Anda di halaman 1dari 13

Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.

1, Januari 2020, Halaman 1-13 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

EFEKTIVITAS PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH


MELALUI MEKANISME FASILITASI OLEH OTORITAS JASA
KEUANGAN (OJK)1
Adam Yordan 18107710006
Fakultas Hukum Prodi Ilmu Hukum
Universitas Islam Balitar
fakultashukum64@gmail.com

Abstract

OJK has practiced a model of dispute settlement with facilitation. The purpose of this study was
to determine the effectiveness of sharia banking dispute settlement through OJK and the
implementation of the dispute settlement model applied. This research is a normative and
empirical legal research that uses qualitative analysis. The Financial Services Authority (OJK)
in practice has effectively applied the model of dispute resolution with facilitating techniques by
clarifying to the parties, with the achievement of all complaints received by OJK through the
education and consumer protection sections in OJK DIY and Central Java can be completed in
accordance with the period, namely 20 (twenty) working days with an extension of up to 30
(thirty) working days with a 100 % success rate.

Keywords: Effectiveness; Dispute Settlement; Islamic Banking; Financial Services Authority


(OJK)

Abstrak

OJK telah mempraktikkan model penyelesaian sengketa dengan fasilitasi. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui efektifitas penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui OJK dan
implementasi model penyelesaian sengketa yang diterapkan. Penelitian ini merupakan penelitian
hukum normatif dan empiris yang menggunakan analisis kualitatif dengan paradigma
konstruktif. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam praktiknya telah efektif menerapkan model
penyelesaian sengketa yang dikenal dengan teknik fasilitasi, dengan melakukan klarifikasi
kepada para pihak, dengan capaian seluruh pengaduan yang diterima OJK melalui bagian
edukasi dan perlindungan konsumen di OJK DIY maupun Jawa Tengah dapat diselesaikan
sesuai dengan jangka waktu yaitu 20 (dua puluh) hari kerja dengan perpanjangan hingga 30
(tiga) puluh hari kerja dengan tingkat keberhasilan 100 %.
Kata Kunci: Efektivitas; Penyelesaian Sengketa; Perbankan Syariah; Otoritas Jasa Keuangan
(OJK)

1
Hasil penelitian ini didanai oleh Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat Universitas
Islam Blitar pada tahun pelaksanaan 2022. Penelitian dilaksanakan dalam rangka kompetisi Penelitian
Unggulan Prodi (PUP).

1
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.1, Januari 2020, Halaman 1-13 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

A. Pendahuluan hukum bagi para pihak yang bersengketa


Penyelesaian sengketa secara non- untuk mewujudkan perdamaian.
litigasi yang memiliki banyak manfaat, Fasilitasi yang telah dilakukan oleh
keuntungan dan berkembang di masyarakat OJK telah berjalan dengan baik, namun
secara efektif adalah mediasi (Zaini, 2018). dalam pelaksanaannya masih memerlukan
Adapun manfaat dan keuntungan evaluasi. Dalam kenyataannya, penyelesaian
menggunakan mediasi antara lain bahwa sengketa perbankan syariah di OJK
sengketa dengan menghadirkan seorang berdasarkan perspektif sebagian konsumen
mediator, permasalahan dapat diselesaikan dinilai belum efektif. Oleh karena itu perlu
dengan win-win solution, waktu digali alasan-alasan belum efektifnya
penyelesaian tidak berkepanjangan, biaya penyelesaian sengketa perbankan syariah
lebih ringan. Penyelesaian sengketa dengan melalui OJK. Berdasarkan alasan tersebut
mediasi akan tetap menjaga hubungan perlu ditemukan cara-cara agar penyelesaian
antara dua orang yang bersengketa dan sengketa perbankan syariah melalui OJK
terhindarkannya persoalan mereka dari agar dapat berjalan secara efektif dan
publikasi yang berlebihan. Salah satu memenuhi harapan masyarakat. Terkait
penyelesaian sengketa secara mediasi yang dengan model Fasilitasi yang diterapkan di
berkembang sangat pesat adalah OJK perlu diketahui pula dasar hukum,
penyelesaian sengketa melalui Otoritas Jasa alasan dan bagaimana penerapan model
Keuangan (OJK). Fasilitasi dalam penyelesaian sengketa
Pemahaman masyarakat tentang perbankan syariah.
mediasi melalui OJK belum optimal, selama Untuk menguraikan tentang pengertian
ini masyarakat memahami mediasi adalah penyelesaian sengketa, Salim H.S. dan
penyelesaian sengketa dengan Nurbani memberikan definisi “teori
mempertemukan kedua belah pihak yang penyelesaian sengketa merupakan teori yang
dilakukan oleh mediator. Faktanya terdapat mengkaji dan menganalisis tentang kategori
model lain yang diterapkan di OJK dalam atau penggolongan sengketa atau
penyelesaian sengketa perbankan syariah. pertentangan yang timbul dalam masyarakat,
Adapun model yang dimaksud dan diketahui faktor penyebab terjadinya sengketa dan
efektif berhasil menyelesaikan sengketa cara-cara atau strategi yang digunakan untuk
perbankan syariah melalui OJK adalah mengakhiri sengketa tersebut”(Salim, 2013).
model fasilitasi. Adapun ruang lingkup teori
Keberadaan model fasilitasi ini mulai penyelesaian sengketa, meliputi: jenis-jenis
diterapkan sejak adanya Peraturan Otoritas sengketa, faktor-faktor penyebab timbulnya
Jasa Keuangan No. 01/POJK.07/2013 sengketa dan strategi di dalam penyelesaian
(selanjutnya ditulis POJK No. 1 Tahun sengketa (Salim, 2013) . Selain teori
2013). Dalam kenyataannya model fasilitasi penyelesaian sengketa, dasar yang
ini belum banyak diketahui oleh para pihak digunakan oleh OJK dalam menjalankan
yang bersengketa maupun masyarakat. tugasnya didasarkan pula pada teori
Model fasilitasi jika diterapkan dalam kewenangan. Menurut Salim H.S. dan
penyelesaian sengketa perbankan syariah Nurbaini, “Teori kewenangan (authority
dengan efektif tentu sangat theory) merupakan teori yang mengkaji dan
menguntungkan bagi para pihak yang menganalisis tentang kekuasaan dari organ
bersengketa terutama dalam penyelesaian pemerintah untuk melakukan
sengketa perbankan syariah. Dengan kewenangannya, baik dalam lapangan
terwujudnya hal tersebut maka OJK secara hukum publik maupun hukum privat”.
tidak langsung juga membantu dalam Adapun “unsur-unsur yang tercantum dalam
membangun sistem hukum yang kondusif teori kewenangan meliputi: adanya
serta mendukung industri keuangan syariah kekuasaan, adanya organ pemerintah dan
sehingga dapat memberikan perlindungan sifat hubungan hukumnya” (Salim, 2013).

2
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.1, Januari 2020, Halaman 1-13 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

Bank syariah dalam proses penyelesaian denda serta sanksi perdata bagi pengurus
sengketa, agar terwujud penyelesaian bank syariah yang bersangkutan (Syahdeini,
sengketa secara efisien, efektif, cepat, 1999).
sederhana dan biaya ringan selain Penerapan prinsip kehati-hatian ini juga
berpedoman pada beberapa peraturan harus memperhatikan asas itikad baik yang
perundangan dan sumber hukum lainnya, obyektif yang berarti patud dan adil. Ridwan
seharusnya juga menerapkan beberapa Khairandy berpendapat bahwa aturan-aturan
prinsip atau asas-asas. Adapun beberapa yang dimuat dalam kontrak itu
prinsip atau asas yang utama harus dirumuskan oleh pribadi-pribadi yang bebas
diterapkan antara lain mendasarkan pada dan rasional, maka aturan itu tidak hanya
prinsip syariah, prinsip kehati-hatian bersifat rasional, tetapi juga harus patut.
(prudential regulation). Selain itu Bank Teori keadilan oleh John Rawls,
Syariah harus menjalankan fungsi sebagai memusatkan perhatiannya pada bagaimana
agent of trust. mendistribusikan hak dan kewajiban secara
Prinsip Syariah didasarkan pada Pasal 1 berimbang dalam masyarakat, sehingga
angka 12 Undang-undang Nomor 21 Tahun setiap orang berpeluang memperoleh
2008 tentang Perbankan Syariah yang manfaat darinya dan secara nyata
menyebutkan: Prinsip Syariah adalah prinsip menanggung beban yang sama. Demi
Hukum Islam dalam kegiatan perbankan menjamin distribusi yang patut serta
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh mendorong kerjasama sosial, maka menjadi
lembaga yang memiliki kewenangan dalam penting bahwa prinsip yang pertama-tama
penetapan fatwa di bidang syariah. keadilan yang berfungsi sebagai panduannya
Pengertian lain tentang Prinsip Syariah haruslah merupakan kesepakatan yang patut
diuraikan oleh Gemala Dewi, yang (Khairandy, 2004).
menyebutkan bahwa “Prinsip syariah adalah Dalam penyelesaian sengketa di
aturan perjanjian berdasarkan Hukum Islam perbankan syariah selain harus
antara bank dan pihak lain untuk memperhatikan prinsip syariah dan prinsip
menyimpan dana/atau pembiayaan kegiatan kehati-hatian sebagaimana telah diuraikan di
usaha, atau kegiatan lainnya yang atas maka perbankan syariah harus
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara menjalankan fungsi sebagai agent of trust.
lain pembiayaan berdasarkan bagi hasil Irsyad Lubis menjelaskan agent of trust
(mudharabah),…” (Dewi, 2006). adalah “aktivitas bank sebagai financial
Dalam penerapan prinsip kehati-hatian intermediary menjalankan fungsinya atas
ini bank seharusnya memperhatikan dan dasar kepercayaan yang diterima oleh bank
menerapkannya. Sutan Remy Syahdeini dari kepercayaan masyarakat yang diberikan
menyebutkan bahwa rambu-rambu berupa amanat agar bank mengelola dan
kesehatan bank atau prudential standards mengamankan dana yang disimpan
sebagaimana diuraikan di bawah ini harus masyarakat di bank tersebut. Fungsi bank
mendapat perhatian yang cermat dari setiap sebagai Agent of Trust ini tentu tidak
bank, baik bank yang semata-mata terlepas dari prinsip saling menguntungkan
melakukan kegiatan berdasarkan prinsip bagi kedua belah pihak”(Lubis, 2010) .
syariah (bank syariah) saja maupun bank Penelitian yang dilakukan terkait
konvensional yang memiliki islamic window dengan mediasi oleh peneliti sebelumnya
(memiliki cabang-cabang khusus syariah). adalah tentang mediasi yang dilakukan
Pelanggaran terhadap rambu-rambu tersebut melalui peradilan agama dengan judul “The
diancam sanksi, bukan saja berupa sanksi Reposition of Mediation Process in Islamic
administratif yang dapat dijatuhkan oleh Economic Dispute Resolution Trough
Bank Indonesia terhadap banknya maupun Religious Court After PERMA No. 1 of 2016
terhadap pengurus dan pemiliknya, amun (Radliyah, N. and Musjtari, 2017)”. Pada
juga diancam sanksi pidana penjara dan penelitian yang dilakukan Radliyah dan

3
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.1, Januari 2020, Halaman 1-13 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

Musjtari fokus penelitian adalah mengetahui praktik dan terjadi pada proses penyelesaian
reposisi proses mediasi dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah di OJK
sengketa ekonomi Islam melalui peradilan Semarang dan DIY. Penelitian ini
agama setelah berlakunya Peraturan menggunakan tata aturan socio legal studies.
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016. Menurut Simarmata, “Socio Legal Studies
Penelitian lain, dilakukan oleh Sawitri melihat hukum sebagai salah satu faktor
dengan judul “Mediasi Perbankan sebagai dalam sistem sosial yang dapat menentukan
Alternatif Penyelesaian Sengketa Bank dan dan ditentukan”(Simarmata, 2007).
Nasabah Melalui Otoritas Jasa Keuangan”, Data sekunder dalam penelitian ini,
dengan tujuan penelitian “untuk mengetahui diperoleh melalui penelitian kepustakaan
mediasi yang dilakukan oleh OJK dalam dan dokumen hukum, yang meliputi: 1)
mengatasi sengketa antara bank dan nasabah Bahan Hukum Primer, yang terdiri dari: a)
dan hambatan-hambatan yang timbul dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 dan
proses mediasi setelah beralihnya fungsi penjelasannya, Peraturan Otoritas Jasa
pengawasan dari Bank Indonesia ke OJK” Keuangan No. 01/POJK.07/2013, 2) Bahan
(Sawitri, 2016). Hukum Sekunder, terdiri dari buku-buku
Perbedaan penelitian yang dilakukan tentang perbankan syariah, teori hukum,
penulis dengan penelitian yang dilakukan metodologi penelitian hukum, jurnal,
oleh Sawitri bahwa temuan peneliti yang proceeding. Data Primer diperoleh melalui
ditulis pada artikel ini untuk mengetahui penelitian di lapangan, yang dilakukan
beberapa model penyelesaian sengketa dengan observasi, wawancara yang
perbankan syariah melalui OJK dan meliputi:1) Law sanction institution: Staff
mengetahui efektifitas penerapan OJK DIY dan Jawa Tengah, Mediator dan
penyelesaian sengketa perbankan syariah Fasilitator di OJK 2) Role Occupant:
melalui OJK. Managemen Bank Syariah dan Nasabah
Belum efektifnya mediasi perbankan Bank Syariah. Teknik pengumpulan data
yang telah dilakukan selama ini, mendorong dilakukan dengan hermeneutika, sosiologi
penulis melakukan penelitian dengan hukum dan fenomenologi.
perumusan permasalahan bagaimanakah Data yang ditemukan pada penelitian
efektifitas penyelesaian sengketa perbankan kepustakaan maupun dari penelitian
syariah melalui OJK dan implementasi lapangan diklasifikasikan terlebih dahulu,
model penyelesaian sengketa yang kemudian diolah berdasarkan analisis
diterapkan. Ukuran efektifitas digunakan deskriptif kualitatif. Pengertian deskriptif
faktor-faktor Efektifitas dalam penegakan adalah analisis yang dilakukan dengan
hukum oleh Soerjono Soekanto. Urgensi menggambarkan secara jelas keadaan-
penelitian ini adalah untuk mengkaji keadaan senyatanya. Pengertian kualitatif
efektivitas penyelesaian sengketa perbankan adalah analisis terhadap data yang
syariah dan untuk pengembangan lembaga dinyatakan oleh responden dan nara sumber
penyelesaian sengketa perbankan syariah di kemudian diuraikan sehingga diperoleh
Indonesia. Hasil penelitian ini digunakan suatu pengertian. Berdasarkan pengertian
untuk meningkatkan kompetensi peneliti di tersebut maka yang dimaksudkan deskriptif
bidang pengembangan Hukum Ekonomi kualitatif adalah analisis yang
Islam. menggambarkan efektifitas penyelesaian
sengketa perbankan syariah di OJK
B. Metode Penelitian Semarang dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penelitian ini dilakukan dengan tradisi
kualitatif (Moleong, 2011). Penelitian
lapangan dilakukan di OJK Semarang dan
DIY. Penelitian lapangan, dilakukan untuk
mengetahui fakta sosial yang ada dalam

4
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.1, Januari 2020, Halaman 1-13 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

C. Hasil dan Pembahasan tersebut maka rata-rata pertahun 225 kasus.


1. Hasil Penelitian Jenis sengketa ekonomi syariah yang
diselesaikan antara lain: sengketa perbankan
Untuk menemukan jawaban atas syariah dan sengketa asuransi syariah.
perumusan permasalahan pada penelitian Pedoman yang digunakan antara lain
ini, dilakukan penelitian lapangan dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008
melakukan wawancara kepada Bapak tentang Perbankan Syariah, Undang-undang
Widiono dan Bapak Hans Ori Lewi di OJK Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Semarang yang dilaksanakan pada Hari Keuangan, POJK No. 1 Th. 2013 tentang
Kamis, tanggal 23 Agustus 2018, Jam 14.00- Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
16.00 WIB, dengan hasil sebagai berikut. Keuangan dan POJK No. 1 Th. 2014
Penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh tentang Lembaga Alternatif Jasa Keuangan
OJK bukan dikategorikan sebagai mediasi di Sektor Jasa Keuangan, Surat Edaran
namun disebut dengan Fasilitasi. Fasilitasi Otoritas Jasa Keuangan Nomor 54
merupakan mekanisme penyelesaian SEOJK.07/2016 tentang Monitoring
sengketa non litigasi yang merupakan bagian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
dari mekanisme melalui mediasi secara di Sektor Jasa Keuangan, Keputusan Nomor
khusus yang didasarkan pada POJK No. 1 KEP-01/D.07/2016 tanggal 21 Januari 2016
Th. 2013. Ruang lingkup penyelesaian tentang Daftar Lembaga Alternatif
sengketa melalui mekanisme fasilitasi di Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa
OJK adalah penyelesaian sengketa Keuangan. Standar Operating Prosedur
keperdataan yang meliputi sengketa yang (SOP) sebagai acuan dalam penyelesaian
terkait dengan finansial dan pelanggaran atas sengketa di dasarkan pada SE OJK Nomor
peraturan perundang- undangan. 2/SEOJK.07/2014 tentang Pelayanan dan
Kekhususan mekanisme fasilitasi ini, Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada
fasilitator tidak memepertemukan para pihak Pelaku Jasa Keuangan.
dalam suatu forum. Fasilitator menerima Proses fasilitasi seharusnya dimulai
salah satu pihak, misalnya: seorang nasabah dengan Perjanjian Fasilitasi yang
atau pihak yang mempunyai permasalahan ditandatangani oleh Konsumen dan Pelaku
dengan salah satu pelaku usaha jasa Jasa Keuangan yang didasarkan Pada Pasal
keuangan (PUJK) akan menyampaikan 44 POJK No. 1 Th. 2013. Namun dalam
permasalahannya kepada fasilitator di OJK. praktiknya, dalam hal terdapat situasi dan
Fasilitator akan melakukan pendataan dan kondisi tertentu fasilitator tidak
membuat check list atas permasalahan yang mempertemukan kedua belah pihak. Proses
dihadapai oleh seorang nasabah atau pihak penyelesaian sengketa dilakukan dengan
tersebut, selanjutnya fasilitator akan jangka waktu 20 – 30 hari kerja. Nilai
menyampaikan permasalahan tersebut nominal yang disengketakan maksimal Rp.
kepada pihak PUJK untuk dikomunkasikan 500.000.000,00 untuk sengketa perbankan
kepada seorang nasabah atau pihak tersebut dan Rp. 750.000.000,00 untuk sengketa
pada forum lain. Dalam jangka waktu 20 asuransi. Tingkat keberhasilan penyelesaian
(dua puluh hari kerja) pihak PUJK sengketa 100 % (persen). Contoh kasus yang
diharapkan dapat menyelesaian diselesaikan melalui OJK: nasabah
permasalahan dan melaporkan hasil mengajukan pembiayaan ke salah satu bank
komunikasinya dengan nasabah atau pihak syariah namun dalam praktiknya bank
dimaksud. syariah menerapkan biaya yang lebih besar
Penyelesaian sengketa yang telah dari yang seharusnya, agen asuransi syariah
diselesaikan di OJK Semarang, pada tahun tidak menyetorkan premi asuransi.
2015: 200 perkara, tahun 2016: 200 perkara, Luaran dari proses fasilitasi yang
tahun 2017: 300 perkara dan hingga Juli dilakukan oleh OJK adalah Akta
2018: 200 perkara. Berdasarkan data Kesepakatan yang ditandatangani oleh

