Anda di halaman 1dari 35

Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan

Dan Pembangunan Daerah

BAB VI
PERKEMBANGAN
PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN DAN
PEMBANGUNAN DAERAH

Tujuan nasional dari pembentukan pemerintahan adalah melindungi


segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia. Kemerdekaan yang telah diraih harus
dijaga dan diisi dengan pembangunan yang berkeadilan dan demokratis
serta dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan. Salah satu
kebijakan lain yang diambil oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan
cita-cita dan tujuan nasional tersebut adalah dengan melaksanakan
desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan di daerah, komponen desentralisasi tersebut harus
diaktualisasikan secara bersama-sama dan satu dengan lainnya harus
saling mendukung. Tujuan dari pelaksanaan desentralisasi adalah untuk
memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses
pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis. Sebagai sebuah
proses, pelaksanaan desentralisasi di Indonesia bersifat dinamis dan
telah dilakukan sejak tahun 2001. Bab VI dalam Buku Pegangan 2009 ini
mencoba menelaah kembali perkembangan penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah yang telah dilaksanakan
selama ini yang meliputi: perkembangan pencapaian kelembagaan
pemerintah daerah, aparatur pemerintah daerah, kerjasama antar
daerah, dan pembentukan daerah otonom baru. Selain itu pada bab ini
pun akan dibahas mengenai garis besar pencapaian pembangunan
daerah yang dilihat dari sudut pandang pelaksanaan penataan ruang
wilayah, perkembangan pembangunan kawasan khusus dan daerah
tertinggal, dan perkembangan pembangunan perkotaan dan perdesaan.

VI - 2
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

6.1. Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan


Daerah

6.1.1 Perkembangan Kelembagaan Pemerintah Daerah

Kelembagaan Pemerintah Daerah merupakan elemen dasar dalam


penyelenggaraan pemerintahan di suatu daerah, selain elemen urusan
pemerintahan dan kapasitas aparatur pemerintah daerah itu sendiri.
Pengaturan terhadap kelembagaan atau sering disebut dengan Organisasi
Perangkat Daerah (OPD), telah diatur dan ditetapkan berdasarkan PP No.
84 Tahun 2000, yang diganti dengan PP No. 8 Tahun 2003, dan kemudian
direvisi menjadi PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah. Dalam PP No. 41 Tahun 2007 tersebut, disebutkan bahwa
pelaksanaan peraturan perundangan ini diharapkan dapat selesai dalam
waktu 1 tahun sejak ditetapkan. Akhir tahun 2008 merupakan batas waktu
bagi pemerintah daerah untuk menetapkan Peraturan Daerah mengenai
Organisasi Perangkat Daerah berdasarkan PP No. 41 Tahun 2007.

Baru 15 provinsi Sampai saat ini baru 15 provinsi, 120 kabupaten dan 25 kota yang
(45%), 120 telah melaporkan Perda Organisasi Perangkat Daerahnya kepada Depdagri,
kabupaten dan 25
atau hanya sebesar 45% provinsi dan 30% kabupaten/kota. Informasi
kota (30%) yang
telah melaporkan lengkap daerah-daerah yang telah melaporkan pelaksanaan PP No. 41
Perda Organisasi Tahun 2007 di daerahnya masing-masing dapat dilihat pada Tabel B.1 di
Perangkat Daerah lampiran B Buku Pegangan 2009 ini.

Tabel tersebut menunjukkan bahwa pencapaian pelaksanaan PP


No. 41 Tahun 2007 oleh Pemerintah Daerah baru mencapai 31% dari
seluruh wilayah di Indonesia. Dari 160 wilayah (provinsi, kabupaten dan
kota), 17,5% diantaranya telah melaksanakan pada tahun 2007, dan
sebanyak 82,5%, melaksanakan PP tersebut pada tahun 2008. Sisanya,
masih terdapat 18 provinsi, 267 kabupaten dan 71 kota yang belum
melaksanakan PP tersebut, atau setidaknya belum melaporkan Perda
Organisasi Perangkat Daerah mereka berdasarkan PP No. 41 Tahun 2007.
Oleh karenanya Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota yang belum
melaksanakan PP dimaksud agar segera melaksanakan dan
melaporkannya.

Selanjutnya terdapat beberapa peraturan mengenai kelembagaan


pemerintah daerah (baik struktural maupun non struktural), yang
mengamanatkan tiap daerah untuk membentuk suatu instansi daerah
dengan nomenklatur tertentu untuk menjalankan urusan pemerintahan
yang didelegasikan oleh kementerian lembaga terkait. antara lain:

VI - 3
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

1. UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,


Perikanan, Dan Kehutanan, mengamanatkan pembentukan
kelembagaan penyuluhan pemerintah, dengan ketentuan (pasal 8):
a. pada tingkat pusat berbentuk badan yang menangani penyuluhan;
b. pada tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan;
c. pada tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana
penyuluhan; dan
d. pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan.

2. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang


mengatur mengenai Komisi Informasi, yang terdiri atas Komisi
Informasi Pusat, Komisi Informasi Provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi
Informasi Kabupaten/kota, dengan ketentuan (pasal 24):
a. Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara.
b. Komisi Informasi Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan
c. Komisi Informasi Kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota
kabupaten/kota.

Beberapa kewajiban pokok yang harus dilakukan oleh pemerintah


daerah sebagai konsekuensi dari disahkannya UU/14 2008 tersebut
dalam rangka memperkuat kelembagaan daerah adalah perlunya
segera menyusun rencana strategis dan rencana aksi sebagai
perangkat kesiapan internal lembaga untuk dapat memenuhi tuntutan
publik atas informasi. Rencana-rencana tersebut antara lain:
1. Rencana jangka menengah: mengembangkan budaya
pendokumentasian bagi seluruh unit kerja di daerah.
2. Rencana jangka pendek: mengklasifikasi jenis informasi yang dapat
dibuka untuk publik sesuai Undang-undang dan mengembangkan
pusat-pusat layanan informasi publik, data center dan
meningkatkan kualitas layanannya.

3. UU No. 3 Tahun 2005, tentang Sistem Keolahragaan Nasional,


mengatur mengenai penyelenggaraan keolahragaan sebagai berikut
(Pasal 14):
a. Dalam melaksanakan tugas, Pemerintah dapat melimpahkan
sebagian kewenangannya kepada pemerintah daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
b. Dalam melaksanakan tugas, pemerintah daerah membentuk
sebuah dinas yang menangani bidang keolahragaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

4. Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika


Nasional, Badan Narkotika Provinsi, Dan Badan Narkotika
Kabupaten/Kota, mengatur mengenai:

VI - 4
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

a. (Pasal 15) à Badan Narkotika Provinsi yang selanjutnya disebut


BNP adalah lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah
dan bertanggung jawab langsung kepada Gubernur
b. (Pasal 23) à Badan Narkotika Kabupaten/Kota yang selanjutnya
dalam Peraturan Presiden ini disebut BNK/Kota adalah lembaga
nonstruktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Bupati/Walikota.

5. UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, mengatur


mengenai Badan Penanggulangan Bencana Daerah, sebagai berikut
(Pasal 18)
a. Pemerintah daerah membentuk badan penanggulangan bencana
daerah.
b. Badan penanggulangan bencana daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
i. badan pada tingkat provinsi dipimpin oleh seorang pejabat
setingkat di bawah gubernur atau setingkat eselon Ib; dan
ii. badan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh seorang
pejabat setingkat di bawah bupati/walikota atau setingkat
eselon IIa.

Sistem pelayanan Salah satu bentuk kelembagaan pemerintah daerah yang sedang
terpadu satu pintu ditingkatkan terkait pelayanan publik adalah pelayanan terpadu satu pintu.
dikembangkan Sistem pelayanan ini dikembangkan dalam rangka mendorong
dalam rangka
mendorong
pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi, sesuai Instruksi
pertumbuhan Presiden No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim
ekonomi melalui Investasi. Tingginya tingkat kesulitan masyarakat dalam
peningkatan mengurus/memperoleh dokumen perijinan maupun non perijinan dari
investasi pemerintah, disinyalir terkait dengan panjangnya rantai birokrasi dan
banyaknya instansi yang bertanggung jawab terhadap hal tersebut. Oleh
karena itu, peningkatan iklim investasi diusahakan melalui pemangkasan
rantai birokrasi pelayanan publik, yang juga diaplikasikan pada pelayanan
dokumen non perijinan.

Bentuk pelayanan terpadu satu pintu (penyederhanaan pelayanan)


yang diarahkan oleh Pemerintah untuk dilaksanakan di daerah adalah
pembentukan Perangkat Daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (PPTSP), yang memiliki:
i. loket/ruang pengajuan permohonan dan informasi;
ii. tempat/ruang pemrosesan berkas;
iii. tempat/ruang pembayaran;
iv. tempat/ruang penyerahan dokumen; dan
v. tempat/ruang penanganan pengaduan, sebagai sarana dan
prasarana pendukung mekanisme pelayanan.

VI - 5
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

Terkait dengan hal tersebut, beberapa wilayah di Indonesia telah


melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu dengan berbagai macam
bentuk kelembagaan, yaitu kantor, badan dan unit pelayanan. Daerah-
daerah yang telah menyusun PPTSP disajikan pada Tabel B.2 di lampiran B
Buku Pegangan 2009 ini.

Permasalahan mendasar dalam program peningkatan kapasitas Permasalahan


kelembagaan Pemda adalah masih belum optimalnya proses penerapan mendasar dalam
program
SPM (Standar Pelayanan Minimal) sampai saat ini, sesuai dengan amanat
peningkatan
dari PP Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan kapasitas
Penerapan SPM. Penetapan SPM dalam rangka menyediakan pelayanan kelembagaan Pemda
kepada masyarakat, khususnya pelayanan yang bersifat wajib, minimal adalah masih belum
Pemerintah Daerah (kabupaten/kota atau provinsi) harus mengacu optimalnya proses
penerapan SPM
kepada SPM yang disusun oleh Pemerintah. Untuk itu setiap pemerintah
daerah diwajibkan menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat
target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu
pencapaian SPM. Sampai Awal Januari 2009, terdapat 3 (tiga) SPM yang
secara resmi diterbitkan oleh Pemerintah, dintaranya:
1. Departemen Kesehatan telah menerbitkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang SPM Bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota. Sedangkan, SPM Rumah Sakit masih
dalam proses finalisasi.
2. Kementerian Negara Lingkungan Hidup telah menerbitkan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No 197 tahun 2004 tentang SPM
Bidang Lingkungan Hidup di daerah kabupaten dan daerah kota.
3. Departemen Sosial telah menerbitkan Peraturan Menteri Sosial RI No.
129 / HUK / 2008 tentang SPM Bidang Sosial Daerah Provinsi dan
Daerah Kabupaten/Kota.

Beberapa langkah yang sudah dilakukan Pemerintah dalam rangka


pelaksanaan penerapan SPM antara lain :
1. Penerbitan Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM,
termasuk Pengembangan Instrumen Analisis Rencana dan
Penganggaran Pencapaian SPM berdasarkan Analisis Kemampuan dan
Potensi Daerah sebagai alat bantu Pemerintah Daerah dalam mengkaji
kemampuannya dan menyusun rencana pencapaian SPM.
2. Penerbitan Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian SPM. Dalam
menyusun rencana pencapaian SPM, Pemerintah Daerah wajib
menetapkan skala prioritas yang disesuaikan dengan kemampuan dan
potensi daerah. Beberapa metode yang kita kenal dapat digunakan
untuk menentukan skala prioritas salah satunya adalah metode
analisis SWOT (Kekuatan/Strength, Kelemahan/Weaknesses,
Peluang/Opportunities dan Ancaman/Threats).
3. Penetapan prioritas dalam SPM khususnya bidang kesehatan,
pendidikan dan prasarana dasar oleh Dewan Pertimbangan Otonomi
VI - 6
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

Daerah (DPOD). Hal ini diarahkan dalam upaya meningkatkan


penggunaan indeks pembangunan manusia (human development
index) sebagai indikator kemajuan pembangunan di suatu daerah,
dengan cara menyusun indikator SPM sejalan dengan Millenium
Development Goals (MDGs), dan mengumpulkan data yang telah
dikoordinasikan dengan instansi terkait (kantor statistik, dinas terkait)
sebagai input perhitungan indikator SPM
4. Pengembangan Modul Pelatihan untuk Pelatihan Penyusunan dan
penerapan SPM di tingkat Pemerintah Pusat dan Daerah. Modul
tersebut akan berguna sebagai bahan (materi khusus) bagi
peningkatan pengetahuan aparat pemerintah dalam memahami SPM
secara lebih baik
5. Pengembangan instrumen Monitoring dan Evaluasi Penerapan
Standar Pelayanan Minimal Pemerintah Propinsi dan
Kabupaten/Kota. Hal ini diperlukan untuk mengawasi dan
mengevaluasi jaminan pelayanan minimum yang telah direncanakan
untuk diberikan, SPM yang sudah dicapai, dan mengantisipasi
persoalan-persoalan berkenaan dengan SPM.

SPM dapat dijadikan Pelaksanaan SPM secara luas menghadapi beberapa tantangan
alat untuk mengukur yaitu: (1) kompleksitas dalam merancang dan menyusun indikator di
kinerja pemerintah
daerah dalam
dalam SPM; (2) ketersediaan dan kemampuan penganggaran yang relatif
memberikan terbatas; (3) perlu melakukan proses konsultasi publik dalam menentukan
pelayanan publik norma dan standar tertentu yang disepakati bersama untuk menghindari
dan meningkatkan adanya perbedaan persepsi di dalam memberikan pelayanan publik sesuai
akuntabilitas SPM. Pelaksanaan SPM ke depan diharapkan mampu meningkatkan
Pemerintahan
Daerah terhadap
pelayanan dasar Pemerintah Daerah kepada masyarakat dengan lebih baik.
masyarakat SPM juga diarahkan untuk meningkatkan kualitas perimbangan keuangan
dan/atau bantuan lain dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah
menjadi lebih adil dan transparan. Dalam proses penentuan anggaran
kinerja berbasis manajemen kinerja, SPM dapat dijadikan dasar dalam
alokasi anggaran daerah dengan tujuan yang lebih terukur. SPM dapat
menjadi alat untuk meningkatkan akuntabilitas Pemerintahan Daerah
terhadap masyarakat. Sebaliknya, masyarakat dapat mengukur
sejauhmana Pemerintahan Daerah dapat memenuhi kewajibannya dalam
menyediakan pelayanan publik.

6.1.2 Perkembangan Aparatur Pemerintah Daerah

Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,


terdapat ketentuan mengenai kepegawaian daerah, yaitu sebanyak 7
pasal dalam Bab V. Kepegawaian daerah yang dimaksud adalah pegawai
negeri sipil daerah, dimana penyelenggaraan manajemen kepegawaian
daerah merupakan satu kesatuan dengan pegawai negeri sipil secara
nasional. Terkait dengan fungsi pengelolaan kepegawaian tersebut, lebih
VI - 7
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

lanjut UU No. 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan


manajemen kepegawaian daerah meliputi (Pasal 129 ayat 2):
1. Penetapan Formasi
2. Pengadaan, Pengangkatan, Pemindahan, Pemberhentian Pegawai
3. Penetapan Pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan hak dan
kewajiban, kedudukan hukum
4. Pengembangan Kompetensi
5. Pengendalian Jumlah Pegawai

Wilayah pemerintahan di Indonesia terdiri dari wilayah Provinsi, Penduduk Indonesia


Kabupaten, dan Kota yang masing-masing memiliki karakteristik khusus, terkonsentrasi di
terkait dengan elemen dasar pemerintahan daerah, khususnya personel. Pulau Jawa-Bali,
Dengan pola
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, disebutkan bahwa Pemerintah persebaran aparatur
Provinsi memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus segala pemerintah daerah
kewenangan pemerintahan dalam skala lintas kabupaten/kota, dan dalam yang mengikuti
posisinya sebagai Gubernur yang juga menjadi wakil Pemerintah, memiliki beban pelayanan
kewenangan untuk mengatur dan mengurus segala kewenangan umum yang tidak
didasarkan pada
pemerintahan dalam upaya memperpendek rentang kendali pelaksanaan jumlah penduduk
tugas dan fungsi Pemerintah. Tugas tambahan tersebut kemungkinan saja, tetapi tidak
mempengaruhi kondisi jumlah aparatur pemerintah Provinsi. Namun, mengikuti rentang
dilihat dari tugas dan fungsi pelayanan umum langsung kepada kendali atau
masyarakat, maka Kabupaten/Kota memiliki tugas yang lebih teknis dan jangkauan
pelayanannya (luas
perlu didukung oleh jumlah aparatur yang sebanding dengan beban dan wilayah)
jangkauan pelayanannya (jumlah penduduk dan luas wilayah). Tidak
seperti kondisi sekarang ini dimana konsentrasi penduduk terkonsentrasi
di Pulau Jawa-Bali, maka pola persebaran aparatur pemerintah daerah di
Indonesia juga mengikuti beban pelayanan umum yang didasarkan pada
jumlah penduduk saja, tetapi tidak mengikuti rentang kendali atau
jangkauan pelayanannya (luas wilayah) sehingga perlu adanya
penyesuaian kembali penataan aparatur pemerintah daerah yang
mempertimbangkan lokasi geografis daerah sebagai variabel pengaruh
bagi pengembangan kapasitas pemerintahan daerah.

6.1.3 Kerjasama Antar Daerah

Kerjasama antar Pemerintah Daerah merupakan bentuk Upaya


kesepakatan antara gubernur dengan gubernur; atau gubernur dengan meningkatkan
kemandirian daerah
bupati/wali kota; atau antara bupati/wali kota dengan bupati/wali kota dalam
yang lain, dan atau gubernur, bupati/wali kota dengan pihak ketiga, yang penyelenggaraan
dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban. Kerjasama pembangunan di era
antar Pemerintah Daerah ini semakin didorong dalam era desentralisasi desentralisasi ini,
terkait dengan usaha meningkatkan kemandirian daerah dalam Pemerintah
mendorong upaya-
penyelenggaraan pembangunan. Terkait dengan tujuan desentralisasi dan upaya Kerjasama
otonomi daerah dalam rangka peningkatan pelayanan publik, maka saat antar Pemerintah
ini kerjasama antar Pemerintah Daerah juga didorong untuk mencakup Daerah
VI - 8
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

sektor pelayanan publik, yang selama ini masih cenderung dipisahkan


berdasarkan batas administrasi wilayah.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam


pengembangan kerjasama antar Pemerintah Daerah di Indonesia. Hal-hal
tersebut diatur dalam PP No. 50 Tahun 2007, yang menjadi pedoman
daerah dalam bekerja sama dan mengembangkan potensi daerahnya.
Poin-poin kerjasama antar Pemerintah Daerah yang perlu disepakati antar
subyek kerjasama (kepala daerah dan/atau pihak ketiga), meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1. Subjek kerja sama;
2. Objek kerja sama;
3. Ruang lingkup kerja sama;
4. Hak dan kewajiban para pihak;
5. Jangka waktu kerja sama;
6. Pengakhiran kerja sama;
7. Keadaan memaksa; dan
8. Penyelesaian perselisihan.

Kesepakatan tersebut harus dituangkan dalam surat perjanjian


kerjasama (dapat dalam berbagai bentuk : Kesepakatan Bersama,
Perjanjian Bersama, dan lain-lain), yang perlu mendapatkan persetujuan
dari DPRD. Namun, jika kegiatan yang akan dikerjasamakan tersebut telah
tercakup dalam APBD (telah dianggarkan), maka kerjasama tersebut dapat
dilakukan tanpa melewati proses persetujuan Dewan.

