Anda di halaman 1dari 19

DIPONEGORO LAW REVIEW

Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016


Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

TINJAUAN YURIDIS PENETAPAN STATUS TERSANGKA SEBAGAI


PERLUASAN OBJEK PRAPERADILAN PASCA PUTUSAN
MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 21/PUU-XII/2014

Rahmad Riyan Choiruddin*, Nyoman Serikat Putra Jaya, Sukinta


Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
E-mail : rahmadriyan16@gmail.com

Abstrak
Putusan MK No.21/PUU-XII/2014, pada dasarnya telah mencerminkan penjaminan hak asasi
tersangka atau terdakwa dengan dimasukkannya sah tidaknya penetapan status tersangka,
penyitaan, dan penggeledahan sebagai objek yang dapat diajukan praperadilan. Dalam putusan MK
No.21/PUU-XII/2014 juga memperjelas mengenai frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang
cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam KUHAP harus dimaknai minimal dua alat bukti yang
termuat dalam pasal 184 KUHAP ditambah keyakinan penyidik secara objektif. Namun demikian,
mengenai Putusan MK No.21/PUU-XII/2014 yang menyatakan memperluas objek Praperadilan
tidak dapat diartikan begitu saja menjadi kepastian hukum bahwa pasal 77 KUHAP telah berubah.
Walaupun putusan MK bersifat final and binding namun tidak secara otomatis merubah KUHAP,
oleh karena itu perlu diadakannya revisi KUHAP.

Kata kunci : Putusan MK No.21/PUU-XII/2014, Perluasan objek Praperadilan

Abstract
Constitutional Court Decision No.21 / PUU-XII / 2014, has essentially reflects the rights of
suspects or defendants with the inclusion of the lawfulness of the determination of the status of
suspects, confiscation, and searches as objects that can be filed pretrial. In the Constitutional
Court's decision No.21 / PUU-XII / 2014 also clarify the phrase "preliminary evidence",
"sufficient preliminary evidence", and "sufficient evidence" in the Criminal Procedure Code
should be interpreted at least two items of evidence contained in article 184 of the Criminal
Procedure Code added confidence of investigators objectively. However, the Constitutional Court
Decision No.21 / PUU-XII / 2014 stating extend the pretrial object can not be simply interpreted to
be a rule of law that Article 77 of the Criminal Procedure Code has been changed. Although the
Constitutional Court's decision is final and binding, but it does not automatically change the
Criminal Procedure Code, it is therefore necessary holding of the revised Criminal Procedure
Code
Keywords : Constitutional Court Decision No.21 / PUU-XII / 2014, Extension of Pretrial object

I. PENDAHULUAN dan makmur berdasarkan


Pancasila dan Undang-Undang
Hukum Acara Pidana Dasar 1945. Pengumuman
berupaya mencapai kebenaran Undang-Undang No.8 Tahun
dan keadilan hukum, agar 1981 LN.1981-76 tentang
terwujudlah ketertiban, KUHAP yang mulai berlaku
keamanan, dan kesejahteraan pada tanggal 31 Desember 1981.
masyarakat Indonesia yang adil

1
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Pengumuman tersebut tegaknya hukum dan


mewajibkan kepada semua keadilan
penduduk Indonesia untuk 3. Permintaan ganti kerugian
mentaati peraturannya dalam atau rehabilitasi oleh
penyelenggaraan perkara pidana tersangka atau keluarganya
dan mewajibkan kepada aparat atau pihak lain atau
Negara yang berwenang untuk kuasanya yang perkaranya
menegakkan hukum acara tidak diajukan ke
pidana pada pola bekerja pengadilan.
menurut hukum. Karena
mempelajari KUHAP berarti Sebagai upaya perlindungan hak
juga mempelajari proses perkara asasi tersangka/terdakwa atas
dan peradilan pidana. Salah satu tindakan penyidik, Praperadilan
aturan yang secara jelas diatur diberikan kewenangan dalam
dalam KUHAP adalah Pasal 77 KUHAP yang
Praperadilan. Praperadilan menyebutkan bahwa :
merupakan suatu lembaga untuk Pengadilan Negeri berwenang
menguji keabsahan suatu proses untuk memeriksa dan memutus
perkara pidana sebelum suatu perkara praperadilan tentang sah
perkara tersebut sampai pada atau tidaknya penangkapan,
tahap beracara di pengadilan.1 penahanan, penghentian
Praperadilan yang tercantum penyidikan atau penghentian
dalam pasal 1 butir 10 KUHAP penuntutan serta ganti kerugian
adalah wewenang pengadilan dan atau rehabilitasi bagi
negeri untuk memeriksa dan seorang yang perkara pidananya
memutuskan menurut cara yang dihentikan pada tingkat
diatur dalam Undang-Undang ini penyidikan atau penuntutan.
tentang : Dalam Pasal 77 KUHAP
tersebut kewenangan
1. Sah atau tidaknya suatu Praperadilan sangatlah terbatas
penangkapan dan atau dan dirasa belum menjamin hak
penahanan atas permintaan asasi tersangka/terdakwa.
tersangka atau keluarganya Dikarenakan penetapan status
atau pihak lain atas kuasa tersangka bukanlah termasuk
tersangka objek praperadilan. Namun,
2. Sah atau tidaknya sejak adanya Putusan
penghentian penyidikan Mahkamah Konstitusi No.21/
atau penghentian PUU-XII/2014 yang dalam
penuntutan atas permintaan putusannya menyebutkan bahwa
yang berkepentingan demi : Pasal 77 huruf a KUHAP
bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 serta tidak
1
Bambang Poernomo, “Pokok-Pokok mempunyai kekuatan hukum
Hukum Acara Pidana Dan Beberapa
Harapan Dalam Pelaksanaan Kitab
mengikat sepanjang tidak
Undang-Undang Hukum Acara Pidana”, dimaknai temasuk penetapan
Liberty, Yogyakarta , 1982. Hlm.1 tersangka, penggeledahan, dan

2
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

penyitaan. Maka terjadi Putusan Mahkamah Konstitusi


perkembangan hukum dalam No.21/PUU-XII/2014 dan Untuk
konteks praperadilan, yaitu mengetahui dasar
dengan masuknya pengujian sah dimasukkannya penetapan status
tidaknya penetapan tersangka tersangka sebagai objek
sebagai objek Praperadilan. Praperadilan.
Berdasarkan keadaan yang
diuraikan di atas, maka penulis Manfaat dalam penelitian ini
tertarik untuk mengangkat dapat dikelompokkan menjadi
masalah ini ke dalam penulisan dua, yaitu :
hukum dan meninjau masalah
tersebut dengan memakai 1. Manfaat Teoritis /Akademis
disiplin ilmu hukum yang telah a. Secara teoritis/akademis
penulis peroleh selama ini di dari hasil penelitian ini
Fakultas Hukum Universitas diharapkan dapat
Diponegoro. Oleh karena itu, membantu
penulis dalam penulisan skripsi perkembangan ilmu
ini, memilih judul “Tinjauan pengetahuan dibidang
Yuridis Penetapan Status ilmu hukum, khususnya
Tersangka Sebagai Perluasan pemahaman di bidang
Objek Praperadilan Pasca hukum acara pidana
Putusan Mahkamah mengenai pengaturan
Konstitusi No.21/PUU- perluasan objek
XII/2014. praperadilan yang
terdapat di dalam
Berdasarkan uraian latar
KUHAP pasca Putusan
belakang di atas, maka penulis
Mahkamah Konstitusi
akan memberikan pokok
No.21/PUU-XII/2014.
permasalahan yang hendak
b. Diharapkan dapat
dibahas, diantaranya :
menambah bahan
referensi di bidang karya
1. Bagaimanakah pengaturan
ilmiah serta bahan
Praperadilan menurut
masukan bagi penelitian
KUHAP apabila dikaitkan
sejenis di masa yang
dengan Putusan Mahkamah
akan datang.
Konstitusi No.21/PUU-
c. Untuk memperkaya ilmu
XII/2014?
pengetahuan, menambah
2. Apakah yang menjadi dasar
dan melengkapi
dimasukkannya penetapan
perbendaharaan dan
status tersangka sebagai
koleksi karya ilmiah
objek Praperadilan ? serta memberikan
kontribusi pemikiran
Tujuan dalam penelitian ini tentang permohonan
yaitu untuk mengetahui dan praperadilan dalam hal
menganalisis pengaturan sah tidaknya penetapan
Praperadilan menurut KUHAP
apabila dikaitkan dengan

3
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

status tersangka sebagai menemukan aturan hukum,


objek praperadilan prinsip-prinsip hukum guna
2. Manfaat Praktis menjawab masalah hukum yang
dihadapi. Oleh karena itu, pilihan
Hasil penelitian ini metode yang digunakan dalam
diharapkan dapat bermanfaat penelitian ini adalah penelitian
bagi kebutuhan praktis, baik bagi hukum normatif yang berkaitan
para penegak hukum dalam dengan prinsip-prinsip, aturan
menghadapi perkara pidana perundang-undangan, dan
khususnya dalam perkara pidana putusan hakim yang berlaku
yang diajukan praperadilan mengenai praperadilan.
maupun untuk digunakan sebagai Penelitian yuridis normatif juga
bahan kajian dan pertimbangan digunakan dalam penelitian ini
bagi aparat penegak hukum dikarenakan peneliti akan
dalam mengambil putusan menemukan sampai sejauh mana
terhadap perkara pidana yang di fenomena mengenai perluasan
praperadilankan. Dan untuk lebih objek praperadilan dan hal-hal
mengembangkan penalaran, yang menjadi pertimbangan
membentuk pola pemikiran yang hakim dalam memeriksa dan
dianalisis sekaligus untuk mengadili perkara praperadilan.
mengetahui kemampuan penulis
dalam menerapkan ilmu yang Pendekatan yuridis normatif
diperoleh selama mengikuti dilakukan secara analisis induktif
pendidikan di Fakultas Hukum yang dimulai dari ketentuan-
Universitas Diponegoro ketentuan hukum mengenai
(UNDIP). perluasan objek/materi
praperadilan.
B. Spesifikasi Penelitian
II. METODE
Spesifikasi penelitian yang
A. Metode Pendekatan digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif yaitu riset yang
Metode pendekatan yang menggambarkan peraturan
digunakan dalam penelitian perundang-undangan yang
hukum ini adalah yuridis berlaku dikaitkan dengan teori-
normatif (legal research) yaitu teori hukum dan praktek
suatu penelitian hukum yang pelaksanaan hukum positif yang
dilakukan dengan cara meneliti menyangkut permasalahan diatas.
bahan pustaka2. Selain menggambarkan objek
Pemilihan metode ini yang menjadi permasalahan juga
dikarenakan penelitian hukum menganalisis data yang telah
adalah suatu proses untuk diperoleh dari penelitian dan
menyimpulkan sesuai dengan
2
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, permasalahan.3 Dengan demikian
“Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat”, Jakarta : PT.Raja Grafindo 3
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum,
Persada, 2004, hlm.13 (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), halaman 26.

4
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

penelitian ini dapat undangan5.Bahan hukum primer


menggambarkan, menguraikan yang digunakan dalam penulisan
dan memaparkan hal-hal yang skripsi ini adalah :
berkaitan dengan permasalahan
yang akan diungkapkan sehingga a. Undang-Undang Dasar
akan memberikan penjelasan Negara Republik Indonesia
secara cermat dan menyeluruh 1945
serta sistematis tentang b. Putusan Mahkamah
penetapan status tersangka Konstitusi No.21/PUU-
sebagai perluasan objek XII/2014
praperadilan berdasarkan putusan
Mahkamah Konstitusi c. Undang-undang Nomor 8
No.21/PUU-XII/2014 yang Tahun 1981 Tentang
dikaitkan berdasarkan ketentuan Hukum Acara Pidana
praperadilan yang terdapat pada (KUHAP)
Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana. d. Undang – Undang No. 48
Tahun 2009 Tentang
C. Sumber Data Kekuasaan Kehakiman
Dalam penelitian hukum pada e. Peraturan perundang-
umumnya dibedakan antara data undangan lain yang
yang diperoleh langsung dari berkaitan dengan penelitian
masyarakat dan data yang ini.
diperoleh dari bahan pustaka4.
Data yang diperoleh langsung 2. Bahan hukum sekunder
dari masyarakat dinamakan data
primer (atau data dasar), Bahan hukum sekunder adalah
sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan yang erat
bahan-bahan pustaka dinamakan hubungannya dengan bahan
data sekunder. Dalam penelitian hukum primer dan dapat
hukum ini, karena metode membantu menganalisis dan
pendekatan yang digunakan memahami bahan hukum primer,
adalah metode yuridis seperti rancangan perundang-
normativmaka data yang undangan, hasil karya ilmiah, dan
digunakan adalah data sekunder hasil penelitian6.
yang mencakup: 3. Bahan hukum tersier
1. Bahan hukum primer Bahan hukum tersier adalah
Bahan hukum primer bahan yang memberikan petunjuk
adalah bahan hukum yang maupun penjelasan terhadap
mengikat, terdiri dari bahan-bahan bahan hukum primer dan
hukum dan ketentuan hukum sekunder, diantaranya kamus
positif termasuk perundang- 5
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi
Penelitian Hukum, (Jakarta : Ghalia
4
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op Indonesia, 1982), Halaman 53.
6
Cit, halaman. 12. Loc Cit.

5
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

hukum, kamus bahasa Indonesia, Semua data yang terkumpul


ensiklopedia, menjelajah internet, diedit, diolah, dan disusun secara
dan lain-lain. sistematis untuk selanjutnya
disajikan dalam bentuk tulisan
D. Teknik Pengumpulan Data (skripsi).
Teknik pengumpulan data
yang akan digunakan dalam
penelitian dilakukan dengan cara III. HASIL DAN PEMBAHASAN
melakukan penelusuran studi
A. Praperadilan Menurut
kepustakaan yang berkaitan
Kitab Undang-Undang
dengan peraturan perundang –
Hukum Acara Pidana
undangan yang mengatur tentang
Dikaitkan Dengan
praperadilan. Studi kepustakaan,
Putusan Mahkamah
yaitu berupa pengumpulan data
Konstitusi No. 21/PUU-
sekunder dengan melakukan
XII/2014.
studi kepustakaan. Dalam Sejarah pembentukan
penelitian hukum ini, Penulis
lembaga Praperadilan berasal
mengumpulkan data sekunder
dari adanya hak habeas corpus
yang memiliki hubungan dengan
dalam sistem hukum Anglo
masalah yang diteliti dan
Saxon (common law system),
digolongkan sesuai dengan
yang memberikan jaminan
katalogisasi.
fundamental terhadap hak asasi
E. Metode Analisis Data manusia khususnya hak
kemerdekaan. Habeas Corpus
Setelah proses pengumpulan Act memberikan hak pada
data selesai maka selanjutnya di seorang tersangka atau terdakwa,
identifikasi dan dikelompokan melalui suatu surat perintah
secara sistematis sesuai pengadilan menuntut pejabat
permasalahan yang diteliti. yang melakukan penahanan atas
Selanjutnya akan dianalisis dirinya (polisi ataupun jaksa)
dengan menggunakan metode untuk membuktikan bahwa
analisis kualitatif. Analisis penahanan itu tidak melanggar
kualitatif, merupakan analisis hukum. Hal ini untuk menjamin
yang mendasarkan pada adanya bahwa perampasan ataupun
hubungan antar variabel yang pembatasan kemerdekaan
sedang diteliti. Tujuannya, terhadap tersangka atau
adalah agar peneliti terdakwa itu benar-benar telah
mendapatkan makna hubungan memenuhi ketentuan hukum
variabel-variabel, sehingga dapat yang berlaku maupun jaminan
digunakan untuk menjawab hak asasi manusia.7 Dengan
masalah yang dirumuskan dalam demikian dapat diketahui bahwa
penelitian, Hubungan ini sangat aparat penegak hukum dalam
penting, karena analisis kualitatif menjalankan tugasnya untuk
maka peneliti tidak perlu kepentingan pemeriksaan acara
menggunakan angka-angka
seperti pada analisis kuantitatif. 7
O.C. Kaligis, op.cit.,Hlm. 366

6
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

pidana, oleh undang-undang menyebutkan bahwa


diberikan kewenangan untuk kewenangan Praperadilan hanya
melakukan tindakan-tindakan sebatas sah atau tidaknya
berupa upaya paksa. Upaya penangkapan, penahanan,
paksa tersebut pada prinsipnya penghentian penyidikan atau
merupakan pengurangan- penghentian penuntutan. Serta
pengurangan hak asasi manusia. ganti kerugian dan atau
Sehingga dalam pelaksanaan rehabilitasi bagi seorang yang
upaya paksa harus mentaati perkara pidananya dihentikan
ketentuan yang telah ditetapkan pada tingkat penyidikan atau
oleh peraturan perundang- penuntutan. Sehingga secara
undangan, dengan tujuan agar jelas dapat dikatakan bahwa
seseorang yang disangka atau penetapan status seseorang
didakwa telah melakukan tindak sebagai tersangka bukanlah
pidana mengetahui dengan jelas termasuk dalam kewenangan
hak-hak mereka dan sejauh Praperadilan. Terhadap
mana wewenang dari para keterbatasan kewenangan
petugas penegak hukum yang Praperadilan tersebut pada
akan melaksanakan upaya paksa tanggal 28 April 2015 terdapat
tersebut. Serangkaian upaya Putusan Mahkamah Konstitusi
paksa yang dilakukan oleh No.21/PUU-XII/2014 dalam
penyidik adalah dengan tujuan permohonan pengujian Undang-
untuk memperoleh bukti Undang Nomor 8 Tahun 1981
permulaan yang cukup sehingga tentang Hukum Acara Pidana
dapat menetapkan status terhadap Undang-Undang Dasar
tersangka terhadap seseorang Negara Republik Indonesia
yang patut diduga melakukan Tahun1945 yang diajukan oleh
tindak pidana, namun dalam Bachtiar Abdul Fatah.
prakteknya seringkali terjadi Permasalahan utama pemohon
penyimpangan yang dilakukan adalah pengujian
oleh penyidik dikarenakan konstitusionalitas Pasal 1 angka
keterbatasan kewenangan 2, Pasal 1 angka 14, Pasal 17,
pengawasan yang terdapat dalam Pasal 21 ayat (1), Pasal 77 huruf
KUHAP. Sedangkan dengan a, dan Pasal 156 ayat (2)
menetapkan seseorang sebagai Undang-Undang Nomor 8
tersangka tanpa didasarkan bukti Tahun 1981 tentang Hukum
permulaan yang cukup, apalagi Acara Pidana (Lembaran Negara
terdapat penyimpangan dalam Republik Indonesia Tahun 1981,
prosesnya adalah merupakan Nomor 76, Tambahan Lembaran
sebuah tindakan pelanggaran Negara Republik Indonesia
hak asasi terhadap seseorang. Nomor 3209 selanjutnya disebut
Keterbatasan kewenangan KUHAP).
Praperadilan sebagai sarana Pasal 1 angka 2
pengawasan terhadap tindakan Penyidikan adalah serangkaian
penyidik telah jelas diatur dalam tindakan penyidik dalam hal dan
Pasal 77 KUHAP yang menurut cara yang diatur dalam

7
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

undang-undang ini untuk hal tidak diterima atau hakim


mencari serta mengumpulkan berpendapat hal tersebut baru
bukti yang dengan bukti itu dapat diputus setelah selesai
membuat terang tindak pidana pemeriksaan, maka sidang
yang terjadi dan guna dilanjutkan.
menemukan tersangkanya. Terhadap Undang-Undang Dasar
Pasal 1 angka 14 Negara Republik Indonesia
Tersangka adalah seorang yang Tahun 1945 yaitu :
karena perbuatannya atau Pasal 1 ayat (3)
keadaannya, berdasarkan bukti Negara Indonesia adalah Negara
permulaan patut diduga sebagai hukum.
pelaku tindak pidana. Pasal 28D ayat (1)
Pasal 17 Setiap orang berhak atas
Perintah penangkapan dilakukan pengakuan, jaminan,
terhadap seorang yang diduga perlindungan, dan kepastian
keras melakukan tindak pidana hukum yang adil serta perlakuan
berdasarkan bukti permulaan yang sama di hadapan hukum.
yang cukup. Pasal 28I ayat (5)
Pasal 21 ayat (1) Untuk menegakkan dan
Perintah penahanan atau melindungi hak asasi manusia
penahanan lanjutan dilakukan sesuai dengan prinsip Negara
terhadap seorang tersangka atau hukum yang demokratis, maka
terdakwa yang diduga keras pelaksanaan hak asasi manusia
melakukan tindak pidana dijamin, diatur, dan dituangkan
berdasarkan bukti yang cukup, dalam peraturan perundang-
dalam hal adanya keadaan yang undangan.
menimbulkan kekhawatiran Pasal 28J ayat (2)
bahwa tersangka atau terdakwa Dalam menjalankan hak dan
akan melarikan diri, merusak kebebasannya, setiap orang
atau menghilangkan barang wajib tunduk kepada
bukti dan atau mengulangi pembatasan yang ditetapkan
tindak pidana. dengan undang-undang dengan
Pasal 77 huruf a maksud semata-mata untuk
Pengadilan negeri berwenang menjamin pengakuan serta
untuk memeriksa dan memutus, penghormatan atas hak
sesuai dengan ketentuan yang kebebasan orang lain dan untuk
diatur dalam undang-undang ini memenuhi tuntutan yang adil
tentang : (a) sah atau tidaknya sesuai dengan pertimbangan
penangkapan, penahanan, moral, nilai-nilai agama,
penghentian penyidikan atau keamanan, dan ketertiban umum
penghentian penuntutan. dalam suatu masyarakat
Pasal 156 ayat (2) demokratis.
Jika hakim menyatakan Berdasarkan pengujian
keberatan tersebut diterima, konstitusionalitas yang diajukan
maka perkara itu tidak diperiksa pemohon Bachtiar Abdul Fattah
lebih lanjut, sebaliknya dalam tersebut, Mahkamah Konstitusi

8
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

mengeluarkan putusan tersangka, penggeledahan,


No.21/PUU-XII/2014 yang amar dan penyitaan.
putusannya menyatakan 4. Pasal 77 huruf a KUHAP
mengabulkan permohonan tidak mempunyai kekuatan
pemohon untuk sebagian yaitu : hukum mengikat sepanjang
1. Frasa “bukti permulaan”, tidak dimaknai termasuk
“bukti permulaan yang penetapan tersangka,
cukup”, dan “bukti yang penggeledahan, dan
cukup” sebagaimana penyitaan.8
ditentukan dalam pasal 1 Dengan adanya putusan
angka 14, pasal 17, dan pasal tersebut dapat disimpulkan
21 ayat (1) KUHAP bahwa terdapat dua poin penting
bertentangan dengan Undang- mengenai Praperadilan menurut
Undang Dasar Negara KUHAP apabila dikaitkan
Republik Indonesia Tahun dengan putusan MK
1945 sepanjang tidak No.21/PUU-XII/2014 yaitu :9
dimaknai bahwa “bukti Pertama, mengenai frasa
permulaan”, “bukti “bukti permulaan”, “bukti
permulaan yang cukup”, dan permulaan yang cukup”, dan
“bukti yang cukup” adalah “bukti yang cukup” sebagaimana
minimal dua alat bukti yang ditentukan dalam pasal 1 angka
termuat dalam pasal 184 14, pasal 17, dan pasal 21 ayat
KUHAP. (1) KUHAP harus dimaknai
2. Frasa “bukti permulaan”, minimal dua alat bukti yang
“bukti permulaan yang termuat dalam pasal 184
cukup”, dan “bukti yang KUHAP. hal tersebut
cukup” sebagaimana dikarenakan bahwa KUHAP
ditentukan dalam pasal 1 sebagai hukum formil dalam
angka 14, pasal 17, dan pasal proses peradilan pidana di
21 ayat (1) KUHAP tidak Indonesia telah merumuskan
mempunyai kekuatan hukum sejumlah hak tersangka /
mengikat sepanjang tidak terdakwa sebagai pelindung
dimaknai bahwa “bukti terhadap kemungkinan
permulaan”, “bukti pelanggaran hak asasi manusia.
permulaan yang cukup”, dan Namun demikian, masih terdapat
“bukti yang cukup” adalah beberapa frasa yang memerlukan
minimal dua alat bukti yang penjelasan-penjelasan agar
termuat dalam pasal 184 terpenuhi asas lex certa (tidak
KUHAP. multitafsir) serta asas lex stricta
3. Pasal 77 huuf a KUHAP (ditafsirkan seperti apa yang
bertentengan dengan Undang- dibaca) sebagai asas umum
Undang Negara Republik dalam hukum pidana agar
Indonesia Tahun 1945 melindungi seseorang dari
sepanjang tidak dimaknai
8
termasuk penetapan Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi No.
21/PUU-XII/2014
9
Ibid

9
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

tindakan sewenang-wenang kehadirannya tersebut, tidak


penyelidik maupun penyidik. diperlukan pemeriksaan calon
Khususnya frasa “bukti tersangka.10
permulaan”, “bukti permulaan Tahapan penyidikan berbeda
yang cukup” dan “bukti yang dengan tahapan pemeriksaan
cukup” sebagaimana yang sidang pengadilan, karena yang
ditentukan dalam pasal 1 angka terakhir ini sudah sempurna hasil
14, pasal 17, dan pasal 21ayat pengumpulan barang bukti dan
(1) KUHAP. Ketentuan dalam alat bukti untuk membuktikan
KUHAP tidak memberi dakwaan terhadap seseorang
penjelasan mengenai batasan yang telah menjadi pelaku dalam
jumlah dari frasa “bukti suatu tindak pidana yang
permulaan”, “bukti permulaan diperiksa di sidang pengadilan.
yang cukup” dan “bukti yang “Bukti permulaan”, “bukti
cukup”. Berbeda dengan UU permulaan yang cukup” dan
No.30 Tahun 2002 tentang “bukti yang cukup” dalam hal
Komisi Pemberantasan Tindak ini dimaksudkan sebagai awal
Pidana Korupsi yang mengatur dari suatu penegakan hukum
secara jelas batasan jumlah alat pidana. Oleh sebab itu, pada
bukti, yaitu minimal dua alat tahap penyidikan akan terjadi
bukti, seperti yang ditentukan beberapa kemungkinan simpulan
dalam Pasal 44 ayat (2). Oleh penyidik sebagai berikut :11
karena itu, agar memenuhi asas a. Ditetapkan telah terjadi
kepastian hukum yang adil tindak pidana atau
sebagaimana ditentukan dalam perbuatan tersebut sebagai
pasal 28D ayat (1) UUD NRI perbuatan pidana; dan
1945 serta memenuhi asas lex b. Ditetapkan seseorang
certa dan asas lex stricta dalam sebagai tersangka pelaku
hukum pidana maka frasa “bukti tindak pidana.
permulaan”, “bukti permulaan Jika penyidik menyimpulkan
yang cukup” dan “bukti yang bahwa tidak terjadi tindak
cukup” sebagaimana ditentukan pidana atau perbuatan tersebut
dalam Pasal 1 angka 14, Pasal bukan perbuatan pidana, maka
17, dan Pasal 21 ayat (1) penyidik tidak menetapkan
KUHAP harus ditafsirkan seseorang dinyatakan sebagai
sekurang-kurangnya dua alat tersangka. Terkait dengan alat
bukti yang termuat dalam pasal bukti yang terkait dengan Pasal
184 KUHAP dan disertai dengan 184 KUHAP dihubungkan
pemeriksaan calon tersangkanya, dengan frasa “bukti permulaan”,
kecuali terhadap tindak pidana “bukti permulaan yang cukup”,
yang penetapan tersangkanya dan “bukti yang cukup” dapat
dimungkinkan dilakukan tanpa dijelaskan bahwa intinya bukti
kehadirannya (in absentia). permulaan yang cukup tersebut
Artinya, terhadap tindak pidana
10
yang penetapan tersangkanya Ibid
11
dimungkinkan dilakukan tanpa Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014

10
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

baik dalam kuantitas maupun tidak memiliki check and


kualitas, yakni didasarkan balance system atas tindakan
kepada dua alat bukti penetapan tersangka oleh
(mendasarkan kepada hakim penyidik, karena KUHAP tidak
dalam memutuskan) dan dari mempunyai mekanisme
kedua alat bukti tersebut pengujian atas keabsahan
penyidik berkeyakinan bahwa perolehan alat bukti dan tidak
telah terjadi tindak pidana dan menerapkan prinsip
seseorang sebagai tersangka pengecualian (exclusionary) atas
pelaku tindak pidana tersebut. alat bukti yang diperoleh secara
Jadi penetapan terjadinya tindak tidak sah seperti di Amerika
pidana dan tersangka dibangun Serikat.14
:12 Menurut pendapat Hakim
a. Berdasarkan dua alat bukti Konstitusi I Dewa Gede
dan keyakinan penyidik Palguna, secara implisit ada dua
bahwa telah terjadi tindak kepentingan yang hendak
pidana atau perbuatan dilindungi secara seimbang oleh
tersebut sebagai perbuatan lembaga praperadilan, yaitu
pidana; kepentingan privat maupun
b. Berdasarkan dua alat bukti kepentingan publik. Yang
dan keyakinan penyidik dimaksudkan dengan
bahwa seseorang sebagai kepentingan privat ini adalah
tersangka pelaku tindak kepentingan tersangka dalam
pidana. upaya paksa penangkapan atau
Dengan demikian pengertian penahanan yang dilakukan oleh
pengertian “bukti yang cukup” penyidik, sedangkan
dalam praktik telah dibatasi kepentingan publik merupakan
yaitu berdasarkan dua alat bukti kepentingan masyarakat untuk
ditambah keyakinan penyidik menilai apakah tindakan
yang secara objektif (dapat diuji penghentian penuntutan dan
objektivitasnya) mendasarkan penghentian penyidikan terhadap
kepada dua alat bukti tersebut tersangka telah sesuai ataukah
telah terjadi tindak pidana dan bahkan malah menyimpang dari
seseorang sebagai tersangka ketentuan undang-undang,
pelaku tindak pidana tersebut.13 dalam hal ini UU No. 8 tahun
Kedua, mengenai perluasan 1981 tentang Hukum Acara
objek Praperadilan dalam pasal Pidana. I Dewa Gede Palguna
77 huruf a KUHAP yaitu berpendapat dengan
penetapan tersangka, memasukkan penetapan
penggeledahan, dan penyitaan, tersangka kedalam ruang
termasuk dalam objek lingkup praperadilan berarti
praperadilan. Hal ini membenarkan adanya
dikarenakan bahwa KUHAP ketidakseimbangan perlindungan
kepentingan individu dan
12
Ibid
13 14
Ibid Ibid

11
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

kepentingan publik. Sebab norma baru yang bukan


apabila tersangka kewenangan Mahkamah
mempersoalkan penetapannya Konstitusi melainkan
sebagai tersangka, pihak kewenangan pembentuk
keluarga atau tersangka itu Undang-Undang. Tidak
sendiri yang dapat diwakili oleh diaturnya penetapan tersangka
kuasa hukum dapat memohon sebagai objek praperadilan
penghentian penyidikan (dalam dalam Pasal 77 huruf a KUHAP
hal ini penyidik tidak mengambil tidak menjadikan ketentuan
insiatif sendiri untuk tersebut inkonstitusional. Bahwa
menghentikan penyidikan itu) apabila penetapan tersangka
dan memohon praperadilan. dapat lebih menghormati dan
Sementara itu, jika masyarakat menjaga hak asasi tersangka,
hendak mempersoalkan tindakan maka gagasan demikian dapat
penyidik yang menghentikan saja dimasukkan ke dalam
penyidikan terhadap seorang Undang-Undang oleh
tersangka, satu-satunya jalan pembentuk Undang-Undang
yang tersedia hanyalah sesuai dengan kewenangan yang
15
praperadilan. melekat padanya.16
Sementara itu menurut Dengan demikian, memang
Hakim Konstitusi Aswanto benar telah ada putusan MK
bahwa Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014 yang
memang berwenang untuk menyatakan bahwa penetapan
memberikan penafsiran atas tersangka termasuk salah satu
suatu norma berdasarkan objek yang dapat diperiksa
Undang-Undang Dasar Negara keabsahannya dalam
Republik Indonesia Tahun 1945. praperadilan. Namun, Fakta
Namun, memasukkan penetapan membuktikan bahwa ternyata
tersangka sebagai objek hakim yang berada dalam
praperadilan bukanlah persoalan naungan Mahkamah Agung
penafsiran. Tidak ada kata atau belum tentu melaksanakan
frasa dalam ketentuan Pasal 77 putusan MK. Putusan MK yang
huruf a KUHAP yang dapat bersifat memperluas objek
dimaknai sebagai penetapan praperadilan tidak dapat
tersangka atau termasuk diartikan begitu saja menjadi
penetapan tersangka. Ketentuan kepastian hukum bahwa Pasal 77
dalam Pasal 77 huruf a KUHAP KUHAP telah berubah. Putusan
sudah sangat jelas mengatur apa MK memang bersifat final and
saja yang dapat diuji di forum binding. Maksudnya adalah
praperadilan. Menjadikan bahwa putusan itu mengikat dan
penetapan tersangka sebagai tidak dapat dilakukan upaya
salah satu objek praperadilan hukum lagi (merupakan putusan
yang sebelumnya tidak terdapat akhir). Namun demikian tidak
dalam KUHAP adalah membuat berarti secara otomatis

15 16
Ibid Ibid

12
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

mengubah Hukum Acara Pidana. tersebut. Hal ini juga tidak


Karena perubahan itu hanya terlepas dari sebagian besar pola
dapat dilakukan oleh lembaga pikir hakim Indonesia, yang
resmi yang ditunjuk oleh menurut penulis, lebih patuh dan
Negara, yaitu Presiden dan DPR merasa terikat kepada aturan
yang menjadi keputusan negara. tertulis yang ada di peraturan
Implikasi yang terjadi adalah seperti Undang-undang atau
membuka ruang semua pihak setingkatnya,daripada aturan
yang telah ditetapkan sebagai internal seperti SEMA, sehingga
tersangka dapat mengajukan seharusnya aturan ini diatur
praperadilan.17 Berdasarkan dari dalam peraturan berbentuk
penjabaran di atas, untuk Undang-undang atau
menunjukkan bahwa setingkatnya.18
pelaksanaan tujuan dan fungsi
keberaadaan lembaga B. Dasar Dimasukkannya
praperadilan di pengadilan Penetapan Status Tersangka
negeri agar berjalan dengan baik Sebagai Objek Praperadilan.
maka perlu diadakannya revisi
KUHAP. Seperti diketahui, Berdasarkan pertimbangan
Prolegnas 2015-2019 sudah hukum Putusan MK
memasukkan revisi UU No. 8 No.21/PUU-XII/2014, dapat
Tahun 1981 sebagai salah satu ditarik kesimpulan bahwa dasar
target revisi. Menurut Romli dimasukkannya penetapan status
Atmasasmita, saat membahas tersangka sebagai objek
revisi KUHAP, perluasan objek praperadilan yaitu sebagai
praperadilan perlu dimasukkan. berikut :
Untuk itu, seharusnya masalah 1. Sebagai upaya
ini juga direspon oleh legislatur perlindungan, pemajuan,
(DPR atau pemerintah) dengan penegakan, dan
mengeluarkan Undang-undang pemenuhan Hak Asasi
atau peraturan setingkat Manusia bagi tersangka;
mengenai revisi KUHAP dengan Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD
memasukkan pengujian NRI 1945 menegaskan bahwa
keabsahan penetapan tersangka Indonesia adalah Negara
sebagai salah satu objek hukum. Dalam Negara
praperadilan dalam Pasal 77 hukum, asas due process of
KUHAP, berdasarkan Putusan law sebagai salah satu
MK Nomor 21/PUU-XII/2014. perwujudan pengakuan hak
Pilihan lain adalah dengan cara asasi manusia dalam proses
memasukkan pengaturan- peradilan pidana menjadi asas
pengaturan ini ke dalam yang harus dijunjung tinggi
RKUHAP dan segera oleh semua pihak terutama
mengesahkan RKUHAP bagi lembaga penegak
hukum. Perwujudan
17
Revisi KUHAP Sebaiknya Perluas Objek
penghargaan hak asasi
Praperadilan, http://www.hukumonline.com,
18
diakses pada tanggal 28 November 2015 Ibid

13
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

tersebut terlaksana dengan kontrol terhadap


memberikan posisi yang kemungkinan tindakan
seimbang berdasarkan kaidah sewenang-wenang
hukum yang berlaku, penyidik atau penuntut
termasuk dalam proses umum;
peradilan pidana, khususnya 4. KUHAP tidak memiliki
bagi tersangka, terdakwa chek and balance system
maupun terpidana dalam atas penetapan tersangka
mempertahankan haknya oleh penyidik karena
secara seimbang. Oleh karena KUHAP tidak mengenal
itu, Negara terutama mekanisme pengujian atas
pemerintah, berkewajiban keabsahan perolehan alat
untuk memberikan bukti dan tidak
perlindungan, pemajuan, menerapkan prinsip
penegakan, dan pemenuhan pengecualian
terhadap HAM [vide Pasal (exclusionary) atas alat
28I ayat (4) UUD NRI 1945]. bukti yang diperoleh
KUHAP sebagai hukum secara tidak sah seperti di
formil dalam proses peradilan Amerika Serikat;
pidana di Indonesia telah 5. Hukum Acara Pidana
merumuskan sejumlah hak Indonesia belum
tersangka / terdakwa sebagai menerapkan prinsip due
pelindung terhadap process of law secara utuh;
kemungkinan pelanggaran 6. Penetapan tersangka
hak asasi manusia belum menjadi isu krusial
2. Agar upaya penegakan dan problematik pada saat
hukum dalam hal ini KUHAP diberlakukan
praperadilan harus sesuai pada tahun 1981, Upaya
dengan amanat pancasila paksa pada masa itu secara
dan UUD NRI 1945 yakni konvensional dimaknai
keadilan sosial bagi sebatas pada penangkapan,
seluruh rakyat Indonesia penahanan, penyidikan,
dan melindungi segenap dan penuntutan, namun
rakyat indonesia; pada masa sekarang
3. Sistem yang dianut dalam bentuk upaya paksa telah
KUHAP adalah akusatur mengalami berbagai
yaitu tersangka atau perkembangan atau
terdakwa diposisikan modifikasi yang salah satu
sebagai subjek manusia bentuknya adalah
yang mempunyai harkat, “penetapan tersangka oleh
martabat, dan kedudukan penyidik” yang dilakukan
yang sama di hadapan oleh Negara dalam bentuk
hukum. Dalam rangka pemberian label atau status
melindungi hak tersangka tersangka pada seseorang
atau terdakwa, KUHAP tanpa tanpa adanya batas
memberikan mekanisme waktu yang jelas.