5
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.1, Januari 2020, Halaman 1-13 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan OJK memanggil pihak lembaga jasa
(PUJK). Dalam hal tidak terdapat keuangan terlapor untuk dilakukan
kesepakatan maka dituangkan dalam berita klarifikasi terkait pengaduan dari nasabah.
acara hasil fasilitasi OJK yang ditanda Pada tahapan ini ada risalah pertemuan; (c)
tangani oleh Konsumen dan Pelaku Usaha Bank Syariah menceritakan peristiwa yang
Jasa Keuangan. Pelaksanaan atas Akta terjadi dan membawa bukti terkait
Kesepakatan yang dibuat oleh Konsumen pelaporan; (d) Bank Syariah memanggil
dan PUJK dilaksanakan dengan pengawasan nasabah, kemudian menjelaskan peristiwa
dari OJK. Dalam hal terdapat pelanggaran yang dialami nasabah, membuat risalah dan
atas isi Akta Kesepakatan yang telah dibuat dilanjutkan menyampaikan laporan
maka kepada PUJK dapat dikenakan sanksi perkembangan penyelesaian kasus ke OJK;
yang didasarkan pada Pasal 53 POJK No. 1 (e) Waktu penyelesaian kasus 20 (dua
Th. 2013. puluh) hari kerja; (f) Bank berkirim surat ke
Wawancara dengan Ibu Tika Asteria OJK terkait penjelasan dan komunikasi yang
Diantika (Kepala Sub Bagian Edukasi dan dilakukan Bank Syariah dengan nasabah; (g)
Perlindungan Konsumen di OJK DIY yang OJK menyampaikan perkembangan
dilaksanakan pada Hari Jum’at, 31 Agustus penyelesaian kasus kepada nasabah; (h)
2018, Jam 13.00-15.00 WIB, dengan hasil Kasus selesai (Case Close).
sebagai berikut. Pada prinsipnya OJK DIY
menerapkan serangkaian peraturan 2. Efektifitas Penyelesaian Sengketa
sebagaimana yang dilakukan oleh OJK Perbankan Syariah melalui
Semarang. Pengaduan nasabah yang Mekanisme Fasilitasi oleh OJK
diterima di OJK DIY pada tahun 2017
sebanyak 200 pengaduan tertulis dan 500 Penyelesaian sengketa perbankan
pengaduan secara lisan. Pada tahun 2018 per syariah didasarkan pada akad syariah.
tanggal 28 Agustus 2018 sebanyak 167 Eksistensi akad syariah adalah adanya
pengajuan tertulis dan 320 pengaduan hubungan hukum antara bank syariah dan
langsung. Pengaduan terkait Sistem Layanan nasabah. Dalam pengelolaan bank syariah
Informasi Keuangan (SLIK) sebanyak 1250 yang menjalankan fungsi intermediary
pengaduan. Tingkat keberhasilan antara penghimpunan dan pembiayaan maka
penyelesaian 100 %. Ibu Tika melengkapi timbul hubungan hukum. Pada tahapan
keterangan dengan menjelaskan tahapan pembiayaan, hubungan hukum antara bank
penyelesaian sengketa perbankan sebagai syariah dan nasabah didasarkan pada Akad
berikut: (a) Penyelesaian sengketa melalui Pembiayaan. Penggunaan Akad Pembiayaan
Internal Dispute Resolution (IDR) di PUJK; dilakukan berdasarkan kepatuhan yang
(b) Penyelesaian sengketa melalui OJK; (c) didasarkan pada Hukum Islam dan Fiqh
Penyelesaian sengketa melalui Lembaga Muamalah. Hal ini sesuai dengan pendapat
Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS); Ahmad Ibrahim yang menyebutkan:
(d) Penyelesaian sengketa melalui jalur non “Banking and Financial operation
litigasi ke lembaga arbitrase atau pengadilan undertaken by Muslims will have to be
sesuai dengan perjanjian (akad) yang dibuat conducted in compliance with the shariah
oleh para pihak. laws and the Fiqh al-Muamalah. The
Contoh kasus yang diselesaikan melaui modern banking and financial system has
OJK antara lain wanprestasi yang dilakukan come into being to meet the human needs for
PUJK, pendebetan kartu ATM tanpa financing from the capital belonging to
sepengetahuan nasabah, layanan yang tidak others, other than one’s self and these take
lancar. Dalam hal IDR tidak berhasil maka the form of either equity financing or debt
penyelesaian sengketa dapat dilakukan di financing” (Ibrahim, 1997).
OJK dengan model fasilitasi dengan Bank Syariah dikenal dengan nama lain
tahapan: (a) Ada bukti IDR dari nasabah; (b) yaitu bank tanpa bunga (la riba bank), Bank
Islam (Islamic Bank), dan Bank Nirbunga.
6
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.1, Januari 2020, Halaman 1-13 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

Perbankan Syariah mulai diprakarsai sejak terdapat pengertian ekonomi syariah, di


tahun 1990-an. Bank syariah yang pertama dalamnya terdapat perbankan syariah dan
kali berdiri di Indonesia dan murni syariah adanya kompetensi absolut Peradilan Agama
adalah Bank Muamalat Indonesia. dalam menyelesaikan sengketa ekonomi
Hubungan hukum antara bank dan nasabah syariah. Didasarkan pada Pasal 41 huruf i
merupakan bagian dari kegiatan muamalah. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
Di dalam hukum Islam muamalah dalam arti tentang Peradilan Agama sebagaimana telah
luas adalah aturan-aturan (hukum) Allah diubah dengan UU No. 50 Th. 2009 tentang
untuk mengatur manusia dalam kaitannya Perubahan Kedua atas UU No. 3 Th. 2006
dengan urusan duniawi dalam pergaulan tentang Peradilan Agama.
sosial (Suhendi, 2002). Setiap orang dapat “Kegiatan muamalah yang terkait
melakukan muamalah seperti dalam dengan aspek ekonomi meliputi kegiatan
hubugan hukum antara parktisi di bank untuk meningkatkan kesejahteraan dan
syariah, nasabah dan notaris (Maulin, M. kualitas hidup, seperti: jual beli, simpan
dan Mulyaningsih, 2014) . pinjam, utang piutang, usaha bersama dan
Dalam praktik operasionalisasi bank sebagainya”. Hal ini sebagaimana pendapat
syariah, agar tidak menyimpang dari Perwataatmadja dan Antonio.. Di dalam
tuntunan syariah, maka pada setiap bank muamalah dikenal dengan Aqad. Aqad
syariah diangkat manager dan pimpinan merupakan bagian dari tasharruf. Tasharruf
bank yang menguasai prinsip muamalah adalah segala yang keluar dari seorang
Islam. Disampin itu juga dibentuk Dewan manusia dengan kehendaknya dan syara’
Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas menetapkan beberapa hak.
mengawasi operasional bank dari aspek Suhendi membagi Tasharruf menjadi
kesyariahannya. Dasar hukum yang utama dua, yaitu “tasharruf fi’li dan tasharruf
dalam mengoperasionalkan bank syariah qauli. Tasharruf fi’li adalah usaha yang
adalah Al Qur’an dan Hadits. Berikut ini dilakukan manusia dengan tenaga dan
akan dinukilkan beberapa ayat-ayat dalam badannya selain dari lidah, seperti
Al-Qur’an, antara lain: Al-Baqarah: 275, Al- memanfaatkan tanah yang tandus, menerima
Imran: 130, dan An-Nisa’: 29. barang dalam jual-beli, merusak benda
Selain beberapa ayat Qur’an di atas orang lain. Tasharruf qauli ialah tasharruf
maka berdasarkan hukum positif, landasan yang keluar dari lidah manusia yang dibagi
dalam mengopersionalkan Bank Syariah menjadi dua, yaitu aqdi dan bukan aqdi.
adalah Undang-undang Nomor 21 Tahun Tasharruf qauli aqdi adalah sesuatu yang
2008 tentang Perbankan Syariah (UU dibentuk dari ucapan kedua belah pihak
Perbankan Syariah). Peraturan lainnya yang yang saling bertalian, seperti jual-beli, sewa-
khusus mengatur tentang akad dalam menyewa dan perkongsian. Tasharruf qauli
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah bukan aqdi ada dua macam, yaitu: (a)
adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor Merupakan pernyataan pengadaan dua hak
10/16/PBI/2008 tentang Perubahan atas atau mencabut suatu hak, seperti wakas,
Peraturan Bank Indonesia Nomor thalak dan memerdekakan; (b) Tidak
9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip menyatakan suatu kehendak, tetapi dia
Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan mewujudkan tuntutan-tuntutan hak, seperti
Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan gugatan, iqrar, sumpah untuk menolak
Jasa Bank Syariah. Peraturan lain yang gugatan”(Suhendi, 2002).
memberikan dasar bagi beroperasionalnya Pembiayaan bermasalah dalam praktik
Perbankan Syariah adalah Undang-undang banyak terjadi dan memerlukan solusi. Salah
Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan satu pengertian pembiayaan bermasalah
kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun adalah salah satu dari lima masalah besar
1989 tentang Peradilan Agama. Di dalam yang dihadapi perbankan nasional.
undang-undang tentang peradilan agama Pengertian pembiayaan bermasalah menurut

7
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.1, Januari 2020, Halaman 1-13 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

pengertian bank adalah “pembiayaan yang which a neutral third party, the mediator,
berada dalam klasifikasi diragukan dan assist disputing parties in reaching a
macet (non performing loans)”. Dalam hal muttually satisfaction solution”. (Margono,
terdapat pembiayaan bermasalah, bank 2004). Berdasarkan rumusan dari Margono,
menjaga likuiditasnya dengan berusaha dapat ditarik beberapa hal penting yaitu
mengupayakan penyelesaian permasalahan sebagai berikut: (a) Mediasi ialah suatu
yang dihadapinya. proses penyelesaian sengketa berdasarkan
Beberapa asas yang harus diperhatikan perundingan; (b) Mediator terlibat dan
dalam penyelesaian sengketa antara lain diterima oleh para pihak yang bersengketa di
adalah asas kehati-hatian di dalam dalam perundingan; (c) Mediator bertugas
mengelola proses secara syariah. Harapan membantu para pihak yang bersengketa
dengan penerapan asas kehati-hatian akan untuk mencari penyelesaian; (d) Mediator
memberikan kepastian dan mencegah tidak mempunyai kewenangan membuat
adanya permasalahan di dalam pelaksanaan keputusan selama perundingan berlangsung;
akad. Hal ini sesuai dengan pendapat (e) Tujuan mediasi adalah untuk mencapai
Shaykh Yusuf Talal De Lorenzo yang atau menghasilkan kesepakatan yang dapat
menyebutkan bahwa: “careful management diterima pihak-pihak yang bersengketa guna
of the shariah process will almost certainly mengakhiri sengketa.
help prevent this risk from becoming a Thalis Noor C mengutip pendapat
problem” (Lorenzo, D. and Talal, 2007). Bambang Sutiyoso tentang mediasi sebagai
Pendapat Shaykh Yusuf De Lorenzo sesuai “mekanisme penyelesaian dengan pihak
dengan Asas Pacta Sunt Servanda yang ketiga (mediator) yang tidak memihak
berarti bahwa akad para pihak yang dibuat (impartial) yang turut aktif memberikan
secara sah mengikat para pihak sebagai bimbingan atau arahan guna mencapai
undang-undang. penyelesaian, namun ia tidak berfungsi
Dalam pasal penyelesaian perselisihan sebagai hakim yang berwenang mengambil
akad melalui perbankan syariah terdapat keputusan. Inisiatif penyelesaian tetap
tahapan penyelesaian: Pertama, diupayakan berada pada tangan para pihak yang
penyelesaian secara musyawarah dan bersengketa”. Dengan demikian hasil
mufakat. Kedua, diupayakan penyelesaian penyelesaiannya bersifat kompromi.
melalui BASYARNAS. Selain penyelesaian “Pendapat Sutiyoso ini menurut pendapat
melalui musyawarah dan Arbitrase Syariah Thalis sejalan dengan pendapat
maka ada alternatif penyelesaian sengketa Loveinheim”, yang menyebutkan bahwa
melalui mediasi. “Mediasi merupakan “Mediation is a process in which two or
proses pemecahan masalah di mana pihak more people involved in a dispute come
luar yang tidak memihak (impartial) dan together, to try to work out a solution to
netral bekerja dengan pihak yang their problem with the help of a neutral third
bersengketa untuk membantu memperoleh person, called the Mediator” (Thalis, 2011).
kesepakatan perjanjian yang memuaskan”. Dalam perkembangannya, penyelesaian
Berdasarkan pengertian tersebut maka sengketa perbankan syariah melalui OJK
mediator berbeda dengan hakim atau arbiter, dan Lembaga Alternatif Penyelesaian
mediator tidak mempunyai wewenang untuk Sengketa (LAPS) ada yang terangkai dengan
memutuskan sengketa antara para pihak hukum acara perdata di pengadilan negeri
namun dalam hal ini para pihak maupun pengadilan agama. Penyelesaian
menguasakan kepada mediator untuk sengketa melalui OJK didasarkan pada: (a)
membantu mereka menyelesaikan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008
persoalan-persoalan. tentang Perbankan Syariah; (b) Undang-
Margono berpendapat dengan mengutip undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
dari pendapat Kovact: bahwa “mediasi Otoritas Jasa Keuangan; (c) POJK No. 1 Th.
berarti facilitatied negotiation, it process by 2013 tentang Perlindungan Konsumen