6.1.4 Daerah Otonom Baru

Penataan DOB Sejak diberlakukannya UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999, yang
sampai saat ini kemudian diganti dengan UU No. 32 dan No. 33 Tahun 2004, Indonesia
masih sangat identik mulai mencoba satu bentuk penyelenggaraan pemerintahan baru yang
dengan pemekaran
memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintahan daerah. Oleh
wilayah, belum ada
upaya-upaya yang karena itu, penataan Daerah Otonom Baru (DOB) menjadi salah satu isu
mengarah pada penting, yang sampai tahun 2008 masih menjadi fokus Pemerintah.
penghapusan dan Penataan DOB sampai saat ini masih sangat identik dengan pemekaran
penggabungan wilayah, belum ada yang mengarah pada penghapusan dan penggabungan
wilayah seperti
wilayah seperti diatur dalam PP 129 tahun 2000 tentang Persyaratan
diatur dalam PP 129
Tahun 2000 Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan
Daerah yang kemudian diganti dengan PP 78 tahun 2007 tentang Tata
Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

Pembentukan DOB sejak tahun 1999 sampai 2008 menunjukkan


perkembangan yang cukup signifikan, karena jumlah Provinsi di Indonesia
meningkat sebesar 21%, jumlah Kabupaten meningkat sebesar 41%, dan
jumlah Kota meningkat sebesar 37%. Selanjutnya, perkembangan
VI - 9
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

pembentukan daerah otonom baru sejak tahun 1999 sampai tahun 2009
dapat dilihat pada gambar 6.1 berikut.

Gambar 6.1. Perkembangan DOB Tahun 1999-2009

Perkembangan Daerah Otonom Baru (DOB) 1999 - 2009

250

203 205
200
173

147 148 148 148


150
Jumlah

98
100

60
45 48 49
50 38
25 30
45
12
3 1 0 2
0
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun

Jumlah Kumulatif

Sumber : Depdagri, 2008

Peningkatan tersebut sangat mempengaruhi penyelenggaraan Grand Design


pemerintahan di Indonesia, khususnya pemerintahan daerah, mengingat disusun untuk
tujuan penyelenggaraan otonomi daerah seluas-luasnya adalah untuk: (1) menjawab berapa
jumlah ideal
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (2) pelayanan umum, (3) daya
provinsi, kabupaten
saing daerah. Untuk itu, sedang disusun Grand Design Penataan Otonomi dan kota di
Daerah, untuk menjawab berapa jumlah ideal Provinsi, Kabupaten, dan Indonesia.
Kota di Indonesia untuk dapat menjalankan pemerintahannya dengan
efektif dan efisien. Keberagaman wilayah administrasi DOB merupakan
salah satu kondisi yang perlu diperhatikan, disamping isu lain yang
bermunculan.

Selama pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah,


pemekaran wilayah yang terpantau oleh Pemerintah adalah pemekaran
Provinsi, Kabupaten dan Kota, karena penetapannya harus melalui
Undang-undang. Di sisi lain, pembentukan kecamatan, kelurahan dan desa
hanya ditetapkan melalui peraturan daerah, sehingga belum dapat
terpantau secara terkini oleh Pemerintah, mengingat belum adanya
suatu sistem pelaporan atau pencatatan peraturan daerah yang kontinyu
di tingkat pusat. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh Departemen
Dalam Negeri selama 6 bulan (Juli 2007 – Januari 2008), diketahui bahwa
telah terbentuk 106 kecamatan, 177 kelurahan dan 399 desa.
VI - 10
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

Pembentukan wilayah administrasi tersebut terkait dengan adanya


pemekaran wilayah kabupaten/kota yang mensyaratkan beberapa
persyaratan teknis seperti yang terangkum dalam skema berikut.

Gambar 6.2. Skema Pembentukan Kecamatan, Kelurahan dan Desa

Sumber : Bappenas, 2008

Tingginya tingkat Jika dihitung secara rata-rata dari kecenderungan pemekaran


pemekaran kecamatan, kelurahan dan desa pada kurun waktu Juli 2007 sampai
kecamatan,
Januari 2008 di atas, maka dapat diasumsikan bahwa tiap bulannya
kelurahan dan desa
di Indonesia terbentuk 18 kecamatan, 30 kelurahan dan 67 desa di Indonesia. Wilayah
berpotensi menjadi yang terbentuk tersebut menjadi cikal bakal bagi pemekaran wilayah yang
cikal bakal bagi lebih besar, yaitu kabupaten, kota, maupun provinsi, sehingga perlu
pemekaran wilayah mendapat perhatian khusus. Persyaratan cakupan wilayah DOB yang
yang lebih besar,
diatur dalam PP No. 78 Tahun 2007 dapat dipenuhi melalui pemekaran
yaitu kabupaten,
kota, maupun wilayah kecamatan, yang secara tidak langsung juga akan mendorong
provinsi pemekaran kelurahan dan desa. Walaupun dalam ketentuannya, masih
terdapat persyaratan lain, misalnya jumlah penduduk, luas wilayah,
tingkat perekonomian, pelayanan publik serta sarana dan prasarana,
namun pemekaran wilayah yang lebih kecil ini masih merupakan isu yang
perlu ditindaklanjuti, terutama terkait dengan pengendaliannya.

VI - 11
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

6.2. Perkembangan Pelaksanaan Pembangunan


Daerah

6.2.1 Perkembangan Pelaksanaan Penataan Ruang Wilayah

Penataan ruang memiliki peranan penting sebagai instrumen Tata ruang


spasial dalam pembangunan. Tata ruang diharapkan menjadi pendorong diharapkan menjadi
untuk meningkatkan daya dukung wilayah nasional dalam rangka pendorong untuk
meningkatkan daya
pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana dukung wilayah
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) baik di tingkat nasional maupun nasional dalam
di tingkat daerah. Adapun tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang rangka pelaksanaan
adalah: RPJP dan RPJM baik
(1) Instrumen pembangunan untuk mengarahkan pola pemanfaatan di tingkat nasional
maupun di tingkat
ruang dan struktur ruang yang disepakati bersama antara pemerintah daerah
dan masyarakat dengan memperhatikan kaidah teknis, ekonomis, dan
kepentingan umum;
(2) Suatu upaya mewujudkan tata ruang yang terencana melalui suatu
proses yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian
pemanfaatan ruang yang satu sama lain merupakan satu kesatuan
yang saling terkait; dan
(3) Suatu upaya untuk mencegah perbenturan kepentingan antar sektor,
daerah dan masyarakat dalam penggunaan sumberdaya manusia,
sumberdaya alam, sumberdaya buatan melalui proses koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi perencanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.

Landasan pelaksanaan penataan ruang adalah:


· Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang
merupakan revisi dari Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang.
· Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN) 2008-2028.
· Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang
Kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur
(Jabodetabekpunjur).
· Revisi Keppres No. 62 Tahun 2000 tentang Badan Koordinasi Tata
Ruang Nasional (BKTRN)

Peraturan Perundangan yang masih dalam proses penyusunan adalah:


· Draft 7 perpres RTR Pulau, yaitu RTR Pulau Sumatera, jawa-Bali,
Kalimantan, Sulawesi, papua, dan kepualaun Maluku dan Nusa
Tenggara dan Ranperpres RTR Kawasan Metropolitan Mamminasata
dan Badan Kerjasama Pembangunan Metropolitan Mamminasata
(BKPMM).
VI - 12
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

· Draft revisi PP. 69 Tahun 1996, tentang Peran Serta Masyarakat dalam
Penataan Ruang dalam rangka kegiatan peninjauan kembali dan
pendayagunaan rencana tata ruang untuk menjamin keterpaduan
pembangunan antar wilayah dan antar sektor.
· Draft RPP amanat UU No. 26 Tahun 2007 yaitu RPP tentang
penyelenggaraan penataan ruang, tingkat ketelitian peta dan RTR,
penataan ruang kawasan pertahanan, pembangunan sumber daya,
bentuk dan tata cara peran masyarakat,

Pengelolaan Penataan ruang juga tidak terlepas dari bidang pertanahan,


penataan ruang dimana tanah merupakan unsur vital yang merupakan modal dasar dalam
tidak terlepas dari
pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara, terlebih sebagian
bidang pertanahan
dengan isu alih besar rakyat Indonesia susunan masyarakat dan perekonomiannya
fungsi lahan bercorak garis yang menggantungkan hidup dari tanah. Oleh karena itu
tanah perlu dikelola dan diatur secara nasional untuk menjaga
keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.

Adapun dalam bidang pertanahan, terdapat beberapa isu strategis


yang muncul, yakni: (1) Ketimpangan penguasaan, pemilikan, dan
penggunaan tanah. (2) Belum memadainya kepastian hukum hak atas
tanah. (3) Maraknya konflik dan sengketa tanah.

Fenomena yang perlu menjadi perhatian adalah adanya alih fungsi


lahan dari penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Lahan di
Indonesia saat ini sebesar 190,92 juta hektar. Jumlah ini terbagi menjadi
dua yaitu kawasan terbangun sekitar 71,98% dan kawasan lindung sebesar
28,02%. Berdasarkan hasil analisa, bahwa proporsi terbesar lahan
terdapat pada kategori: lahan tersedia dan dapat digunakan untuk
budidaya yaitu sebesar 45,06%. Sementara proporsi paling kecil terdapat
pada kategori lahan yang sudah dikuasai dan penggunaannya sesuai fungsi
kawasan sebesar 13,94%. Penggunaan tanah di Indonesia terbagi menjadi
penggunaan untuk hutan, non-pertanian, sawah, pertanian tanah kering,
perkebunan, dan lain-lain. Dari data yang didapat, penggunaan tanah yang
paling besar yaitu untuk hutan dan yang peling kecil adalah untuk sawah.

VI - 13
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

Gambar 6.3. Ketersediaan Tanah Nasional

14,46%
Sudah ada penguasaan &
penggunaan tanah tidak
45,56% 13,94% sesuai fungsi
Sudah ada penguasaan &
penggunaan tanah sesuai
fungsi
Tersedia fungsi lindung

24,41% Tersedia

Sumber: BPN, 2008

Gambar 6.4. Penggunaan Tanah di Indonesia.

10,06% Hutan
9,49%
Non pertanian
4,64%
Sawah
Pertanian tanah kering
1,96%
9,35% Perkebunan
64,50%
Lain-lain

Sumber: BPN, 2008

6.2.2 Perkembangan Pelaksanaan Pembangunan Kawasan


Khusus dan Daerah Tertinggal

Perkembangan pelaksanaan Pembangunan kawasan khusus dan


daerah tertinggal khususnya berkaitan dengan aspek (a) pengembangan
wilayah tertinggal, (b) pengelolaan kawasan perbatasan dan pulau-pulau
kecil terluar, dan (c) pengelolaan kawasan strategis nasional meliputi
kawasan pelabuhan bebas, kawasan ekonomi khusus, dan kawasan
pengembangan ekonomi terpadu. Ketiga kawasan tersebut diarahkan
dalam rangka mendukung pencapaian daya saing perekonomian nasional
dan daya saing domestik.

VI - 14
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

A. Pengembangan Wilayah Tertinggal

Perpres Nomor 7 Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJM) Nasional


Tahun 2005 telah Tahun 2004-2009 (Perpres Nomor 7 Tahun 2005) telah diidentifikasi ada
mengidentifikasi ada 199 daerah yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal, yaitu daerah
199 daerah yang
kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang
dikategorikan
sebagai daerah dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. 199 daerah yang
tertinggal dikategorikan sebagai daerah tertinggal, yang tersebar di Sumatera,
Kalimantan, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Sebagian kecil daerah
tertinggal terdapat di Pulau Jawa dan Bali. Bagian terbesarnya tersebar di
Kawasan Timur Indonesia (KTI). Berdasarkan sebaran wilayahnya,
sebanyak 123 kabupaten atau (63%) kawasan tertinggal berada di
Kawasan Timur Indonesia, 58 Kabupaten (28%) berada di Pulau Sumatera,
dan 18 Kabupaten (8%) berada di Pulau Jawa dan Bali.

“Kawasan paling Di luar kategori wilayah tertinggal, terdapat sejumlah kawasan yang
tertinggal” adalah
dapat kita sebut sebagai “kawasan paling tertinggal”. Kawasan ini dihuni
kawasan yang belum
tersentuh oleh oleh Komunitas Adat Terpencil (KAT), yaitu kelompok sosial budaya yang
jaringan dan bersifat lokal dan terpencar. Pada umumnya, kawasan itu belum tersentuh
pelayanan sosial, oleh jaringan dan pelayanan sosial, ekonomi dan politik. Sementara itu,
ekonomi dan politik hampir seluruh pulau-pulau kecil terluar dan terdepan di dalam wilayah
seperti 92 pulau
kedaulatan negara kita, yang berjumlah 92 pulau, termasuk pula di dalam
kecil terluar dan
terdepan kategori kawasan tertinggal.

Berbagai permasalahan sebagai penyebab suatu daerah kabupaten


menjadi daerah tertinggal, secara dominan dikelompokkan ke dalam:
— Permasalahan aspek pengembangan ekonomi lokal yaitu keterbatasan
pengelolaan sumber daya lokal dan belum terintegrasinya dengan
kawasan pusat pertumbuhan;
— Permasalahan aspek pengembangan sumber daya manusia yaitu
rendahnya kualitas sumber daya manusia;
— Permasalahan aspek kelembagaan, terutama rendahnya kemampuan
kelembagaan aparat dan masyarakat;
— Permasalahan aspek sarana dan prasarana terutama transportasi
darat, laut, dan udara; telekomunikasi, dan energi, serta keterisolasian
daerah;
— Permasalahan aspek karakteristik daerah terutama berkaitan dengan
daerah rawan bencana (kekeringan, banjir, longsor, kebakaran hutan,
gempa bumi, dll) serta rawan konflik sosial.

Untuk mengatasi permasalahan pembangunan daerah tertinggal


dilakukan strategi dasar melalui empat pilar:
(1) Pilar pertama, meningkatkan kemandirian masyarakat dan daerah
tertinggal, dilakukan melalui: (1) pengembangan ekonomi lokal, (2)
VI - 15
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

pemberdayaan masyarakat, (3) penyediaan prasarana dan sarana


lokal/perdesaan, dan (4) peningkatan kapasitas kelembagaan
pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat;
(2) Pilar kedua, mengoptimalkan pemanfaatan potensi wilayah,
dilakukan melalui: (1) penyediaan informasi potensi sumberdaya
wilayah, (2) pemanfatan teknologi tepat guna, (3) peningkatan
investasi dan kegiatan produksi, (4) pemberdayaan dunia usaha dan
UMKM, dan (5) pembangunan kawasan produksi;
(3) Pilar ketiga, memperkuat integrasi ekonomi antara daerah
tertinggal dan daerah maju, dilakukan melalui: (1) pengembangan
jaringan ekonomi antar wilayah, (2) pengembangan jaringan
prasarana antar wilayah, dan (3) pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi daerah;
(4) Pilar keempat, meningkatkan penanganan daerah khusus yang
memiliki karakteristik ‘keterisolasian ’, dilakukan melalui: (1)
pembukaan keterisolasian daerah (pedalaman, pesisir, dan pulau
kecil terpencil), (2) penanganan komunitas adat terasing, dan (3)
pembangunan daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil.

Berdasarkan evaluasi terhadap kebijakan alokasi dana perimbangan


dan kinerja ekonomi daerah tertinggal, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Faktor atau dimensi yang paling dominan yang menyebabkan
ketertinggalan suatu daerah yaitu:
· belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari
pelaku pengembangan kawasan di daerah;
· Masih lemahnya koordinasi, sinergi, dan kerjasama diantara
pelaku-pelaku pengembangan kawasan, baik pemerintah, swasta,
lembaga non pemerintah, dan masyarakat, serta antara
pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, dalam upaya
meningkatkan daya saing produk unggulan;
· Jeterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi
dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan
daerah;
· Belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerjasama antar wilayah
maupun antar negara untuk mendukung peningkatan daya saing
kawasan dan produk unggulan;
· Ketidakseimbangan pasokan sumberdaya alam dengan kebutuhan
pembangunan;
· Permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan di wilayah
perbatasan adalah arah kebijakan pembangunan kewilayahan
yang selama ini cenderung berorientasi ’inward looking’ sehingga
seolah-olah kawasan perbatasan hanya menjadi halaman belakang
dari pembangunan negara;
· Pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia sulit berkembang terutama
karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau. Diantaranya
VI - 16
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

banyak yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah


penduduknya, serta belum tersentuh oleh pelayanan dasar dari
pemerintah.
2. Faktor pengungkit untuk mempercepat pembangunan daerah
tertinggal:
· Peningkatan kapasitas fiskal merupakan titik awal dari percepatan
pembangunan daerah tertinggal.
· Pembangunan infrastruktur sosial dan dasar agar berdampak
optimal terhadap penegmbangan sumberdaya manusia, baik dari
apsek ekonomi, pendidikan,dan kesehatan.
· Aksestabilitas masyarakat daerah tertinggal terhadap faktor
produksi yang terdapat diwilayahnya maupun diluar wilayahnya.
3. Strategi percepatan pembangunan dari masing-masing daerah
tertinggal berdasarkan dimensi yang paling dominant dan factor
pengungkit dari masing-masing dimensi ketertinggalan:
· Pembangunan daerah tertinggal harus dilakukan dengan
pendekatan kewilayahan.
· Perlu dibedakan stratagi pembangunan daerah tertinggal yang ada
di kepulauan dan pesisir dengan di non kepulauan dan non pesisir.
· Perlu dibedakan stratagi pembangunan daerah tertinggal yang ada
diperbatasan dan non perbatasan.
4. Rencana kedepan strategi percepatan pembangunan daerah
tertinggal:
· Pengembangan daerah tertinggal dapat dilakukan dengan strategi
pokok sebagai berikut: (a) setiap daerah harus menentukan sektor
unggulan; (b) pembangunan sumberdaya manusia disesuaikan
dengan potensi sumberdaya alam lokal dan sesuai dengan standar
industri, untuk meminimalkan atau menghilangkan konflik antara
masyarakat lokal dengan industri; (c) pengembangan komoditas
unggulan secara terfokus; (d) pemberian insentif fisik dan nonfisik
bagi pengembangan sektor/komoditas unggulan, diantaranya
berupa keringanan pajak dan retribusi, pembangunan prasarana
dan sarana, kemudahan perijinan, dan kepastian hukum; (e)
pembangunan industri berbasis sumberdaya alam; (f)
meningkatkan produktivitas untuk menciptakan daya saing daerah;
dan (g) membangun alur pasar yang jelas, terutama UKM, melalui
perantara perusahaan besar.
· Fungsi Pemerintah adalah melakukan pemihakan kepada yang
lemah, sehingga pembangunan tidak sekedar bersifat market-
driven, sehingga diperlukan instrumen untuk mengkoordinasikan
program dan anggaran dalam pengembangan daerah tertinggal,
yang diantaranya dapat melalui peningkatan kerjasama
antardaerah, sesuai PP Nomor 50 Tahun 2007, yang diperlukan
untuk permasalahan daerah-daerah tertinggal.

VI - 17
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

· Permasalahan utama dalam pengembangan ekonomi lokal adalah


pasarnya yang kecil sehingga strategi ekspor sangat penting untuk
memperluas pasar, yang diantaranya: (a) fokus pada
pengembangan berbasis klaster; dan (b) membangun kemitraan
antara pemerintah dengan sektor swasta.

B. Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil Terluar

Salah satu langkah pemerintah dalam mengantisipasi krisis ekonomi


adalah melalui penguatan perekonomian wilayah-wilayah di kawasan
perbatasan. Kawasan Perbatasan termasuk pulau-pulau kecil terluar
memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang sangat besar yang dapat
dioptimalkan pemanfaatannya untuk meningkatkan pertumbuhan
perekonomian daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain
itu kawasan perbatasan merupakan kawasan yang sangat strategis bagi
pertahanan dan keamanan negara.

Pengembangan perekonomian kawasan perbatasan perlu dilakukan Pengembangan


secara seimbang dengan pengelolaan aspek keamanan yang juga sering perekonomian
muncul sebagai isu krusial di kawasan ini. Kegiatan eksploitasi SDA secara kawasan perbatasan
perlu dilakukan
ilegal oleh pihak asing, seperti illegal logging dan illegal fishing, masih secara seimbang
marak terjadi dan menyebabkan degradasi lingkungan hidup. Adanya dengan pengelolaan
kesamaan budaya dan adat antara masyarakat di kedua negara aspek keamanan
menyebabkan munculnya aktivitas lintas batas tradisional, tidak hanya yang sering muncul
pada pintu-pintu batas resmi yang telah disepakati namun juga pada sebagai isu krusial di
kawasan tersebut
jalur-jalur tidak resmi. Lemahnya sistem pengawasan di kawasan
perbatasan menyebabkan tingginya tingkat kerawanan kawasan ini
terhadap transnasional crime.

Permasalahan lain yang tidak dapat dilepaskan dalam pengelolaan Permasalahan yang
kawasan perbatasan adalah belum disepakatinya penetapan wilayah mengemuka dalam
negara di beberapa segmen batas darat dan laut melalui kesepakatan pengelolaan
kawasan perbatasan
dengan negara tetangga. Kerusakan atau pergeseran sebagian patok- adalah belum
patok batas darat sering menyebabkan demarkasi batas di lapangan adanya kesepakatan
menjadi kabur. Perlu diperhatikan pula eksistensi pulau-pulau terluar yangpenetapan batas
menjadi lokasi penempatan Titik Dasar/Titik Referensi sebagai acuan wilayah negara serta
dalam menarik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. kurang optimalnya
koordinasi dan
sinergitas antar
Permasalahan lainnya yang mengemuka hingga saat ini adalah masih pelaku
belum optimalnya koordinasi dan sinergitas antar pelaku yang
menyebabkan lambannya upaya pengelolaan kawasan perbatasan. Hal ini
disebabkan oleh belum berjalan optimalnya manajemen pengelolaan
kawasan perbatasan yang terintegrasi, baik dalam aspek perencanaan
maupun pelaksanaannya.

VI - 18
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

Pendekatan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) 2005-2025


pengembangan telah menetapkan arah kebijakan pengembangan wilayah perbatasan
wilayah perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara
dilakukan melalui
pendekatan tetangga. Pendekatan yang digunakan selain menggunakan pendekatan
keamanan dan keamanan juga dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan.
pendekatan Penjabaran lima tahun pertama dari kebijakan jangka panjang tersebut
kesejahteraan tertuang dalam Perpres No. 7 tahun 2005 mengenai Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 melalui Program
Pembangunan Wilayah Perbatasan yang memiliki 2 tujuan, yaitu : (a)
Menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI
yang dijamin oleh Hukum Internasional; (b) Meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan
budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk
berhubungan dengan negara tetangga.

Program Pengembangan Wilayah Perbatasan memiliki 6 kegiatan


pokok antara lain:
1. Penguatan pemerintah daerah dalam mempercepat peningkatan
kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui: (a) peningkatan
pembangunan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi; (b)
peningkatan kapasitas SDM; (c) pemberdayaan kapasitas aparatur
pemerintah dan kelembagaan; (d) peningkatan mobilisasi pendanaan
pembangunan;
2. Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pembiayaan
pembangunan, terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana
ekonomi di wilayah-wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil melalui,
antara lain, penerapan berbagai skema pembiayaan pembangunan
seperti: pemberian prioritas dana alokasi khusus (DAK), public service
obligation (PSO) dan keperintisan untuk transportasi, penerapan
universal service obligation (USO) untuk telekomunikasi, program
listrik masuk desa;
3. Percepatan pendeklarasian dan penetapan garis perbatasan antar
negara dengan tanda-tanda batas yang jelas serta dilindungi oleh
hukum internasional;
4. Peningkatan kerja sama masyarakat dalam memelihara lingkungan
(hutan) dan mencegah penyelundupan barang, termasuk hasil hutan
(illegal logging) dan perdagangan manusia (human trafficking). Namun
demikian perlu pula diupayakan kemudahan pergerakan barang dan
orang secara sah, melalui peningkatan penyediaan fasilitas
kepabeanan, keimigrasian, karantina, serta keamanan dan
pertahanan;
5. Peningkatan kemampuan kerja sama kegiatan ekonomi antar kawasan
perbatasan dengan kawasan negara tetangga dalam rangka
mewujudkan wilayah perbatasan sebagai pintu gerbang lintas negara.
Selain dari pada itu, perlu pula dilakukan pengembangan wilayah
VI - 19
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

perbatasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi berbasis sumber


daya alam lokal melalui pengembangan sektor-sektor unggulan;
6. Peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat; dan penegakan
supremasi hukum serta aturan perundang-undangan terhadap setiap
pelanggaran yang terjadi di wilayah perbatasan.

Mengacu kepada kebijakan dan program pembangunan jangka Undang-undang No.


panjang dan jangka menengah, pemerintah telah mengeluarkan berbagai 26 Tahun 2007
regulasi terkait dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Mengantisipasi tentang Penataan
Ruang telah
pesatnya pembangunan kawasan perbatasan dan paradigma baru dalam
menegaskan
pengelolaan kawasan perbatasan, Undang-undang No. 26 Tahun 2007 prioritas penataan
tentang Penataan Ruang telah menegaskan prioritas penataan ruang ruang kawasan
kawasan perbatasan sebagai kawasan strategis nasional dari sudut perbatasan sebagai
pandang pertahanan dan keamanan. Terdapat 5 fungsi yang menjadi kawasan strategis
nasional (terdiri dari
dasar kebijakan penataan ruang kawasan perbatasan, yaitu : (1) kawasan
10 KSN dan 26 PKSN)
perbatasan sebagai “beranda depan” negara dan pintu gerbang yang dilihat dari
internasional ke negara tetangga, (2) penerapan keserasian prinsip sudut pandang
pembangunan kesejahteraan dan pertahanan keamanan, (3) perlindungan pertahanan dan
terhadap kawasan konservasi dunia dan kawasan lindung nasional, (4) keamanan
pengembangan ekonomi secara selektif sesuai potensi eksternal dan
internal kawasan, dan (5) penciptaan kerjasama ekonomi yang
menguntungkan antar negara dengan melibatkan pemerintah daerah,
masyarakat, dan dunia usaha.

Undang-Undang Penataan Ruang juga menetapkan 10 kawasan


strategis nasional pertahanan dan keamanan di perbatasan baik
perbatasan darat maupun laut. Kawasan perbatasan darat terdiri dari 3
kawasan antara lain : (1) Kawasan Perbatasan Darat dengan Malaysia
(Kalbar dan Kaltim), (2) Kawasan Perbatasan Darat dengan Papua Nugini
(Papua), dan (3) Kawasan Perbatasan Darat dengan Timor Leste (NTT).
Sedangkan kawasan perbatasan laut terdiri darl 7 kawasan, antara lain :
(1) Kawasan Perbatasan Laut dengan Thailand/India/Malaysia (NAD dan
Sumut) termasuk 2 Pulau Kecil Terluar, (2) Kawasan Perbatasan Laut
dengan Malaysia/Vietnam/Singapura (Riau dan Kepri), termasuk 20 Pulau
Kecil Terluar; (3) Kawasan Perbatasan Laut dengan Malaysia dan Filipina
(Kaltim, Sulteng, dan Sulut), termasuk 18 Pulau Kecil Terluar; (4) Kawasan
Perbatasan Laut dengan Palau (Maluku Utara, Papua Barat, Papua),
termasuk 8 Pulau Kecil Terluar; (5) Kawasan Perbatasan Laut dengan
Timor Leste dan Australia (Papua dan Maluku), termasuk 20 Pulau Kecil
Terluar; (6) Kawasan Perbatasan Laut dengan Timor Leste dan Australia
(NTT), termasuk 5 Pulau Kecil Terluar; dam (7) Kawasan Perbatasan Laut
Berhadapan dengan Laut Lepas (NAD, Sumut, Sumbar, Bengkulu,
Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB), termasuk
19 Pulau Kecil Terluar.

VI - 20
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

Gambar 6.5. Ilustrasi 10 Kawasan Perbatasan di Indonesia

Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata


Ruang Wilayah Nasional sebagai penjabaran Undang-Undang nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang telah menetapkan 26 Pusat Kegiatan
Strategis Nasional di Perbatasan (PKSN). PKSN adalah kawasan perkotaan
yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan
negara yang ditetapkan dengan beberapa kriteria, antara lain : (1) pusat
perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan
negara tetangga; (2) pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu
gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga; (3)
pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang
menghubungkan wilayah sekitarnya; dan/atau (4) pusat perkotaan yang
merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong
perkembangan kawasan di sekitarnya. Pengembangan PKSN dimaksudkan
untuk menyediakan pelayanan yang dibutuhkan untuk mengembangkan
kegiatan masyarakat di kawasan perbatasan, termasuk pelayanan kegiatan
lintas batas antarnegara.

Sebagai respon dan kebutuhan terhadap manajemen pengelolaan


kawasan perbatasan secara terintegrasi, saat ini telah dikeluarkan Undang
Undang nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang
mengamanatkan pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan
perbatasan. Undang-undang ini mengamanatkan pembentukan Badan
Pengelola Nasional dan Badan Pengelola Daerah yang berwenang untuk :
(1) menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan; (2)
menetapkan rencana kebutuhan anggaran; (3) mengoordinasikan
pelaksanaan; dan (4) melaksanakan evaluasi dan pengawasan.

VI - 21
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

Tabel 6.1. Daftar 26 Pusat Kegiatan Strategis Nasional di Kawasan


Perbatasan

PKSN Kab/Kota PKSN Kab/Kota


1. Jagoibabang Bengkayang 14. Jayapura Jayapura (Kota)
2. Nangabadau Kapuas Hulu 15. Merauke Merauke
3. Paloh-Aruk Sambas 16. Batam Batam
4. Entikong Sanggau 17. Ranai Natuna
5. Jasa Sintang 18. Dobo Kepulauan Aru
6. Long Kutai Barat 19. Saumlaki Maluku Tenggara
Pahangai Barat
7. Long Nawan Malinau 20. Ilwaki
8. Nunukan Nunukan 21. Daruba Halmahera Utara
9. Simanggaris 22. Sabang Sabang
10. Long Midang 23. Kalabahi Alor
11. Atambua Belu 24. Dumai Dumai
12. Kefamenanu Timor Tengah 25. Tahuna Kepulauan Sangihe
Utara
13. Tanah Boven Digoel 26. Melonguane Kepulauan Talaud
Merah

Pemerintah secara khusus mengeluarkan pula regulasi mengenai Perpres 78 tahun


pengelolaan pulau-pulau kecil terluar, melalui penerbitan Peraturan 2005 mengenai
pengelolaan pulau-
Presiden nomor 78 tahun 2005 mengenai pengelolaan pulau-pulau kecil
pulau kecil terluar
terluar yang bertujuan untuk memberikan arahan kebijakan operasional bertujuan untuk
dalam pengelolaan 92 pulau kecil terluar. Terdapat 3 misi utama dari memberikan arahan
Perpres 78 tahun 2005 yaitu : (1) Menjaga keutuhan NKRI, keamanan kebijakan
nasional, pertahanan negara dan bangsa, serta menciptakan stabilitas operasional dalam
pengelolaan 92
kawasan; (2) Memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka
pulau kecil terluar
pembangunan berkelanjutan; (3) Memberdayakan masyarakat dalam melalui 3 misi utama
rangka peningkatkan kesejahteraan dengan prinsip pengelolaan
berdasarkan wawasan nusantara, berkelanjutan dan berbasis masyarakat,
serta mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah.

