DENGAN DIAGNOSA
DIMENSIA
Disusun oleh:
SRI RAMADANI 1701026
A. LATAR BELAKANG
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau
progresif di mana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi,termasuk
memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa,
dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang biasanya
disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku
sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit
serebrovaskular, dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak
(Durand dan Barlow, 2006).
Menurut data Asia Pasifik tahun 2006, jumlah orang yang menderita demensia di
wilayah Asia Pasifik pada 2025 diperkirakan meningkat lebih daridua kali lipat dan
peningkatan ini akan lebih cepat dibandingkan dengan yangterjadi di negara-negara barat.
Sementara di dunia, pada tahun 2040 jumlahpenderita demensia diperkirakan menjadi
sekitar 80 juta orang. (Demensia dikawasan asia pasifik, 2006).
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi, tetapi
bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan,penurunan emosi atau
perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam pola berbicara, penderita
menggunakan kata-kata yang lebih sederhana,menggunakan kata-kata yang tidak tepat
atau tidak mampu menemukan kata-katayang tepat. Ketidakmampuan mengartikan
tanda-tanda bisa menimbulkankesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada
akhirnya penderita tidak dapatmenjalankan fungsi sosialnya.
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut.Bahkan,
penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 501tahun. Sebagian
besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh para
Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapasaja dari semua tingkat usia dan
jenis kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih
sejak dini disertai penerapan gaya hidupsehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor,
M. N, 2003)
B . RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, adapun permasalahan yang hendak
kelompok kemukakan dalam penulisan makalah ini, yaitu mengenai bagaimana gambaran
klinis dari polisitemia serta bagaimana proses asuhan keperawatan pada klien dengan
demensia ?
A. KONSEP DEMENSIA
1. Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom)
yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer,
L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia
bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan
beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan
tingkah laku.
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi
aktivitas social dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
(Mickey Stanley, 2006)
Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama
pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks
serebral dan hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama kali kehilangan
kemampuannya untuk mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi degenerasi. Jika
degenerasi ini mulai berlangsung, dewasa ini tidak ada tindakan yang dapat dilakukan
untuk menghidupkan kembali sel-sel atau menggantikannya.(Kushariyadi, 2010)
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara
abnormal.Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak
degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas
bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai
latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang
rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh
diperolehi.
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang
secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan
untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat,
penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya
sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia
diatas 60 tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang
normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa
menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan
penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi
fungsi. Lupa pada usia lanjut bukan merupakan pertanda dari demensia maupun
penyakit Alzheimer stadium awal. Demensia merupakan penurunan kemampuan
mental yang lebih serius, yang makin lama makin parah. Pada penuaan normal,
seseorang bisa lupa akan hal-hal yang detil; tetapi penderita demensia bisa lupa akan
keseluruhan peristiwa yang baru saja terjadi.
2. Epidemiologi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60
tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan angka
kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu
populasi . Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat
dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada
negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia
lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang.
Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia yang berumur diatas 60
tahun dan sampai saat ini diperkirakan kurang lebih 500.000 penduduk indonesia
mengalami demensia dengan berbagai penyebab, yang salah satu diantaranya adalah
alzeimer.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia
Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju
Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-
20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia
vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.
3. Etiologi Demensia
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat
disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. &
Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab
utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh
darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen
diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson,
C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat
keputusan dan juga penurunan proses berpikir
Untuk demensia tipe Alzheimer ada beberapa penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi
udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament predisposisi
heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal,
kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi
kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor
pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron.
Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya
peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi
radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit
Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor
lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme
energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang
non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian
telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana
faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.
Beberapa factor lain yang menyebabkan alzeimer :
Faktor genetic
Faktor infeksi
Faktor lingkungan
Faktor imunologis
Faktor trauma
Faktor neurotransmitter
4. Klasifikasi
b. Demensia Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan Alzheimer
tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal seperti :
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering pada lansia,
sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer.
Menurut Umur:
1. Reversibel
2. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
1. Tipe Alzheimer
2. Tipe non-Alzheimer
3. Demensia vaskular
4. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
5. Demensia Lobus frontal-temporal
6. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
7. Morbus Parkinson
8. Morbus Huntington
9. Morbus Pick
10.Morbus Jakob-Creutzfeldt
11.Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
12.Prion disease
13.Palsi Supranuklear progresif
14.Multiple sklerosis
15.Neurosifilis
16. Menurut sifat klinis:
17.Demensia proprius
18.Pseudo-demensia
5. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai
pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron
yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian
dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut
terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat
neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah
intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan
biokimia pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang
pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit.
Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular
yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP,
protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan
menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel
neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia
menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus
secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda
yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan kolapsnya system transport
internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya
diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron
yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta)
yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal.
