelelahan dan kelemahan otot, terlalu banyak pemecahan lemak dapat
meningkatkan produksi keton yang menyebabkan peningkatan keasaman darah
(Asidosis). Defisiensi insulin mempengaruhi sintesis protein menyebabkan
penurunan anabolisme protein sehingga menurunkan sistem kekebalan tubuh dan
meningkatkan resiko infeksi pada pasien dengan diabetes melitus. Keadaan
hiperglikemia dapat juga menyebabkan peningkatan viskositas darah dan angiopati
diabetik sehingga suplai O2 dan nutrisi ke jaringan akan berkurang menyebabkan
terjadinya komplikasi kronik diabetik, mikroangiopati dan makroangiopati.
Pathway Diabetes Mellitus

Sumber : (Anggit, 2017), (Brunner & Suddart, 2015) dan (Rohmawardani, 2018).
D. MANISFESTASI KLINIS
1. Gejala akut penyakit diabetes melitus
Gejala diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan
mungkin tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat tertentu. Namun gejala
khas pada pasien diabetes melitus yaitu sering disebut sebagai keluhan trias DM
antara lain:
a. Poliuri (peningkatan pengeluaran urine)
Peningkatan pengeluaran urine mengakibatkan glikosuria karena darah
sudah mencapai kadar ambang ginjal, yaitu 180 mg/dl, ginjal sudah tidak
mengabsorsi glukosa dari fitrat glomerulus sehingga timbul glikosuri, karena
glukosa menarik air, osmotik diuresis akan terjadi sehingga mengakibatkan
poliuria (Anggit,2017).
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus)
Peningkatan pengeluaran urine yang sanga besar dapat menyebabkan
dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel megikuti ekstrasel karena air intrasel
akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke
plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang
pengeluaran ADH (Antidiretic Hormone) dan menimbulkan rasa haus
(Anggit,2017).
c. Polifagia (peningkatan rasa lapar)
Sel tubuh mengalami kekurangan bahan bakar sehingga pasien sering
lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan karena glukosa dalam tubuh
semakin habis sedangkan kadar dlukosa dalam darah cukup tinggi
(PERKENI, 2015).
d. Rasa lelah dan kelemahan otot
Rasa lelah dan kelemanotot terjadi karena katabolisme protein diotot dan
ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan glukosa sebagai energi
sehingga hal ini membuat pasien DM sering merasa lelah (Anggit, 2017).
e. Berat badan turun
Turunnya berat badan pada pasien dengan DM di sebabkan karena tubuh
terpaksa mengambil dan membakar lemak dan protein sebagai energi
(Anggit, 2017).
E. KOMPLIKASI
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan
berbagai mmacam komplikasi antara lain:
a. Komplikasi metabolik akut
Komplikasi metabolik akut pada penyakit DM terdapat tiga macam yang
berhubungan dengan gangguan keseimbangan gadar glukosa darah jangka
pendek, diantaranya:
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi ketika
kadar gula darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3 mmol/L.
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral
yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikitatau karena
aktivitas fisik yang berat (Brunner & Suddart, 2015).
2) Ketoasidosis diabetik (KAD)
Ketoasidisis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar
glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat
menurun sehingga mengakibatkan terjadinya pemecahan lemak yang
menyebabkan peningkatan kadarketon dalam tubuh, KAD ditandai
dengan trias hiperglikemia, dehidrasi, kehilangan elektrolit dan
asidosis (Brunner & Suddart, 2015).
3) Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketonik (HHNK)
HHNK ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa
serum lebih dari 600 mg/dl (Brunner & Suddart, 2015).
b. Komplikasi kronis
Angka kematian yang berkaitan dengan ketoasidosis dan infeksi pada
pasien-pasien DM tampak terus menerus, tetapi kematian akibat komplikasi
kardiovaskular dan renal mengalami kenaikan yang mengkhawatirkan.
Komplikasi jangka panjang atau komplikasi kronik diabetes dapat
menyerang semua sistem organ dalam tubuh.
Komplikasi kronis diabetes antara lain:
1) Komplikasi mikrovaskular
a) Retinopati diabetik
Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu
kerusakan retina mata (retino pati) yang merupakan suatu
mikroangiopati ditandai kerusakan dan sumbatan pembuluh darah
kecil pada retina mata (Brunner & Suddart, 2015).
b) Nefropati diabetik
Komplikasi mikrovaskular lainya adalah kerusakan ginjal yang pada
pasien DM ditandai dengan albuminnuria menetap (>300 mg/dl).
Nefropati diabetik merupakan penyebab utama terjadinya gagal
ginjal terminal (Brunner & Suddart, 2015).
c) Neuropati diabetik
Neuropati diabetik mengacu pada sekelompok penyakit yang
menyerang semua tipe syaraf, termasuk syaraf perifer (sensorimotor)
dan otonom. Kelainan tersebut tampak beragam secara klinis
bergantung pada lokasi sel syaraf yang terkena (Brunner & Suddart,
2015).
2) Komplikasi makrovaskular
Komplikasi pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) antara lain:
a) Penyakit arteri koroner
Perubahan arteroslerotik dalam pembuluh arteri koroner
menyebabkan peningkatan insiden infark miokard pada pasien
diabetes (Brunner & Suddart, 2015).
b) Penyakit serebrovaskular
Pasien dengan DM berisiko dua kali lipat dibandingkan dengan
pasien nin diabetes untuk terkena penyakit serebrovaskular.
Gejala yang ditimbulkan menyerupai gejala pada komplikasi
akut DM, seperti adanya keluhan pusing atau vertigo, gangguan
penglihan, kelemahan, dan bicara pelo (Brunner & Suddart,
2015).
c) Penyakit vaskular perifer
Perubahan arterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada
ekstermitas bawah merupakan penyebab meningkatnya insidens
penyakit oklusi arteri perifer pada pasien diabetes. Tanda dan
gejala penyakit vaskuler perifer dapat mencakup berkurangnya
denyut nadi perifer (Brunner & Suddart, 2015).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut PERKENI (2015), pada praktek sehari – hari, hasil pengobatan DM
tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis,
pemberiksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dpat
dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
1) Mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
2) Melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi
waktu pelaksaan pemeriksaan glukosa darah :
a) Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
b) Glukosa 2 jam sesudah makan
c) Glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan
kebutuhan
b. Pemeriksaan HbA1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin,
atau hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai HbA1C), merupakan cara
yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8 – 12 minggu
sebelumnya.
c. Pementauan glukosa darah mandiri (PGDM)
Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan menggunakan
darah kapiler.
d. Glycated Albumin (GA)
Saat ini terdapat cara lain seperti pemeriksaan (GA) yang dapat
dipergunakan dalam monitoring. GA dapat digunakan untuk menilai indeks
kontrol glikemik yang tidak dipengaruhi oleh gangguan metabolisme
hemoglobin dan masa hidup eritrosit seperti HbA1C.

G. PENATALAKSAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola
aktivitas pasien.
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
 Memperbaiki kesehatan umum penderita
 Mengarahkan pada berat badan normal
 Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
 Mempertahankan kadar KGD normal
 Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
 Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
 Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah:
 Jumlah sesuai kebutuhan
 Jadwal diet ketat
 Jenis: boleh dimakan/tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status
gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100
Keterangan :
1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
- Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
- Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
- Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
- Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM
yang bekerja biasa adalah:
1) kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
 Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap
1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
 Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
 Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
 Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
 Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
 Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah
satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-
macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi
kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
 Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
a) kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
b) kerja OAD tingkat reseptor
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
a) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
 Insulin
 Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin :
a. Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah
suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung
pada beberapa factor antara lain:
b. lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan,
dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan
setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak
memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
c. Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu
30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,
hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
 Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
 Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorpsi insulin.
 Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada
subcutan.
 Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat
perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100
ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.
 Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau
pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan.
Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi
koma diabetik.

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan
pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan
untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai
berikut
 Riwayat atau adanya faktor resiko, Riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari
4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma,
infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid,
kontrasepsi oral).
 Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan
penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan
gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
b. Pemeriksaan Diagnostik
 Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
 Gula darah puasa normal atau diatas normal.
 Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
 Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
 Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
c. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik
dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
d. Kaji perasaan pasien tentang kondisi penyakitnya.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pada klien dengan Diabetes Mellitus, diagnosa keperawatan menurut
NANDA/SDKI adalah :
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia
atau hipoglikemia.
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
akibat defisiensi insulin, kurangnya asupan makanan akibat adanya mual
muntah.
d. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan penurunan sensasi
sensori, penurunan aktivitas, kurangnya pengetahuan tentang perawatan
luka.
e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
(PPNI,2016).
Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
(D.0111) Defisit pengetahuan berhubungan dengan (L.12111) Tingkat Pengetahuan (I.02079) Edukasi Kesehatan
kurang terpapar informasi. Setelah dilakukan perawatan ….x….jam 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
diharapkan kadar glukosa darah berada tentang penyakit DM.
Definisi : Ketidakadaan atau kurang informsi
dalam rentang normal dengan kriteia hasil: 2. Kaji latar belakang pendidikan pasien
kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu
Perilaku sesuai anjuran 3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet,
Data mayor Mampu menjelaskan pengetahuan tentang perawatan dan pengobatan pada pasien dan
DS : DM keluarga dengan bahasa dan kata-kata yang
1. Pasien mengatakan tidak memahami mengenai Perilaku sesuai dengan pengetahuan mudah dipahami.
perawatan dan pengobatan pada diabetes melitus meningkat 4. Jelaskan tentang faktor resiko yang dapat
DO : mempengaruhi kesehatan
1. Menunjukkan perilaku tidak sesuai aturan 5. Sediakan materi dan media penkes
2. Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap
masalah Data Minor
DS : (Tidak ada)
DO :
1. Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat

3. RENCANA KEPERAWATAN
Perencanaan keperawatan adalah acuan tertulis yang terdiri dari berbagai intervensi sehingga kebutuhan dasar klien terpenuhi (Dermawan,

2012) Tujuan intervensi keperawatan adalah untuk menghilangkan, mengurangi dan mencegah masalah keperawatan klien.

Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
(D.0027) Ketidakstabilan kadar glukosa darah (L.05022) Kestabilan kadar glukosa darah (I.03103) Manajement Hyperglikemi
berhubungan dengan hiperglikemia atau Setelah dilakukan perawatan ….x….jam Observasi
hipoglikemia. diharapkan kadar glukosa darah berada 1.Identifikasi kemungkinan penyebab
Definisi : Variasi kadar glukosa darah naik atau dalam rentang normal dengan kriteia hasil: hiperglikemia
turun dari rentang normal. GDP : 70 – 105 mg/dL 2. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
Hiperglikemia GD 2 jam PP : <140 mg/dL 3. Identifikasi situasi yang menyebabkan
Data Mayor Pusing menurun kebutuhan insulin meningkat
DS : Lelah/lesu menurun 4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemi
1. Pasien mengatakan lelah atau lesu 5. Monitor keton urine, kadar analisa gas darah,
DO : elektrolit, tekanan darah ortostatik dan frekuensi
2. Kadar glukosa dalam darah tinggi nadi
3. Kadar glukosa dalam urin tinggi 6. monitor intake dan output cairan
7. Anjurkan klien untuk mengatur pola makan
Data Minor Teraupeutik
DS : 1. Berikan asupan cairan oral
1. Pasien mengatakan mulut kering 2.Konsultasi dengan medis apabila tanda dan
2. Pasien mengatakan rasa haus meningkat gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk
DO : 3. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
1. Jumlah urin meningkat Edukasi
1.Anjurkan menghindari olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari 250 mg/dL
2. Anjurkan monitor kadar gula darah secara
mandiri
3. Anjurkan kebutuhan terhadap diet dan olahraga
4. Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian
keton urine
5. ajarkan pengelolaan diabetes (mis: insulin, obat
oral, monior asupan cairan, penggantian
karbohidrat dan bantuan profesional kesehatan)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
2. kolaborasi pemberian IV, jika perlu
3. kolaborasi pemberian kalium, jika perlu

