OLEH:
..........................................
MIH......................
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejahatan terhadap umat manusia adalah istilah di dalam hukum
internasional yang mengacu pada tindakan pembunuhan massal dengan
penyiksaan terhadap tubuh dari orang-orang, sebagai suatu kejahatan
penyerangan terhadap yang lain. Para sarjana Hubungan internasional telah
secara luas menggambarkan "kejahatan terhadap umat manusia" sebagai
tindakan yang sangat keji, pada suatu skala yang sangat besar, yang
dilaksanakan untuk mengurangi ras manusia secara keseluruhan. Biasanya
kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan atas dasar kepentingan politis,
seperti yang terjadi di Jerman oleh pemerintahan Hitler serta yang terjadi di
Rwanda dan Yugoslavia
Diatur dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) di
Indonesia. Menurut undang-undang tersebut dan juga sebagaimana diatur
dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi kejahatan terhadap kemanusiaan ialah
perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara
langsung terdapat penduduk sipil. Kejahatan terhadap kemanusiaan ialah salah
satu dari empat Pelanggaran HAM berat yang berada dalam yurisdiksi
International Criminal Court. Pelanggaran HAM berat lainnya ialah genosida,
kejahatan perang, dan kejahatan agresi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian HAM?
2. Bagaimana sejarah HAM?
3. Apa saja bentuk pelanggaran HAM?
4. Apa saja faktor penyebab pelanggaran HAM?
5. Bagaimana upaya pencegahan pelanggaran HAM?
6. Bagaimana penanganan kasus pelanggaran HAM?
3
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian HAM?
2. Untuk mengetahui sejarah HAM?
3. Untuk mengetahui bentuk pelanggaran HAM?
4. Untuk mengetahui faktor penyebab pelanggaran HAM?
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan pelanggaran HAM?
6. Untuk mengetahui penanganan kasus pelanggaran HAM?
D. Manfaat
Adapun manfaat penulisan ini adalah agar kita bisa menghargai hak-
hak manusia dan mencegah terjadinya pelanggaran HAM.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian HAM
Hak asasi manusia adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma,
yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi
secara teratur sebagai hak-hak hukum dalam hukum kota dan internasional.
Mereka umumnya dipahami sebagai hal yang mutlak sebagai hak-hak dasar
"yang seseorang secara inheren berhak karena dia adalah manusia dan yang
melekat pada semua manusia terlepas dari bangsa, lokasi, bahasa, agama, asal-
usul etnis atau status lainnya. Ini berlaku di mana-mana dan pada setiap kali
dalam arti yang universal, dan ini egaliter dalam arti yang sama bagi setiap
orang. HAM membutuhkan empati dan aturan hukum dan memaksakan
kewajiban pada orang untuk menghormati hak asasi manusia dari orang lain.
Mereka tidak harus diambil kecuali sebagai hasil dari proses hukum
berdasarkan keadaan tertentu; misalnya, hak asasi manusia mungkin termasuk
kebebasan dari penjara melanggar hukum, penyiksaan, dan eksekusi.
Doktrin dari hak asasi manusia telah sangat berpengaruh dalam hukum
internasional, lembaga-lembaga global dan regional. Tindakan oleh negara-
negara dan organisasi-organisasi non-pemerintah membentuk dasar dari
kebijakan publik di seluruh dunia. Ide HAM menunjukkan bahwa jika wacana
publik dari masyarakat global mengenai perdamaian dapat dikatakan memiliki
bahasa moral yang umum, itu merujuk ke hak asasi manusia. Klaim yang kuat
yang dibuat oleh doktrin hak asasi manusia terus membuat provokasi
skeptisisme yang cukup besar dan perdebatan tentang isi, sifat dan
pembenaran hak asasi manusia sampai hari ini. Arti yang tepat dari hak asasi
memicu kontroversial dan merupakan subyek perdebatan filosofis yang
berkelanjutan; sementara ada konsensus bahwa hak asasi manusia meliputi
berbagai hak seperti hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil,
perlindungan terhadap perbudakan, larangan genosida, kebebasan berbicara,
atau hak atas pendidikan, ada ketidaksetujuan tentang mana yang hak tertentu
4
5
hak asasi universal. Sejak diterbitkan pada tahun 1215, piagam Magna
Charta kemudian masuk menjadi bagian dari konstitusi Inggris.
2. Bill of Rights (1689)
Setelah dikeluarkannya Magna Charta pada tahun 1215,
perjuangan menegakkan hak asasi manusia pun kemudian dilanjutkan
dengan dilahirkannya Bill of Rights pada tahun 1689. Pada peristiwa itu,
muncul adagium yang menyatakan bahwa semua manusia di dunia
memiliki kedudukan sama di muka hukum. Pernyataan tersebut kemudian
mendorong munculnya sistem demokrasi. Lahirnya Bill of Rights tersebut
menciptakan anggapan bahwa asas persamaan harus diwujudkan tak
peduli seberapa besar risiko yang dihadapi sebab kebebasan baru dapat
dihasilkan jika asas persamaan berhasil diwujudkan.
3. The American Declaration of Independence (1776)
Pernyataan mengenai hak asasi manusia juga tertuang dalam The
American Declaration of Independence atau Deklarasi Kemerdekaan
Amerika Serikat pada 4 Juli 1776. Dalam deklarasi tersebut disebutkan
bahwa setiap manusia diciptakan sama, dan Tuhan telah menganugerahkan
hak-hak dan kebebasan yang tidak dapat direnggut oleh siapapun. Hak-hak
tersebut di antaranya adalah hak atas hidup (life), hak kebebasan (liberty),
dan hak untuk meraih kebahagiaan (the pursuit of happiness).
