Artikel KLP 2 (Perbaikan)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 25

KE-SYAHID-ANKORBAN COVID-19 SEBAGAIMANAKE-SYAHID-AN

KORBAN THA’UNDI MASA NABI SAW. (Suatu Kajian Tematik)

INFO AERTIKEL ABSTRAK


Penulisan ini bertujuan untuk mebahas ke-
Kata Kunci: syahid-an korban covid-19 sebagaimana ke-
Syahid syahid-an korban tha’un di masa Nabi saw.
Tha’un dengan menulusuri literaur-literaur kitab hadits,
Covid-19 dalam hal ini al-Kutub at-Tis’ah sebagai
rujukan utama. Hasil obeservasi penulis
menunjukkan bahwa hadits untuk menjelaskan
Kelompok II (dua) penyakit atau virus yang dapat menular atau
mewabah kepada setiap orang menggunakan
istilah tha’un. Melalui kata tha’un, hadits-hadits
Muhammad Mahatir Nabi saw. tentang covid-19 dapat ditelusuri. Ini
M. Nawawi Alwan Nuryat menujukkan bahwa di masa Nabi dan sahabat
Irwan Kamaruddin telah terjadi kondisi yang serupa dengan kondisi
M. Raynaldi yang menimpa hampir semua negara saat ini.
Bir Ali Menurut hadits Nabi saw., salah satu kelompok
orang yang dianggap syahid adalah orang yang
mati karena terkena tha’un atau penyakit
Mahasiswa Jurusan Ilmu Hadits menular. Karena covid-19 adalah salah satu
Reguler 3 penyakit menular, maka dapat disimpulkan
Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan bahwa korban covid-19 yang meninggal
Politik termasuk meninggal dalam keadaan syahid
Universitas Islam Negeri Alauddin sebagaimana korban tha’un yang dinilai syahid
Makassar oleh Nabi saw.

I. PENDAHULUAN
Di awal tahun 2020, dunia digemparkan dengan merebaknya virus jenis baru di
berbagai negara termasuk di Indonesia yaitu Coronavirus disease 2019 atau Covid-19.

1
Diketahui, asal mula virus ini berasal dari Wuhan, Tiongkok. Ditemukan pada akhir
Desember tahun 20191.
Covid-19 ini telah menjadi pandemi sebagaimana yang telah ditetapkan oleh
WHO pada tanggal 11 Maret 2020, merujuk lebih dari 118 ribu kasus infeksi di lebih dari
110 negara dan wilayah di seluruh dunia dengan resiko penyebaran global lebihluas2.
Penybarannya yang begitu cepat melalui proses penularan yang mudah dan sulit
dideteksi,bahkan manusia tanpa menunjukkan gejala terinfeksi covid-19 juga
dapatmenybarkan kepada manusia lainnya,3ditambah lagi sikap acuh sebagian
masyarakat terhadap penyebaran dan mudharat yang ditimbulkan oleh covid-19 sehingga
menjadi penyebab merebaknya lebih cepat dan lebih luas virus tersebut.
Jika ditinjau dari sejarah, khususnya di masa Nabi saw. dan sahabat, kondisi yang
serupa juga pernah terjadi di masa beliau. Dalam hadits-hadits Nabi, istilah covid-19
tidak disebutkan secara khusus, tapi peristilahannya bersifat umum, yaitu Tha’un. Ketika
terdengar oleh Nabi saw. bahwa tha’un menjangkit di suatu wilayah, beliau melarang
seseorang untuk masuk ke wilayah tersebut sertamenganjurkan bagi orangyang bearada
di wilayahyang terjangkit tha’un itu untuk tidak keluar ke wilayah lain. Sebagimana
sabdanya sebagai berikut:
‫ض َوَأ ْنتُ ْم بِهَا فَالَ ت َْخ ُرجُوا ِم ْنهَا‬
ٍ ْ‫ َوِإ َذا َوقَ َع بَِأر‬،‫ض فَالَ تَ ْد ُخلُوهَا‬
ٍ ْ‫ِإ َذا َس ِم ْعتُ ْم بِالطَّاعُو ِن بَِأر‬
Artinya:
“Apabila kalian mendengar wabah tha’un di suatu negeri, maka janganlah kalian
masuk ke dalamnya, namun jika ia menjangkit suatu negeri, sementara kalian
berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri tersebut.”4
Hadits tersebut menunjukkan bagaimana Nabi saw. menganjurkan sikap protektif
terhadap keadaan wabah di suatu wilayah. Hadis inilah yang sering dikutip oleh banyak
kalangan dalam melakukan kebijakan penanggulangan covid-19. Dalam hal ini seperti
1
Yuliana, “Corona Virus Diseases (Covid-19); Sebuah tinjauan Literarur”, Wellness and Healthy
Magazine 2, no. 1 (2020): h. 187.
2
Firdaus, “Virus Corona dalam Perspektif Sunnah”, al-Mubarak 5, no. 1 (2020): 13.
3
Faura Dea Ayu Pinasti, “Analisis Dampak Pandemi Corona Virus Terhadap Tingkat Kesadaran
Masyarakat dalam Penerapan Protokol Kesehatan”, Wellness and Healthy Magazine 2, no. 2 (2020): h. 237.
4
Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ismail al-Buhkari, al-Jami’ al-Musnad as-Sahih al-Mukhtashar
min Umuri Rasulillah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam Wa Sunanihi Wa Ayyamihi, Vol. 7, (Cet. I; T.tp: Dar
Thauq al-Najah, 1422 H), h. 130.

2
anjuran isolasi mandiri di rumah selama pandemi, menjaga jarak (social distancing)
ketika kelaur rumah, menghindari kontak fisik seperiberjabat tangan, mencuci tangan
secara teratur setelah beraktivitas,5 hingga pemberlakuan kebijakan resmi lainnya seperti
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).6 Namun sedemikian rupa kebijakan tersebut
diterapkan ke masyarakat, tidak sepenuhnya bisa menghindari berjatuhannya korban dari
pandemi covid-19 ini. Berdasarkan data yang disebutkan dalam salah satu media
(Covid19.go.id.) bahwa covid-19 di Indonesia per sabtu (6/11/21) telah sampai pada
jumlah 4,25 juta pasien dari semua provinsi, dan 4,02 juta total pasien yang sembuh serta
144 ribu orang meninggal.7
Berdasarkan uaraian di atas, penulis tertarik membahas tentang bagaimana ke-
syahid-an korban covid-19 sebagaimana ke-syahid-an korban tha’un di masa Nabi saw.

II. METODE
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode tematik, yaitu
mentukan tema atau masalah yang akan dibahas, fokos kajian penulisan ini tentang
syahid dan tha’un. Di samping itu, penelitian ini bersifat kualitatif karena
mengdeskripsikan pernyataan verbal, yaitu matan hadits Nabi saw.
Pendekatan yang digunakan penulis dalam tulisan ini adalah pendekatan sosial
dan agama. Kedua ilmu tersebut dibutuhkan untuk mengaitkan syahid dan tha’un
sehingga akan terlacak bagaimana sebenarnya Islam memposisikan korban covid-19 yang
meninggal berdasarkan hadits Nabi saw.
Untuk memahami makna dari ungkapan verbal, yaitu matan hadits Nabi saw.
yang mencakup kosa kata, frase, klausa dan kalimat, dibutuhkan teknik analisis dan
interpretasi sebagai cara kerja memahami hadits Nabi saw., khususnya dalam pengkajian
hadits tematik8 yaitu pertama tekstual, yaitu pemahaman terhadap matan hadits
berdasarkan teksnya semata atau memperhatikan bentuk dan cakupan makna teks dengan
5
Alif Jumai Rajab, dkk, “Tinjauan Hukum Islam pada Edaran Pemerintah dan MUI dalam
Menyikapi wabah Covid-19”, Bustanul Fuqaha: Jurnal Bidang Hukum Islam 1, no. 2 (2020), h. 159.
6
St. Samsuduha, “Maslahah Kebijakan Pencegahan Wabah Pandemi Covid-19 dalam Islam”, al-
Tafaqquh: Jurnal of Islamic Law 1, no. 2 (2020): 124.
7
“Peta Sebaran”, Covid19.go.id. https://covid19.go.id/peta-sebaran (11 November 2021)
8
Ibrahim, “Ikhlas dalam Perspektif Hadis”, Tahdis: Jurnal Kajian Ilmu al-Hadis, ed. 6, th. 5
(2014), h. 521.

3
mengabaikan asbab al-wurud dan dalil-dalil yang lain9. Dan kedua kontekstual, yaitu
pemahaman terhadap matan hadits dengan memperhatikan asbab al-wurud atau konteks
masa Nabi, pelaku sejarah dan peristiwanya dengan memperhatikan konteks kekinian.10
Takhrij al-Hadits
Takhrij al-hadits didefinisikan oleh ulama dengan definisi yang beragam, namun
keberagaman tersebut tidak berbeda secara subtansi. Ibn al-Salah misalnya,
mendefinisikannya dengan mengeluarkan hadits dan menjelaskan kepada orang lain
dengan menyebutkan mukharrij (penyusun kitab hadits sumbernya).11 Al-Sakhawiy
mendefinisikannya dengan muhaddits mengeluarkan hadits dari sumber kitab, al-ajza’,
guru-gurunya dan sejenisnya serta semua hal yang terkait dengan hadits tersebut.12
Sedangkan ‘Ab al-Rauf al-Manawiy mendefinisikannya bahwa takhrij al-hadits adalah
mengkaji dan melakukan ijtihad untuk membersihkan hadits dan menyandarkannya
kepada mukharrij-nya dari kitab-kitab al-jami’, al-sunan, dan al-musnad setelah
melakukan kritik penelitian dan pengkritikan terhadap keadaan hadits perawinya.13

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diuraikan bahwa kegiatan takhrijal-hadits


adalah kegiatan penelusuran suatu hadits, mencari dan mengeluarkannya dari kitab-kitab
sumbernya dengan maksud untuk mengetahui; (1) eksistensi suatu hadits benar atau
tidaknya termuat dalam kitab-kitab hadits, (2) mengetahui kitab-kitab sumber autentik
suatu hadits, dan (3) jumlah tempat hadits dalam sebuah kitab atau beberapa kitab dengan
sanad yang berbeda.

9
Arifuddin Ahmad, Metode Tematik dalam Pengkajian Hadis, (Pidato Pengukuhan Guru Besar,
Makassar: UIN Alauddin, 31 Mei 2007), h. 4.
10
Arifuddin Ahmad, Metode Tematik dalam Pengkajian Hadis, h. 4.
11
Abu ‘Amr Usman Ibn ‘Abdal-Rahman al-Syairaziy Ibn al-Salah, Ulum al-Hadits. Dikutip dalam
Ibrahim, “Ikhlas dalam Perspektif Hadis”, Tahdis: Jurnal Kajian Ilmu al-Hadis, ed. 6, th. 5 (2014), h. 521-
522.
12
Syams al-Din Muhammad Ibn ‘Abd al-Rahman al-Sakhawiy, Fath al-Mugis Syarah Alfiyah al-
Hadis, Dikutip dalam Ibrahim, “Ikhlas dalam Perspektif Hadis”, Tahdis: Jurnal Kajian Ilmu al-Hadis, ed.
6, th. 5 (2014), h. 522.
13
Abd al-Rauf al-Manawiy, Faid al-Qadir Syarah al-Jami’ al-Shadir, Vol 1, Dikutip dalam
Ibrahim, “Ikhlas dalam Perspektif Hadis”, Tahdis: Jurnal Kajian Ilmu al-Hadis, ed. 6, th. 5 (2014), h. 522.

4
Menurut Abu Muhammad, metode yang digunakan dalam takhrij al-hadits ada
lima macam, yaitu:

1. Menggunakan lafal pertama matan hadits sesuai dengan urutan-urutan huruf


hijayyah seperti kitab al-Jami’ al-Shaghir karya Jalal al-Din al-Suyuti.
2. Menggunakan salah satu lafal matan hadits, baik dalam bentuk ism maupun fi’il,
dengan mencari akar katanya.
3. Menggunakan perawi terkahir atau sanad pertama yaitu sahabat dengan syarat
nama sahabat yang meriwayatka hadits tersebut diketahui.
4. Menggunakan tema atau topik tertentu dalam kitab hadits.
5. Menggunakan hukum dan derajat hadits, semisal statusnya (shahih, hasan, dha’if
dan maudhu).14

Dalam tulisan ini, penulis hanya menggunakan metode takhrij al-hadits dengan
menggunakan tema hadits (tematik) yang bersangkutan dengan merujuk pada kitab
Miftah Kunuz as-Sunnah karya A. J. Wensinck yang dialibahsakan oleh Muhammad
Fuad ‘Abd al-Baqiy.

Klasifikasi Hadits
Beradasrkan hasil takhrij al-hadits dengan metode tematik, maka hadits tentang
syhaid dan tha’un dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Hadits tentang Kelompok-kelompok Syahid:

ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫ قَا َل َرسُو ُل هللا‬:‫ قَا َل‬،َ‫ ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرة‬،‫ ع َْن َأبِي ِه‬،‫ ع َْن ُسهَ ْي ٍل‬،ٌ‫ َح َّدثَنَا َج ِرير‬،‫ب‬ ٍ ْ‫َح َّدثَنِي ُزهَ ْي ُر بْنُ َحر‬
‫ "ِإ َّن ُشهَدَا َء ُأ َّمتِي ِإ ًذا‬:‫† قَا َل‬،‫ َم ْن قُتِ َل فِي َسبِي ِل هللاِ فَهُ َو َش ِهي ٌد‬،ِ‫ يَا َرسُو َل هللا‬:‫ " َما تَ ُع ُّدونَ ال َّش ِهي َد فِي ُك ْم؟" قَالُوا‬:‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫ َو َم ْن‬،‫† َو َم ْن َماتَ فِي َسبِي ِل هللاِ فَه َُو َش ِهي ٌد‬،‫ " َم ْن قُتِ َل فِي َسبِي ِل هللاِ فَهُ َو َش ِهي ٌد‬:‫ فَ َم ْن هُ ْم يَا َرسُو َل هللاِ؟ قَا َل‬:‫ قَالُوا‬،"ٌ‫لَقَلِيل‬
َ َ‫ث َأنَّهُ ق‬
:‫ال‬ ِ ‫ك فِي هَ َذا ْال َح ِدي‬ ْ َ‫ َو َم ْن َماتَ فِي ْالب‬،‫َماتَ فِي الطَّاعُو ِن فَهُ َو َش ِهي ٌد‬
َ ‫ َأ ْشهَ ُد َعلَى َأبِي‬:‫ قَا َل ابْنُ ِم ْق َس ٍم‬،"‫ط ِن فَهُ َو َش ِهي ٌد‬
"‫ق َش ِهي ٌد‬ ِ ‫"و ْالغ‬
ُ ‫َري‬
15
َ
Hadits tentang Status Korban Tha’un:
14
Abu Muhammad Mahdiy ‘Abd al-Qadir Ibn ‘Abd al-Hadiy, Thuruq Takhrij Hadis Rasulullah
saw., Dikutip dalam Ibrahim, “Ikhlas dalam Perspektif Hadis”, Tahdis: Jurnal Kajian Ilmu al-Hadis, ed. 6,
th. 5 (2014), h. 522.
15
Abu Husain Muslim bin Al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, al-Musnad ash-Shahih al-
Mukhtashar Binaql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ila Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Vol. 3, (Beirut: Dar
Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi, t.th), h. 1521.

5
ُ ‫ض َي هَّللا‬
ِ ‫ك َر‬ ِ ‫ ع َْن َأن‬، َ‫يرين‬
ٍ ِ‫َس ب ِْن َمال‬ َ ‫ ع َْن َح ْف‬،‫ص ٌم‬
ِ ‫صةَ بِ ْن‬
ِ ‫ت ِس‬ ِ ‫ َأ ْخبَ َرنَا عَا‬،ِ ‫ َأ ْخبَ َرنَا َع ْب ُد هَّللا‬،‫َح َّدثَنَا بِ ْش ُر بْنُ ُم َح َّم ٍد‬
16
"‫ "الطَّاعُونُ َشهَا َدةٌ لِ ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬،ُ‫َع ْنه‬
Hadits tentang Keutamaan Syahid:

‫ ع َْن‬،‫ير ْب ِن َس ْع ٍد‬ ِ ‫ ع َْن بَ ِح‬،‫الولِي ِد‬ َ ُ‫ َح َّدثَنَا بَقِيَّةُ بْن‬:‫ َح َّدثَنَا نُ َع ْي ُم بْنُ َح َّما ٍد قَا َل‬:‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن قَا َل‬
:‫ال‬ٍ ‫ص‬ َ ‫ت ِخ‬ ُّ ‫ " لِل َّش ِهي ِد ِع ْن َد هَّللا ِ ِس‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬:‫ب قَا َل‬ َ ‫ ع َْن ال ِم ْقد َِام ب ِْن َم ْع ِدي َك ِر‬، َ‫خَ الِ ِد ْب ِن َم ْعدَان‬
‫ض ُع َعلَى َرْأ ِس ِه‬ َ ‫ َويُو‬،‫زَع اَأل ْكبَ ِر‬ ‫ْأ‬
ِ َ‫ َويَ َمنُ ِمنَ الف‬،‫ب القَب ِْر‬ ِ ‫ َوي َُجا ُر ِم ْن َع َذا‬،‫† َويَ َرى َم ْق َع َدهُ ِمنَ ال َجنَّ ِة‬،‫يُ ْغفَ ُر لَهُ فِي َأ َّو ِل َد ْف َع ٍة‬
‫ َويُ َشفَّ ُع فِي َسب ِْعينَ ِم ْن‬،‫ُور ال ِعي ِن‬ ِ ‫ َويُزَ َّو ُج ْاثنَتَ ْي ِن َو َس ْب ِعينَ زَ وْ َجةً ِمنَ الح‬،‫ اليَاقُوتَةُ ِم ْنهَا خَ ْي ٌر ِمنَ ال ُّد ْنيَا َو َما فِيهَا‬،‫ار‬ ِ َ‫تَا ُج ال َوق‬
ٌ‫َريب‬
ِ ‫ص ِحي ٌح غ‬
َ ‫يث‬ ِ َ‫َأق‬
ٌ ‫ هَ َذا َح ِد‬:" ‫اربِ ِه‬
17

III.HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Pengertian Syahid, Covid-19 dan Tha’un
1. Syahid
Secara etimologi syahid berasal dari akar kata ‫( َش ِه َد‬syahida) yang berarti ‘hadir’
serta ‘menyaksikan’,18 baik dengan mata lahir atau pun mata batin. Syahid berarti saksi
atau orang yang menyaksikan sesuatu. Mereka bersaksi dengan hati atas apa yang mereka
dengar.19
Menurut ar-Raghib al-Ashfahani, dikatakan mati Syahid karena ketika menjelan
mati atau sakaratul maut: 1) Ia menyaksikan para malaikat turun kepada mereka dengan
membawa kabar gembira, 2) menyaksikan berbagai macam kenikmatan akhirat yang
telah dijanjikan Allah kepada mereka, dan 3) menyaksikan ruh mereka tetap hidup dan
berada di sisi Allah.20
16
Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ismail al-Buhkari, al-Jami’ as-Sahih al-Musnad Min Hadisi
Rasulillah Sallallahu ‘alaihi Wasallam wa Sunanihi wa Ayyamihi, Vol. 4, (Cet. I; T.tp: Dar Thauq al-
Najah, 1422 H), h. 24.
17
Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surah bin Musa adh-Dhahak at-Turmudzi, al-Jami’ al-Kabir –
Sunan at-Turmudzi, Vol. 3, (Bairut: Dar al-Gharib al-Islamiy, 1998), h. 239.
18
Adib Bisri dan Munawwir Af, al-Bisri: Kamus Arab-Indonesia (Cet. I; Surabaya: Pustaka
Progressif, 1999),h. 391.
19
Agung Danarto, “Suara Muhammadiyah”, Hadits Terkait Mati Syahid, 3 Februari 2021.
https//www.google.com/amp/s/suaramuhammadiyah.id/2021/02/03/hadits-terkait-mati-syahid/
%3fnv4dieatuy=y&amp (14 November 2021)
20
Ar-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an (Kamus Al-Qur’am: Penjelasan
Lengkap Makna Kosakata Asing (Gharib) Dalam Al-Qur’an), terj. Ahmad Zaini Dahlan, Kamus Al-
Qur’am: Penjelasan Lengkap Makna Kosakata Asing (Gharib) Dalam Al-Qur’an, Vol. 2, (Cet. I; Depok:

6
Dengan demikian secara kebahasaan, orang dikatakan mati syahid karena sebelum
meninggal dunia ia bersaksi dan beriman bahwa tiada tuhan selain Allah, dan setelah mati
dia menyaksikan bahwa semua janji Allah adalah benar.

