PENDAHULUAN
1
0,75% (Dinkes Jateng, 2010).
Orang yang menderita stroke, biasanya mengalami banyak gangguan
fungsional, seperti gangguan motorik, psikologis atau perilaku, dimana gejala
yang paling khas adalah hemiparesis, kelemahan ekstremitas sesisi, hilang
sensasi wajah, kesulitan bicara dan kehilangan penglihatan sesisi (Irfan,
2010). Data 28 RS di Indonesia, pasien yang mengalami gangguan motorik
sekitar 90,5% (Misbach & Soertidewi, 2011).
1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pemuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas KMB II serta mengetahui dan melatih kemampuan kelompok
mengenai asuhan keparawatan pada kasus musculoskeletal berdasarkan
EBP.
B. Tujuan Khusus
1) Agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami Anatomi & Fisiologi
system saraf!
2) Agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami konsep penyakit
Stroke!
3) Agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami Asuhan keperawatan
stroke secara teoritis!
4) Agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami Asuhan keperawatan
pada salah satu kasus Stroke !
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
3
Pearce, 2007).
NEURON
Sistem syaraf terdiri atas sel-sel syaraf yang disebut neuron.
Neuron bergabung membentuk suatu jaringan untuk mengantarkan
impuls (rangsangan). Satu sel syaraf tersusun dari badan sel, dendrit, dan
akson.Badan sel syaraf merupakan bagian yang paling besar dari sel
syaraf Badan sel berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan
meneruskannya ke akson. Pada badan sel syaraf terdapat inti sel,
sitoplasma, mitokondria, sentrosom, badan golgi, lisosom, dan badan
nisel. Badan nisel merupakan kumpulan retikulum endoplasma tempat
transportasi sintesis protein.Dendrit adalah serabut sel syaraf pendek dan
bercabangcabang. Dendrit merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit
berfungsi untuk menerima dan mengantarkan rangsangan ke badan
sel.Akson disebut neurit. Neurit adalah serabut sel syaraf panjang yang
merupakan perjuluran sitoplasma badan sel. Di dalam neurit terdapat
benang - benang halus yang disebut neurofibril. Neurofibril dibungkus
oleh beberapa lapis selaput mielin yang banyak mengandung zat lemak
dan berfungsi untuk mempercepat jalannya rangsangan. Selaput mielin
tersebut dibungkus oleh sel- selsachwann yang akan membentuk suatu
jaringan yang dapat menyediakan makanan untuk neurit dan membantu
pembentukan neurit. Lapisan mielin sebelah luar disebut neurilemma
yang melindungi akson dari kerusakan. Bagian neurit ada yang tidak
dibungkus oleh lapisan mielin. Bagian ini disebut dengan nodus ranvier
dan berfungsi mempercepat jalannya rangsangan (Sloane, 2012; Pearce,
2007).
4
Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel syaraf dapat dibagi
menjadi 3 macam, yaitu sel syaraf sensori, sel syaraf motor, dan sel syaraf
intermediet (asosiasi). Sel syaraf sensori berfungsi menghantar impuls
dari reseptor ke sistem syaraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum
belakang (medula spinalis). Ujung akson dari syaraf sensori berhubungan
dengan syaraf asosiasi (intermediet). Sel syaraf motor berfungsi mengirim
impuls dari sistem syaraf pusat ke otot atau kelenjar yang hasilnya berupa
tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel syaraf motor berada di
sistem syaraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan dengan
akson syaraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat panjang. Sel
syaraf intermediet disebut juga sel syaraf asosiasi. Sel ini dapat
ditemukan di dalam sistem syaraf pusat dan berfungsi menghubungkan
sel syaraf motor dengan sel syaraf sensori atau berhubungan dengan sel
syaraf lainnya yang ada di dalam sistem syaraf pusat. Sel syaraf
intermediet menerima impuls dari reseptor sensori atau sel syaraf asosiasi
lainnya. Kelompok kelompok serabut syaraf, akson dan dendrit
bergabung dalam satu selubung dan membentuk urat syaraf. Sedangkan
badan sel syaraf berkumpul membentuk ganglion atau simpul syaraf
(Sloane, 2012; Pearce, 2007).
Secara umum sistem syaraf dibedakan menjadi dua yaitu sistem
syaraf pusat (SSP) dan sistem syaraf tepi (SST). Secara lebih lengkap,
kedua siste syaraf tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
5
A. Sistem syaraf pusat
Sistem syaraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan medulla spinalis
yang dilindungi tulang kranium dan kanal vertebral. Saudari sekalian,
marilah kita mulai membahas tentang bagian sistem syaraf pusat.
1. Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat
pengatur dari segala kegiatan manusia. Otak terletak di dalam rongga
tengkorak. Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh,
mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung.
Bagian utama otak adalah otak besar (Cerebrum), otak kecil
(Cerebellum), dan batang otak.
6
- Otak kecil (cerebellum)
Otak kecil terletak di bagian belakang otak besar, tepatnya
dibawah otak besar. Otak kecil terdiri atas dua lapisan, yaitu
lapisan luar berwarna kelabu dan lapisan dalam berwarna putih.
Otak kecil dibagi menjadi dua bagian, yaitu belahan kiri dan
belahan kanan yang dihubungkan oleh jembatan varol. Otak kecil
berfungsi sebagai pengatur keseimbangan tubuh dan
mengkoordinasikan kerja otot ketika seseorang akan melakukan
kegiatan. Dan pusat keseimbangan tubuh. Otak kecil dibagi tiga
daerah yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Otak
depan meliputi: Hipotalamus, merupakan pusat pengatur suhu,
selera makan, keseimbangan cairan tubuh, rasa haus, tingkah
laku, kegiatan reproduksi, meregulasi pituitari. Talamus,
merupakan pusat pengatur sensori, menerima semua rangsan
yang berasal dari sensorik cerebrum. Kelenjar pituitary, sebagai
sekresi hormon. Otak tengah dengan bagian atas merupakan
lobus optikus yang merupakan pusat refleks mata. Otak
belakang, terdiri atas dua bagian yaitu otak kecil dan medulla
oblongata. Medula oblongata berfungsi mengatur denyut jantung,
tekanan darah,mengatur pernapasan, sekresi ludah, menelan,
gerak peristaltic, batuk, dan bersin (Pearce, 2007).
- Batang otak
Batang otak merupakan struktur pada bagian posterior
(belakang) otak. Batang otak merupakan sebutan untuk kesatuan
dari tiga struktur yaitu medulla oblongata, pons dan
mesencephalon (otak tengah).
Medula oblongata
Medula oblongata merupakan sumsum lanjutan atau
sumsum penghubung, terbagi menjadi dua lapis, yaitu lapisan
dalam dan luar berwarna kelabu karena banyak mengandung
neuron. Lapisan luar berwarna putih, berisi neurit dan
dendrit. Panjangnya sekitar 2,5 cm dan menjulur dari pons
7
sampai medulla spinalis dan terus memanjang. Bagian ini
berakhir pada area foramen magnum tengkorak. Pusat
medulla adalah nuclei yang berperan dalam pengendalian
fungsi seperti frekuensi jantung, tekanan darah, pernapasan,
batuk, menelan dan muntah. Nuclei yang merupakan asal
syaraf cranial IX, X, XI dan XII terletak di dalam medulla.
Fungsi sumsum tulang belakang adalah mengatur reflex
fisiologis, seperti kecepatan napas, denyut jantung, suhu
tubuh, tekanan, darah, dan kegiatan lain yang tidak disadari
(Pearce, 2007).
Pons
Pons terletak di bagian atas dari batang otak, antara
medulla oblongata dan talamus, dan dalam banyak hal
bertindak sebagai penghubung antara kedua daerah. Pons
dibuat terutama dari “materi putih,” yang berbeda, baik
secara fungsional dan biologis, dari “abuabu” dari serebral
otak, dan umumnya berukuran cukup kecil, sekitar satu inci
(2,5 cm) di kebanyakan orang dewasa. Ukuran dan lokasi
membuat ide untuk mengendalikan dan mengarahkan banyak
sinyal syaraf, yang sebagian besar berhubungan dengan
wajah dan sistem pernapasan (Pearce, 2007).
Tiga fungsi utama dari pons adalah sebagai jalur untuk
mentransfer sinyal antara otak besar dan otak kecil;
membantu mengirimkan sinyal syaraf kranial keluar dari otak
dan ke wajah dan telinga; dan mengendalikan fungsi yang
tidak disadari seperti respirasi dan kesadaran. Meskipun pons
adalah bagian kecil dari otak itu adalah salah satu yang sangat
penting. Lokasi pons di batang otak, cocok untuk melakukan
sinyal masuk dan keluar, dan berfungsi sebagai titik asal bagi
banyak syaraf kranial yang penting. Kegiatan mengunyah,
menelan, bernapas, dan tidur menggunakan pons. Pons juga
memainkan peran dalam pendengaran, berfungsi sebagai titik
8
asal untuk empat dari dua belas syaraf kranial utama yaitu:
trigeminal yang abdusen, wajah, dan vestibulokoklear.
Karena berfungsi sebagai jalur untuk syaraf ini dan
membawa sinyal mereka ke korteks utama. Sebagian besar
sinyal ini berhubungan dengan fungsi wajah, termasuk
gerakan dan sensasi di mata dan telinga (Pearce, 2007).
- Otak tengah (Mesensefalon)
Otak tengah merupakan penghubung antara otak depan
dan otak belakang, bagian otak tengah yang berkembang adalah
lobus optikus yang berfungsi sebagai pusat refleksi pupil mata,
pengatur gerak bola mata, dan refleksi akomodasi mata.
9
Pembesaran lumbal dan serviks menandai sisi keluar syaraf spinal
besar yang mensuplai lengan dan tungkai. Tiga puluh satu pasang
(31) syaraf spinal keluar dari area urutan korda melalui foramina
intervertebral. Terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu yang
diselubungi substansi putih. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi
oleh substansi abu-abu bentuknya seperti huruf H. Batang atas dan
bawah huruf H disebut tanduk atau kolumna dan mengandung badan
sel, dendrite asosiasi dan neuron eferen serta akson tidak
termielinisasi. Tanduk dorsal adalah batang vertical atas substansi
abu-abu. Tanduk ventral adalah batang vertical bawah. Tanduk
lateral adalah protrusi di antara tanduk posterior dan anterior pada
area toraks dan lumbal sistem syaraf perifer. Komisura abu-abu
menghubungkan substansi abu-abu di sisi kiri dan kanan medulla
spinalis. Setiap syaraf spinal memiliki satu radiks dorsal dan satu
radiks ventral. Substansi putih korda yang terdiri dari akson
termielinisasi, dibagi menjadi funikulus anterior,posterior dan lateral.
Dalam funikulus terdapat fasiukulu atau traktus. Traktus diberi nama
sesuai dengan lokasi, asal dan tujuannya (Pearce, 2007).
10
B. Sistem syaraf tepi
Sistem syaraf perifer (sistem syaraf tepi) meliputi seluruh
jaringan syaraf lain dalam tubuh. Sistem ini terdiri dari syaraf cranial
dan syaraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla spinalis
dengan reseptor dan efektor. Sistem syaraf tepi terdiri dari jaringan
syaraf yang berada di bagian luar otak dan medulla spinalis. Sistem ini
juga mencakup syaraf kranial yang berasal dari otak; syaraf spinal, yang
berasal dari medulla spinalis dan ganglia serta reseptor sensorik yang
berhubungan
1) Syaraf Kranial
Syaraf ini terdiri atas 12 pasang yang muncul dari berbagai
bagian batang otak. Beberapa syaraf kranial tersusun dari serabut
sensorik, tetapi sebagaian besar tersusun dari serabut sensorik dan
serabut motorik. Syaraf Kranial terdiri atas beberapa syaraf berikut
ini.
- Syaraf Olfaktorius (CN I). Merupakan syaraf sensorik. Syaraf ini
berasal dari epithelium olfaktori mukosa nasal. Berkas serabut
sensorik mengarah ke bulbus olfaktori dan menjalar melalui
traktus olfaktori sampai ke ujung lobus temporal (girus olfaktori).
tempat persepsi indera penciuman berada.
- Syaraf Optik (CN II). Merupakan syaraf sensorik. Impuls dari
batang dan kerucut retina di bawa ke badan sel akson yang
membentuk syaraf optik. Setiap syaraf optik keluar dari bola
mata pada bintik buta dan masuk ke rongga cranial melaui
foramen optic. Seluruh serabut memanjang saat traktus optic,
bersinapsis pada sisi lateral nuclei genikulasi thalamus dan
menonjol ke atas sampai ke area visual lobus oksipital untuk
persepsi indera penglihatan.
- Syaraf Okulomotorius (CN III). Merupakan syaraf gabungan,
tetapi sebagian besar terdiri dari syaraf motorik. Neuron motorik
berasal dari otak tengah dan membawa impuls ke seluruh otot
bola mata (kecuali otot oblik superior dan rektus lateral), ke otot
11
yang membuka kelopak mata dan ke otot polos tertentu pada
mata. Serabut sensorik membawa informasi indera otot
(kesadaran perioperatif) dari otot mata yang terinervasi ke otak.
- Syaraf Traklear (CN IV) adalah syaraf gabungan, tetapi sebagian
besar terdiri dari syaraf motorik dan merupakan syaraf terkecil
dalam syaraf cranial. Neuron motorik berasal dari langit-langit
otak tengah dan membawa impuls ke otot oblik superior bola
mata. Serabut sensorik dari spindle otot menyampaikan informasi
indera otot dari otot oblik superior ke otak.
- Syaraf Trigeminal (CN V).Syaraf cranial terbesar, merupakan
syaraf gabungan tetapi sebagian besar terdiri dari syaraf sensorik.
Bagian ini membentuk syaraf sensorik utama pada wajah dan
rongga nasal serta rongga oral. Neuron motorik berasal dari pons
dan menginervasi otot mastikasi kecuali otot buksinator. Badan
sel neuron sensorik terletak dalam ganglia trigeminal. Serabut ini
bercabang ke arah distal menjadi 3 divisi yaitu: 1) Cabang
optalmik membawa informasi dari kelopak mata, bola mata,
kelenjar air mata, sisi hidung, rongga nasal dan kulit dahi serta
kepala. 2) Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah,
rongga oral (gigi atas, gusi dan bibir) dan palatum. 3) Cabang
mandibular membawa informasi dari gigi bawah, gusi, bibir,
kulit rahang dan area temporal kulit kepala.
- Syaraf Abdusen (CN VI) merupakan syaraf gabungan, tetapi
sebagian besar terdiri dari syaraf motorik. Neuron motorik
berasal dari sebuah nucleus pada pons yang menginervasi otot
rektus lateral mata. Serabut sensorik membawa pesan
proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons.
- Syaraf Fasial (CN VII)merupakan syaraf gabungan. Neuron
motorik terletak dalam nuclei pons. Neuron ini menginervasi otot
ekspresi wajah, termasuk kelenjar air mata dan kelenjar saliva.
Neuron sensorik membawa informasi dari reseptor pengecap
pada dua pertiga bagian anterior lidah.
12
- H. Syaraf Vestibulokoklearis (CN VIII), hanya terdiri dari syaraf
sensorik dan memiliki dua divisi.Cabang koklear atau auditori
menyampaikan informasi dari reseptor untuk indera pendengaran
dalam organ korti telinga dalam ke nuclei koklear pada medulla,
ke kolikuli inferior, ke bagian medial nuclei genikulasi pada
thalamus dan kemudian ke area auditori pada lobus
temporal.Cabang vestibular membawa informasi yang berkaitan
dengan ekuilibrium dan orientasi kepala terhadap ruang yang
diterima dari reseptor sensorik pada telinga dalam.
- Syaraf Glosofaringeal (CN IX), merupakan syaraf gabungan.
Neuron motorik berawal dari medulla dan menginervasi otot
untuk wicara dan menelan serta kelenjar saliva parotid. Neuron
sensorik membawa informasi yang berkaitan dengan rasa dari
sepertiga bagian posterior lidah dan sensasi umum dari faring dan
laring; neuron ini juga membawa informasi mengenai tekanan
darah dari reseptor sensorik dalam pembuluh darah tertentu.
- Syaraf Vagus (CN X), merupakan syaraf gabungan. Neuron
motorik berasal dari dalam medulla dan menginervasi hampir
semua organ toraks dan abdomen. Neuron sensorik membawa
informasi dari faring, laring, trakea, esophagus, jantung dan
visera abdomen ke medulla dan pons.
- Syaraf Aksesori Spinal (CN XI), merupakan syaraf gabungan,
tetapi sebagian besar terdiri dari serabut motorik. Neuron motorik
berasal dari dua area: bagian cranial berawal dari medulla dan
menginervasi otot volunteer faring dan laring, bagian spinal
muncul dari medulla spinalis serviks dan menginervasi otot
trapezius dan sternokleidomastoideus. Neuron sensorik
membawa informasi dari otot yang sama yang terinervasi oleh
syarafmotoric, misalnya otot laring, faring, trapezius, dan otot
sternokleidomastoid.
- Syaraf Hipoglosal (CN XII), termasuk syaraf gabungan, tetapi
sebagian besar terdiri dari syaraf motorik. Neuron motorik
13
berawal dari medulla dan mensuplai otot lidah. Neuron sensorik
membawa informasi dari spindel otot di lidah (Pearce, 2007).
2) Syaraf Spinal
14
viseral.Pleksus adalah jarring-jaring serabut syaraf yang terbentuk
dari ramus ventral seluruh syaraf spinal, kecuali TI dan TII yang
merupakan awal syaraf interkostal (Pearce, 2007).
3) Sistem Syaraf Otonom (SSO)
SSO merupakan sistem motorik eferen visceral. Sistem ini
menginervasi jantung; seluruh otot polos, seperti pada pembuluh
darah dan visera serta kelenjar-kelenjar. SSO tidak memiliki input
volunteer; walaupun demikian, sistem ini dikendalikan oleh pusat
dalam hipotalamus, medulla dan korteks serebral serta pusat
tambahan pada formasi reticular batang otak. Serabut aferen
sensorik (visera) menyampaikan sensasi nyeri atau rasa kenyang
dan pesanpesan yang berkaitan dengan frekwensi jantung, tekanan
darah dan pernapasan, yang di bawa ke SSP di sepanjang jalur
yang sama dengan jalur serabut syaraf motorik viseral pada SSO.
15
Divisi SSO memiliki 2 divisi yaitu divisi simpatis dan divisi
parasimpatis. Sebagian besar organ yang diinervasi oleh SSO
menerima inervasi ganda dari syaraf yang berasal dari kedua divisi.
Divisi simpatis dan parasimpatis pada SSO secara anatomis
berbeda dan perannya antagonis.
a. Divisi Simpatis/Torakolumbal. Memiliki satu neuron
preganglionik pendek dan satu neuron postganglionic panjang.
Badan sel neuron preganglionik terletak pada tanduk lateral
substansi abu-abu dalam segemen toraks dan lumbal bagian
atas medulla spinalis. Fungsi syaraf ini terutama untuk memacu
kerja organ tubuh, walaupun ada beberapa yang malah
menghambat kerja organ tubuh. Fungsi memacu, antara lain
mempercepat detak jantung, memperbesar pupil mata,
memperbesar bronkus. Adapun fungsi yang menghambat,
antara lain memperlambat kerja alat pencernaan, menghambat
ereksi, dan menghambat kontraksi kantung seni.
b. Divisi Para Simpatis/Kraniosakral. Memiliki neuron
preganglionik panjang yang menjulur mendekati organ yang
terinervasi dan memiliki serabut postganglionic pendek. Badan
sel neuron terletak dalam nuclei batang otak dan keluar melalui
CN III, VII, IX, X, dan syaraf XI, juga dalam substansi abu-abu
lateral pada segmen sacral kedua, ketiga dan keempat medulla
spinalis dan keluar melalui radiks ventral.Syaraf ini memiliki
fungsi kerja yang berlawanan jika dibandingkan dengan syaraf
simpatik. Syaraf parasimpatik memiliki fungsi, antara lain
menghambat detak jantung, memperkecil pupil mata,
memperkecil bronkus, mempercepat kerja alat pencernaan,
merangsang ereksi, dan mepercepat kontraksi kantung seni.
Karena cara kerja kedua syaraf itu berlawanan, maka
mengakibatkan keadaan yang normal.
16
c. Neurotransmiter SSO. Asetilkolin dilepas oleh serabut
preganglionik simpatis dan serabut preganglionik parasimpatis
yang disebut serabut kolinergik. Norepinefrin dilepas oleh
serabut post ganglionik simpatis, yang disebut serabut
adrenergic. Norepinefrin dan substansi yang berkaitan,
epinefrin juga dilepas oleh medulla adrenal (Pearce, 2007).
B. Klasifikasi
17
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan
subarachnoid yeng disebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga
dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun
dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang
tidak terkontrol.
2) stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus
pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat
cukup lama atau bangun tidur.Tidak terjadi perdarahan,
kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh
karena hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan
perjalanan penyakitnya, yaitu :
- TIA’S (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau
beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
- Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara
sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.
- Stroke in Volution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini
biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
- Stroke Komplit
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau
permanent.
C. Etiologi
18
1) Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau
leher) Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak
yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur
atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan
iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48
jam setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak:
- Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan
berkurangnya aliran darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi
trombosis.
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus).
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
- Hyperkoagulasi pada polysitemia
- Emboli
19
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan
gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan
dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease (RHD).
Myokard infark
20
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah:
- Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahansubarachnoid.
- Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
21
terutama yang menuju ke otak.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan
stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit
lumen pembuluh darah ke otak.
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan.Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah
dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane.dkk, 2000):
- Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
- Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal dari
jantung).
D. Patofisiologi
22
berkurang dalam beberapa jam atau kadang- kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan.
Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan
meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik
dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa
otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi
batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau
ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus
dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel
untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak. Elemen- elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-
neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada
perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila
23
terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin
2008).
E. Pathway
24
F. Manifestasi
2) Strok ringan
- Beberapa atau semua dari gejala strok sementara
- Kelemahan /kelumpuhan tangan atau kaki
- Bicara tidak jelas
3) Stroke berat
- Semua/ beberapa dari segala strok sementara dan strok ringan.
- Koma jangka pendek (kehilangan kesadaran)
- Kelemahan / kelumpuhan dari satu sisi tubuh.
- Sukar menelan
- Kehilangan kontrol terhadap pengeluaran air seni dan kotoran
- Kehilangan daya ingat / konsentrasi perubahan perilaku,
misalnya bicara tidak menentu, mudah marah, tingkah laku
seperti anak kecil.
G. Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran
darah serebral dan luasnya area cidera.
1) Hipoksia serebral
Diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan
kejaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan
25
hemoglobia serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan
membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2) Aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, da integritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus
menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran
darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari
untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
3) Embolisme serebral
Dapat terjadi setelah infark miokard atau fbrilasi atrium atau dapat
berasal dari katup jantung protestik. Embolisme akan menurunkan
aliran darah keotak dan selanjutnya mennurunkan aliran darah
serebral. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak
konsisten menghentikan trombus lokal. Selain itu, distritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
H. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-
30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,
pemberian dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup
dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan
26
vena serebral berkurang
2) Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososial
I. Pemeriksaan penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2) Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran
lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3) CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
4) MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
27
5) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
6) EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
28
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat pe8ulijc am cxnoo;/hLKa nyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
- Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
- Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.
- Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan- keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan
B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan
dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
29
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril.Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
30
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada
kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian.Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
31
Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi
untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung
dan kalkulasi.Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage
yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang
tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi
tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak
lancar.Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
12) Pengkajian Saraf Kranial
32
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
saraf kranial I-X11.
- Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
- Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
- Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, pada Satu sisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang
sakit.
- Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
- Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
- Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
- Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
- Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
- Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
12) Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
33
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena
UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi ng berlawanan
dari otak.
- Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia s(paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah
tanda yang lain.
- Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
- Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
34
BAB IV
TINJAUAN KASUS
I. Pengkajian
A. Identitas Klien
Umur : 51 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Pekerjaaan : Wiraswasta
Penanggung Jawab
Nama : Tn “R”
Umur : 51 tahun
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Wiraswasta
B. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri/kaku pada daerah pundak, skala 3 (ringan), nyeri
datang saat tidur miring kanan kiri, nyeri terasa cekot-cekot, nyeri datang
35
terkadang.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan pasien ingin periksa jantung di RSUP Dr Sardjito (01
Juni 2016), karena ketika di rawat di RSUD Sudirman dianjurkan periksa
di RSUP Dr Sardjito, setelah sampai RSUP Dr Sardjito pasien tiba tiba
pusing dan pingsan lalu dibawa oleh satpam yang menolong ke UGD
RSUP Dr Sardjito, Setelah itu pasien diberikan penjelasan ia mengalami
penyumbatan darah pada otak, setelah itu pasien dibawa ke ruang Anggrek
2 untuk dilakukan perawatan rawat inap.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
C. Genogram
36
D. Pola Kebiasaan Pasien
1. Pola Nutrisi
Sebelum Sakit Pasien mengatakan pasien biasanya makan tiga kali
sehari dengan porsi satu piring sedang berupa nasi, sayur, lauk dan
kadang-kadang buah. Minum teh dan air putih 8-10 gelas per hari, ±
1600–2000cc per hari. Tidak ada makanan pantangan.
Selama sakit Pasien mengatakan pasien makan makanan utama
tiga kali sehari sesuai dengan diit dari rumah sakit yaitu nasi, lauk, sayur
dan buah dan makan tambahan 2 kali pagi dan sore hari. Minum air putih
dan terkadang teh ± 8- 10 gelas/ hari volume ± 2000 cc. Pasien tidak ada
keluhan pada nafsu makan.
2. Pola Eliminasi
Sebelum Sakit Pasien mengatakan pasien BAB satu hari sekali
dengan konsistensi lunak, warna kuning, bau khas feces, dan tidak ada
lendir darah. BAK 7-9x per hari, ± 1400-1800 cc per hari, warna kuning
jernih dan bau khas urin. Tidak ada keluhan BAB dan BAK.
Selama sakit Pasien mengatakan pasien BAB satu kali sehari,
dengan konsistensi lunak, warna kuning, bau khas feses, dan tidak ada
lendir darah. BAK 6-7 kali sehari ± 1500 cc dengan mandiri.
3. Pola Aktivitas-Istirahat-Tidur
a. Sebelum sakit
37
- Kebutuhan istirahat Pasien mengatakan meluangkan waktunya
untuk beristirahat untuk berkumpul dengan temannya.
b. Selama sakit
Makan / minum √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Ambulasi / ROM √
Keterangan:
0 = Mandiri
38
per hari.
- Kulit
- Rambut
- Telinga
- Mata
39
Selama sakit Pasien mengatakan membersihkan mata bersamaan
saat mandi menggunakan air bersih, keadaan mata bersih.
- Mulut
- Payudara
- Genitalia
40
sistem reproduksinnya Selama sakit Pasien mengatakan tidak ada
gangguan pada sistem reproduksinya
E. Pemerikasan Fisik
- Suhu : 36, 1 ◦C
41
atau membaca.
- Telinga
Simetris kanan dan kiri, tidak ada sekret yang keluar dari kedua
telinga, tidak terdapat massa, daun telinga bersih, fungsi
pendengaran normal.
- Hidung
Hidung simetris, tidak ada sinusitis, tidak ada
secret,pertumbuhan rambut hidung merata, fungsi pembau
normal.
- Mulut dan Tenggorokan
Mukosa bibir terlihat lembab, bibir berwarna merah, tidak ada
stomatitis, tidak ada gangguan menelan dan mengunyah. fungsi
pengecap normal, tidak terdapat perdarahan dimulut.
b. Leher
Tidak ada peningkatan JVP, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada bekas luka, bentuk leher simetris,
tidak terdapat massa, tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe.
c. Tengkuk
Tidak ada kaku kuduk.
d. Sirkulasi
Arteri temporalis teraba lemah, arteri karotis teraba kuat. Arteri
femoralis teraba kuat, arteri radialis teraba kuat. Tidak terdapat
sianosis pada kuku. Nadi radialis teraba 81 x /menit.
e. Dada
Jantung
- Inspeksi
Ictus cordis tidak tampak pada ICS IV-V mid clavicula
sinistra
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, teraba ictus cordis pada ICS 5 garis
mid clavikula sinistra.
- Perkusi
42
Terdengar suara pekak, intercosta 2 garis parasternal dektra,
intercosta 2 garis parasternal sinistra, sampai intercosta 4 garis
parasternal sinistra, dan intercosta 5 garis mid klavikula
sinistra.
- Auskultasi
Terdengar S1-S2 terpisah, regular.
Paru-paru
- Inspeksi
Simetris kanan dan kiri, pada saat inspirasi dan ekspirasi tidak
ada retraksi dinding dada kanan dan kiri, tidak ada otot bantu
nafas.
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus teraba seimbang kanan
dan kiri, teraba gerak dada kanan dan kiri simetris.
- Perkusi
Terdengar suara sonor.
- Auskultasi
Suara nafas vesikuler, RR= 21x/ menit perbandingan inspirasi
dan ekspirasi 1:2.
f. Payudara
- Inspeksi
Bentuk simetris kanan dan kiri, tidak ada bekas luka.
- Palpasi
Tidak teraba massa secara patologis, tidak ada nyeri tekan.
g. Punggung
Tidak ada kelainan tulang belakang,tidak terdapat massa, tidak
ada luka.
h. Abdomen
- Inspeksi Terlihat simetris, tidak ada bekas luka, warna kulit
konsisten dengan yang lain, umbilikus bersih, perut buncit.
- Auskultasi Terdengar peristaltik usus ± 15x per menit di
kuadran 3.
43
- Perkusi Terdengar redup pada kuadran pertama bagian limfe,
pada kuadra kedua terdengar timpani pada bagian lambung,
pada kuadra ketiga dan keempat pada ileus terdengar redup.
- Palpasi Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hati di
kuadran 1 (kanan atas), dan tidak ada pembesaran limfa di
kuadran 2 (kiri atas) tidak terdapat asites. .
i. Panggul
Bentuk panggul android, tidak ada keluhan nyeri panggul.
j. Anus dan Rectum
Tidak ada kemerahan/ iritasi, tidak ada pembesaran
vena/hemoroid.
k. Genetalia
Pasien seorang laki-laki, tidak ada kelainan bentuk, genetalia
lengkap, tidak ada luka, scrotum lengkap, penis normal tidak ada
kelainan bentuk.
l. Ekstremitas
Ekstremitas atas : Anggota gerak atas lengkap, tidak ada kelainan
jari, jumlah jari lengkap 10, tidak ada oedem, terpasang infuse
Nacl 0,9% pada tangan kiri 20 tpm sejak tanggal 01/06/ 2019.
Kekuatan otot tangan kanan 5 dan tangan kiri 5 5
Ekstremitas bawah Anggota gerak bawah lengkap, tidak ada
kelainan jari dan bentuk, tidak ada oedem, tidak ada bekas luka,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada varises, kapileri refill < 2 detik,
reflek patela positif. kekuatan otot kaki kanan 5 dan kaki kiri 5. 5
5
44
F. Pemeriksaaaan Nervus
No Nervus Hasil Pemeriksaan Interpretasi
1 Nervus Olfaktorius Pasien dapat membedakan bau minyak kayu putih Baik
dan parfum Baik 2 Nervus Optikus Pasien mampu
membedakan warna mampu membaca, ketajaman
mata kanan baik dan kiri baik, lapang pandang
mata kanan baik dan kiri tidak, pasien dapat
mengikuti gerakan tangan.
2 Nervus Optikus Pasien tidak mampu mengangkat kelopak mata atas, Baik
reaksi pupil kanan dan kiri terhadap cahaya baik,
ukuran pupil kanan dan kiri ± 3mm.
3 Nervus Okulomotori Gerakan bola mata menuju oblig superior baik, Baik
dapat membuka kemudian menutup matanya
kembali.
4 Nervus Tochlearis Pasien bisa menggerakkan rahang ke kanan dan ke kiri Baik
baik
5 Nervus Trigeminus Pasien mampu menggerakkan bola mata rektus Baik
rateralis.
6 Nervus Abdusen Pasien mampu untuk mengerutkan dahi, menutup Baik
mata, menyengir, memoncongkan bibir,
memperlihatkan gigi.
7 Nervus Facial Tidak ada gangguan fungsi pendengaran, pasien Baik
membuka mata ketika dipanggil.
8 Nervus Trigeminus Pasien bisa mereflekkan rasa muntah Baik
G. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 01 Juni 2019 Tabel
No Jenis Pemeriksaan Pemeriksaan Nilai Interpretasi
normal
45
- HDL cholestrol 34 mg/dl > 40mg/dl Tinggi
- LDL direct 121 mg/d < 100mg/dl Rendah
Tinggi
2) Pemeriksaan laboratorium
3) Pemeriksaan Radiologi: ( tanggal 01-06-2019 )
Kesan = pulmo tak tampak kelainan, besar cor normal 3.
4) EKG: hasil EKG (01-06-2019) belum dibacakan hasil baru dikonsultasika
46
II. Analisa Data
No DATA PENYEBAB MASALAH
1. DS : -
DO:
a. TTV : Gangguan aliran Ketidakefektifan
arteri dan vena perfusi jaringan
TD : 140/90 mmHg cerebri
N : 81 x/ menit
R : 21 x/menit
S : 36,1 C
Nyeri : skala 3 (ringan)
b. Kesadaran: Composmentis
c. GCS : E4V5M6
d. S : skala 3 (ringan)
DO :
47
a. Pasien agak bingung
b. Pasien bertanya tentang
penyakitnya
48
IV. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA PERENCANAAN
NO
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
1. Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC: Manajemen edema serebral
jaringan cerebral selam 3x24 jam diharapkan perfusi
berhubungan dengan jaringan dapat efektif yang ditandai
penyumbatan aliran arteri 1. Observasi keadaan umum dan tingkat
dengan kriteria hasil:
dan vena. NOC : Perfusi jaringan (serebral)
kesadaran pasien
No Indikator A T
1 Tekanan sistol dan 3 5 2. Monitor tanda-tanda vital
diastol dalam rentan
normal 90/60-120/80
3. Berikan edukasi jika adanya peningkatan
2 Tidak terjadi
peningkatan TIK 4 5 TIK (mual, muntah, pusing)
(mual, muntah, pusing)
4. Berikan obat diuretik osmotik
3 Tidak terjadi
penurunan tingkat 4 5
kesadaran dan keadaan
umum
DIAGNOSA PERENCANAAN
NO
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
1 Keterangan :
KETERANGAN :
1 : Tidak pernah menunjukan
2 : Jarang menunjukan
3 : Kadang kadangmenunjukan
4 : Sering menunjukan
5 : Secara konsisten menunjukan
DIAGNOSA PERENCANAAN
NO
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
2 Tingkat Nyeri
Indikator A T
Panjang episode nyeri 3 5
Ekspresi wajah 3 5
Keterangan :
1 : Berat
2 : Cukup berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5: Tidak ada
DIAGNOSA PERENCANAAN
NO
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
3 Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC: pengajaran : proses penyakit
selama 3X tatap muka, pengetahuan
tentang penyakit yang bertambah dengan kreteria hasil : 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang
berhubungan dengan kurang proses penyakit
NOC : pengetahuan : aktivitas yang
disarankan 2. Berikan kesempatan pasien untuk
paparan informasi no Indikator A T
bertanya
1 aktivitas yang 3
3. Edukasi ke pasien tentang stroke non
5 disarankan
2 tujuan aktivitas yang 3 hemoragik
5 disarankan
4. Evaluasi hasil tindakan pendidikan
3 tindakan pencegahan 3
kesehatan yang sudah dilakukan
5 yang disarankan
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Sistem syaraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas
menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh
tubuh. Sistem syaraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam.
Sistem syaraf terdiri dari jutaan sel syaraf (neuron). Fungsi sel syaraf adalah
mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsang atau tanggapan.
Stroke, atau cedera serebravaskular (CVA). Adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak. (Brunner &
suddarth, 2002). Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang
disebabkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner &
Suddart:2002).
IV.2 Saran
Ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan, yaitu: 1. Profesi
keperawatan Meningkatkan profesionalitas dalam bekerja, dan memperbaharui
pengetahuan tentang Stroke Non Hemoragik agar tindakan yang dilakukan
tidak hanya rutinitas. 2. Institusi pendidikan Stikes Wira Husada Yogyakarta
a. Dosen Prodi keperawatan Institusi pendidikan sebagai80penyelenggara
pendidikan, hendaknya menambah literatur tentang Stroke Non Hemoragik
seperti buku Ilmu Penyakit Syaraf (pengarang Mutaqqin), yang ada di
perpustakaan, dengan literatur yang masih tergolong terbitan baru, sehingga
peserta didik tidak kesulitan saat mencari literatur. b. Mahasiswa keperawatan
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilam mahasiswa keperawatan yang
disesuaikan dengan perkembangan illmu dan teknologi terkini.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.jakarta: EGC
Marylan, Dongoes. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Prayogo Utomo. 2005. Apresiasi Penyakit Pengobatan Secara Tradisional
dan modern. Jakarta : PT RINEKA CIPTA
Price, Sylvia Anderson.2006.Patofisiologi, konsep klinis proses-proses
penyakit Jakarta : EGC
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah, Jakarta : EGC
81