Penerbitan berbagai produk kebijakan diatas diharapkan dapat


semakin meningkatkan keberpihakan. keterpaduan dan sinergitas seluruh
stakeholder, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha,
maupun masyarakat, dalam melakukan pengelolaan kawasan perbatasan,
sehingga percepatan pembangunan kawasan perbatasan dalam aspek
kesejahteraan dan keamanan secara seimbang dapat terwujud.

VI - 22
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

C. Pengelolaan Kawasan Strategis Nasional

Pengelolaan kawasan strategis dalam Buku Pegangan ini


difokuskan informasinya pada 3 kawasan strategis nasional yaitu meliputi:
(a) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, (b) Kawasan
Ekonomi Khusus, dan (c) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.

Langkah-langkah kebijakan yang telah dilaksanakan untuk


pengembangan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas
(KPBPB) khusus untuk Sabang adalah melalui UU No. 37 Tahun 2000
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Sabang menjadi Undang-Undang yang mulai efektif berlaku sejak
tanggal 1 September 2000. Penetapan ini bertujuan untuk mendorong
pembangunan Provinsi NAD dan daerah lain di Indonesia, dimana jangka
waktu berlakunya Undang-undang ini adalah 70 tahun. Keputusan
Presiden No. 191/M Tahun 2005 Tanggal 22 Desember 2005 tentang
pejabat Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam selaku ExOfficio
menjadi Ketua Dewan Kawasan Sabang. Selain itu diterbitkannya UU No.
11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, dimana dalam UU tersebut telah
mengukuhkan dan mempertegas status dan kapasitas Sabang sebagai
suatu kawasan yang bebas dari tata niaga, pengenaan bea masuk, pajak
pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
Pengembangan Kawasan Sabang diarahkan untuk kegiatan perdagangan
dan investasi serta kelancaran arus barang dan jasa.

Untuk KPBPB lainnya pemerintah melakukan perubahan UU No


36/2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau
Perpu No 1/2007 menyangkut batas kawasan yang ditetapkan dengan PP,
Jenis kegiatan di kawasan ditetapkan dengan PP, Pembentukan kawasan
yang juga dengan PP, mengubah Perpu No 1/2007 menjadi UU No. 44
Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas,
tersusunnya PP No. 46 Tahun 2007 tentang Penetapan Batam sebagai
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, PP No. 47 Tahun 2007
tentang Penetapan Bintan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas, PP No. 48 Tahun 2007 tentang Penetapan Karimun
sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, tesusunnya
Keppres No. 9 Tahun 2008 tentang Dewan Kawasan Batam, Keppres No.
10 Tahun 2008 tentang Dewan Kawasan Bintan, Keppres No. 11 Tahun
2008 tentang Dewan Kawasan Karimun, Perpres No. 30 Tahun 2008
tentang Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas, dan tersusunnya Dewan Nasional dengan tugas menetapkan
kebijakan umum dalam rangka percepatan pengembangan KPBPB
sehingga mampu bersaing dengan kawasan sejenis di negara lain,
membantu Dewan KPBPB dalam rangka pengelolaan KPBPB, termasuk
VI - 23
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

dalam upaya penyelesaian permasalahan strategis yang timbul dalam


pengelolaan KPBPB, melakukan pengawasan atas pelaksanaan
pengelolaan KPBPB, dan adanya Keputusan Menko Perekonomian selaku
Ketua Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
No. KEP-35/M.EKON/05/2008 tentang Tim Pelaksana Dewan Nasional
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, dan telah tersusunnya
Master Plan Kawasan Batam 2008-2027 beserta Business Plan Otorita
Batam 2008-2012 meski belum memiliki kekuatan hukum (belum
disahkan).

Langkah-langkah kebijakan untuk pengembangan KAPET


diantaranya sedang mengupayakan perbaikan Keppres 150/2000 tentang
BP KAPET menjadi Perpres tentang Revitalisasi Pengelolaan KAPET yang
berisi kejelasan komitmen Pemerintah terhadap pengembangan KAPET
kedepan dengan merevitalisasi kebijakan KAPET, perbaikan sistem
kelembagaan Badan Pengembangan di pusat dan Badan Pengelola di
daerah, bentuk kelembagaan pengelola menjadi Badan Pengusahaan yang
profesional, kejelasan kewenangan dan peran Badan Pengembangan
dengan Badan Pengusahaan di daerah, mekanisme koordinasi sinkronisasi
keterpaduan program lintas sektor dan pendanaan di pusat dan daerah,
keorganisasian tugas dan fungsi Badan Pengembangan dan Badan
Pengusahaan, mengupayakan rencana percepatan penyediaan sarana
infrastruktur di KAPET.

Langkah kebijakan untuk KEK adalah dibentuknya Tim Nasional


Pengembangan KEKI melalui SK Menko Perekonomian No
21/M.Ekon/03/2006 yang dirubah menjadi Keputusan Menko
Perekonomian No. 33/2008 tentang Timnas KEKI, dan sedang dilakukan
pembahasan tentang RUU tentang KEK antara Pemerintah dengan DPR.

Langkah-langkah kebijakan untuk pengembangan KESR oleh Seknas


KSER adalah membina memelihara dan melanjutkan komitmen dengan
berbagai pihak terkait antar negara anggota KESR baik secara bilateral
maupun multilateral, memberikan informasi dan konsultasi bagi Provinsi
dan Kabupaten/Kota yang terkait dengan kegiatan KESR, melakukan
korespondensi dan materi tentang partisipasi Indonesia dalam kerjasama
ekonomi, dan koordinasi dengan instansi terkait baik di pusat maupun
daerah, menyelesaikan Country Papers bagi anggota delegasi Indonesia
dan Chairman Notes tentang hal yang relevan bagi
ISOM/SOM/MM/Summit, mempersiapkan pendapat dan saran bagi
Annotated Agenda dan program untuk ISOM/SOM/MM/Summit dan
kegiatan lainnya, menyiapkan atau membagikan
Highlight/Laporan/Updates/Persetujuan yang ditetapkan di berbagai
meeting atau petunjuk pimpinan, menyiapkan rencana kegiatan tahunan
Indonesia dalam rangka kerjasama ekonomi sub-regional, melaksanakan
VI - 24
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

monitoring terhadap tindakan yang dilakukan untuk menghadapi hal-hal


yang timbul dari berbagai rapat koordinasi/working group/cluster, dan
juga melaksanakan asistensi dalam pengorganisasian meeting, dimana
Indonsia menjadi tuan rumah.

Disamping itu peran yang dilakukan oleh Asosiasi Pengusaha


Indonesia dalam kaitannya dengan pengembangan KESR adalah
mendukung Tim Diskusi dan Peraturan Perundang-Undangan Indonesia
terutama dalam bidang Ketenagakerjaan dan Perburuhan meliputi upaya-
upaya memberikan informasi tentang Peraturan Perundang-Undangan
tentang Ketenagakerjaan termasuk Peraturan Dasar yang terkait dengan
KESR, mengajukan usulan agar hambatan mobilitas worker migration
dapat dihilangkan tanpa mengurangi aspek keamanannya seperti fiskal
keberangkatan keluar negeri, adanya MOU tentang prosedur penggunaan
tenaga kerja asing yang lebih jelas dan aman antar negara pemasok dan
negara penerima, memberikan informasi tentang ketersediaan dan
kebutuhan tenaga kerja baik dari segi jumlah maupun mutu SDM-nya.

6.2.3 Perkembangan Pelaksanaan Pembangunan Wilayah


Perkotaan dan Perdesaan

Jumlah dan proporsi Potret perkembangan wilayah perkotaan di Indonesia tidak jauh
penduduk perkotaan berbeda dari gambaran perkembangan pembangunan wilayah yang ada.
terus meningkat,
Jumlah dan proporsi penduduk perkotaan terus meningkat, namun bagian
namun bagian
terbesar penduduk terbesar penduduk perkotaan masih berada di Jawa. Proporsi penduduk
pekotaan masih yang tinggal di wilayah perkotaan di Indonesia meningkat dari sekitar 22
berada di jawa persen di tahun 1980 menjadi 31 persen dan 42 persen di tahun 1990 dan
2000, dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi lebih dari 60 persen
di tahun 2025. Proporsi penduduk perkotaan yang tinggal di Jawa tidak
banyak berubah dari 69.8 persen di tahun 1980 menjadi 69.2 persen dan
69.1 persen di tahun 1990 dan 2000, masih selalu lebih besar
dibandingkan dengan mereka yang menghuni kota-kota di luar Jawa.

VI - 25
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

PERKOTAAN
Jumlah penduduk perkotaan > perdesaan

90
82.6
Perdesaan
77.73
80 Perkotaan

Perdesaan Perkotaan 69.1


tahun 70
(% pddk) (% pddk) 64.09
65.05
60.39
60 56.01 56.05

52.03
48.3
50
51.7
47.97

40 43.99 43.95

39.61
34.95
35.91
30
30.9

20 22.27

17.4
10

Sumber : Bappenas (2005),


Pustra (2008), diolah dengan 0
asumsi growth 1.5%/thn

80
70

90

95

02

05

10

15

20

25
19
19

19

19

20

20

20

20

20

20
Struktur dan hirarkhi kota-kota kita masih belum beranjak banyak
dari keadaan beberapa dekade lalu di mana wilayah Jakarta dan
sekitarnya masih menduduki urutan pertama pusat pertumbuhan, diikuti
Surabaya, Bandung, Semarang, Palembang, Medan, Makassar, Padang,
Malang, Lampung dan seterusnya. Jumlah kota-kota kecil relatif lebih
sedikit bila dibandingkan dengan jumlah kota menengah.

Ketidakseimbangan Jumlah Kota Menengah dan


Kecil : Kota Kecil Belum BerkembangèKeterkaitan
antara desa-kota kecil masih kurang

Kota Metropolitan
15 %

Kota Besar
14 %

58 % Kota Sedang

12 % Kota Kecil

Di satu sisi kota-kota di Indonesia memiliki potensi dan daya tarik


yang amat besar dengan keunikan lokasi dan pemandangan alam serta
kekayaan dan keragaman sosial dan budaya, termasuk keragaman seni,
hasil bumi, dan kuliner. Namun di sisi lain, berbagai permasalahan dalam
bidang pembangunan perkotaan masih harus dihadapi di antaranya
adalah: (1) rendahnya kualitas pelayanan publik, (2) terbatasnya tingkat
penyediaan perumahan yang layak, (3) rendahnya akses terhadap lahan

VI - 26
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

perkotaan, (4) masih tingginya tingkat kemiskinan di perkotaan, serta (5)


masalah-masalah yang terkait dengan proses otonomi daerah dan
demokratisasi pembangunan, seperti pembentukan kota-kota baru yang
menambah jumlah agenda pembangunan perkotaan, adanya konflik
kewenangan antara pusat dan daerah, terjadinya krisis solidaritas lintas
wilayah..
Di samping itu masih terdapat pula masalah lainnya seperti (6)
keterkaitan kota-desa masih lemah, (7) belum terbangunnya keterkaitan
spasial dan mata rantai produksi antara pertanian dan suplai inputnya
antara kawasan perkotaan dan perdesaan, (8) belum optimalnya
kerjasama antar Pemerintah Daerah dalam pengelolaan kawasan
perkotaan, (9) menurunnya daya dukung kota besar dan metropolitan
akibat pembangunan yang tidak terkendali, (10) belum maksimalnya
peran kota kecil dan menengah dalam mendorong pertumbuhan wilayah, ,
serta (11) rentannya kota-kota di Indonesia terhadap dampak perubahan
iklim dan bencana alam.

Polusi Udara, Air Dan Suara Merupakan Degradasi Lingkungan Perkotaan


Terbesar

343 Bencana di Indonesia pada 1907 – 2007 terbanyak adalah banjir, gempa
bumi, gunung berapi , longsor dan epidemi

1 0
A n g in t o p a n
9
K e b a k a r a n h u t a n
8
T s u n a m i
4 5
G u n u n g B e r a p i
3 7
L o n g s o r
1 0 8
B a n jir
3 3
E p id e m i
8 5
G e m p a b u m i
8
K e k e r in g a n

0 3 0 6 0 9 0 1 2 0

Ancaman Perubahan Iklim :


Krisis air baku, sanitasi, energi , dan pangan, serta Peningkatan banjir

Sesuai dengan misi yang harus diemban dalam pembangunan nasional


jangka panjang, maka arah pembangunan perkotaan dapat dirinci ke
dalam program-program pembangunan yang menekankan pentingnya hal-
hal sebagai berikut:

VI - 27
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

MISI ARAH PEMBANGUNAN PERKOTAAN


1. Orientasi pada keragaman etnis & budaya, serta pembangunan berkelanjutan.
2. Penciptaan lapangan kerja formal serta kesejahteraan pekerja informal.
3. Peningkatan Iklim investasi yang menarik
4. Pengembangan IKM di luar Pulau Jawa.
Bangsa yg berdaya 5. Peningkatan sarana dan prasarana dalam kota, antar kota, antara kota dan desa
saing berorientasi ramah lingkungan dan hemat energi
6. Penyediaan kebutuhan hunian untuk mewujudkan kota tanpa permukiman
kumuh.
7. Peningkatan pelayanann dasar (industri, perdagangan, transportasi, pariwisata,
dan jasa)

1. Menyeimbangkan pertumbuhan antar kota


2. Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi antar kota
3. pengendalian pemanfaatan ruang
4. Peningkatan peran dan fungsi kota-kota menengah dan kecil
Pembangunan yg 5. Peningkatan kegiatan ekonomi kota ramah lingkungan
6. Peningkatan kemampuan keuangan daerah perkotaan
merata dan 7. Pengembalian fungsi kawasan
berkeadilan 8.
9.
Penataan kembali pelayanan fasilitas publik
Pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar perkotaan

1. Identifikasi dan pemetaan daerah-daerah rawan bencana


Indonesia asri dan 2. Kemampuan penerapan sistem deteksi dini bencana alam
lestari 3. pembangunan yang berkelanjutan
4. Pemanfaatan jasa ramah lingkungan
5. Pemulihan dan rehabilitasi kondisi lingkungan hidup
1. Pengembangan kota berwawasan bahari
Negara kepulauan yg 2. Pengembangan industri kelautan
mandiri, maju,kuat 3. Pengurangan dampak bencana pesisir dan pencemaran

Kebijakan bidang perkotaan didasarkan pada paradigma


pembangunan perkotaan yang melihat kota sebagai suatu kesatuan
kawasan/wilayah. Dengan melihat kota sebagai kesatuan ini, maka kota
harus dilihat dari dua sisi, yaitu kota sebagai “mesin” pertumbuhan
nasional dan regional serta kota sebagai tempat tinggal yang nyaman,
layak huni dan berkelanjutan. Mengembangkan kota sebagai mesin
pertumbuhan nasional dan regional dapat dilakukan melalui upaya-upaya
seperti peningkatan daya saing kawasan perkotaan, pengembangan dan
pengoptimalan peran kota kecil dan menengah sebagai pendukung
ekonomi perdesaan, peningkatan kerjasama antar Pemerintah Daerah
dalam pengelolaan kawasan perkotaan (Keterkaitan antar kota),
peningkatan manajemen perkotaan di kawasan metropolitan serta
peningkatan fungsi koordinasi lintas wilayah dan lintas sektoral serta
peningkatan dan revitalisasi peran dan fungsi kawasan metropolitan.
Sedangkan untuk mengembangkan kota sebagai tempat tinggal yang
nyaman, layak huni dan berkelanjutan dapat dilakukan melalui upaya-
upaya seperti peningkatan pelayanan perkotaan, pengendalian
pertumbuhan penduduk kota-kota besar dan kawasan metropolitan (tidak
hanya dengan mengendalikan kelahiran tetapi juga dengan
mengembangkan kota kecil dan menengah untuk mencegah migrasi
masuk ke kota besar dan kawasan metropolitan, development capacity
pembangunan berkelanjutan kawasan metropolitan, serta peningkatan
penataan ruang kawasan metropolitan.
Prioritas pembangunan perkotaan tahun 2010 diarahkan untuk
melaksanakan upaya-upaya sebagai berikut :

VI - 28
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

1. Pengembangan Sistem Informasi Perkotaan


a. Pengkajian dan Pengembangan Sistem Informasi melalui
Penyusunan Data dan Informasi peran masing-masing kota PKN,
PKW, PKL dam PKSN dalam sistem perkotaan nasional
2. Pengembangan Badan Kerjasama Antar Kota
a. Fasilitasi Pengelolaan Kawasan Perkotaan
3. Penyusunan Pedoman, Rencana dan Evaluasi Pedoman Pembangunan
Kota /Antar Kota
a. Penataan Lingkungan Kawasan Perkotaan Metropolitan, Besar,
Menengah dan Kecil.
b. Fasilitasi Penguatan Sistem Perkotaan Nasional
c. Penataan Lingkungan Kawasan Pinggiran Kota (Fringe Area)
4. Pengembangan Sistem Kelembagaan Ekonomi Perkotaan
a. Pengembangan dan Revitalisasi Sistem Kelembagaan Ekonomi
Perkotaan
5. Pengembangan Infrastruktur Kota
a. Pembangunan Sektor Perkotaan (USDRP)
6. Pengembangan Ekonomi Kota Kecil dan Menengah
a. Pendampingan Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka
Menengah (RPIJM) Kabupaten/Kota
7. Pengembangan Sistem Informasi Pembangunan Kota Besar dan
Metropolitan
a. Penyiapan Jakstra 20 th Pengembangan Perkotaan Nasional
8. Penyusunan Rencana, Kebijakan dan Pedoman Pengendalian
Pembangunan Kota-Kota Besar dan Kawasan Metropolitan
a. Penyiapan Rencana Tindak Pengembangan Kota-Kota Besar
b. Penyusunan RTR, rencana tindak dan pembentukan kelembagaan
kawasan metropolitan
c. Penyusunan kebijakan dalam pengendalian pertumbuhan kota-
kota satelit di sekitar kota inti metropolitan sesuai dengan fungsi
dan daya dukung lingkungan
d. Pengendalian dan Pengembalian Fungsi Kawasan Metropolitan dan
Kota Besar melalui peremajaan pada pusat kegiatan perkotaan
(pasar tradisional, kawasan pendidikan, kawasan kesehatan).