Adapun secara terminologi, syahid adalah seorang muslim yang meninggal ketika
berperang atau berjuang di jalan Allah, membela kebenaran atau mempertahankan hak
dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk menegakkan agama Allah (Sidiq, 2021).
2. Covid-19
Coronavirus Disease 2019 disingkat Covid-19 ini merupakan wabah penyakit
terbesar yang menginfeksi umat manusia di abad moderen. Penjelasan jenis wabah ini
mendominasi berbagai media akhir-akhir ini. Dijelaskan bahwa penyakit ini merupakan
jenis baru yang belum pernah diidentifikasi pada manusia. Virus ini menyerang saluran
pernapasan seperti flu dengan berbagai gejala seperi batuk, demam dan yang terburuk
ialah menimbulkan gejala pneumonia (radang paru-paru). Pola penyebaran virus ini
melalui kontak dengan yang telah terinfeksi saat batuk atau bersin atau tetesan liur atau
cairan hidung orang yang terinfeksi21.
Sejak awal penyebarannya, berbagai kebijakan yang telah dilakukan dalam
menangguani covid-19 ini, seperti anjuran isolasi mandiri di rumah selama pandemi,
menjaga jarak (social distancing) ketika kelaur rumah, menghindari kontak fisik seperi
berjabat tangan, mencuci tangan secara teratur setelah beraktivitas, hingga pemberlakuan
kebijakan resmi lainnya seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
3. Tha’un
Secara etimologi tha’un berasal dari kata َ‫طَ َعن‬tha’ana, tediri dari huruf ‫ط‬tha, ‫‘ع‬ain
dan ‫ن‬nun, dengan makna dasarnya adalah mencucuk atau mematuk sesuatu dengan terus
menerus. Adapun secara terminologi, istilah tha’un mencakup semua bentuk virus atau
penyakit yang dapat menular atau mewabah kepada setiap orang.22 Dalam buku ‘Rahasia
Sehat Ala Rasulullah saw.’ karya Nabil Thawil sebagaimana yang dikutip dalam artikel
majalah (Online) detikHealth menyebutkan bahwa tha’un adalah penyakit menular yang
bisa menyebabkan kematian. Penyakit ini berasal dari infeksi bakteri Pasterlla Pestis.

Pustaka Khazanah Fawa’id, 2017), h. 407.


21
St. Samsuduha, “Maslahah Kebijakan Pencegahan Wabah Pandemi Covid-19 dalam Islam”: 124.
22
Firdaus, “Virus Corona dalam Perspektif Sunnah”: 17.

7
Bakteri tha’un ini dibawa oleh Xenopsella Cheopis (kutu anjing) yang berasal dari darah
tikus. Sebab, Xenopsella Cheopis sejatinya hidup di tubuh tikus.23 Artinya, wabah
pertama terjadi pada tikus dan menyebar ke manusia. Melalui darah tikus yang berada di
kutu anjing tersebut selanjutnya menular ke manusia melalui kulit dan darah.
Kebijakan yang dilakukan untuk menanggulangi penyebaran penyakit tha’un ini,
sebagiaman yang diisyaratkan Nabi saw. adalah dengan tidak masuk ke wilayah yang
terjangkit penyakit tha’un, dan bagi yang berada di wilayah tersebut agar tidak keluar ke
wilayah lain.

B. Deskripsi Sanad dan Matan Hadits


Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa hadits yang menjadi objek kajian
dalam tulisan ini adalah: 1) hadits tentang kelompok-kelompok syahid, 2) hadits tentang
status korban tha’un, dan 3) hadits tentang keutamaan syahid. Adapun hadits-hadits
tersebut dengan deskripsi sanad dan matan sebagai berikut:
Hadits tentang Kelompok-kelompok Syahid:
ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫ قَا َل َرسُو ُل هللا‬:‫ قَا َل‬،َ‫ ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرة‬،‫ ع َْن َأبِي ِه‬،‫ ع َْن ُسهَ ْي ٍل‬،ٌ‫ َح َّدثَنَا َج ِرير‬،‫ب‬ ٍ ْ‫َح َّدثَنِي ُزهَ ْي ُر بْنُ َحر‬
‫ "ِإ َّن ُشهَدَا َء ُأ َّمتِي ِإ ًذا‬:‫† قَا َل‬،‫ َم ْن قُتِ َل فِي َسبِي ِل هللاِ فَهُ َو َش ِهي ٌد‬،ِ‫ يَا َرسُو َل هللا‬:‫ " َما تَ ُع ُّدونَ ال َّش ِهي َد فِي ُك ْم؟" قَالُوا‬:‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫ َو َم ْن‬،‫† َو َم ْن َماتَ فِي َسبِي ِل هللاِ فَه َُو َش ِهي ٌد‬،‫ " َم ْن قُتِ َل فِي َسبِي ِل هللاِ فَهُ َو َش ِهي ٌد‬:‫ فَ َم ْن هُ ْم يَا َرسُو َل هللاِ؟ قَا َل‬:‫ قَالُوا‬،"ٌ‫لَقَلِيل‬
َ َ‫ث َأنَّهُ ق‬
:‫ال‬ ِ ‫ك فِي هَ َذا ْال َح ِدي‬ ْ َ‫ َو َم ْن َماتَ فِي ْالب‬،‫َماتَ فِي الطَّاعُو ِن فَهُ َو َش ِهي ٌد‬
َ ‫ َأ ْشهَ ُد َعلَى َأبِي‬:‫ قَا َل ابْنُ ِم ْق َس ٍم‬،"‫ط ِن فَهُ َو َش ِهي ٌد‬
"‫ق َش ِهي ٌد‬ ِ ‫"و ْالغ‬
ُ ‫َري‬
24
َ
Artinya:
Muslim berkata: Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb telah
menceritakan kepada kami Jarir dari Suhail dari ayahnya dari Abu Huraira dia
berkata, “Rasulullah saw. bersabda: “Apa yang dimaksud orang yang mati syahid
di antara kalian?” para sahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, orang yang
meninggal karena berjuang di jalan Allah itulah orang yang mati syahid.” Beliau
bersabda: “Kalau begitu, sedikit sekali jumlah umatku yang mati syahid.” Para
sahabat berkata, “Lantas siapakah mereka ya Rasulullah?” beliau bersabda:
“Barang siapa terbunuh di jalan Allah maka dialah syahid, dan siapa yang

23
Puti Yasmin, “Penyakit Thaun Zaman Rasulullah, ini Kisah dan Penybabanya”, detikHealt, 11
Januari 2021. https://www.google.com/amp/s/health.detik.com/berita-detikhealth/d-5329693/penyakit-
thaun-zaman-rasulullag-ini-kisah-dan-penyebabnya/amp (14 November 2021)
24
Abu Husain Muslim bin Al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, al-Musnad ash-Shahih al-
Mukhtashar Binaql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ila Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Vol. 3, (Beirut: Dar
Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi, t.th), h. 1521.

8
mati di jalan Allah juga syahid, siapa yang mati karena penyakit tha’un juga
syahid, siapa yang mati karena sakit perut juga syahid.” Ibnu Miqsam berkata,
“Saya bersaksi atas bapakmu mengenai hadits ini, bahwa beliau juga berkata,
“Orang yang meninggal karena tenggelam juga syahid.”
Jika ditelusuri lebih jauh tentang hadits tersebut dalam al-kutub al-tis’ah
ditemukan beberapa riwayat, antara lain 3 riwayat dalam Shahih al-Bukhari, 2 riwayat
dalam Shahih Muslim, 1 riwayat dalam Sunan Abu Dawud, 2 riwayat dalam Sunan al-
Turmudzi, 3 riwayat dalam Sunan an-Nasa’i, 1 riwayat dalam Sunan Ibn Majah, 1
riwayat dalam Sunan al-Darimi, 2 riwayat dalam Muwattha Malik dan 18 riwayat dalam
Musnad Ahmad.

Hadits tentang Status Korban Tha’un:

ُ ‫ض َي هَّللا‬
ِ ‫ك َر‬ ِ ‫ ع َْن َأن‬، َ‫يرين‬
ٍ ِ‫َس ب ِْن َمال‬ َ ‫ ع َْن َح ْف‬،‫ص ٌم‬
ِ ‫صةَ بِ ْن‬
ِ ‫ت ِس‬ ِ ‫ َأ ْخبَ َرنَا عَا‬،ِ ‫ َأ ْخبَ َرنَا َع ْب ُد هَّللا‬،‫َح َّدثَنَا بِ ْش ُر بْنُ ُم َح َّم ٍد‬
25
"‫ "الطَّاعُونُ َشهَا َدةٌ لِ ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬،ُ‫َع ْنه‬
Artinya:
Al-Bukhari berkata: Telah menceritakan kepada kami Bisyir bin Muhammad
telah mengabarkan kepada kami ‘Abdllah telah mengabarkan kepada kami
‘Ashim dari Hafsh binti Sirin dari Anas bin Malik ra. dari Nabi saw. bersabda:
“Orang yang mati karena penyakiut tha’un adalah syahid bagi setiap
muslim.”
Jika ditelusuri lebih jauh tentang hadits tersebut dalam al-kutub al-tis’ah
ditemukan beberapa riwayat, antara lain 4 riwayat dalam Shahih al-Bukhari, 1 riwayat
dalam Shahih Muslim, 1 riwayat dalam Sunan Ibn Majah dan 17 riwayat dalam Musnad
Ahmad.