4. The French Declaration (1789)
Peristiwa selanjutnya yang menandai awal perkembangan hak asasi
manusia adalah The French Declaration atau Deklarasi Perancis yang
dikeluarkan pada tahun 1789. Deklarasi tersebut mempertegas kembali
secara rinci mengenai hakikat hak asasi manusia yang kemudian
berkembang menjadi dasar-dasar negara. Dalam deklarasi tersebut
dinyatakan bahwa penangkapan dan penahanan yang dilakukan semena-
mena, penangkapan tanpa alasan yang sah, dan tindakan penangkapan
tanpa surat penahanan merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi
manusia.
5. The Universal Declaration of Human Rights (1948)
7
Sebagai negara hukum dan beradab, tentu saja Indonesia tidak mau
disebut sebagai unwillingness state. Indonesia selalu menangani sendiri kasus
pelanggaran HAM yang terjadi di negaranya tanpa bantuan dari Mahkamah
Internasional. Contoh-contoh kasus yang dikemukakan pada bagian
sebelumnya merupakan bukti bahwa di negara kita ada proses peradilan untuk
menangani masalah HAM terutama yang sifatnya berat. Sebelum berlakunya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM, kasus pelanggaran HAM diperiksa dan diselesaikan di
pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden dan
berada di lingkungan peradilan umum.
Setelah berlakunya undang-undang tersebut kasus pelanggaran HAM
di Indonesia ditangani dan diselesaikan melalui proses peradilan di Pengadilan
HAM. Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia dilakukan
berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Berdasarkan
undang-undang tersebut, proses persidangannya berlandaskan pada ketentuan
Hukum Acara Pidana. Proses penyidikan dan penangkapan dilakukan oleh
Jaksa Agung dengan disertai surat perintah dan alasan penangkapan, kecuali
tertangkap tangan.
Penahanan untuk pemeriksaan dalam sidang di Pengadilan HAM dapat
dilakukan paling lama 90 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari oleh
pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya. Penahanan di Pengadilan
Tinggi dilakukan paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30
hari. Penahanan di Mahkamah Agung paling lama 60 hari dan dapat
diperpanjang paling lama 30 hari. Adapun penyelidikan di terhadap
pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Komnas HAM.
Dalam melakukan penyelidikan, Komnas HAM dapat membentuk Tim ad hoc
yang terdiri dari Komnas Ham dan unsur masyarakat. Hasil penyelidikan
Komnas HAM yang berupa laporan pelanggaran hak asasi manusia,
diserahkan berkasnya kepada Jaksa Agung yang bertugas sebagai penyidik.
Jaksa Agung wajib menindak lanjuti laporan dari Komnas Ham tersebut. Jaksa
14
Agung sebagai penyidik dapat membentuk penyidik ad hoc yang terdiri dari
unsur pemerintah dan masyarakat.
Proses penuntutan perkara pelanggaran HAM berat dilakukan oleh
Jaksa Agung. Dalam pelaksanaan tugasnya, Jaksa Agung dapat mengangkat
penuntut umum ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah atau masyarakat.
Setiap saat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dapat keterangan secara
tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan
penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Jaksa penuntut
umum ad hoc sebelum melaksanakan tugasnya harus mengucapkan sumpah
atau janji. Selanjutnya, perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan HAM yang dilakukan oleh Majelis
Hakim Pengadilan HAM paling lama 180 hari setelah berkas perkara
dilimpahkan dari penyidik kepada Pengadilan HAM. Majelis Hakim
Pengadilan HAM yang berjumlah lima orang terdiri atas dua orang hakim
pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc yang
diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan.
Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
dimohonkan banding ke Pengadilan Tinggi, maka perkara tersebut diperiksa
dan diputus dalam waktu paling lama 90 hari terhitung sejak perkara
dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi. Pemeriksaan perkara pelanggaran HAM di
Pengadilan Tinggi dilakukan oleh majelis hakim yang terdiri atas dua orang
hakim Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dan tigaorang hakim ad hoc.
Kemudian, dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
dimohonkan kasasi ke Mahkamah Agung, perkara tersebut diperiksa dan
diputus dalam waktu paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan
ke Mahkamah Agung. Pemeriksaan perkara pelanggaran HAM berat di
Mahkamah Agung dilakukan oleh majelis hakim terdiri atas dua orang Hakim
Agung dan tiga orang hakim ad hoc. Hakim ad hoc di Mahkamah Agung
diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usulan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejahatan terhadap kemanusiaan ialah salah satu dari empat
pelanggaran HAM berat yang berada dalam yurisdiksi International Criminal
Court. Pelanggaran HAM berat lainnya ialah genosida, kejahatan perang, dan
kejahatan agresi. Perjuangan dalam menegakkan hak asasi manusia telah
dimulai pada abad 17 oleh seorang filsuf berkebangsaan Inggris bernama John
Locke. Locke merumuskan hak-hak dasar yang dimiliki manusia sejak
dilahirkan yakni hak atas hidup, hak milik, dan hak kebebasan.
Negara kita pun tak luput dari tindakan pelanggaran hak asasi manusia.
Beberapa peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia dapat
dikategorikan sebagai tindak pelanggaran HAM berat. Tindakan terbaik dalam
penegakan HAM adalah dengan mencegah timbulnya semua faktor penyebab
dari pelanggaran HAM. Apabila faktor penyebabnya tidak muncul, maka
pelanggaran HAM pun dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan.
B. Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan
memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa
menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan diinjak-
injak oleh orang lain.
DAFTAR PUSTAKA