A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal
melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan
neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta,
fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan
tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril –
fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi
neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas
sehingga menggagu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah
sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor.
Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara
neurokimia kelainan pada otak
Pathway (terlampir)
6. Gejala Klinis
Demensia yang paling banyak ditemukan yaitu tipe Alzheimer
Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat
gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat,
dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif.
Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun.
Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita
tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda
dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal
ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik
seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi
pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur,
nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya
antara lain: Disorientasi, gangguan bahasa (afasia), Penderita mudah bingung,
penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan
sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan
suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi, dan ada gangguan visuospasial,
menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya
15-20%,”
Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya
antara lain: Penderita menjadi vegetatif, tidak bergerak dan membisu, daya intelektual
serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri, tidak bisa
mengendalikan buang air besar/ kecil, kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan
ornag lain, kematian terjadi akibat infeksi atau trauma.
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita
yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun
keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada
tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan
dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit
mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri
bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai
dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir
terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga
merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka
belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang
dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat
saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi
Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai
berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit
di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan.
Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan
mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang
mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif
menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus
dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik,
pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan
juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik
perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman
perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat
dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka.
Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia
penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi
tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti,
tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi,
apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
8. Penatalaksanaan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang
disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan
dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik,
dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera
setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia
yang dapat diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk
memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan
keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala
perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang
mendukung, dan pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan dalam
pengobatan sebagian besar jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk
pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian
terhadap masalah visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang
menyertai, seperti infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi
kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada pengasuh atau anggota
keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat mereka
merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada
penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik.
Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung,
diabetes dan ketergantungan alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk
berhenti, karena penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral
dan fungsi kognitif.
10. Prognosis
Pada sebagian besar demensia stadium lanjut terjadi penurunan fungsi otak yang
hampir menyeluruh. Penderita lebih menarik dirinya dan tidak mampu mengendalikan
perilakunya. Suasana hatinya sering berubah-ubah dan senang berjalan-jalan
(berkelana). Pada akhirnya penderita tidak mampu mengikuti suatu percakapan dan
bisa kehilangan kemampuan berbicara.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Hari/TGL : Kamis/12februari2021
Jam : 14.00
Nama Mhs : Sri Ramadani (1701026)
1. Identitas
a. Nama : Ny F.P
b. Umur : 67 thn
c. Jenis kelamin : perempuan
d. Status perkawinan : menikah
e. Agama : Kristen protestan
f. Suku : Timor
2. Riwayat pekerjaan dan status ekonomi
a. Pekerjaan saat ini : penghuni wisma
b.Pekerjaan sebelumnya : petani
c. Sumber pendapatan : kebutuhan di bantu oleh panti werda budi agung kupang
3. Lingkungan tempat tinggal
Kebersihan dan kerapian lingkungan? Baik, penerangan? Baik, sirkulasi udara?
Baik, keadaan kamar mandi dan WC? Bersih, pembuangan air kotor? Baik,
sumber air minum? Bersih, pembuangan sambah? Baik, sunber pencemaran?
Tidak ada, privasi? Terjaga, resiko injury? Beresiko.
4. Riwayat kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
Keluhan utama dalam 1 tahun terakhir : Keluhan Status kesehatan umum
selama setahun terakhir mengalami gatal- gatal di tangan kaki
Gejala yang di rasakan : gatal-gatal di kaki dan tangan
Factor pencetus : pruritus
Timbulnya keluhan : Ny. F.P mengatakan sering lupa, dan badan gatal-gatal
sudah ±3 bulan dan sering Lupa.
5. Pola fungsional
a. Nutrisi metabolic :
Frekuensi makan? 3x sehari setiap pagi,siang,dan sore, nafsu makan? Baik,
jenis makanan? bubur, sayur, tahu, dan tempe,
b. Eliminasi :
BAK : buang air kecil 3-4x sehari
BAB: buang besar biasanya 1 kali sehari
6. Pemeriksaan fisik
b. TTV : tekanan darah 120/ 80, RR 20 kali/ menit, suhu 36 °C, Nadi : 90
kali/menit.
d. Kepala
B. ANALISA DATA
DS & DO DIAGNOSA
1. DS: Ny. FP mengatakan tidak
mengetahui tanggal,waktu,
bulan dan tahun, nama tempat
tidak tau mengatakan tinggal
disini, pasien tidak
mengetahui kelurahan,
kecamatan, kabuapaten, dan
provinsi. Hanya mengetahui
nama.
DO: Ny. F.P tidak dapat
menjawab hari taanggal wakti
tahun. pasien hanya Kerusakan Memori (00131)
Menjawab nama saja. pasien
tidak mampu mengenal jam,
hari,tanggal,bulan serta
tahun. Untuk tempat,
kelurahan, kabupaten, dan
provinsi tetapi lupa nama
kecamatan Ny. F.P
megatakan tidak tau. Pada
fase registrasi, pasien mampu
menyebutkan 3 dari 3 objek
yang disebutkan petugas.
Pada fase perhatian dan
perhitungan, pasien tidak
mampu menjawab 5
pertanyaan dari 5 pertanyaan
pengurangan. Pada fase
mengingat kembali, pasien
mampu menyebutkan 1 dari 3
benda yang ditunjuk
petugas. Pada fase
pengertian verbal, pasien
tidak mampu mengulang
kata-kata yang diucapkan
petugas. Pada fase pengertian
verbal, pasien tidak mampu
melakukan perintah yang
ditulis petugas. Pada fase
perintah tertulis, pasien tidak
mampu melakukan perintah
yang ditulis petugas. Pada
fase menulis kalimat, pasien
tidak mampu menulis satu
kalimat yang bermakna. Pada
fase menggambar kontruksi,
pasien tidak menirukan
gambar yang diberikan
petugas. Kesimpulannya
pasien memiliki kognitif
Berat.
C. DIGNOSA KEPERAWATAN
mnenggaruk- 5. Mengeringkan
pengasuh handuk
mengatakan
Ny. F.P malas
mandi, jika
mandi tidak
dijaga hanya
mencuci muka,
menggunakan
sabun mandi
untuk cuci
rambut, terlihat
Ny F.P
menggaruk-
garuk tubuhnya.
4. setelah dilakukan 1. Mengidentifikasidefisit
Risiko jatuh
tindakan keperawatan kognitif atau fisik yang
(00155).
3x24 jam diharapkan dapat meningkatkan
DS: pasien
klien mmpu untuk potensi jatuh dalam
mengatakan
Gerakan terkoordinasi lingkungan tertentu.
jalan ke atas
1. kemampuan otot 2. Mengidentifiksi
untuk pergi
berdoa (rumah untuk perilaku dan faktor yang
pandangan 3. pemahaman
visus 2/6, di penjegahan
wisma sering jatuh
jalan-jalan 4. kemampuan
tanpa diketahui pemahaman
oleh pengasuh, pribadi
di wismma
lantai licin,
berjalan
menggunakan
sendal yang
licin.
BAB IV
A. EVALUASI
1. Diagnosa pertama :
S : pasien mengatakan hari senin, tanggal tidak tau, jam 09.00, tahun tidak tau,
nama lupa, menyebutkan nama tempat teratai, , teman wisma lupa nama,
mengatakan kegiatan pagi menyapu.
O : pada saat dikaji ditanya jam dapat menjawab yaitu jam 9, hari juga dapat
menjawab hari senin, tanggal tidak tau, tahun tidak tau menanyakan kembali nama
perawat Ny F.P mengatakan lupa, nama teman sewisma pun lupa ketika di tanya.
Menanyakan peristiwa : menyapu, ternyata pasien tidak bekerja/ menyapu.
A : masalah belum teratasi.
P: intervensi di lanjutkan.
2. Diagnosa kedua :
S : mengatakan malas untuk berbicara, hanya ingin tidur.
O : Ny. F.P terlihat tidak ingin unttuk bicara, hanya diam, kadang berbicara tapi
berbicar untuk membahas yang disenangi Ny F.P, tidak ada kontak mata dengan
perawat, tampak menolak kehadiran perawat.Ny. F.P terlihat tidak ingin untuk
bicara, hanya diam, kadang berbicara tapi berbicar untuk membahas yang disenangi
Ny F.P, tidak ada kontak mata dengan perawat, tampak menolak kehadiran
perawat.
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan.
3. Diagnosa ketiga :
S : pasien mengatakan sudah mandi pada pagi hari
O : pasien tampak kotor, rambut kotor, kepala bau, dan pengasuh mengatakan Ny
F.P belum mandi. Karena untuk kesadaran mandi sendiri tidak ada, harus dijaga
untuk proses mandi.
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
4. Diagnosa keempat :
S : pasien mengatakan baru habis pergi cari kain tenun yang hilang di pasar inpres,
berjalan sendiri.
O : pasien tampak kecapean karena baru sampai dari jalan di pasar, pasien tampak
jalan tidak seimbang, menggunakan sendal swalo yang licin, jalan tidak memberi
tahu ke pengasuh
A : masalah belum teratasi
P : intervensi di lanjutkan
BAB V
B. KESIMPULAN
C. SARAN
Boedhi – Darmojo. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta:
FKUI Bulechek, G Dkk ., 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). 6th ed.
Missouri:Elsevier Mosby
Jakarta: EGC Santoso, H Dan Ismail A.(2009). Memahami krisis lanjut usia. Jakarta :
Gunung Mulia.
Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik
Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC