Anda di halaman 1dari 2

Rangkuman Materi Webinar “Feminisme dan Islam: Paradigma terhadap Perempuan

dalam Ruang Publik”

Mario Excel Elfando

1706983452

Ketidakadilan gender dimulai sejak keluarga, yaitu dimulai dari larangan-larangan yang
membatasi anak perempuan. Feminisme merupakan gerakan etika sosial yang memperkuat
peran perempuan sebagai agen perubahan dalam perjuangan keadilan dalam wilayah privat
dan publik. Feminisme merupakan satu-satunya gerakan yang menghargai pengalaman
perempuan. Meskipun feminisme banyak jenisnya, secara umum feminisme bertujuan
membela hak-hak perempuan. Hak-hak perempuan yang dibela oleh gerekan feminisme
adalah hak pendidikan, hak-hak dalam pernikahan, hak-hak memilih, dan hak-hak
berkontribusi dalam pembangunan.

Feminisme Barat bagi orang Barat memberikan peran perempuan di ranah publik karena
banyaknya diskriminasi. Perempuan baru mendapat pendidikan tahun 1900-an. Gerakan
feminisme bermula sejak adanya Declaration of Sentiment yang menyatakan bahwa
perempuan merasa tertindas.

Di Indonesia terdapat beberapa tokoh feminis, yaitu

- Kartini – berlatar belakang pendidikan sekuler. Ia memahami hak-hak perempuan


bukan dari Islam. Inspirasi awalnya dari buku-buku yang ia baca. Konteks sosial yang
terjadi saat itu: perempuan ningrat yang sudah menstruasi dikurung hingga dilamar
oleh bangsawan.
- Rahmah El Yunusiyah – latar belakang santri. Konteks saat itu: perempuan dipandang
rendah jika bersekolah.
- Dewi Sartika – berlatar belakang sekuler.
- Maria Ulfah – S-1 di luar negeri dan mengajar di Muhammadiyah (kombinasi
pendidikan Barat dan pengalaman berhubungan dengan santri)

Sementara itu, beberapa gerakan feminisme yang pernah berkembang di Indonesia adalah

- Feminisme keibuan: Gerakan ini bertujuan untuk menjaga hak-hak perempuan di


dunia privat dan publik. Perempuaan ingin dihormati dalam perannya sebagai ibu.
- Feminisme sekuler (1980-an). Latar belakang gerakan ini adalah adanya anggapan
bahwa Islam bertentangan dengan emansipasi perempuan

Islam adalah landasan etis dalam berperilaku dan bersosial. Islam melandasi gerakan
pembaharuan, nasionalisme, kemerdekaan, dan perjuangan bernegara. Islam dan feminisme
sama-sama mempunyai tujuan kemanusiaan dan kemasyarakatan yang berkeadilan.
Perempuan dan laki-laki sama-sama berperan sebagai agen moral. Feminisme Islam
merupakan sebuah perspektif dalam memajukan perempuan.

Indonesia menduduki nomor 85 dari 153 negara dalam hal kesetaraan gender. Tercatat ada
10,3 juta rumah tangga dengan 15,7 persen perempuan sebagai kepala keluarga (BPS).
Banyak perempuan tidak mendapat bantuan pemerintah karena pemerintah mencari kepala
keluarga (laki-laki).

Salah satu ayat Al-Qur’an yang kerap digunakan sebagai landasan bahwa laki-laki adalah
kepala keluarga yaitu surah An-Nisa’ ayat 34 yang menyebutkan bahwa laki-laki pemimpin
bagi perempuan. Padahal, terdapat tafsir yang progresif terhadap ayat ini. Menurut Prof.
Nasaruddin Umar, ayat ini menyebutkan bahwa laki-laki memiliki qawwam. Qawwam adalah
sifat-sifat kepemimpinan yang sebenarnya tidak terbatas pd laki-laki, tetapi siapa saja yg
mempunyai peran produktif.

Al-Qur’an mengatakan laki-laki diberi kelebihan sifat qawwam ini karena perempuan harus
melalui fase-fase reproduksi yang khas. Ketika perempuan menjalankan fungsi reproduksi
tersebut, perempuan mengalami keterbatasan. Selain itu, ayat ini berkaitan dengan situasi
sosial masyarakat Arab pada saat itu yang nomaden. Laki-laki yang bertugas keluar
sementara perempuan mengamankan tenda. Namun, perempuan dan laki-laki saat ini
mempunyai akses yang sama, tidak sepeti saat ayat itu turun.

Feminisme Islam juga mencoba merebut tafsir mahram. Menurut feminis muslim, substansi
larangan perempuan bepergian tanpa mahram adalah agar tidak ada ketakutan dan perempuan
merasa aman. Jika aman, mahram tidak lagi diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai