Disusun Oleh:
Restu Adhie Charisma
1910611226
Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
Ta. 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk hidup termulia yang di karuniai akal pikiran dalam
memandang proses perkawinan itu adalah sesuatu yang sakral dalam ajaran agama
dan kepercayaan. Sedangkan hewan membutuhkan proses perkawinan itu sebagai alat
berkembang biak saja dalam memperbanyak keturunan. Manusia juga adalah
makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, saling berinteraksi hingga
timbul rasa saling peduli, saling menyayangi, saling mencintai dan berkeinginan
untuk hidup bahagia serta memperbanyak keturunan dengan melangsungkan
perkawinan.1
a) Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain;
b) Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;
5
Slamaet Abidin, H. Aminuddin. 2009. Fikih Munakahat I. Bandung: Pustaka Setri. Hlm 123.
Kemudian Pasal 44 UU Perkawinan menjelaskan bahwa seorang wanita Islam
dilarang untuk melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama
Islam. Dari kedua pasal tersebut dapat diketahui bahwa agama Islam melarang secara
tegas mengenai Perkawinan beda agama yang dilakukan oleh seorang pria atau
wanita muslim.6
Seiring dengan perkembangan zaman, dan di era globalisasi yang modern serta
teknologi yang semakin canggih ini, banyak perkawinan yang tidak sesuai dengan
aturan dan hukum yang berlaku. Ikatan perkawinan tinggalah ikatan yang tanpa
makna dan harapan. Banyak masalah yang timbul dalam kehidupan masyarakat
menyangkut perkawinan. Walaupun memiliki hukum perkawinan nasional yang
berfungsi untuk mengatur masalah perkawinan, namun tidak bisa di pungkiri bahwa
pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang masih menggunakan aturan adat
istiadat dari masing – masing agama maupun sukunya masing – masing. Sehingga
dalam melangsungkan Perkawinan ada banyak yang melanggar aturan hukum yang
sudah di atur. Salah satu di antaranya ialah Perkawinan berbeda agama.
6
Mardalena Hanifah, Perkawinan Beda Agama Ditinjau dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan, SOUMATERA LAW REVIEW, Volume 2, Nomor 2, 2019, Hlm 299.
Metode Penelitian
Makalah penyebab dan akibat perkawinan beda agama di Indonesia adalah penelitian
hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.7 Jenis penelitian pada
penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu dikaji dengan pendekatan
perundang-undangan (the statute approach) artinya suatu masalah akan dilihat dari
aspek hukumnya dengan menelaah peraturan perundang-undangan, selain itu juga
metode dengan cara studi kepustakaan (library research) yaitu dengan cara
melakukan analisis terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan .8
7
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. 2003. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, hlm 15.
8
Arliman, Laurensius. 2016. “Dispensasi Perkawinan Bagi Anak Di Bawah Umur Di Pengadilan Agama
Padangsidempuan.” Jurnal Al Adalah 12(4) 2017. “Perkawinan Antar Negara Di Indonesia
Berdasarkan Hukum Perdata Internasional.” Jurnal Kertha Patrika 39(3), Hlm 230.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian. perkawinan
9
Fauzi, Rahmat. 2018. “Perkawinan Campuran Dan Dampak Terhadap Kewarganegaraan
Dan Status Anak Menurut Undang-Undang Di Indonesia.” Soumatera Law Review
1(1). Hlm 25.
10
Basyir, Ahmad Azhar. 2000. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press, hlm 67.
11
Rahmat Fauzi, Faisal. 2018. “Efektifitas Mediasi Dalam Menyelesaikan Sengketa Perceraian (Study
Di Pengadilan Agama Bukittinggi Dan Pengadilan Agama Payakumbuh Tahun 2015-2017).” Soumatera
Law Review 1(2). hlm 98.
hanyalah perkawinan campuran tentang pasangan yang berbeda kewarganegaraan.
Perkawinan beda agama disini hanya berdasar pada Undang – undang perkawinan
pasal 2 ayat (1) dan (2). Apabila ditinjau pada pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan,
sahnya suatu perkawinan adalah menurut hukum agamanya atau keyakinannya
masing – masing. Dan Pada ayat (2) berbunyi tiap – tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang – undangan yang berlaku. Jadi, yang dimaksud dengan menurut
hukum agamanya masing – masing yaitu tergantung dari sahnya hukum masing –
masing agama yang bersangkutan dalam melangsungkan perkawinan beda agama,
aturan dari masing agamanya. Berarti dengan adanya masalah pengaturan perkawinan
di Indonesia, Undang – undang memberikan kepercayaannya secara penuh kepada
Agama, dan Agama memiliki peranan penting terhadap perkawinan berbeda agama.
Dalam hukum agama Islam sudah dijelaskan bahwa perkawinan beda agama mutlak
diharamkan. Dengan hukumhukum Islam yang ada, nyatanya sebagian masyarakat
masih saja mengabaikan hukum tersebut dan menempuh berbagai jalan untuk
menikah dengan kekasihnya walaupun keyakinan mereka berbeda. Sehingga
menghasilkan keluarga beda agama. Hal ini akan mengakibatkan kesulitan penerapan
agama anak dan pendidikan akhlak pada anak. Berikut adalah faktor penyebab
perkawinan beda agama.12
12
Hutapea, Bonar. “Dinamika Penyesuaian Suami-Istri Dalam Perkawinan Berbeda Agama (The
Dynamics Of Marital Adjustment In The Interfaith Marriage) dalam Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01. 5 Maret 2018. Jakarta, hlm. 111.
4) Sikap positif terhadap perkawinan bedda agama, baik karena pengaruh pola asuh
orang tua yang cenderung inklusif dan demokratis
Perubahan struktur keluarga yang terjadi dalam masyarakat terjadi pula pada keluarga
beda agama. Perubahan struktur itu berupa proses kontraksi keluarga yaitu proses
perubahan dari keluarga luas menjadi keluarga inti. Proses kontraksi keluarga ini
memunculkan otonomi dan liberasasi keluarga inti yang lebih kuat. Adanya otonomi
menunjukkan tingkat kemandirian keluarga inti yang tinggi. Otonomi ini diiringi
dengan terjadinya liberalisasi dari keluarga inti. Anggota keluarga inti lebih
mempunyai kebebasan dalam memutuskan semua hal yang berkaitan dengan
persoalan internal keluarga.13
Dalam hal ini sang anak bebas dalam menentukan pasangan hidupnya. Istilah tersebut
juga dapat diartikan orang tua hanya mengikuti kemauan anak tanpa ada paksaan dari
orang tua.
Ketiga faktor tersebut saling terkait antara yang satu dan yang lainnya. Namun yang
paling utama diantara ketiganya yaitu dominasi subbudaya abangan, baik pada suami
istri beda agama maupun orang tua dari suami istri beda agama. Walaupun otonomi
keluarga inti dan kemandirian anak menjadi gejala umum, namun ternyata sangat
banyak yang tidak melakukan kawin beda agama karena pertimbangan-pertimbangan
norma dan hakikat keagamaan, seperti pada golongan santri.14
Perkawinan beda agama mempunyai akibat hukum, bagi pasangan pekawinan beda
agama dinyatakan sah apabila dicatatkan di Kantor Pencatatan Sipil setempat.
Dengan sahnya perkawinan beda agama tersebut, maka akan menimbulkan akibat
13
Ismail. Nawari, Keluarga Beda Agama Dalam Masyarakat Jawa Perkotaan, Yogyakarta: Samudra
Biru, 2010, hlm. 34
14
Ibid, hlm. 39.
hukum baik terhadap suami istri, harta kekayaan maupun anak yang dilahirkan dalam
perkawinan, yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan. 15
a) Suami istri memikul tanggung jawab yang luhur untuk menegakan rumah tangga
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 30).
b) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan dalam pergaulan hidup bersama dalam masyarakat
(Pasal 31 ayat (1)).
d) Suami adalah kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga.
f) Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, saling setia.
g) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan
kemampuannya. h) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya.
c) Suami atau istri harus selalu ada persetujuan untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap harta bersama (Pasal 35 dan 36).
15
Wedya Laplata, PELAKSANAAN PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF YURIDIS (STUDI
KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA), Jurisprudence, Vol. 4 No. 2 September 2014, hlm 82.
a) Kedudukan anak, Anak yang dilahirkan dalam perkawinan adalah anak yang sah
(Pasal 42) dan Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan kerabat ibunya saja.
b) Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak, Kedua orang tua wajib memelihara
dan mendidik anak-anaknya sampai anak-anak tersebut kawin dan dapat berdiri
sendiri (Pasal 45), Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendaknya
yang baik, dan Anak yang dewasa wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam
garis keturunan ke atas sesuai kemampuannya, apabila memerlukan bantuan anaknya
(Pasal 46).
c) Kekuasaan orang tua, Anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah
kawin ada di bawah kekuasaan orang tua, Orang tua dapat mewakili segala perbuatan
hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan, Orang tua dapat mewakili segala
perbuatan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan, dan Orang tua tidak
boleh memindahkan hak atau menggadaikan barangbarang tetap yang dimiliki
anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin. Kekuasaan orang
tua bisa dicabut oleh pengadilan apabila Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap
anak dan berkelakuan buruk sekali. Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, tetap
berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anaknya. Sedang yang
dimaksud dengan kekuasaan orang tua adalah: Kekuasaan yang dilakukan oleh ayah
dan ibu terhadap anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan. Isi kekuasaan orang tua adalah Kewenangan atas anak-
anak baik mengenai pribadi maupun harta kekayaannya, kewenangan untuk mewakili
anak terhadap segala perbuatan hokum di dalam maupun di luar pengadilan.
Kekuasaan orang tua itu berlaku sejak kelahiran anak atau sejak hari pengesahannya.
Kekuasaan orang tua berakhir apabila Anak itu dewasa, Anak itu kawin, atau
kekuasaan orang tua dicabut
Keluarga beda agama sangat berpotensi terjadi konflik atau permaslahan kecil dalam
keluarga yang memaksakan untuk menikah dengan kondisi keyakinan yang berbeda
ini. Berikut bebepara dampak dari keluarga beda agama
1) Keberagamaan Suami-istri Berikut ciri keberagamaan dalam keluarga sakinah:16
a) Pemahaman Agama
2) Sikap toleransi Beragama yang Tinggi Hubungan antar muslim dengan penganut
agama lain tidak dilarang oleh syariat Islam kecuali bekerjasama dalam persoalan
aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut merupakan hak intern umat Islam yang
tidak boleh dicampuri pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu
dalam kerja sama yang baik.17
16
Romlah, Siti. 2006. Karakteristik Keluarga Sakinah Dalam Perspektif Islam Dan Pendidikan Umum.
Jurnal No. 1/XXV/2006. Diakses pada 3 Maret 2018. hlm. 72
17
Suryana, Toto. 2011. Konsep Dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama. Jurnal Pendidikan
Agama Islam – Ta‟lim Vol. 9 No.2 – 2011. Diakses pada 3 Maret 2018. hlm: 127
18
Ismail. Nawari, Keluarga Beda Agama Dalam Masyarakat Jawa Perkotaan, (Yogyakarta: Samudra
Biru, 2010), hlm. 37
adalah sesuatu yang dihayati oleh pasangan mengenai apa yang baik, yang berharga,
yang disukai, yang patut diusahakan, patut diperjuangkan dan dipertahankan dalam
perkawinan19
19
Nancy, Nona Maria., Wismanto, Y Bagus dan Hastuti, Lita W. 2014. Hubungan Nilai Dalam
Perkawinan Dan Pemaafan Dengan Keharmonisan Keluarga. Dalam Jurnal Psikodimensia Vol. 13 No.1,
Januari – Juni 2014, 84 – 97. Diakses pada 5 Maret 2018. hlm. 86
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Pada prinsipnya Negara Indonesia belum ada pengaturannya secara khusus dan tegas
di dalam undang-undang perkawinan nasional. Untuk itu, perkawinan beda agama
hanya dapat menyebabkan kerugian yang lebih banyak daripada manfaat atau
keuntungannya, maka diharapkan supaya di masyarakat sisosialisasikan khususnya
bagi calon suami maupun isteri untuk sedini mungkin menghindari perkawinan beda
agama tersebut dan lebih memperdalam lagi ilmu agama yang dianut masing -
masing pasangan .
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Suryana, Toto. 2011. Konsep Dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama.
Jurnal Pendidikan Agama Islam – Ta‟lim Vol. 9 No.2
Buku
Basyir, Ahmad Azhar. 2000. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press
Islam. 2010. Kompilasi Hukum. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Focus Media
Jehani, Libertus. 2008. Perkawinan Apa Resiko Hukumnya. Jakarta. Forum Sahabat
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. 2003. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Peraturan Perundang–Undangan