Hadits tentang Keutamaan Syahid:

‫ ع َْن‬،‫ير ْب ِن َس ْع ٍد‬ َ ُ‫ َح َّدثَنَا بَقِيَّةُ بْن‬:‫ َح َّدثَنَا نُ َع ْي ُم بْنُ َح َّما ٍد قَا َل‬:‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن قَا َل‬
ِ ‫ ع َْن بَ ِح‬،‫الولِي ِد‬
:‫ال‬ٍ ‫ص‬ َ ‫ت ِخ‬ ُّ ‫ " لِل َّش ِهي ِد ِع ْن َد هَّللا ِ ِس‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬:‫ب قَا َل‬َ ‫ ع َْن ال ِم ْقد َِام ب ِْن َم ْع ِدي َك ِر‬، َ‫خَ الِ ِد ْب ِن َم ْعدَان‬
‫ض ُع َعلَى َرْأ ِس ِه‬ َ ‫ َويُو‬،‫زَع اَأل ْكبَ ِر‬ ‫ْأ‬
ِ َ‫ َويَ َمنُ ِمنَ الف‬،‫ب القَب ِْر‬ ِ ‫ َوي َُجا ُر ِم ْن َع َذا‬،‫† َويَ َرى َم ْق َع َدهُ ِمنَ ال َجنَّ ِة‬،‫يُ ْغفَ ُر لَهُ فِي َأ َّو ِل َد ْف َع ٍة‬
‫ َويُ َشفَّ ُع فِي َسب ِْعينَ ِم ْن‬،‫ُور ال ِعي ِن‬ ِ ‫ َويُزَ َّو ُج ْاثنَتَ ْي ِن َو َس ْب ِعينَ زَ وْ َجةً ِمنَ الح‬،‫ اليَاقُوتَةُ ِم ْنهَا خَ ْي ٌر ِمنَ ال ُّد ْنيَا َو َما فِيهَا‬،‫ار‬ ِ َ‫تَا ُج ال َوق‬
ِ َ‫َأق‬
" ‫اربِ ِه‬
26

Artinya:
25
Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ismail al-Buhkari, al-Jami’ as-Sahih al-Musnad Min Hadisi
Rasulillah Sallallahu ‘alaihi Wasallam wa Sunanihi wa Ayyamihi, Vol. 4, (Cet. I; T.tp: Dar Thauq al-
Najah, 1422 H), h. 24.

9
At-Turmudzi berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin
‘Abdurrahman berkata, telah menceritakan kepada kami Nu’aim bin Hammad
berkata, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah Ibnul Walid dari Bahir bin
Sa’d dari Khalid bin Ma’dan dari al-Miqdam bin Ma’di Karib ia berkata,
“Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang mati syahid di sisi Allah mempunyai
enam keutamaan; dosanya akan diampuni sejak darahnya tertumpah di
awal kali pertempuran, diperlihatkan tempat duduknnya di surga, dijaga
dari siksa kubur, diberi keamanan dari ketakutan yang besar saat
dibangkitkan dari kubur, diberi mahkota kemulian yang satu permata
darinya lebih baik dari dunia seisinya, dinikahkan dengan tujuh puluh dua
bidadari dan diberi hak untuk memberi syafaat kepada tujuh puluh orang
dari keluarganya.”
Jika ditelusuri lebih jauh tentang hadits tersebut dalam al-kutub al-tis’ah
ditemukan beberapa riwayat, antara lain 1 riwayat dalam Sunan al-Turmudzi, 1 riwayat
dalam Sunan Ibn Majah, dan 2 riwayat dalam Musnad Ahmad.
Dari ketiga hadits di atas yang menjadi objek kajian pada tulisan ini, penulis
menyimpulkan bahwa hadits yang perlu dilakukan kritik hadits adalah hadits tentang
kutamaan syahid, karena hadits tentang kelompok-kelompok syahid dan hadits tentang
status korban tha’un terdapat dalam kitab Shahihain(Shahih al-Bukhari dan Shahih
Muslim). Mayoritasulama telah sepakat atas ke-shahih-an hadits yang terdapat di dalam
salah satu kitab tersebut, apalagi hadits itu terdapat di kedua kitab shahih tersebut.
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Amrullah Harun, beliau menuturkan “apabila
hadits yang hendak diteliti memiliki jalur sanad lain dari riwayat al-Bukhari atau Muslim,
jika hasil penelitian dari hadits yang diteliti sanadnya dha’if maka statusnya naik menjadi
hasan lighairi, dan jika sanadnya hasan maka naik menjadi shahih lighairih.”
Adapun hadis-hadits tentang keutamaan syahid yang terdapat dalam al-kutub al-
tis’ah dengan deskripsi sanad dan matan sebagai berikut:
Riwayat at-Turmudzi:
‫ ع َْن‬،‫ير ْب ِن َس ْع ٍد‬ َ ُ‫ َح َّدثَنَا بَقِيَّةُ بْن‬:‫ َح َّدثَنَا نُ َع ْي ُم بْنُ َح َّما ٍد قَا َل‬:‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن قَا َل‬
ِ ‫ ع َْن بَ ِح‬،‫الولِي ِد‬
:‫ال‬ٍ ‫ص‬ َ ‫ت ِخ‬ ُّ ‫ " لِل َّش ِهي ِد ِع ْن َد هَّللا ِ ِس‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬:‫ب قَا َل‬َ ‫ ع َْن ال ِم ْقد َِام ب ِْن َم ْع ِدي َك ِر‬، َ‫خَ الِ ِد ْب ِن َم ْعدَان‬
‫ض ُع َعلَى َرْأ ِس ِه‬ َ ‫ َويُو‬،‫زَع اَأل ْكبَ ِر‬ ‫ْأ‬
ِ َ‫ َويَ َمنُ ِمنَ الف‬،‫ب القَب ِْر‬ ِ ‫ َوي َُجا ُر ِم ْن َع َذا‬،‫† َويَ َرى َم ْق َع َدهُ ِمنَ ال َجنَّ ِة‬،‫يُ ْغفَ ُر لَهُ فِي َأ َّو ِل َد ْف َع ٍة‬

26
Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surah bin Musa adh-Dhahak at-Turmudzi, al-Jami’ al-Kabir –
Sunan at-Turmudzi, Vol. 3, (Bairut: Dar al-Gharib al-Islamiy, 1998), h. 239.

10
ِ ‫ َويُزَ َّو ُج ْاثنَتَ ْي ِن َو َس ْب ِعينَ زَ وْ َجةً ِمنَ الح‬،‫ اليَاقُوتَةُ ِم ْنهَا خَ ْي ٌر ِمنَ ال ُّد ْنيَا َو َما فِيهَا‬،‫ار‬
‫ َويُ َشفَّ ُع فِي َسب ِْعينَ ِم ْن‬،‫ُور ال ِعي ِن‬ ِ َ‫تَا ُج ال َوق‬
ِ َ‫َأق‬
" ‫اربِ ِه‬
27

Artinya:
At-Turmudzi berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin
‘Abdurrahman berkata, telah menceritakan kepada kami Nu’aim bin Hammad
berkata, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah Ibnul Walid dari Bahir bin
Sa’d dari Khalid bin Ma’dan dari al-Miqdam bin Ma’di Karib ia berkata,
“Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang mati syahid di sisi Allah mempunyai
enam keutamaan; dosanya akan diampuni sejak darahnya tertumpah di
awal kali pertempuran, diperlihatkan tempat duduknnya di surga, dijaga
dari siksa kubur, diberi keamanan dari ketakutan yang besar saat
dibangkitkan dari kubur, diberi mahkota kemulian yang satu permata
darinya lebih baik dari dunia seisinya, dinikahkan dengan tujuh puluh dua
bidadari dan diberi hak untuk memberi syafaat kepada tujuh puluh orang
dari keluarganya.”
Riwayat Ibn Majah:
‫ش َح َّدثَنِي بَ ِحي ُر بْنُ َس ْع ٍد ع َْن خَالِ ِد ْب ِن َم ْعدَانَ ع َْن ْال ِم ْقد َِام ْب ِن‬ ٍ ‫ار َح َّدثَنَا ِإ ْس َم ِعي ُل بْنُ َعيَّا‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا ِه َشا ُم بْنُ َع َّم‬
‫ال يَ ْغفِ ُر لَهُ فِي َأو َِّل ُد ْف َع ٍة ِم ْن َد ِم ِه َوي َُرى‬ٍ ‫ص‬ َ ‫ت ِخ‬ ُّ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل لِل َّش ِهي ِد ِع ْن َد هَّللا ِ ِس‬َ ِ ‫ُول هَّللا‬
ِ ‫ب ع َْن َرس‬ َ ‫َم ْع ِدي َك ِر‬
‫ْأ‬
‫ين َويُ َشفَّ ُع فِي‬ِ ‫ُور ْال ِع‬ ِ ‫زَع اَأْل ْكبَ ِر َوي َُحلَّى ُحلَّةَ اِإْل ي َما ِن َويُ َز َّو ُج ِم ْن ْالح‬
ِ َ‫ب ْالقَب ِْر َويَ َمنُ ِم ْن ْالف‬ ِ ‫َم ْق َع َدهُ ِم ْن ْال َجنَّ ِة َويُ َجا ُر ِم ْن َع َذا‬
ِ َ‫َس ْب ِعينَ ِإ ْن َسانًا ِم ْن َأق‬
‫اربِ ِه‬
28

Artinya:
Ibn Majah berkata: Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin 'Ammar, telah
menceritakan kepada kami Isma'il bin 'Ayyasy, telah menceritakan kepadaku
Bakhir bin Sa'd dari Khalid bin Ma'dan dari Al Miqdam bin Ma'dikarib dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang yang mati syahid
mendapatkan enam hal di sisi Allah: Diampuni dosa-dosanya sejak pertama
kali darahnya mengalir, diperlihatkan kedudukannya di surga, diselamatkan
dari siksa kubur, dibebaskan dari ketakutan yang besar, dihiasi dengan
perhiasan iman, dikawinkan dengan bidadari dan dapat memberikan
syafaat kepada tujuh puluh orang kerabatnya."
Riwayat pertama Ahmad Ibn Hanbal:
َ‫ير ْب ِن َس ْع ٍد ع َْن خَالِ ِد ب ِْن َم ْعدَان‬ ِ ‫ش ع َْن بَ ِح‬ ٍ ‫ق بْنُ ِعي َسى َو ْال َح َك ُم بْنُ نَافِ ٍع قَااَل َح َّدثَنَا ِإ ْس َما ِعي ُل بْنُ َعيَّا‬ ُ ‫َح َّدثَنَا ِإس َْحا‬
َّ ‫ال ْال َح َك ُم ِس‬
‫ت‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ َّن لِل َّش ِهي ِ†د ِع ْن َد هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل ق‬ ِّ ‫ب ْال ِك ْن ِد‬
َ ِ ‫ي قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ َ ‫َع ِن ْال ِم ْقد َِام ب ِْن َم ْع ِدي َك ِر‬
ِ ‫ال ْال َح َك ُم َويُ َرى َم ْق َع َدهُ ِم ْن ْال َجنَّ ِة َويُ َحلَّى ُحلَّةَ اِإْل ي َم‬
‫ان َويُزَ َّو َج ِم ْن‬ َ َ‫صا ٍل َأ ْن يُ ْغفَ َر لَهُ فِي َأ َّو ِل َد ْف َع ٍة ِم ْن َد ِم ِه َويَ َرى ق‬
َ ‫ِخ‬

27
Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surah bin Musa adh-Dhahak at-Turmudzi, al-Jami’ al-Kabir –
Sunan at-Turmudzi, Vol. 3, (Bairut: Dar al-Gharib al-Islamiy, 1998), h. 239.
28
Ibn Majah Abu ‘Abd Allah Muhammad Ibn Yazid al-Qazwani, Sunan Ibn Majah, vol. 2
(Indonesi: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiy, t.t.), h.935.

11
‫ُوض َع َعلَى َرْأ ِس ِه تَا ُج‬َ ‫زَع اَأْل ْكبَ ِر َوي‬ ِ َ‫ال ْال َح َك ُم يَوْ َم ْالف‬
َ َ‫َع اَأْل ْكبَ ِر ق‬ ‫ْأ‬
ِ ‫ب ْالقَب ِْر َويَ َمنَ ِم ْن ْالفَز‬ ِ ‫ين َويُ َجا َر ِم ْن َع َذا‬ ِ ‫ُور ْال ِع‬
ِ ‫ْالح‬
‫ُور ْال ِعي ِن َويُ َشفَّ َع فِي َس ْب ِعينَ ِإ ْن َسانًا ِم ْن‬
ِ ‫ار ْاليَاقُوتَةُ ِم ْنهُ خَ ْي ٌر ِم ْن ال ُّد ْنيَا َو َما فِيهَا َويُزَ َّو َج ْاثنَتَ ْي ِن َو َس ْب ِعينَ َزوْ َجةً ِم ْن ْالح‬
ِ َ‫ْال َوق‬
ِ َ‫َأق‬
‫اربِ ِه‬
29

Artinya:
Ahmad Ibn Hanbal berkata: Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Isa Al
Hakam bin Nafi' berkata; telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ayasy dari
Bahir bin Sa'ad dari Khalid bin Ma'dan dari Al Miqdam bin Ma'di Karib Al Kindi
berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Orang yang syahid di
sisi Allah Azzawajalla, " Al Hakam berkata dengan redaksi, "memperoleh
enam hal: diampuni pada awal pancaran darahnya, melihat, " Al Hakam
berkata dengan redaksi, "Dilihatkan tempat duduknya di syurga, diberi
pakaian dengan hiasan iman, dikawinkan dengan bidadari syurga,
dibebaskan dari adzab kubur, aman dari kegoncangan yang paling besar."
Al Hakam berkata dengan redaksi, "Pada hari kegoncangan yang besar,
diletakkan di kepalanya mahkota dari Yaquth, yang lebih baik daripada
dunia seisinya, dikawinkan dengan tujuh puluh bidadari syurga, berhak
memberi syafa'at untuk tujuh puluh orang dari kerabatnya."
Riwayat kedua Ahmad Ibn Hanbal:
‫س ْال ُج َذا ِم ِّي‬ ٍ ‫ير ب ِْن ُم َّرةَ ع َْن قَ ْي‬ِ ِ‫ال َح َّدثَنَا ابْنُ ثَوْ بَانَ ع َْن َأبِي ِه ع َْن َم ْكحُو ٍل ع َْن َكث‬ َ َ‫ َح َّدثَنَا َز ْي ُد بْنُ يَحْ يَى ال ِّد َم ْشقِ ُّي ق‬ 
ْ َ‫صا ٍل ِع ْن َد َأ َّو ِل ق‬
ُ‫ط َر ٍة ِم ْن َد ِم ِه يُ َكفَّ ُر َع ْنه‬ َّ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يُ ْعطَى ال َّش ِهي ُد ِس‬
َ ‫ت ِخ‬ َ ‫ال النَّبِ ُّي‬َ َ‫ال ق‬َ َ‫َت لَهُ صُحْ بَةٌ ق‬ ْ ‫َر ُج ٍل َكان‬
َ‫ب ْالقَب ِْر َويُ َحلَّى حُ لَّة‬
ِ ‫َع اَأْل ْكبَ ِر َو ِم ْن َع َذا‬
ِ ‫ُور ْال ِعي ِن َويَُؤ َّمنُ ِم ْن ْالفَز‬
ِ ‫ُكلُّ خَ ِطيَئ ٍة َويُ َرى َم ْق َع َدهُ ِم ْن ْال َجنَّ ِة َويُ َز َّو ُج ِم ْن ْالح‬
30
‫ان‬
ِ ‫اِإْل ي َم‬
Artinya:
Ahmad Ibn Hanbal berkata: Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Yahya Ad
Dimasyqi ia berkata, Telah menceritakan kepada kami Ibnu Tsauban dari
Bapaknya dari Makhul dari Katsir bin Murrah dari Qais Al Judzami seorang yang
pernah bersahabat dengan Nabi, ia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: " Orang yang mati syahid akan diberikan enam hal sejak pertama
kali darahnya menetes; semua dosanya akan diampuni, diperlihatkan
tempat duduknya dari surga, dinikahkan dengan bidadari, diselamatkan
dari kedahsyatan hari kiamat dan pedihnya adzab kubur, serta akan
dipakaikan kepadanya pakaian iman."
C. Kritik Hadits

29
Abu ‘Abd Allah Ahmad Ibn Hanbal Ibn Hilal Ibn Asd al-Syabani, Musnad al-Imam Ahmad Ibn
Hanbal, vol. 28, (cet. I; Beirut: Muassasah al-Risalah, 2001), h. 419.
30
Abu ‘Abd Allah Ahmad Ibn Hanbal Ibn Hilal Ibn Asd al-Syabani, Musnad al-Imam Ahmad Ibn
Hanbal, vol. 29, h. 322.

12
Hadits dipahami sebagai apapun yang bersumber dari Nabi saw.31 Hadits
diposisikan sebagai sumber kedua Islam setelah Al-Qur’an.32 Berbeda dengan Al-Qur’an
yang mutawatir, sedangkan hadits bersifat relative, sebab hadits baru dibukukan pada
abad ke-8 sehingga keshahihan hadits perlu dilakukan pengujian apakah benar dari Nabi
saw. ataukah dari selain Nabi saw.
Para ulama hadits telah merumuskan kerangka metodologi kritik hadits berkenaan
dengan sanad dan matan.
1. Krtitik Sanad
Metode kritik sanad mencakup beberapa aspek, antara lain uji ketersambungan
proses periwayatan hadits dengan mencermati silsilah guru-murid yang ditandai dengan
sigah al-tahammul (lambang penerimaan hadits), menguji kualitas moral perawi
(al-‘adalah) dan kualitas intelektualnya (al-dhabt).

Jika terjadi kontradiksi penilalian ulama terhadap seorang perawi, penulis


kemudian memberlakukan kaidah-kaidah al-jarh wa al-ta’dil dengan berusaha
membandingkan penilian tersebut kemudian menerapkan kaidah berikut:

1. Penilaian jarh didahulukan dari pada penilaian ta’dil (‫)الجرح مقدم على التعديل‬
Penilaian jarh didahulukan dari pada penilian ta’dil jika terdapat unsur-
unsur berikut:
a. Jika al-jarh dan al-ta’dil sama-sama samar dalam artian tidak dijelaskan sebab
ke-jarh-an atau ke-ta’dil-an perawi dan jumlahnya (antara yang menilai jarh
dan ta’dil) sama, karena pengetahuan orang yang menilai jarh lebih kuat dari
pada orang yang menilainya ta’dil. Selain itu, hadits yang menjadi sumber
ajaran Islam tidak bisa didasarkan pada hadits yang diragukan.33
b. Jika al-jarh dijelaskan, sedangkan al-ta’dil tidak dijelaskan, meskipun jumlah
yang menilai ta’dil lebih banyak.

31
Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, terj. Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Ushul
al-Hadits: Pokok-pokok Ilmu Hadits, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013), h. 8.
32
Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, terj. Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Ushul
al-Hadits: Pokok-pokok Ilmu Hadits, h. v.
33
Abu Lubabah Husain, al-Jarh wa al-Ta’dil. Dikutip dalam Ibrahim, “Ikhlas dalam Perspektif
Hadis”, Tahdis: Jurnal Kajian Ilmu al-Hadis, ed. 6, th. 5 (2014), h. 530.

13
c. Jika al-jarh dan al-ta’dil sama-sama dijelaskan sebab-sebab ke-jarh-an ke-
ta’dil-annya, kecuali jika yang menilai ta’dil menjelaskan bahwa ke-jarh-an
tersebut telah hilang atau belum terjadi saat hadits tersebut diriwayatkan atau
ke-jarh-annya tidak terkait dengan hadits yang diriwayatkan.34
2. Penilaian ta’dil didahulukan dari pada penilian jarh (‫)التعديل مقدم على الجرح‬
Sebaliknya, penilaian ta’dil didahulukan dari pada penilan jarh jika
terdapt unsur-unsur berikut:
a. Jika al-ta’dil dijelaskan sementara al-jarh tidak, meskipun orang yang menilai
al-jarh lebih banyak.
b. Jika al-jarh dan al-ta’dil sama-sama tidak dijelaskan, akan tetapi orang yang
menilai ta’dil lebih banyak jumlahnya.35
Berikut adalah aplikasi kritik hadits. Jika merujuk pada hadits tentang keutamaan
syahid yang telah dipaparkan di atas, maka hadits tersebut mempunyai empat sanad.
Namun sanad yang menjadi objek kajian adalah hadits yang terdapat dalam Sunan al-
Turmudzi dengan nama-nama perawi sebagai berikut:
Al-Turmudzi
Al-Turmudzi nama lengkapnya adalah Muhammad bin 'Isa bin Saurah bin Musa
bin adl-Dlahhak, adapun kuniyah beliau adalah Abu ‘Isa. para pakar sejarah tidak
menyebutkan tahun kelahiran beliau secara pasti, akan tetapi sebagian yang lain
memperkirakan bahwa kelahiran beliau pada tahun 209 hijriah. Sedang Adz Dzahabi
berpendapat dalam kisaran tahun 210 hijriah. Ada satu berita yang mengatakan bahwa
imam At Tirmidzi di lahirkan dalam keadaan buta, padahal berita yang akurat adalah,
bahwa beliau mengalami kebutaan di masa tua, setelah mengadakan lawatan ilmiah dan
penulisan beliau terhadap ilmu yang beliau miliki.
Beliau tumbuh di daerah Tirmidz, mendengar ilmu di daerah ini sebelum memulai
rihlah ilmiah beliau. Dan beliau pernah menceritakan bahwa kakeknya adalah orang

34
Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi, (Cet. I; Jakarta: Renaisan, 2005),h.
97.
35
‘Abd al-Mahdi Ibn ‘Abd al-Qadir Ibn al-Hadi, Ilm al-Jarh wa al-Ta’dil Qawa’idih wa
Aimmatih, (Cet. II; Mesir, Jami’ah al-Azhar, 1998), h. 89. Dikutip dalam Ibrahim, “Ikhlas dalam Perspektif
Hadis”, Tahdis: Jurnal Kajian Ilmu al-Hadis, ed. 6, th. 5 (2014), h. 530.

14
marwa, kemudian berpindah dari Marwa menuju ke tirmidz, dengan ini menunjukkan
bahwa beliau lahir di Tirmidzi.
Abu Sa'd al Idrisi menuturkan; Imam Al-Turmudzi adalah salah seorang imam
yang di ikuti dalam hal ilmu hadits, beliau telah menyusun kitab al jami', tarikh dan 'ilal
dengan cara yang menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang alim yang kapabel. Beliau
adalah seorang ulama yang menjadi contoh dalam hal hafalan."
Di akhir kehidupannya, imam at Tirmidzi mengalami kebutaan, beberapa tahun
beliau hidup sebagai tuna netra, setelah itu imam atTirmidzi meninggal dunia. Beliau
wafat di Tirmidz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H bertepatan dengan 8 Oktober
892, dalam usia beliau pada saat itu 70 tahun.36
Abdullah bin Abdurrahman
Abdullah bin Abdurrahman nama lengkapnya adalah Abdullah bin 'Abdur
Rahman bin Al Fadlol bin Bihram, lahir pada tahun 181 H dan wafat pada tahun 255 H.
Di antara gurunya adalah Ibrahim bin al-Mundzir, Ahmad bin Ishaq, Ahmad bin al-
Hajjaj, Nu’aim bin Hammad dan lain-lain, sedangkan muridnya diantaranya adalah
Muslim, Abu Dawud, al-Turmudzi, Ibrahim bin Abi Thalib dan lain-lain. Abu Hatim
menilainya Tsiqah shaduq, al-Daruquthni menilainya Tsiqah masyhur, Abu Bakar al-
Khatib dan Ahmad bin Hanbal menilainya Tsiqah, Ibn Hibban menilainya Hafidz mutqin,
Ibn Hajar menilainya Tsiqag Fadlil mutqin hafidz, sedangkan al-Dzahabi menilainya
Hafidz.37
Nu’aim bin Hammad
Nu’aim bin Hammad nama lengkapnya adalah Nu'aim bin Hammad bin
Mu'awiyah bin al-Harits bin Hammam bin Salamah bin Malik al-Khaza’iy, wafat pada
tahun 228 H. Di antara gurunya adalah Ibrahim bin Sa’ad, Baqiyyah bin al-Walid, Jarir
bin Abd al-Hamid, Hatim bin Ismail dan lain-lain, sedangkan muridnya diantaranya
adalah al-Bukhari, Ibrahim bin Ya’qub, Ahmad bin Manshur, ‘Abdullah bin
Abdurrahamn dan lain-lain. Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Abu Hatim, al-‘Ajli
dan Ibn Hibban menilanya Tsiqah, Maslamah bin Qasim menilainya Shaduq, Ibn Hajar

36
Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahzib al-Kamal fi Asma’ ar-Rijal, vol. 26,(Cet. I;
Beirut: Muassasah al-Risalah, 1980), h. 250.
37
Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahzib al-Kamal fi Asma’ ar-Rijal, vol. 15, h. 210.

15
menilainya Shaduq terdapat kesalahan, sedangkan al-Dzahabi menilainyaHafidz tapi
masih diperselisihkan.38
Baqiyyah bin al-Walid
Baqiyyah bin al-Walid nama lengkapnya adalah, Baqiyyah bin al-Walid bin Shaid
bin Ka’ab bin Harir, lahir pada tahun 110 H dan wafat pada tahun 197 H. Di antara
gurunya adalahIbrahim bin Adham, Ishaq bin Tsa’labah, Bahir bin Sa’ad, Basyir bin
‘Abdullah dan lain-lain, sedangkan muridnya diantaranya Ibrahim bin Syamas, Ibrahim
bin Musa, Hammad bin Zaid, Nu’aim bin Hammad dan lain-lain. Al-Dzahabi menilainya
Hafidz, al-‘Ajli menilainya Tsiqah, sedangkan al-Hakim menilainya Tsiqah.39
Bahir bin Sa’ad
Bahir bin Sa’ad nama lengkapnya adalah Bahir bin Sa’ad al-Sahauliy,ia berguru
kepda Khalid bin Ma’dan. Adapun muridnya di antaranya adalah Ismail bun Rafa’ al-
Madaniy, Ismail bin ‘Iyasy, Baqiyyah bin al-Walid, Mu’awiyah bin Shalih dan lain-lain.
Dahaim, Ibn Sa’ad, al-Nasa’i, al-‘Ajli dan Ibn Hibban menilainya Tsiqah, Abu Hatim
menilanya Shalih hadits, Ibn Hajar menilainya Tsiqah tsabat, sedangkan al-Dzahabi
menilainya Hujjah.40
Khalid bin Ma’dan
Khalid bin Ma’dan nama lengkapnya adalah Khalid bin Ma’dan bin Abi Karb, ia
wafat pada tahun 103 H. Di antara gurunya adalah ‘Aisyah Ummu al-Mu’minin, Abi
Hurairah, Abu Dzar al-Ghifari, al-Miqdam bin Ma’diy dan lain-lain, sedangkan muridnya
di antaranya adalah al-Ahwash bin Hakim, Bahir bin Sa’ad, Tsaur bin Yazid, Dawud bin
‘Ubaidillah dan lain-lain. Al-‘Ajli menilainya Tsiqah, sedangkan Ya’qub Ibn Syaibah,
Muhammad bin Sa’d, al-Nasa’i dan Ibn Hibban menilainya Tsiqah.41
Al-Miqdam bin Ma’diy
Al-Miqdam bin Ma’diy nama lengkapnya adalah Al-Miqdam bin Ma’diy Karb
bin ‘Amr, ia wafat di Syam pada tahun 87 H. Selain ia berguru langsung kepada Nabi
saw., juga berguru kepada sahabat yang lain seperti Khalid bin Walid, Mu’adz bin Jabal

38
Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahzib al-Kamal fi Asma’ ar-Rijal, vol. 29, h. 466.
39
Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahzib al-Kamal fi Asma’ ar-Rijal, vol. 4, h. 192.
40
Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahzib al-Kamal fi Asma’ ar-Rijal, vol. 4, h. 20.
41
Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahzib al-Kamal fi Asma’ ar-Rijal, vol. 8, h. 167.

16
dan Abi Ayyub al-Anshari. Ibn Hajar mengungkapkan bahwa ia adalah Sahabat yang
masyhur.42
Dari kritik sanad di atas menunjukkan bahwa sanad yang diteliti berkualitas
shahih karena telah memenuhi 3 syarat yaitu: 1) sanadnya bersambung sampai ke Nabi
saw., 2) semua perawinya ‘adil dan 3) dhabit. Oleh karena itu, kritik matan dapat
dilanjutkan.
2. Kritik Matan
Metode kritik matan meliputi dua hal, yaitu terhindar dari syadz dan illah. Tolak
ukur untuk mengetahui syadz matan antara lain: 1) Sanad hadits bersangkutan
menyendiri. 2) Matan hadits bersangkutan bertentangan dengan matan hadits yang
sanadnya lebih kuat. 3) Matan hadits bersangkutan bertentangan dengan al-Qur’an. (4)
Matan hadits bersangkutan bertentangan dengan akal dan fakta sejarah.43

Sedangkan tolak ukur mengetahui illah matan hadits antara lain: 1) Sisipan (idraj)
yang dilakukan oleh perawi tsiqah pada matan. 2) Penggabungan matan hadits, baik
sebagian atau seluruhnya pada matan hadits yang lain oleh perawi tsiqah. Penambahan
satu lafal atau kalimat yang bukan bagian dari hadits yang dilakukan oleh perawi tsiqah.
Pembalikan lafal-lafal pada matan hadits (inqilab). Perubahan huruf atau syakal pada
matan hadits (al-tahrif atau al-tahsif). Kesalahan lafal dalam periwayatan hadits secara
makna.44

Menurut Syuhudi Ismail, untuk mengetahui terhindar tidaknya matan hadits dari
syadz dan illh dibutuhkan langkah-langkah metodologis kegiatan penelitian matan yang
dapat dikelompokkan dalam tiga bagian penelitian matan dengan melihat kualitas
sanadnya, penelitian susunan lafal berbagai matan yang semakna dan penelitian
kandungan matan.45

42
Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahzib al-Kamal fi Asma’ ar-Rijal, vol. 34, h. 226.
43
Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi, h. 117.
44
Abu Sufyan Musthafa Baju, al-‘Illat wa Ajnasuha ‘ind al-Muhaddits. Dikutip dalam Ibrahim,
“Ikhlas dalam Perspektif Hadis”, Tahdis: Jurnal Kajian Ilmu al-Hadis, ed. 6, th. 5 (2014), h. 532.
45
Syuhudi

17
Adapun hadits (tentang keutamaan syahid) tersebut diriwayatkan dalam 4 sanad.
Sedangkan varian-varian lafalnya berbeda satu sama lain. Untuk lebih jelasnya
perhatikan susunan varian-varian lafal di bawah ini:
Riwayat al-Turmudzi:
ُ‫ َويَْأ َمن‬،‫ب القَب ِْر‬
ِ ‫ َويُ َجا ُر ِم ْن َع َذا‬،‫ َويَ َرى َم ْق َع َدهُ ِمنَ ال َجنَّ ِة‬،‫ يُ ْغفَ ُر لَ ُه فِي َأ َّو ِل َد ْف َع ٍة‬:‫صا ٍل‬ ُّ ‫لِل َّش ِهي ِد ِع ْن َد هَّللا ِ ِس‬
َ ‫ت ِخ‬
1 2 3 4 5

ً‫ َويُ َز َّو ُج ْاثنَتَي ِْن َو َس ْب ِعينَ زَ وْ َجة‬،‫ اليَاقُوتَةُ ِم ْنهَا خَ ْي ٌر ِمنَ ال ُّد ْنيَا َو َما فِيهَا‬،‫ار‬ ‫ْأ‬ َ ‫ َويُو‬،‫َع اَأل ْكبَ ِر‬
ِ َ‫ض ُع َعلَى َر ِس ِه تَا ُج ال َوق‬ ِ ‫ِمنَ الفَز‬
6 7 8

ِ َ‫ َويُ َشفَّ ُع فِي َس ْب ِعينَ ِم ْن َأق‬،‫ُور ال ِعي ِن‬


‫اربِ ِه‬ ِ ‫ِمنَ الح‬
9

Riwayat Ibn Majah:


‫ب ْالقَ ْبِر‬
ِ ‫صالٍ يَ ْغفِ ُر لَهُ فِي َأ َّو ِل ُد ْف َع ٍة ِم ْن َد ِم ِه َويُ َرى َم ْق َع َدهُ ِم ْن ْال َجنَّ ِة َويُ َجا ُر ِم ْن َع َذا‬ ُّ ‫لِل َّش ِهي ِد ِع ْن َد هَّللا ِ ِس‬
َ ‫ت ِخ‬
1 2 3 4 5

‫ْأ‬
ِ َ‫ُور ْال ِعينِ َويُ َشفَّ ُع فِي َس ْب ِعينَ ِإ ْن َسانًا ِم ْن َأق‬
‫اربِ ِه‬ ِ ‫َع اَأْل ْكبَ ِر َويُ َحلَّى ُحلَّةَ اِإْل ي َما ِن َويُزَ َّو ُج ِم ْن ْالح‬
ِ ‫َويَ َمنُ ِم ْن ْالفَز‬
6 10 8 9

Riwayat pertama Ahmad Ibn Hanbal:


َ‫ال أ َْن يُ ْغفَ َر لَهُ فِي َأو َِّل َد ْف َع ٍة ِم ْن دَمِ ِه َوي َُرى َم ْق َع َدهُ ِم ْن ْال َجنَّ ِة َويُ َحلَّى ُحلَّة‬
ٍ ‫ص‬ َّ ‫ِإ َّن لِل َّش ِهي ِد ِع ْن َد هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل ِس‬
َ ‫ت ِخ‬
1 2 3 4 10

‫ْأ‬ ‫ْأ‬
ِ َ‫ض َع َعلَى َر ِس ِه تَا ُج ْال َوق‬
‫ار‬ َ ‫َع اَأْل ْكبَرِ َويُو‬
ِ ‫ب ْالقَ ْب ِر َويَ َمنَ ِم ْن يَوْ َم ْالفَز‬
ِ ‫ُور ْال ِعي ِن َويُ َجا َر ِم ْن َع َذا‬
ِ ‫اِإْل ي َمانِ َويُ َز َّو َج ِم ْن ْالح‬
8 5 6

ِ َ‫ُور ْال ِعينِ َويُ َشفَّ َع فِي َس ْب ِعينَ ِإ ْن َسانًا ِم ْن َأق‬


‫اربِ ِه‬ ِ ‫ْاليَاقُوتَةُ ِم ْنهُ َخ ْي ٌر ِم ْن ال ُّد ْنيَا َو َما فِيهَا َويُ َز َّو َج ْاثنَتَ ْي ِن َو َس ْب ِعينَ زَ وْ َجةً ِم ْن ْالح‬
7 =8 9

Riwayat kedua Ahmad Ibn Hanbal:


ْ َ‫ع ْن َد َأ َّو ِل ق‬
‫ط َر ٍة ِم ْن َد ِمهِ يُ َكفَّ ُر َع ْنهُ ُكلُّ خَ ِطيَئةٍ َويُ َرى َم ْق َع َدهُ ِم ْن ْال َجنَّةِ َويُ َز َّو ُج ِم ْن‬ ِ ‫صا ٍل‬ َّ ‫يُ ْعطَى ال َّش ِهي ُد ِس‬
َ ‫ت ِخ‬
1 3 2 4 8

ِ ‫ب ْالقَ ْب ِر َويُ َحلَّى ُحلَّةَ اِإْل ي َم‬


‫ان‬ ِ ‫َع اَأْل ْكبَرِ َو ِم ْن َع َذا‬
ِ ‫ُور ْال ِعينِ َويَُؤ َّمنُ ِم ْن ْالفَز‬
ِ ‫ْالح‬
6 5 10

Dari perbedaan varian lafal hadits di atas, dapat diketahui bahwa lafal hadits
tersebut telah terjadi sisipan (idraj), penambahan (ziyadah), pengurangan (nuqsan) dan
pengubahan (tashif/tahrif), namun perbedaan lafal kalimat satu sama lain tidak mengubah
makna, dalam aritian bahwa hadits tentang keutamaan syahid ini tergolang riwayat bi al-
ma’na karena secara subtansi sama. Dengan demikian, hadits ini selamat dari ‘illah.
Sedangkan dari segi kandungan hadits di atas tidak mengalami kerancuan susunan
bahasanya dan tidak bertentangan dengan al-Qur’an atau hadits shahih lainnya, bahkan

18
sejalan dengan petunjuk QS. Ali Imran/3: 171 yang menyatakan bahwa para
syuhada(orang yang mati syahid) bergembira hati dengan nikmat dan karunia dari Allah
swt, karana tentu Dia tidak akan menyia-niyakan pahala orang-orang beriman, juga pada
HR. Muslim diriwayatkan bahwa tidak ada orang yang telah mati dan memperoleh
kenikmatan di sisi Allah kemudian ingin kembali ke dunia kecuali orang yang mati
syahid, hal ini tentunya disebabkan karena besarnya keutamaan mati syahidi. Di samping
dari itu, hadits ini juga tidak bertentangan dengan logika, karena pada dasarnya musbiah
yang diturunkan Allah kepada hambanya tidak lain hanya untuk kebaikan hamba itu
sendiri. Dengan demikian, hadits ini juga selamat dari syadz.
D. Hasil Kritik
Bertolak dari argumen-argumen di atas, dapat disimpulkan bahwa hadits tentang
keutamaan syahid memenuhi syarat ke-shahih-an hadits, baik dari segi sanadnya karena
telah terpenuhi tiga unsur, yakni sanad bersambung, perawi yang ‘adil dan dhabit,
maupun dari segi matannya karena terbebas dari syadz dan ‘illah, sehingga dapat
disimpulkan bahwa hadits ini shahih.
Selain dari pada itu, at-Turmudzi juga menilai bahwa hadits yang ia riwayatkan
statusnya adalah hadits shahih gharib, karena jalur periwayatanya tegoleng sedikit.
E. RelevansiTha’un dengan Covid-19
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya dan ditambah
keterangan-keterangan melalui hadits-hadits, bahwa tha’un secara kebahasaan bermakna
dasar segala hal yang dapat mematuk atau menyakiti orang dengan terus menerus. Makna
ini sangatlah umum jika dikaitkan dengan covid-19. Namun dalam al-Kamus al-Muhith
yang dikutip dalam jurnal al-Mubarak 5, no. 1, 2020, disebutkan bahwa tha’un juga
bermakna al-wabaa’, yaitu wabah atau penyakit menular, atau pes. Lebih spesifik lagi
dalam kamus al-Munjid al-Abjadiy, menyebutkan bahwa makan tha’un adalah wabah
yang berkaitan dengan demam/virus yang keras dan tersembunyi serta merusak,
menempel dan menyebar.46 Arti ini lebih jelas lagi bahwa antara tha’un dan covid-19
adalah sebuah penyakit yang sejenis karena sifatnya yang menyebar atau mewabah.
Lain dari pada itu, salah satu bentuk penyebaran tha’un dan covid-19yang paling
cepat dan meluas adalah berkumpul. Nabi saw. untuk menanggulangi penyebaran

46
Firdaus, “Virus Corona dalam Perspektif Sunnah,”: 17.

19
penyakit tha’un, beliau menganjurkan untuk tidak keluar dan tidak masuk pada daerah
yang terjankit penyakit thu’untersebut. Demikian juga untuk menanggulangi penyebaran
covid-19, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang pada initinya memiliki
kesamaan dengan kebijakan yang dibuat Nabi saw. seperti anjuran isolasi mandiri di
rumah selama pandemi, menjaga jarak (social distancing) ketika kelaur rumah,
menghindari kontak fisik seperi berjabat tangan, mencuci tangan secara teratur setelah
beraktivitas, hingga pemberlakuan kebijakan resmi lainnya seperti Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB).
Dengan demikian dapat dipahami, bahwa covid-19 adalah salah satu jenis
tha’unkarena dapat menjangkit dan menulari siapa pun secara global. Oleh sebab itu,
wabah atau virus yang menimpa suatu kaum telah terjadi sebelumnya seperti di masa
Nabi saw. Jadi, penyakit Covid-19yang merebak saat ini di hampir seluruh negara,
bukanlah kejadian baru, hanya saja bentuk wabahnya yang berbeda.

F. Kategorisasi Korban Covid-19 yang Berstatus Syahid


Sebagaimana hadits tentang kelompok-kelompok syahid yang dikemukakan di
atas, bahwa bukan hanya orang yang terbunuh di – jalan Allah seperti terbunuh dalam –
medan perang disebut syahid. Melalui sabda Nabi saw. menyebutkan lima kelompok
orang yang berstatus sebagai syahid selain terbunuh di jalan Allah. Salah satu di antara
kelompok tersebut adalah mati karena penyakit tha’un.
Akan tetapi syahid yang dimaksudkan bukanlah syahid sebagimana orang yang
terbunuh dalam medan perang, yang mana jasadnya tidak perlu di mandikan dan tidak
perlu dishalatkan. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Minhaj Syarah Shahih Muslim
bin al-Hajjaj sebagai beriukut:
‫قَا َل ْال ُعلَ َما ُء ْال ُم َرا ُد بِ َشهَا َد ِة هَُؤاَل ِء ُكلِّ ِه ْم َغي ِْر ْال َم ْقتُو ِل فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َأنَّهُ ْم يَ ُكونُ لَهُ ْم فِي اآْل ِخ َر ِة ثَ َوابُ ال ُّشهَدَا ِء‬
‫ان بَيَانُ هَ َذا َوَأ َّن ال ُّشهَدَا َء ثَاَل ثَةُ َأ ْق َس ٍام َش ِهي ٌد فِي ال ُّد ْنيَا‬
ِ ‫ب اِإْل ي َم‬
ِ ‫ق فِي ِكتَا‬َ َ‫صلَّى َعلَ ْي ِه ْم َوقَ ْد َسب‬ َ ُ‫َوَأ َّما فِي ال ُّد ْنيَا فَيُ َغ َّسلُونَ َوي‬
‫ار َو َش ِهي ٌد فِي اآْل ِخ َر ِة ُدونَ َأحْ َك ِام ال ُّد ْنيَا َوهُ ْم هَُؤاَل ِء ْال َم ْذ ُكورُونَ هُنَا َو َش ِهي ٌد فِي ال ُّد ْنيَا‬ ِ َّ‫ب ْال ُكف‬ ِ ْ‫َواآْل ِخ َر ِة َوهُ َو ْال َم ْقتُو ُل فِي َحر‬
‫ُدونَ اآْل ِخ َر ِة َوهُ َو َم ْن َغ َّل فِي ْال َغنِي َم ِة َأوْ قُتِ َل ُم ْدبِرًا‬
Artinya:
Ulama mengatakan, mereka yang dianggap mati syahid adalah mereka yang
gugur bukan di medan peran. Mereka di akhirat kelak menerima pahala
sebagimana pahala syuhada’ yang gugur di medan perang. Sedangkan di dunia
mereka tetap dimandikan dan dishalatkan sebagimana penjelasan telah lalu pada

20
bab Imam. Orang mati syahid terdiri atas tiga jenis. Pertama, syahid di dunia dan
di akhirat, yaitu mereka yang gugur di medan perang. Kedua, syahid di akhirat,
tidak di dunia, yaitu mereka yang disebutkan dalam hadits ini. Ketiga, syahid di
dunia, tidak di akhirat, yaitu mereka yang gugur tetapi berbuat curang terhadap
ghanimah atau gugur melarikan diri dari medan perang.47
Dengan demikian, kelompok-kelompok orang yang disebutkan dalam hadits
tersebut itu adalah orang yang ‘dianggap’ sebagai syahid, bukan sebagai syahid
sebagaimana orang yang terbunuh dalam peperangan menegakkan agama Allah swt.
Akan tetapi kelompok-kelompok tersebut mendapat keutamaan/pahala sebagimana para
syahid yang terbenuh dalam peperangan, dengan kata lain Syahidul-akhirah yaitu syahid
di akhirat.
Adapun pada hadits tentang status korban tha’un, secara khusus menyebutkan
bahwa korban tha’un yang dinilai syahid adalah korban tha’un yang muslim. Oleh karena
itu, tidak semua orang yang meninggal karena sebab covid-19 dikategorikan sebagai
syhaid, namun terbatas pada orang muslim saja.
G. Keutamaan bagi Korban Covid-19
Hadits Nabi saw. menjelaskan bahwa tha’un bisa menjadikan syahid bagi setiap
muslim dan karena covid-19 adalah salah satu jenis tha’un, oleh sebab itu, korban covid-
19 juga bisa menjadikan syahid setiap muslim.

Dengan demikian, seorang muslim yang meninggal karena terpapar covid-19,


statusnya dianggap sebagai syahidul-akhirah, yaitu di akhirat mendapatkan keutamaan
seperti para syuhada’. Adapaun keutamaan-keutamaan tersebut sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits Nabi saw. ialah sebagai berikut:

1. Dosanya akan diampuni;


2. Diperlihatkan tempat duduknnya di surga;
3. Dijaga dari siksa kubur dan diberi keamanan dari ketakutan yang besar saat
dibangkitkan dari kubur;
4. Diberi mahkota kemulian;
5. Dinikahkan dengan bidadari; dan
6. Diberi hak untuk memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari keluarganya.

47
Abu Zakariyah Muhyiddin Yahya Ibn Syarah an-Nawawi, al-Minhaj Syarah Shahih Muslim bin
al-Hajjaj, Vol. 13 (Cet; II, Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi, 1392), h. 63.

21
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa virus menular yang
telah menjangkit banyak orang saat ini yakni Coronavirus disease 2019 atau Covid-19
bukanlah kejadian atau musibah baru, namun telah terjadi pada masa sebelumnya, hanya
bentuknya yang berbeda. Istilah virus yang digunakan dalam hadits Nabi saw. adalah
tha’un. Salah satu di antara lima kelompok yang dianggap syahid oleh Nabi saw. adalah
korban tha’un.
Oleh karena itu, korban covid-19 yang juga merupakan jenis virus menular adalah
statusnya sebagai Syahidul-akhirah sebagimana ke-syahid-an korban tha’un di masa Nabi
saw. yakni di akhirat mendapatkan keutamaan sebagaimana para syahid yang terbunh
dalam peperangan menegakkan agama Allah swt.

22
V. REFERENSI
A. Sumber Buku/Kitab
Al-Buhkari, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ismail. al-Jami’ al-Musnad as-Sahih al-
Mukhtashar min Umuri Rasulillah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam Wa Sunanihi Wa
Ayyamihi, Vol. 7. Cet. I; t.tp: Dar Thauq al-Najah, 1422 H.
Al-Khathib, Muhammad ‘Ajjaj. Ushul al-Hadits. Terj. Qadirun Nur dan Ahmad
Musyafiq, Ushul al-Hadits: Pokok-pokok Ilmu Hadits. Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2013.
Al-Mizzi, Abu al-Hajjaj Yusuf bin. Tahzib al-Kamal fi Asma’ ar-Rijal. Cet. I; Beirut:
Muassasah al- Risalah, 1980.
Al-Naisaburi, Abu Husain Muslim bin Al-Hajjaj al-Qusyairi. al-Musnad ash-Shahih al-
Mukhtashar Binaql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ila Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam, Vol. 3. Beirut: Dar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi, t.th.
Al-Qazwani,Ibn Majah Abu ‘Abd Allah Muhammad Ibn Yazid.Sunan Ibn Majah, Vol.
2. Indonesi: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiy, t.t.
Al-Syabani,Abu ‘Abd Allah Ahmad Ibn Hanbal Ibn Hilal Ibn Asd.Musnad al-Imam
Ahmad Ibn Hanbal, Vol. 28. Cet. I; Beirut: Muassasah al-Risalah, 2001.
An-Nawawi, Abu Zakariyah Muhyiddin Yahya bin Syarah. al-Minhaj Syarah Shahih
Muslim bin al-Hajjaj, Vol. 13 (Cet; II, Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi,
1392.
As-Sijistani, Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’as bin Ishaq. Sunan Abi Dauwd, Vol. 3.
Bairut: Maktabah Al-‘Asyriyyah, t.th.
At-Turmudzi, Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surah bin Musa adh-Dhahak. al-Jami’
al-Kabir – Sunan at-Turmudzi, Vol. 3. Bairut: Dar al-Gharib al-Islamiy, 1998.
Bisri, Adib dan Munawwir Af. al-Bisri: Kamus Arab-Indonesia. Cet. I; Surabaya:
Pustaka Progressif, 1999.
Ismail, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang,
1992.
Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: Angkasa, 1991.
Wensinck, Arnold John.A Hand Book of Early Muhammad Traditioan(Miftah Kunuz as-
Sunnah), terj. Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi. Lahore: Suhayl Akademi, 1971.

23
Wensinck, Arnold John. Concordance et Indices de la Tradition Musulmane(al-Mu’jam
al-Mufahras li Alfaz al-Hadits al-Nabawiy), terj. Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi,
Vol. 3. Leiden: E.J. Brill, 1962.
B. Sumber Junrnal/Penelitian
Ahmad, Arifuddin. Metode Tematik dalam Pengkajian Hadis. Pidato Pengukuhan Guru
Besar, Makassar: UIN Alauddin, 31 Mei 2007.
Danarto, Agung. “Suara Muhammadiyah”, Hadits Terkait Mati Syahid, 3 Februari 2021.
https://www.google.com/amp/s/suaramuhammadiyah.id/2021/02/03/hadits-
terkait-mati-syahid/%3fnv4dieatuy=y&amp (14 November 2021).
Firdaus. “Virus Corona dalam Perspektif Sunnah”. al-Mubarak 5, no. 1 (2020): 13-29.
Ibrahim. “Ikhlas dalam Perspektif Hadis”, Tahdis: Jurnal Kajian Ilmu al-Hadis, Ed. 6,
Th. 5 (2014): 519-540.
Mardiana, Dede dan Wahyudin Darmalaksana. “Relevansi Syahid Ma’nawi dengan
Peristiwa Pandemic Covid-19: Studi Matan Pendekatan Ma’ani Hadis”. Jurnal
Perspektif 10, no. 10 (2020).
Nurain, St. Nur Syahidah Dzatun. “Kontribusi Periwayatan Hadis Ummahat al-Mu’minin
dalam al-Kutub al-Tis’ah”. Tesis. Makassar: Pascasarjana UIN Alauddin, 2018.
“Peta Sebaran”. Covid19.go.id. https://covid19.go.id/peta-sebaran (11 November 2021).
Pinasti, Faura Dea Ayu. “Analisis Dampak Pandemi Corona Virus Terhadap Tingkat
Kesadaran Masyarakat dalam Penerapan Protokol Kesehatan”. Wellness and
Healthy Magazine 2, no. 2 (2020): h. 237-249.
Rajab, Alif Jumai, dkk. “Tinjauan Hukum Islam pada Edaran Pemerintah dan MUI dalam
Menyikapi wabah Covid-19”. Bustanul Fuqaha: Jurnal Bidang Hukum Islam 1,
no. 2 (2020), 156-173.
Samsuduha, St. “Maslahah Kebijakan Pencegahan Wabah Pandemi Covid-19 dalam
Islam”. al-Tafaqquh: Jurnal of Islamic Law 1, no. 2 (2020): 117-127.
Yuliana. “Corona Virus Diseases (Covid-19); Sebuah tinjauan Literarur”. Wellness and
Healthy Magazine 2, no. 1 (2020): h. 187-192.
Yasmin, Puti. “Penyakit Thaun Zaman Rasulullah, ini Kisah dan Penybabanya”,
detikHealt, 11 Januari 2021.
https://www.google.com/amp/s/health.detik.com/berita-detikhealth/d-

24
5329693/penyakit-thaun-zaman-rasulullag-ini-kisah-dan-penyebabnya/amp (14
November 2021).
C. Link Situs (membantu pencarian)
https://covid19.go.id/peta-sebaran
https://jurnal.uin-alauddin.ac.id/
https://moraref.kemenag.go.ig/
https://repositori.uin-alauddin.ac.id/
https://www.google.com

25

Anda mungkin juga menyukai