Manajement Hypoglikemi
Hipoglikemia
Observasi
Data Mayor
1. Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
DS :
2. Monitor kadar glukosa darah sesuai indikasi
1. Pasien mengatakan mengantuk dan merasa
3. Identifikasi kemungkinan penyebab
pusing
hipoglikemia
Do :
Terapeutik
1. Gangguan koordinasi
1. Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
2. Kadar glukosa dalam darah rendah < 60 mg/dL
2. Berikan glukagon, jika perlu
3. Kadar glukosa dalam urin rendah
3. Berikan karbohidrat kompleks dan protein
sesuai obat
Data Minor
4. Pertahankan kepatenan jalan napas
DS :
5. Pertahankan akses IV, jika perlu
1. Pasien mengatakan merasa lapar dan
Edukasi
berdebar-debar
1. Anjurkan membawa karbohidrat sederhana
setiap saat
DO :
2. Anjurkan memakai identitasdarurat yang tepat
1. Pasien terlihat gemetar dan berkeringat.
3. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
2. Pasien terlihat sulit berbicara 4. Jelaskan interaksi antara diet, insulin, agen oral
dan olahraga
3. Kesadaran menurun 5. Anjarkan perawatan mandiri mencegah
hipoglikemia
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dekstrose
2. Kolaborasi pemberian glukagon, jika perlu

Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
(D.0009) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan (L.05022) Luaran Utama : Perfusi perifer (I.02079) Perawatan sirkulasi
dengan hiperglikemia Setelah dilakukan perawatan ….x….jam Observasi
diharapkan perfusi perifer kembali efektif 1. Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi perifer,
Definisi : Keadekuatan aliran pembuluh darah distal
dengan kriteia hasil: edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-
untuk mempertahankan jaringan.
Denyut nadi perifer meningkat brakial indeks
Warna kulit pucat menurun 2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
Data Mayor
Pengisian kapiler membaik (mis: diebetes, perokok, orangtua, hipertensi
DS :
Akral dan tirgor membaik dan kadar kolesterol tinggi)
(Tidak ada)
Tekanan darah sistolik dan diastolik 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
DO:
membaik pada ekstremitas
1. Akral dingin
Terapeutik
2. Warna kulit pucat
1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
3. Nadi perifer melemah
darah di area keterbatasan perfusi
4. CRT > 3 detik
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada
5. Konjungtiva anemis
6. Nadi perifer melemah atau tidak teraba ekstremitas dengan ketebatasan perfusi
Data Minor 3. Hindari penekanan dan pemasangan torniquet
DS : pada area cedera
4. Lakukan pencegahan infeksi
1. Parastesia
5. lakukakan perawatan kaki dan kuku
2. Nyeri ekstremitas
6. Lakukan hidrasi
DO :
Eduksi
1. Penyembuhan luka lambat
1. Anjurkan berhenti merokok (apabila perokok
2. Indeks ankle brachial < 0.,90
aktif)
2. Anjurkan olahraga rutin
3. Anjurkan menggunakan obat penurun tekaan
darah, antikoagulan, dan penurunan kolesterol
4. Ajarkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi (mis: rendah lemak jenuh, minyak
ikan dan omega 3)
5. Informasikan tanda dan gejala darurat yang
harus dilaporkan (mis: rasa sakit yang tidakk
hilang saat beristirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya raa sakit)

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


(D.0129) Gangguan integritas jaringan (L14125) Integritas Kulit dan jaringan (I.14564) Perawatan Luka
berhubungan dengan penurunan sensasi Setelah dilakukan perawatan ….x….jam Observasi
sensori,penurunan aktivitas, kurangnya diharapkan kerusakan kulit dan jaringan 1. Monitor karakteristik luka (mis: drainase,,
pengetahuan tentang perawatan kulit. membaik, dengan kriteia hasil: warna, ukuran, bau)
Definisi : Kerusakan kulit (dermis dan atau Kerusakan jaringsn menurun 2. Monitor tanda – tanda infeksi
epidermis) atau jaringan. Kerusakan lapisan kulit menurun Terapeutik
Data Mayor 1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
DS : (Tidak ada) 2. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
DO : nontoksis
Kerusakan jaringan 3. Besrihkan jaringan nekrotik
Data Minor 4. Berikan salep yang sesuai kulit
DS : 5. Pasang balutan sesuai jenis luka
(Tidak ada) 6. Pertahankan teknik steril saat melakukan
DO : perawatan luka
1. Perdarahan Edukasi
2. Kemerahan 1. Jelaskan tanda gejala infeksi
3. Hematoma 2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
3. Ajarkan perawatan luka psot partum secara
mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur debridemant
2. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

(D.0019) Defisit nutrisi berhubungan dengan (L.03030) Status Nutrisi (I.03119) Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien akibat Setelah dilakukan perawatan ….x….jam Observasi
defisiensi insulin, kurangnya asupan makanan akibat diharapkan kerusakan kulit dan jaringan 1. Identifikasi status nutrisi
adanya mual muntah. membaik, dengan kriteia hasil: 2. Identifikasi makanan yang disukai
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk Porsi makan yang dihabiskan 3. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
memenuhi kebutuhan metabolisme. Nafsu makan membaik 4. Identifikasi kalori dan jenis nutrien
Data Mayor 5. Monitor asupan makanan
DS : 6. Monitor BB
(Tidak ada) Terapeutik
DO : 1. Berikanmakanan tinggi kalori dan tinggi protein
1. Berat badan menurun minimal 10% Edukasi
dibawah rentang ideal 1. Ajarkan diet yang diprogramkan
Data Minor Kolaborasi
DS : 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
1. Pasien mengatakan nyeri abdomen 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
2. Pasien mengatakan nafsu makan menurun program diet dan pola makan pasien.
DO :
1. Pengkajian Nutrisi dengan menggunakan
ABCD, yaitu A (Antropometri),
B(Biokimia, yang meliputi Hemoglobin,
albumin), C (Clinic) dan D (Diet yang diberikan
kepada pasien dan porsi yang mampu dihabiskan
oleh pasien).
2. Membran mukosa pucat
3. Serum albumin menurun
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Assosiation (ADA). (2018). Standards Of Medical Care In


Diabetes. The Joural of Clinical and Applied Research and Education Volume 41

American Diabetes Assosiation (ADA). (2015). Standards Of Medical Care In


Diabetes: Classification of Diabetes. http://care.diabetesjournals.org diakses
tanggal 26 November 2018.

Anggit (2017). Gambaran Klinis Pasien dengan Diabetes Melitus. Publised Tesisfor 1st
degree in health sciences

Brunner & Suddarth.(2015). Keperawtan medikal bedah.Jakarta:EGC

Fansuri. (2019). Asuhan Keperawatan pada pasien dengan DM Tipe 2


Nanda International (2013). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi.
Jakarta:EGC
NANDA International Inc. 2015. Nursing Diagnoses: Definitions & Classifications
2015-2017, 10th Edition. Buku kedokteran EGC: Indonesia
PERKENI (2015). Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Rohmawardani. (2018). Hubungan Self Care dengan Status Glikemik pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe II. Published Tesis for 1st degree in health sciences

Anda mungkin juga menyukai