14
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Sehingga seseorang yang terdapat di dalam pasal


tersebut dipaksa oleh 77 huruf a KUHAP.
Negara untuk menerima Perluasan kewenangan
status tersangka tanpa Praperadilan tersebut
tersedianya kesempatan dilakukan oleh Mahkamah
baginya untuk melakukan Konstitusi dikarenakan
upaya hukum untuk walaupun wewenang
menguji legalitas dan praperadilan sebagaimana
kemurnian tujuan dari diatur dalam hukum positif
penetapan tersangka terbatas sebagaimana yang
tersebut. Padahal hukum diatur dalam KUHAP, namun
harus mengadopsi tujuan pada penerapannya
keadilan dan kemanfaatan kewenangan tersebut
secara bersamaan sehingga diperluas terhadap upaya
jika kehidupan sosial paksa lainnya yang dilakukan
semakin kompleks maka oleh penyidik (dalam hal ini
hukum perlu lebih proses penyidikan, seperti
dikonkretkan secara ilmiah penangkapan, penahanan,
dengan menggunakan penyitaan, penggeledahan,
bahasa yang lebih baik dan dan lain-lain telah dilakukan
sempurna (Sidharta, 2013: sesuai dengan undang-
207-214). Dengan kata undang) oleh karena upaya
lain, prinsip kehati-hatian paksa tersebut berkaitan
haruslah dipegang teguh dengan pelanggaran atas hak
oleh penegak hukum asasi manusia, apabila tidak
dalam menetapkan dilakukan secara bertanggung
seseorang menjadi jawab.
tersangka. Perluasan wewenang tersebut
7. Seseorang yang ditetapkan bertujuan untuk menciptakan
sebagai tersangka dijamin dan memberi rasa keadilan dan
haknya untuk kepastian hukum bagi seseorang
mendapatkan pengakuan, yang mengalami tindakan upaya
jaminan, perlindungan, paksa dari aparat penegak
dan kepastian hukum yang hukum. Walaupun lembaga
adil serta perlakuan yang praperadilan telah diatur dalam
sama di hadapan hukum. KUHAP, akan tetapi dalam
Menurut Mahkamah kenyataannya masih saja
Konstitusi dengan terdapat kelemahan-kelemahan
memasukkan penetapan dalam sarana kontrol. Dengan
status tersangka, penyitaan, kelemahan-kelemahan tersebut,
dan penggeledahan sebagai maka perlindungan hak asasi
objek praperadilan. Dengan tersangka akan terabaikan, maka
demikian Putusan MK untuk itu perlu adanya
No.21/PUU-XII/2014 pembaharuan (revisi KUHAP)
tersebut telah memperluas terhadap lembaga praperadilan.
cakupan objek praperadilan

15
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

IV. KESIMPULAN mendasarkan kepada dua alat


bukti tersebut telah terjadi
Bertolak dari hasil penelitian tindak pidana dan seseorang
dan pembahasan, dapat diambil sebagai tersangka pelaku
kesimpulan sebagai berikut : tindak pidana tersebut.
1. Praperadilan menurut Kedua, mengenai objek
KUHAP dikaitkan dengan Praperadilan dalam Pasal 77
Putusan Mahkamah huruf a KUHAP, Mahkmah
Konstitusi No. 21/PUU- Konstitusi melalui
XII/2014, dapat disimpulkan putusannya No.21/PUU-
bahwa terdapat dua poin XII/2014 menyebutkan
penting perubahan bahwa Pasal 77 huuf a
pengaturan Praperadilan KUHAP bertentengan dengan
dalam KUHAP setelah Undang-Undang Negara
adanya putusan MK Republik Indonesia Tahun
No.21/PUU-XII/2014 yaitu : 1945 dan tidak memiliki
Pertama, mengenai frasa kekuatan hukum mengikat
“bukti permulaan”, “bukti sepanjang tidak dimaknai
permulaan yang cukup”, dan termasuk penetapan
“bukti yang cukup” tersangka, penggeledahan,
sebagaimana ditentukan dan penyitaan. Sehingga
dalam pasal 1 angka 14, pasal dengan adanya putusan MK
17, dan pasal 21 ayat (1) No.21/PUU-XII/2014
KUHAP harus dimaknai tersebut telah terjadi
minimal dua alat bukti yang perluasan objek Praperadilan
termuat dalam pasal 184 pada Pasal 77 huruf a
KUHAP. Jadi penetapan KUHAP yakni objek
terjadinya tindak pidana dan kewenangan Praperadilan
tersangka dibangun : ditambah termasuk penetapan
a. Berdasarkan dua alat bukti tersangka, penggeledahan dan
dan keyakinan penyidik penyitaan.
bahwa telah terjadi tindak 2. Dasar dimasukkannya
pidana atau perbuatan penetapan status tersangka
tersebut sebagai perbuatan sebagai objek Praperadilan,
pidana; terdapat tujuh poin dasar
b. Berdasarkan dua alat bukti berdasarkan pertimbangan
dan keyakinan penyidik hukum Putusan MK
bahwa seseorang sebagai No.21/PUU-XII/2014 yaitu
tersangka pelaku tindak sebagai berikut :
pidana. a. Sebagai upaya
Dengan demikian pengertian perlindungan, pemajuan,
“bukti yang cukup” dalam penegakan, dan
praktik telah dibatasi yaitu pemenuhan Hak Asasi
berdasarkan dua alat bukti Manusia bagi tersangka;
ditambah keyakinan penyidik b. Agar upaya penegakan
yang secara objektif (dapat hukum dalam hal ini
diuji objektivitasnya)

16
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

praperadilan harus sesuai Praperadilan, tidak dapat


dengan amanat pancasila diartikan begitu saja
dan UUD NRI 1945 yakni menjadi kepastian hukum
keadilan sosial bagi bahwa Pasal 77 KUHAP
seluruh rakyat Indonesia telah berubah. Walaupun
dan melindungi segenap putusan MK bersifat final
rakyat indonesia; and binding namun
c. Sistem yang dianut dalam demikian tidak berarti
KUHAP adalah akusatur secara otomatis
serta sebagai mekanisme mengubah Hukum Acara
kontrol terhadap Pidana. Oleh karena itu
kemungkinan tindakan perlu diadakannya revisi
sewenang-wenang KUHAP. pilihan lain
penyidik atau penuntut adalah dengan cara
umum; memasukkan pengaturan
d. KUHAP tidak memiliki mengenai perluasan objek
chek and balance system Praperadilan ke dalam
atas penetapan tersangka RKUHAPdan segera
oleh penyidik; mengesahkan RKUHAP
e. Hukum Acara Pidana karena perubahan itu
Indonesia belum hanya dapat dilakukan
menerapkan prinsip due oleh lembaga resmi yaitu
process of law secara utuh; Presiden dan DPR.
f. Penetapan tersangka 2. Diperlukan peran serta
belum menjadi isu krusial masyarakat, aparat
dan problematik pada saat penegak hukum, dan
KUHAP diberlakukan pemerintah terutama DPR
pada tahun 1981, sehingga untuk membantu
perlu adanya revisi melaksanakan fungsi
KUHAP; dan praperadilan berupa
g. Seseorang yang ditetapkan pengawasan terhadap
sebagai tersangka dijamin tindakan atau upaya –
haknya untuk upaya paksa agar tidak
mendapatkan pengakuan, terjadi pelanggaran
jaminan, perlindungan, terhadap hak – hak asasi
dan kepastian hukum yang manusia.
adil serta perlakuan yang 3. Untuk mencegah sebagian
sama di hadapan hukum. besar pola pikir hakim
Indonesia yang menurut
Berdasarkan dari kesimpulan penulis lebih patuh dan
di atas, maka saran yang perlu merasa terikat kepada
diperhatikan, antara lain : aturan tertulis seperti
1. Mengenai Putusan MK Undang-Undang atau
No.21/PUU-XII/2014 setingkatnya daripada
yang menyatakan aturan internal seperti
memperluas objek SEMA, sehingga

17
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

seharusnya aturan M. Yahya Harahap, 2000,


mengenai perluasan objek Pembahasan
Praperadilan ini dapat Permasalahan dan
diatur dalam peraturan Penerapan KUHAP,
berbentuk Undang- Pemeriksaan Sidang
Undang atau Pengadilan, Banding,
setingkatnya. Kasasi dan peninjauan
Kembali, Jakarta : Sinar
V. DAFTAR PUSTAKA Grafika.
Otto Cornelis Kaligis dkk, 2000,
Buku : Praktek Praperadilan
Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Dari Waktu Ke Waktu,
Pidana Indonesia, Jakarta : Otto Cornelis
Jakarta : Sinar Grafika. Kaligis & Associates.
Bambang Poernomo, 1982, Pokok- ________, 2006, Perlindungan
Pokok Hukum Acara Hukum Atas Hak Asasi
Pidana Dan Beberapa Tersangka, Terdakwa,
Harapan Dalam dan Terpidana, Bandung
Pelaksanaan Kitab : Alumni
Undang-Undang Hukum Ratna Nurul Afifah, 1986,
Acara Pidana, Praperadilan dan Ruang
Yogyakarta : Liberty. Lingkupnya, Jakarta : CV
Barda Nawawi Arief, 2008, Bunga Akademika Pressindo.
Rampai Kebijakan Ronny Hanitijo Soemitro, 1982,
Hukum Pidana, Jakarta : Metodologi Penelitian Hukum,
PT.Kencana. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Burhan Ashofa, 2001, Metode
Penelitian Hukum, ________, 1990, Metodelogi
Jakarta : Rineka Cipta. Penelitian Hukum dan
C.Djisman Samosir, 1986, Hukum Jurimetri, Jakarta :
Acara Pidana Dalam Ghalia Indonesia.
Perbandingan, Bandung
: Binacipta. R. Soeparmono, 2003, Praperadilan
dan Penggabungan
HMA Kuffal, 2010, Penerapan Perkara Ganti Kerugian
KUHAP dalam Praktik Dalam KUHAP,
Hukum, Malang : UMM Bandung : Mandar Maju.
Press.
J.C.T. Simorangkir, dkk, 1983, Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
Kamus Hukum, Jakarta : 2004, Penelitian Hukum
Aksara Baru. Normatif Suatu Tinjauan
Leden Marpaung, 2009, Proses Singkat, Jakarta. PT.Raja
Penanganan Perkara Grafindo Persada
Pidana (Penyelidikan
dan Penyidikan), Jakarta ________, 1986. “Pengantar
: Sinar Grafika Penelitian Hukum”, Jakarta :
Universitas Indoesia.

18
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

http://www.antaranews.com/b
Zainuddin Ali. 2010, Metode erita/484382, diakses pada
Penelitian Hukum , Jakarta : Sinar tanggal 3 desember 2015
Grafika.
Peraturan Perundang-Undangan :
1. Undang-Undang Dasar NRI
Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang KUHAP
3. Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman
4. Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak
Pidana korupsi sebagaimana
telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
5. Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1946 tentang KUHP
6. Peraturan Kapolri No.14
Tahun 2012
7. Putusan MK Nomor 21/PP-
XII/2014

Internet-Website :
Revisi KUHAP Sebaiknya Perluas
Objek
Praperadilan,http://www.huk
umonline.com, diakses pada
tanggal 28 November 2015
Praperadilan Atas Sah Tidaknya
Penetapan Tersangka
(Perjudian Hukum yang
diterbiarkan), dalam
https://kanggurumalas.wordpr
ess.com, diakses pada tanggal
3 desember 2015
Sumarwoto, Hakim PN Purwokerto
tolak praperadilan kasus
korupsi, dalam

19

Anda mungkin juga menyukai