Tingkat Meskipun terdapat kecenderungan peningkatan jumlah dan


kesejahteraan prosentase penduduk di wilayah perkotaan, sebagian besar wilayah
penduduk pedesaan Indonesia sebenarnya merupakan kawasan perdesaan. Namun demikian,
secara umum masih
relatif lebih rendah
tingkat kesejahteraan penduduk pedesaan secara umum masih relatif
bila dibandingkan lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata penduduk perkotaan.
dengan penduduk Sebagian besar penduduk perdesaan bekerja di sektor pertanian dengan
perkotaan pola kepemilikan lahan yang semakin sempit. Jumlah penduduk yang
berada di bawah garis kemiskinan di perdesaan juga masih lebih tinggi
daripada penduduk miskin perkotaan.
VI - 29
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

WILAYAH PERDESAAN
96.68
Papua
90.61
Nusa Tenggara
91.54
Maluku
88.63
Sulawes i
91.58
Kalim antan
70.07
Jawa dan Bali
87.61
Sum atera

Sumber: BPS, PODES 2006


82,31 % wilayah Indonesia adalah kawasan perdesaan
membangun Indonesia = membangun perdesaan = membangun pertanian
7%
4% 0%
14%

5%
0% 60%
9%
1%

Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan


Listrik, Gas, Air Bangunan Perdagangan
Angkutan Jasa& Keuangan Jasa Kemasyarakatan

PERTANIAN: WAJAH DOMINAN PERDESAAN

Konsentrasi Penduduk Miskin Di Pedesaan


Tinggi Meskipun Cenderung Menurun
Dalam Juta Orang
Tahun Kota Desa Total
1996 9,42 24,59 34,01
1998 17,60 31,90 49,50
1999 15,64 32,33 47,97
2000 12,30 26,40 38,70
2001 8,60 29,30 37,90
2002 13,30 25,10 38,40
2003 12,20 25,10 37,30
2004 11,40 24,80 36,10
2005 12,40 22,70 35,10
2006 14,49 24,81 39,30
2007 13,56 23,61 37,17

60
50
40 % Penduduk Miskin lebih tinggi di perdesaan dibandingkan perkotaan berdasarkan propinsi (2007 & 2008)
30
20
10
0
NTB
NAD

NTT
Riau

Bengkulu
Lampung

DKI Jakarta

Banten

Papua
Bangka Belitung
Kepulauan Riau

Maluku
Sumatera Utara

Sulawesi Utara

Gorontalo

Maluku Utara
Jawa Barat

Papua Barat
Jambi

Jawa Timur

Bali
Sumatera Barat

Sulawesi Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta

2007 Kota 2007 Desa 2008 Kota 2008 Desa

Kawasan perdesaan menghadapi permasalahan-permasalahan


internal dan eksternal yang menghambat perwujudan kawasan
permukiman perdesaan yang produktif, berdaya saing dan nyaman.
Adapun permasalahan tersebut secara garis besar meliputi: (1) masih
terbatasnya alternatif lapangan kerja berkualitas, (2) masih lemahnya

VI - 30
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral maupun spasial, (3)


masih timbulnya hambatan distribusi dan perdagangan antar daerah, (4)
tingginya resiko petani dan pelaku usaha di perdesaan akibat kerentanan
terhadap bencana alam, hama, dan fluktuasi harga, (5) rendahnya aset
yang dikuasai masyarakat perdesaan, (6) rendahnya tingkat pelayanan
prasarana dan sarana perdesaan, (7) rendahnya kualitas SDM di
perdesaan yang sebagain besar masih berketerampilan rendah, (8)
meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan beririgasi teknis ke
peruntukan lain, (9) meningkatnya degradasi sumber daya alam dan
lingkungan hidup, (10) masih lemahnya kelembagaan dan organisasi
berbasis masyarakat, (11) masih lemahnya koordinasi lintas bidang dalam
pengembangan kawasan perdesaan, (12) masih rendahnya tingkat adopsi
teknologi perdesaan.

Proporsi RT pengguna listrik


& jalan utama aspal
Proporsi RT Proporsi Jalan
Region dengan listrik utama aspal
Sumatra 0.57 0.46
Jawa-Bali 0.64 0.63
Kep. Nusa 0.21 0.44
Kalimanta 0.43 0.32
Sulawesi 0.46 0.50
Kep. Malu 0.39 0.36
Papua 0.48 0.17

Ekonomi: lembaga keuangan & kredit


Region LK di desa Akses kredit
Sumatra 0.06 0.20
Jawa-Bali 0.43 0.64
Kep. Nusa 0.27 0.41
Kalimanta 0.07 0.29
Sulawesi 0.13 0.33
Kep. Malu 0.02 0.13
Papua 0.01 0.04

VI - 31
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

Bertolak dari misi yang harus diemban dalam pembangunan


nasional jangka panjang, maka arah pembangunan perdesaan dapat
dirinci ke dalam program-program pembangunan yang menekankan
pentingnya hal-hal sebagai berikut:

MISI ARAH PEMBANGUNAN PERDESAAN


1. peningkatan penciptaan lapangan kerja di sektor formal
serta kebijakan yg mendukung sektor informal
2. peningkatan efisiensi dan modernisasi dalam pengolahan
Bangsa yg berdaya
sektor primer (pertanian, kelautan dan pertambangan)
saing 3. Peningkatan nilai tambah sektor primer melalui
pengembangan agribisnis (rantai nilai)
4. Peningkatan daya saing melalui diversifikasi produk
5. Penguatan industri dan jasa pendukung sektor primer

1.Pengembangan agroindustri berbasis pertanian dan kelautan;


Pembangunan yg 2.Peningkatan kapasitas SDM
merata dan 3.Pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan
berkeadilan produksi di kawasan perdesaan dan kota-kota kecil;
4.Peningkatan akses informasi, pemasaran, lembaga keuangan,
kesempatan kerja, dan teknologi;
5.Pengembangan social capital
6.Intervensi harga dan kebijakan pro pertanian
Indonesia asri dan 1.Pengelolaan berbasis keragaman SDA lokal
lestari 2.Mitigasi bencana alam
3.Peningkatan nilai tambah dari SDA berbasis keunikan lokal
Negara kepulauan yg
mandiri, maju,kuat 1.Pengembangan industri kelautan (pariwisata dan agroindustri)

Dengan perkiraan pencapaian sasaran pada RPJMN 2004-2009


sampai dengan tahun 2008, maka rencana dan langkah tindak lanjut
pembangunan untuk periode selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan penciptaan lapangan kerja di sektor formal serta
kebijakan yg mendukung sektor informal.
2. Peningkatan efisiensi dan modernisasi dalam pengolahan sektor
primer (pertanian, kelautan dan pertambangan).
3. Peningkatan nilai tambah sektor primer melalui pengembangan
agribisnis (rantai nilai).
4. Peningkatan daya saing melalui diversifikasi produk.
5. Penguatan industri dan jasa pendukung sektor primer.
6. Pengembangan agroindustri berbasis pertanian dan kelautan.
7. Peningkatan kapasitas SDM.
8. Pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di
kawasan perdesaan dan kota-kota kecil.
9. Peningkatan akses informasi, pemasaran, lembaga keuangan,
kesempatan kerja, dan teknologi.
10. Pengembangan social capital.
11. Intervensi harga dan kebijakan pro pertanian.

VI - 32
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
PENGUATAN EKONOMI DAERAH:
Langkah Menghadapi Krisis Keuangan Global

12. Pengelolaan berbasis keragaman SDA lokal


13. Mitigasi bencana alam.
14. Peningkatan nilai tambah dari SDA berbasis keunikan lokal.
15. Pengembangan industri kelautan (pariwisata dan agroindustri).

Dalam rangka pengembangan ekonomi lokal dan daerah, berbagai


permasalahan yang masih harus dihadapi adalah: (1) Rendahnya akses
terhadap infrastruktur fisik pendukung kegiatan ekonomi produktif dan
masih rendahnya kuantitas dan kualitas infrastruktur bagi pengembangan
ekonomi, (2) Rendahnya akses terhadap data dan informasi yang
mendukung percepatan pengembangan ekonomi lokal dan daerah, (3)
Belum kondusifnya pengembangan usaha ditinjau dari iklim berusaha,
persaingan usaha, dan keberlanjutan sumberdaya produk unggulan
daerah, sehingga dianggap perlu untuk mengoptimalkan regulasi dalam
moneter, fiskal, dan perizinan, (4) Belum terintegrasi program-program
lintas sektoral di dalam lingkup pengembangan ekonomi lokal dan daerah,
(5) Rendahnya kinerja kelembagaan dan kemampuan sumberdaya
manusia di pusat dan daerah dalam upaya mempercepat pembangunan,
(6) Belum optimalnya kerjasama antar daerah, antar kementerian/
lembaga dengan daerah, dan kemitraan antara pemerintah dan dunia
usaha, (7) Kurang terakomodasinya aspirasi dan kondisi daerah dalam
desain program, (8) Terbatasnya kapasitas dan jumlah fasilitasi serta
jangka waktu fasilitasi di dalam sistem yang mendukung pengembangan
ekonomi lokal, (9) Belum maksimalnya dan terintegrasikannya program-
program pembangunan yang terkait dengan pengembangan kawasan,
seperti agropolitan, Kawasan Sentra Produksi (KSP), Kota terpadu Mandiri
(KTM), dan lainnya dan cenderung bersifat sektoral.

Dengan perkiraan pencapaian sasaran pada RPJMN 2004-2009


sampai dengan tahun 2008, maka rencana dan langkah tindak lanjut
pembangunan untuk periode selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan ekonomi lokal dan daerah diharapkan berjalan dengan
memperhatikan perubahan paradigma pembangunan, terutama
dengan adanya perubahan paradigma kepemerintahan berdasarkan
desentralisasi dan otonomi daerah.
2. Pengembangan ekonomi lokal dan daerah diharapkan sebagai sebagai
insiatif daerah yang dilakukan secara partisipatif melalui peningkatan
nilai tambah sektor primer melalui pengembangan agribisnis dengan
menekankan pada pendekatan pengembangan bisnis (business
development).
3. Pengembangan dan peningkatan jaringan infrastruktur penunjang
kegiatan produksi, distribusi dan pemasaran.
4. Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dan di
perdesaan secara sinergis dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan
ekonomi’.
VI - 33
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan
Dan Pembangunan Daerah

5. Perluasan dan diversifikasi aktivitas ekonomi dan perdagangan


(nonpertanian) di pedesaan yang terkait dengan pasar di perkotaan
6. Pengembangan ekonomi lokal diarahkan melibatkan seluruh
stakeholder khususnya dunia usaha dan pemerintah daerah baik
dalam penganggaran maupun perencanaan, agar tercapai
keberlanjutan.
7. Pengembangan ekonomi lokal dan daerah diarahkan untuk mengisi
dan mengoptimalkan kegiatan ekonomi yang dilakukan berdasarkan
pengembangan wilayah berkelanjutan melalui pengembangan
komoditi unggulan yang berbasis sumber daya alam dan berbasis
pengetahuan.
8. Kerjasama sama antar daerah dilakukan dalam rangka pengembangan
ekonomi lokal terutama untuk peningkatan promosi investasi dan
regional marketing.
9. Pengembangan sistem informasi pengembangan ekonomi lokal dan
daerah dalam rangka mendukung promosi investasi dan regional
marketing.

VI - 34
Buku Pegangan 2009
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

Anda mungkin juga menyukai