8
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.1, Januari 2020, Halaman 1-13 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

Sektor Jasa Keuangan dan POJK No. 1 Th. pelaksanaan akad. Penerapan prinsip kehati-
2014 tentang Lembaga Alternatif Jasa hatian sebagaimana telah diuraikan oleh
Keuangan di Sektor Jasa Keuangan; (d) Gemala Dewi, Sutan Remy Syahdeini,
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor Ridwan Khaerandy diiringi dengan
54 SEOJK.07/2016 tentang Monitoring penerapan prinsip syariah. Prinsip kehati-
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa hatian dan prinsip syariah diterapkan oleh
di Sektor Jasa Keuangan; (e) Keputusan bank dalam menjalankan fungsinya sebagai
Nomor KEP-01/D.07/2016 tanggal 21 agent of trust sebagaimana dikemukakan
Januari 2016 tentang Daftar Lembaga oleh Irfan Lubis. Pendapat demikian juga
Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor sesuai dengan pendapat Shaykh Yusuf Talal
Jasa Keuangan; (f) Standar Operating De Lorenzo yang menyebutkan bahwa:
Prosedur (SOP) sebagai acuan dalam “careful management of the sharia process
penyelesaian sengketa di dasarkan pada SE will almost certainly help prevent this risk
OJK Nomor 2/SEOJK.07/2014 tentang from becoming a problem” (Lorenzo, D. and
Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Talal, 2007). Berdasarkan asas dalam akad
Konsumen pada Pelaku Jasa Keuangan maka diterapkan Asas Pacta Sunt Servanda
sebagaimana telah diuraikan pada bagian yang berarti bahwa akad para pihak yang
pendahuluan di atas. dibuat secara sah mengikat para pihak
Hubungan hukum antara bank dan sebagai undang-undang.
nasabah timbul karena adanya pembiayaan Kewenangan OJK dalam menyelesaikan
dan didasarkan pada Akad Pembiayaan. sengketa perbankan syariah didasarkan pada
Penggunaan Akad Pembiayaan dilakukan Pasal 29 huruf c Undang-undang Nomor 21
berdasarkan kepatuhan pada Hukum Islam Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
dan Fiqh Muamalah. Hal ini sesuai dengan (selanjutnya ditulis UU OJK). Hal tersebut
pendapat Ahmad Ibrahim yang dilakukan oleh OJK dalam rangka
menyebutkan: “Banking and Financial memberikan perlindungan bagi konsumen
operation undertaken by Muslims will have dan masyarakat sebagaimana diamanahkan
to be conducted in compliance with the oleh Pasal 28 UU OJK.
shariah laws and the Fiqh al-Muamalah. Menurut Soerjono Soekanto,
The modern banking and financial system “pengertian efektifitas hukum dalam
has come into being to meet the human tindakan atau realita hukum dapat
needs for financing from the capital diketahui apabila seseorang menyatakan
belonging to others, other than one’s self bahwa suatu kaidah hukum berhasil atau
and these take the form of either equity gagal mencapai tujuannya, oleh karena itu
financing or debt financing” (Ibrahim, biasanya diketahui apakah pengaruhnya
1997). berhasil mengatur sikap tindak atau
Permasalahan yang dihadapi perbankan perilaku tertentu sehingga sesuai dengan
nasional, salah satunya adalah pembiayaan tujuannya atau tidak. Dalam masyarakat
bermasalah. Pengertian pembiayaan Indonesia, efektifitas hukum berarti daya
bermasalah menurut pengertian bank adalah kerja hukum dalam mengatur dan memaksa
“pembiayaan yang berada dalam klasifikasi warga masyarakat untuk taat terhadap
diragukan dan macet (non performing hukum. Efektifitas hukum berarti mengkaji
loans)”. Dalam hal terdapat pembiayaan kaidah hukum yang harus memenuhi syarat
bermasalah, bank menjaga likuiditasnya secara yuridis, sosiologis dan filosofis”
dengan berusaha mengupayakan (Soekanto, 2008).
penyelesaian permasalahan yang Efektifitas hukum terlebih dahulu harus
dihadapinya. Di samping itu prinsip kehati- dapat diukur dengan melihat sejauh mana
hatian di dalam mengelola proses secara aturan hukum itu dipatuhi dan ditaati atau
syariah akan memberikan kepastian dan tidak ditaati. Jika suatu aturan hukum itu
mencegah adanya permasalahan di dalam ditaati oleh sebagian masyarakat maka

9
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.1, Januari 2020, Halaman 1-13 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

aturan hukum tersebut dapat dikatakan perlindungan konsumen di OJK. Jika


sudah efektif. Namun demikian, sekalipun kesepakatan tidak terwujud maka
ketaatan terhadap hukum itu sudah efektif kewenangan menyelesaikan sengketa
tetapi masih dipertanyakan maka bisa dilanjutkan atau diserahkan ke Lembaga
dikatakan masih jauh derajat Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS).
keefektifitasannya. Berdasarkan KEP No. 01 Th. 2016 sudah
Jika ketaatan sebagian besar masyarakat ada 6 (enam) lembaga alternatif
terhadap suatu aturan hukum karena hanya penyelesaian sengketa yang melaksanakan
kepentingan yang bersifat compliance atau model mediasi, arbitrase dan adjudikasi. 6
hanya takut sanksi maka derajat keefektifan (enam) lembaga tersebut adalah: a. Badan
hukum tersebut masih sangat rendah karena Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia
harus dilakukan pengawasan terus menerus. (BMAI, b. Badan Arbitrase Pasar Modal
Berbeda jika ketaatan karena berdasarkan Indonesia (BAPMI), c. Lembaga Alternatif
pada kepentingan yang bersifat Penyelesaian Perbankan Syaraiah Indonesia
internalization yaitu ketaatan karena aturan (LAPSI), d. Badan Arbitrase dan Mediasi
hukum tersebut benar-benar cocok dengan Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAPMI),
nilai intrinsik yang dianutnya maka derajat e. Badan Mediasi Pembiayaan dan
ketaatannya lebih tinggi. Pegadaian Indonesia (BMPPI). Dalam hal
Berdasarkan Teori Efektifitas dari ini di masing-masing LAPS terdapat
Soerjono Soekanto sebagaimana telah personil yang menjadi mediator, arbiter. Jika
disebutkan di atas, “efektif atau tidaknya penyelesaian sengketa melalui mediator dan
suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, arbiter juga belum dapat menyelesaikan
yaitu faktor hukumnya sendiri (undang- sengeta antar nasabah dengan bank syariah.
undang), faktor penegak hukum, yakni Salah satu pihak dapat memilih model
pihak-pihak yang membentuk maupun adjudikasi ke peradilan agama.
menerapkan hukum, faktor sarana atau Faktor ketiga, sarana dan prasarana
fasilitas yang mendukung penegakan yang dimiliki oleh OJK sangat memberikan
hukum, faktor masyarakat dan faktor dukungan dalam proses penyelesaian
kebudayaan”. sengketa perbankan syariah. Dalam
Beberapa teori yang telah disebutkan di praktiknya di OJK Semarang juga melayani
atas jika diterapkan pada fakta dari hasil proses fasilitasi dengan cara fasilitator
penelitian di lapangan, khususnya di OJK memberikan tempat dan fasilitas dalam
Jawa Tengah dan DIY bahwa penyelesaian penyelesaian permasalahan. Fakta ini dapat
sengketa perbankan syariah yang dilakukan memperkuat dalam memberikan kemudahan
berhasil selesai 100 %. Hal ini berarti bahwa kepada masyarakat dalam penyelesaian
seluruh proses pengaduan nasabah yang sengketa perbankan syariah.
masuk dan diselesaikan melalui OJK telah Faktor keempat, adalah masyarakat,
berhasil diselesaikan. Jika dikaji dalam hal ini pemahaman dan penerimaan
berdasarkan teori efektifitas penegakan masyarakat terhadap keberadaan OJK dalam
hukum dari Soerjono Soekanto yang memberikan perlindungan kepada konsumen
menyebutkan bahwa faktor-faktor dan adanya kemauan untuk memahami
penegakan hukum ada lima. Faktor pertama, perkembangan baru tentang ruang lingkup
adalah faktor hukumnya sendiri dalam hal dari OJK dalam menyelesaikan sengketa.
ini sudah ada UU No. 21 Th 2008, UU No. Masyarakat beranggapan bahwa
21 Th. 2011, POJK No. 1 Th. 2013, POJK penyelesaian sengketa melalui OJK oleh
No. 1 Th. 2014, SEOJK No. 54 Th. 2016 sebagian masyarakat belum efektif karena
dan SEOJK No. 2 Th. 2014. ada sebagian masyarakat yang pernah
Faktor kedua adalah penegak ditolak penyelesaian melalui OJK. Dalam
hukumnya, dalam hal ini fasilitasi dilakukan hal ini terjadi karena belum adanya
oleh personil di bidang edukasi dan pemahaman masyarakat tentang ruang

10
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.1, Januari 2020, Halaman 1-13 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

lingkup dan alasan penolakan dalam penyelesaian sengketa dan teori kewenangan
penyelesaian permasalahan, tersebut maka implementasi penyelesaian
Faktor kelima, budaya masyarakat, sengketa di OJK dilakukan dengan model
dalam penyelesaian sengketa perbankan fasilitasi yang berbeda dengan mediasi.
syariah memerlukan dukungan dari budaya Untuk penyelesaian sengketa dengan model
masyarakat setempat. Budaya masyarakat mediasi dilakukan oleh LAPS yang saat ini
sangat mempengaruhi berhasil atau tidaknya telah beroperasi yang didasarkan pada
proses penyelesaian sengketa yang Keputusan Nomor KEP-01/D.07/2016.
dilakukan di OJK. Seperti budaya damai
yang terjadi di masyarakat, jika hal ini D. Simpulan dan Saran
terdapat pada diri masing-masing pihak
yang akan menyelesaikan sengketa, yaitu Berasarkan uraian pada pembahasan di
dari pihak konsumen dan lembaga jasa atas maka penyelesaian sengketa perbankan
keuangan maka penyelesaian sengketa akan syariah melalui OJK berjalan secara efektif
berjalan secara efektif. yang didasarkan pada Teori Efektivitas dari
Soerjono Soekanto, Teori Kekuasaan dan
3. Implementasi Model Penyelesaian Teori Kewenangan dari Salim HS.
Sengketa yang Diterapkan Efektifitas penyelesaian sengketa ini juga
dilakukan dengan penerapan prinsip syariah
Implementasi penyelesaian sengketa di dan keahati-hatian serta fungsi bank syariah
OJK dilakukan berdasarkan beberapa sebagai agent of trust dari masyarakat yang
peraturan sebagaiman diuraikan di atas. diperkuat oleh keberadaan OJK. Efektivitas
Selain itu juga didasarkan pada teori penyelesaian sengketa dapat dilihat dengan
penyelesaian dan teori kewenangan. capaian seluruh pengaduan yang diterima
Berdasarkan teori penyelesaian sengketa oleh OJK melalui bagian edukasi dan
menurut Salim bahwa OJK berwenang perlindungan konsumen di OJK DIY
dalam menyelesaiakan sengketa perbankan maupun Jawa Tengah dapat diselesaikan
syariah (Salim, 2013). “Teori penyelesaian 100 %. Penyelesaian pengaduan dilakukan
sengketa merupakan teori yang mengkaji sesuai dengan jangka waktu yaitu 20 (dua
dan menganalisis tentang kategori atau puluh) hari kerja dengan perpanjangan
penggolongan sengketa atau pertentangan hingga 30 (tiga) puluh hari kerja. OJK dalam
yang timbul dalam masyarakat, faktor praktiknya telah menerapkan model
penyebab terjadinya sengketa dan cara-cara penyelesaian sengketa dengan teknik
atau strategi yang digunakan untuk fasilitasi dengan melakukan klarifikasi
mengakhiri sengketa tersebut”. Sedangka kepada para pihak.
Teori Kewenangan menurut Salim HS Dalam hal penyelesaian sengketa tidak
adalah “teori yang mengkaji dan terwujud kesepakatan di antara kedua belah
menganalisis tentang kekuasaan dari organ pihak dalam jangka waktu 20-30 hari kerja
pemerintah untuk melakukan dengan kemungkinan adanya perpanjangan
kewenangannya, baik dalam lapangan jika ada situasi dan kondisi tertentu sesuai
hukum publik maupun hukum peraturan yang ada maka para pihak dapat
privat”(Salim, 2013). Adapun unsur-unsur menyelesaikan melalui Lembaga Alternatif
yang tercantum dalam teori kewenangan Penyelesaian Sengketa (LAPS) dengan
meliputi: “adanya kekuasaan, adanya organ pilihan mediasi, arbitrase maupun
pemerintah dan sifat hubungan hukumnya”. adjudikasi. Seyogyanya model fasilitasi
Pendapat lain dikemukakan oleh Neni dengan cara klarifikasi ini disosialisasikan
Sri Imaniyati yang menyebutkan bahwa lebih luas kepada masyarakat baik kepada
Peraturan OJK menetapkan penyelesaian pengguna jasa lembaga keuangan syariah,
sengketa dapat dilaksanakan di luar PUJK maupun nasabah. Edukasi kepada
pengadilan atau melalui pengadilan masyarakat khusus tentang model fasilitasi
(Imaniyati, 2013). Berdasarkan teori dengan klarifikasi dapat menjadi raw model
11
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.1, Januari 2020, Halaman 1-13 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

penyelesaian sengketa alternatif di luar Khairandy, R. (2004). Iktikad Baik dalam


penyelesaian sengketa perbankan syariah. Kebebasan Berkontrak. Jakarta:
Kekuatan penyelesaian sengketa melalui Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum
fasilitasi ini karena fasilitator tidak Universitas Indonesia.
mempertemukan para pihak dalam suatu
forum. Hal ini dilakukan untuk antisipasi Lorenzo, D. and Talal, S. . (2007). Shari’ah
adanya perbedaan karakter antara nasabah Compliance Risk. Chicago Journal of
dengan PUJK. Adapun kelemahan dari International Law, 7(2).
fasilitasi adalah jika salah satu pihak tidak
Lubis, I. (2010). Band dan Lembaga
mempunyai komitmen dan beritikad tidak
Keuangan Lain. Medan: USU Press.
baik (beritikad buruk). Peluang mekanisme
fasilitasi adalah kesempatan proses Margono, S. (2004). ADR & Arbitrase
penyelesaian sengketa secara sederhana, (Proses Pelembagaan dan Aspek
cepat dan tanpa biaya bagi para pihak, Hukum). Bogor: Ghalia Indonesia.
sedangkan tantangan mekanisme fasilitasi
adalah diperlukan kedisiplinan, kejujuran Maulin, M. dan Mulyaningsih, H. . (2014).
dan komitmen yang tinggi dari para pihak Judicial Review Against The financial
serta diperlukan kompetensi dan Agreement in The Islamic Bank in
profesionalisme dari fasilitator. Indonesia Review of Act No. 30 of
2004 Concerning Notary. In
DAFTAR PUSTAKA International Proceeding of Economics
Development and Research Volume 73
Dewi, G. (2006). Aspek-aspek Hukum dalam (p. 19).
Perbankan dan Perasuransian Syariah Radliyah, N. and Musjtari, D. N. (2017).
di Indonesia. Jakarta: Kencana. The Reposition of Mediation Process in
Ibrahim, A. (1997). Legal Framework of Islamic Economic Dispute Resolution
Islamic Banking. Jurnal Undang- Through Religious Court After Perma
Undang, IKIM Law Journal, 1(1), 6. No. 1 of 2016. In Proceeding
International Conference on Law and
Imaniyati, N. . (2013). Metoda dan Bentuk Society. Yogyakarta: LP3M & Faculty
Penyelesaian Sengketa Pasca Lahirnya of Law, Universitas Muhammadiyah
Putusan Mahkamah Konstitusi No, Yogyakarta.
93/PUU-X/2012 dan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan No. 1 Th. 2013. Jurnal Salim, H. ; N. (2013). Penerapan Teori
Scientica, 1(1), 74. Hukum pada Penelitian Tesis dan
Disertasi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sawitri, A. . (2016). Mediasi Perbankan
Sebagai Alternatif Penyelesaian
Sengketa Bank dan Nasabah melalui
Otoritas Jasa Keuangan. Surakarta: .
Surakarta: Fakultas Hukum Universitas
Slamet Riyadi.
Simarmata, R. (2007). Socio-Legal Studies
dan Gerakan Pembaharauan Hukum
dalam Digest Law. Society and
Development, 1.
Soekanto, S. (2008). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum.

12
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.1, Januari 2020, Halaman 1-13 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

Jakarta: Raja Grafindo Persada. Thalis, N. C. (2011). Penyelesaian Sengketa


Suhendi, H. (2002). Fiqh Muamalah. Perbankan Syariah. Jurnal Ekonomi
Jakarta: Raja Grafindo Persada. Syariah Indonesia, 1(2).

Syahdeini, S. . (1999). Perbankan Islam dan Zaini, A. (2018). Mediasi sebagai Salah Satu
Kedudukannya dalam Tata Hukum Bentuk Alternatif Penyelesaian
Perbankan Indonesia. Jakarta: Pustaka Sengketa. Al Qiatash, Jurnal Hukum
Utama Grafiti. Dan Politik, 9(2), 81.

13

Anda mungkin juga menyukai