Di Susun Oleh :
1. Nadia Wati (190301095)
2.Putri Elsanty (190301240)
3. M. Febriansyah (190301230)
4. Vanny Rahma Sari (190301226)
5. Rizki Ananda Putra (190301198)
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan
berkatnya sehingga kami dapat menyelesaikantugas makalah ini dengan baik.
Makalah ini ditujukan kepada Ibu Mentari Dwi Aristi,SE.,M.Acc Sebagai Dosen mata
kuliah Manajemen Keuangan.Makalah ini membahas tentang materi Sumber Dana Jangka &
Menengah.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyakkekurangan dan jauh dari
sempurna, sehingga penulis sangatmengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembacauntyk perbaikan penulis dimasa yang akan datang. Semoga makalahini bermanfaat
bagisemua pihak..
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………..…………………….……………… 3
1.2 Tujuan ………………………………………………………….……. 3
1.3 Manfaat ……………………………………………………….............. 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sumber Dana Jangka Menengah …………………………….......... 4
2.2 Jenis-jenis Sumber Dana Jangka Menengah ………………………….………. 4
2.3 Pengertian Sumber Dana Jangka Panjang ………………………….............. 8
2.4 Jenis-Jenis Sumber Dana Jangka Panjang ………………………..…............. 10
Perusahan tidak bisa memperoleh sumber dana tanpa penggunaan jaminan. Untuk
itumereka harus memberikan berbagai jaminan kepada pihak pemberi dana. Kredit jangka
menengah merupakan kredit yang menggunakan jaminan. Istilah jangka menengah
menunjukkan bahwa kredit yang menggunakan jaminan. Istilah jangka menengah
merupakankredit tersebut terjangkau waktu satu tahun atau lebih. Tetapi umumnya kurang
dari 10 tahun.Yang termasuk dalam kelompok sumber dana jangka menengah antara lain
adalah leasing dan kredit bank berjangka maksimal lima tahun.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Sumber Dana menurut asalnya dan berdasar atas jangka
waktu
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki ketika menggunakan jenis sumber
dana yang akan dipilih dalam suatu kebutuhan dana.
1.3 Manfaat
Makalah ini dibuat dengan tujuan menjelaskan secara lebih rinci & detail mengenai sumber
dana menurut asalnya terutama berdasar atas jangka waktu, serta memahami kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki ketika kita menggunakan jenis sumber dana yang akan dipilih
dalam kebutuhan dana. Untuk mengetahui hal tersebut,kita dapat mengaplikasikan di dalam
perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Dana yang digunakan oleh perusahaan dapat berasal dari sumber dana jangka pendek,
dana jangka menengah dan dana jangka panjang, jika dilihat dari jangka waktu
penggunaannya. Sumber dana jangka menengah pada umumnya adalah sumber dana atau
pendanaan yang mempunyai jangka waktu lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh
tahun. Kebutuhan sumber dana jangka menengah ini dirasakan perusahaan karena adanya
kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dengan sumber dana jangka pendek di satu pihak dan
juga sulit dipenuhi dengan sumber dana jangka panjang di lain pihak.
1. Term loan
Term loan adalah kredit usaha dengan umur lebih dari satu tahun dan kurang dari
sepuluh tahun. Term loan pada umumnya dibayar kembali dengan angsuran tetap selama
periode tertentu, misalnya setiap bulan, kuartal atau setiap tahun. Term loan ini biasanya
disediakan oleh bank komersial atau bank dagang, perusahaan asuransi, dana pensiun,
lembaga pembiayaan pemerintah, dan suplier perlengkapan. Di pandang dari biaya, term loan
ini memiliki biaya yang lebih rendah dari pada modal saham atau obligasi, karena tidak
adanya biaya yang berkaitan dengan penerbitan saham atau obligasi. Jika dibandingkan
dengan hutang jangka pendek, term loan lebih baik karena tidak segera jatuh tempo dan
peminjam memberikan jaminan pembayaran secara periodik yang mencakup bunga dan
pokok pinjaman. Bagi kreditur, jaminan atas pembayaran secara periodik ini dapat diperjual
belikan kepada pihak lain biasanya lembaga pengumpul piutang. Untuk mengetahui cara
menetapkan besarnya angsuran pada term loan digunakan rumus sebagai berikut:
n
X
∑ (1+rt )t
PO = t=1
dimana:
PO = Besarnya pokok pinjaman
n = Jangka waktu pinjaman
Xt = Besarnya uang tiap angsuran
r = Besarnya bunga pinjaman per tahun
Contoh .1.
Suatu perusahaan meminjam uang untuk usaha sebesar Rp. 113.730.000.- selama 5 tahun
dengan bunga 10% per tahun. Pembayaran angsuran dilakukan setiap akhir tahun. Untuk
menentukan besarnya angsuran per tahun adalah:
n
X
∑ (1+rt )t
PO = t=1
5
X
∑ (1+0 ,t10 )t
113.730.000 = t=1
0 - - - 113.730.000
2. Equipment Loan
Equipment loan adalah pendanaan atau pembiayaan yang dipergunakan untuk
pengadaan perlengkapan baru. Perlengkapan yang biasa dibiayai dengan equipment loan
adalah perlengkapan yang mudah diperjualbelikan. Peminjam biasanya menanggung beban
lebih tinggi dari harga perlengkapan tersebut dan selisihnya antara harga perlengkapan
dengan beban total merupakan margin of safety bagi kreditur. Equipment loan ini biasanya
diberikan oleh bank komersial, penjual perlengkapan, perusahaan asuransi, dana pensiun, dan
lembaga pembiayaan lainnya. Ada dua instrumen yang dapat dipergunakan untuk membiayai
equipment ini, yaitu melalui kontrak penjualan kondisional (conditional sales contract) dan
hipotik barang bergerak (chattel mortgage).
Apabila perusahaan menggunakan kontrak penjualan kondisional untuk membiayai
pembelian perlengkapan, maka penjual akan menahan menahan sebagian perlengkapan
sampai pembeli melunasi keseluruhan pembayaran sesuai kontrak. Jadi pada saat barang
dikirim biasanya penjual menerima down payment (DP) dan pembeli bersedia untuk melunasi
secara periodik. Pada saat pelunasan berakhir maka penjual akan menyerahkan perlengkapan
yang ditahan atau mungkin surat-surat perlengkapan tersebut. Sedangkan jika digunakan
hipotik barang bergerak, cara ini lebih umum dipergunakan oleh bank komersial. Hipotik ini
sama halnya dengan pemberian gadai, di mana pemberi pinjaman memiliki atau menguasai
hak atas suatu perlengkapan dan peminjam akan melunasinya untuk jangka waktu tertentu.
Jika di kemudian hari peminjam gagal untuk membayar kembali pinjaman-nya, maka pihak
pemberi pinjaman akan menjual perlengkapan yang ditahan tersebut.
3. Leasing
Leasing atau sewa guna usaha adalah persetujuan atas dasar kontrak di mana pemilik
dari aktiva atau pihak yang menyewakan aktiva (lessor) menginginkan pihak lain atau
penyewa (lessee) untuk menggunakan jasa dari aktiva tersebut selama periode tertentu.
Manfaat dari leasing antara lain, bahwa lessee dapat memanfaatkan aktiva tersebut tanpa
harus memiliki aktiva tersebut. Hak milik atas aktiva tersebut tetap pada lessor, namun
kadang-kadang lessee juga diberi kesempatan untuk membeli aktiva tersebut. Sebagai
kompensasi manfaat yang dinikmati, maka lessee mempunyai kewajiban membayar secara
periodik sebagai sewa aktiva yang digunakan. Sedangkan manfaat lainnya adalah bahwa
lessee tidak perlu menanggung biaya perawatan, pajak, dan asuransi. Ada tiga bentuk leasing,
yaitu: sale and leaseback, operating lease, dan financial lease.
a. Sale and leaseback
Pada sale and leaseback, perusahaan yang memiliki aktiva menjual aktiva tersebut
kepada perusahaan lain dan sekaligus dibuat perjanjian untuk menyewa kembali aktiva
tersebut untuk periode tertentu. Aktiva yang biasa disewagunakan antara lain: tanah,
bangunan, dan peralatan pabrik. Sedangkan perusahaan yang biasanya sebagai pembeli
adalah bank, perusahaan asuransi, perusahaan leasing, pegadaian, atau investor individu.
Manfaat dari sale and leaseback ini adalah bahwa penyewa atau lessee menerima
pembayaran segera sebagai tambahan dana yang dapat diinvestasikan ke-investasi lain, dan
bersamaan dengan itu lessee masih dapat menggunakan aktiva yang dijualnya selama jangka
waktu perjanjian leasing. Lessee mempunyai kewajiban membayar secara periodik sebesar
harga jual ditambah dengan tingkat keuntungan yang disyaratkan lessor.
b. Operating Lease
Operating lease atau service lease memberikan service atau pelayanan baik mengenai
bidang finansial maupun mengenai pemeliharaannya. Jadi pihak lessor menyediakan
pendanaan sekaligus biaya perawatan yang keseluruhannya tercakup dalam pembayaran
leasing. Aktiva yang sering digunakan adalah komputer, mobil, dan truk. Dalam leasing jenis
ini biasanya terdapat klausul yang memberikan hak kepada lessee untuk membatalkan
perjanjian leasing dan mengembalikan peralatan itu kepada lessor sebelum habis waktu
berlakunya. Hal ini merupakan syarat yang penting bagi lessee, karena ini berarti bahwa
lessee dapat mengembalikan perlengkapan (equipment) tersebut apabila ada perkembangan
teknologi baru yang menyebabkan perlengkapan itu menjadi usang (absolete).
c. Financial Lease
Financial lease atau capital lease berbeda dengan operating lease, yaitu lessor tidak
menanggung biaya perawatan, perjanjian kontrak leasing tidak dapat dibatalkan (not
cancelable), dan leasing diangsur secara penuh. Dengan demikian lessor menerima
pembayaran sebesar harga perolehan aktiva plus tingkat keuntungan yang disyaratkan. Pada
umumnya lessee juga harus membayar pajak dan asuransi aktiva obyek leasing tersebut.
Perbedaan utama antara financial leases dengan operating leases adalah bahwa perusahaan
memperoleh aktiva baru bukan yang selama ini telah dipergunakan. Lessor pada umumnya
adalah dari pihak perusahaan asuransi atau bank komersial.
Seperti halnya dalam penentuan jumlah pembayaran tahunan dalam term loan,
besarnya pembayaran sewa setiap tahunnya juga dapat ditentukan dengan menggunakan tabel
anuitas dan tabel PV (present value).
Contoh 2.
PT. “A” sebagai lessor, mengadakan perjanjian kontrak leasing dengan PT. “B”. Dalam
kontrak tersebut PT. “A” sepakat membeli sebuah mesin seharga Rp. 100.000.000,- dan
menyewakan kembali kepada PT. “B” untuk waktu 5 tahun. Nilai sisa (salvage value) mesin
pada akhir tahun kontrak adalah sebesar Rp. 10.000.000,-. Jika PT. “A” (lessor)
menginginkan pendapatan sebesar 10% dari leasing tersebut, berapa lessee (PT. B) harus
mengangsur pembayaran aktiva tersebut kepada lessor?
Dari soal di atas, misalnya sewa tahunan = X, maka:
Harga beli = PV dari sewa 4 - PV dari nilai sisa
Harga beli = (I.F) X + PV dari nilai sisa
I.F adalah interest factor dari investasi yang bersangkutan. Istilah interest factor sama dengan
istilah discount rate. Nilai interest factor ini terdapat dalam tabel PV dari anuitas. Dari contoh
PT “A” di atas maka I.F untuk bunga 10% sampai tahun ke-5 adalah 3,7908 (dibulatkan
menjadi 3,791). Sedangkan untuk PV dari nilai sisa digunakan tabel PV untuk bunga 10%
pada tahun ke-5 = 0,621, sehingga pembayaran tahunan (X), yaitu:
Harga beli = (I.F) X + PV dari nilai sisa
100.000.000 = 3,79 IX + (0,621) ( 10.000.000)
3,791 X = Rp. 100.000.000 - Rp 6.210.000
X = Rp. 93.790.000 / 3,791
X = Rp. 24.740.174,09 (dibulatkan menjadi Rp. 24.740.174,-)
Jadi angsuran per tahun yang dilakukan lessee kepada lessor sebesar Rp. 24.740.174,-
b. Tingkat Bunga
Tingkat bunga (coupon rate) obligasi yang dinyatakan disebut suku bunga kupon.
Misalnya suku bunga kupon 13 %, berarti penerbit obligasi akan membayar pemegang
obligasi sebesar Rp. 130.000,- setiap tahunnya sebagai bunga untuk setiap obligasi
dengan nilai nominal Rp. 1.000.000,-.
c. Jatuh Tempo
Obligasi memiliki jatuh tempo (maturity) yang dinyatakan dalam obligasi tersebut. Jatuh
tempo merupakan waktu pada saat perusahaan penerbit obligasi diwajibkan membayar
pemegang obligasi sebesar nilai nominal obligasi tersebut.
2. Pengawas Keuangan
Pengawas keuangan (trustee) adalah seseorang atau lembaga yang ditunjuk oleh
penerbit obligasi sebagai wakil resmi pemegang obligasi. Pada umumnya yang menjadi
trustee adalah bank. Tanggung jawab trustee adalah mengesahkan legalitas obligasi yang
diterbitkan pada saat penerbitan, mengawasi kondisi keuangan dan perilaku peminjam,
memastikan seluruh kewajiban perjanjian yang dijalankan, serta melakukan tindakan yang
diperlukan jika peminjam tidak memenuhi kewajibannya. Perjanjian perikatan antara penerbit
obligasi dan pemegang obligasi dibuat dalam perjanjian resmi (indentur) atau disebut juga
“deed of trust”. Dengan demikian indentur adalah perjanjian resmi antara perusahaan penerbit
obligasi dengan pemegang obligasi. Perjanjian ini berisikan syarat-syarat yang harus dipenuhi
sehubungan dengan obligasi yang diterbitkan, misalnya ciri-ciri obligasi yang diterbitkan,
batasan-batasan yang harus dipenuhi perusahaan. Persyaratan pada perjanjian resmi
ditetapkan bersama-sama oleh peminjam dan trustee.
3. Peringkat Obligasi
Kelayakan instrumen keuangan yang diperdagangkan pada publik seringkali dinilai
berdasarkan peringkat kredit yang diberikan oleh agensi pemberi peringkat investasi. Dalam
pemberian peringkat, agensi mengurutkan peringkat surat berharga berdasarkan kemungkinan
kegagalan. Surat berharga dengan peringkat tertinggi, dinilai tidak memiliki risiko kegagalan.
1. Debenture
Debenture adalah hutang jangka panjang (obligasi) tanpa jaminan. Karena debenture
tidak dijamin dengan kekayaan perusahaan, pemegang debenture menjadi kreditur umum
perusahaan pada saat perusahaan dilikuidasi. Oleh karena itu, investor akan melihat
kemampuan menghasilkan laba perusahaan sebagai penjamin. Walaupun obligasi ini tidak
memiliki jaminan, pemegang debenture mendapat perlindungan dalam bentuk persyaratan
atau batasan-batasan dalam perjanjian, terutama jaminan negatif, artinya perusahaan penerbit
obligasi dilarang menjaminkan aktiva perusahaan yang belum dijaminkan kepada kreditur
lain. Karena pemegang debenture harus melihat kemampuan peminjam untuk melakukan
pembayaran pokok pinjaman dan bunga pinjaman, maka pada umumnya hanya perusahaan
besar dan dengan reputasi yang baik saja yang menerbitkan obligasi jenis ini.
2. Debenture Bernilai Rendah (Subordinated debenture)
Debenture bernilai rendah merupakan hutang tanpa jaminan dengan tuntutan terhadap
aktiva di bawah debenture. Jika terjadi likuidasi, pemegang debenture bernilai rendah ini
menerima pembayaran hanya jika seluruh kreditur dengan nilai lebih tinggi dibayar.
Debenture bernilai rendah ini memiliki hak untuk menuntut pembayaran pada saat likuidasi
lebih dulu daripada pemegang saham preferen dan saham biasa. Misalnya perusahaan
dilikuidasi dengan nilai sebesar Rp. 48 milyar. Perusahaan memiliki debenture beredar Rp.
36 milyar, subordinated debenture sebesar Rp. 32 milyar dan kewajiban kepada kreditur
umum sebesar 32 milyar. Maka urutan pembayaran kewajiban perusahaan adalah:
a. Untuk pemegang debenture sebesar (36 / 48) x 48 M = Rp. 36 milyar.
b. Kreditur umum memperoleh sisanya = Rp. 48 milyar – Rp.36 milyar = Rp. 12
milyar.
Dalam contoh tersebut, nampak bahwa pemegang subordinated debenture tidak mendapat
bagian pembayaran dari perusahaan karena kekayaan perusahaan sudah habis untuk
membayar debenture dan kreditur umum. Oleh karena itu, untuk menarik para investor maka
subordinated debenture memberikan tingkat bunga yang lebih tinggi daripada tingkat bunga
lainnya dan dapat ditukar menjadi saham biasa.
6. Obligasi Berseri
Obligasi berseri adalah obligasi yang diterbitkan pada waktu yang sama dengan
tanggal jatuh tempo serta bunga yang berbeda. Semua obligasi memiliki tanggal jatuh tempo
yang sama walupun ada obligasi khusus yang ditarik kembali sebelum tanggal tersebut. Akan
tetapi, obligasi berseri memiliki jatuh tempo berbeda yaitu secara periodik hingga maturitas
akhir. Misalkan obligasi berseri senilai Rp. 16.000.000,- di mana setiap tahunnya terdapat
obligasi senilai Rp. 1.600.000,- yang mengalami maturitas dalam waktu 10 tahun. Dengan
obligasi berseri ini, investor dapat memilih maturitas yang sesuai dengan kebutuhan. Hal ini
menyebabkan jenis obligasi ini lebih menarik dibandingkan obligasi dengan jatuh tempo
yang sama.
3. SAHAM PREFEREN
Saham adalah tanda bukti kepemilikan atau penyertaan pemegangnya atas perusahaan
yang mengeluarkan saham tersebut (emiten). Saham juga merupakan bukti pengambilan
bagian atau peserta dalam suatu perusahaan yang berbentuk PT (Perseroan Terbatas).
Perusahaan yang berbentuk PT dapat menjual sahamnya kepada masyarakat luas (masyarakat
umum) apabila perusahaan tersebut sudah go public. Perusahaan yang telah go public
tersebut dapat menjual sahamnya di Bursa Efek dengan cara mendaftarkan saham-sahamnya
di Bursa Efek tersebut.
Pada prinsipnya ada dua jenis saham, yaitu saham preferen dan saham biasa. Saham
preferen merupakan pendanaan yang memiliki sifat kombinasi antara hutang dan saham
biasa. Jika terjadi likuidasi, tuntutan pemegang saham preferen atas aktiva berada pada urutan
setelah kreditur namun sebelum pemegang saham biasa. Dari sisi perusahaan yang
mengeluarkan saham preferen manfaat utama yang diperoleh adalah bahwa pembayaran
dividen atas saham preferen relatif lebih fleksibel dibandingkan dengan bunga hutang.
Karena walaupun saham preferen memiliki dividen, namun pembayaran dividen cenderung
bersifat sebagai kebijakan perusahaan. Sehingga ketidakmampuan pembayaran dividen
kepada pemegang saham preferen tidak berakibat terlalu buruk dibandingkan dengan
ketidakmampuan membayar bunga hutang kepada kreditur yang dapat diancam
kebangkrutan. Return maksimum pemegang saham preferen biasanya dibatasi dengan
sejumlah dividen tertentu, dan pemegang saham ini tidak memiliki hak atas nilai sisa laba
perusahaan. Misalnya, jika seseorang pemegang saham preferen memiliki 100 lembar saham
preferen bernilai nominal Rp. 4.000,-, dengan dividen 10,5% maka return maksimum yang
dapat diharapkan adalah 100 Ibr x (Rp. 4.000 x 10,5%) – Rp. 42.000,-. Pada saham preferen,
biaya modal setelah pajak lebih tinggi dibandingkan dengan biaya modal dari hutang, karena
dividen saham preferen dibayar setelah pajak atau tidak dapat digunakan sebagai pengurang
pajak. Ini berarti bahwa biaya modal saham preferen yang dihitung setelah pajak besarnya
dapat mencapai dua kali lipat dari biaya modal hutang. Hal ini merupakan kelemahan utama
saham preferen sebagai sarana pendanaan. Kelemahan lain dari sudut pandang investor
adalah saham preferen tidak memiliki hak untuk memaksakan pembayaran dividen, oleh
karena pembayaran dividen saham preferen bukan merupakan pengurang pajak, maka
perusahaan biasanya menggantikan saham preferen dengan subordinate debenture.
Pada saham preferen terdapat dividen kumulatif. Dividen kumulatif yaitu dividen
yang belum dibayarkan dan akan dibayarkan kemudian. Hampir semua saham preferen
memiliki dividen kumulatif. Sebelum perusahaan membayar dividen saham biasa, perusahaan
harus membayar tunggakan dividen atas saham preferen. Misalnya pada Tahun 2002 Dewan
Direksi perusahaan memutuskan tidak membayar dividen kumulatif saham preferen 8%
selama tiga tahun berturut-turut. Jika saham preferen memiliki nilai nominal Rp. 8.000,- per
lembar, berarti perusahaan memiliki tunggakan dividen sebesar Rp. 1.920,- (yaitu = 3 tahun x
8% x Rp. 8.000,-). Sebelum perusahaan membayar dividen saham biasa, maka perusahaan
harus membayar dividen sebesar Rp. 1.920,- untuk setiap lembar saham yang dimiliki
pemegang saham preferen. Jika perusahaan tidak mempunyai keinginan untuk membayar
dividen saham preferen maka tidak perlu dilakukan pembayaran tunggakan dividen kumulatif
tersebut. Pembayaran dividen saham preferen biasanya tidak dilakukan apabila laba tidak
mencukupi, namun juga dapat terjadi karena perusahaan memutuskan untuk menahan laba
yang diperoleh.
1. Ketetapan Penarikan
Hampir semua saham preferen memiliki harga tebus yang nilainya di atas harga
penerbitan awal dan mungkin menurun sepanjang waktu. Ketetapan penarikan saham
preferen memberikan fleksibilitas bagi perusahaan. Perusahaan dapat melakukan penarikan
kembali saham preferen, tetapi cara penarikan ini sebenarnya kurang efisien dan memerlukan
biaya. Cara penarikan saham preferen tersebut dapat dilakukan dengan cara membeli di pasar
terbuka, melakukan penawaran tender saham preferen pada harga di atas harga pasar, atau
menawarkan penggantian saham dengan surat berharga lain.
3. Pertukaran (Konversi)
Saham preferen ada yang dapat dipertukarkan (dikonversikan) menjadi saham biasa
(disebut saham preferen konvertibel atau convertible preferred stock). Karena pada dasarnya
seluruh surat berharga konvertibel dapat ditarik atau dibeli kembali, maka perusahaan dapat
mendorong timbulnya konversi dengan membeli kembali saham preferen jika harga pasar
saham preferen di atas harga tebus. Saham preferen konvertibel sering kali digunakan dalam
mengakuisisi perusahaan lain, hal ini dilakukan karena transaksi pertukaran tersebut tidak
dikenakan pajak bagi perusahaan yang diakuisisi atau bagi pemegang sahamnya pada saat
akuisisi. Transaksi terkena pajak hanya pada saat saham preferen dijual.
4. SAHAM BIASA
Pemegang saham biasa perusahaan merupakan pemilik akhir perusahaan. Secara
kelompok mereka memiliki perusahaan dan menanggung risiko terakhir kepemilikan.
Kewajiban mereka dibatasi sesuai jumlah investasi. Jika terjadi likuidasi, pemegang saham
biasa memiliki hak atas sisa tuntutan terhadap aktiva perusahaan setelah tuntutan kreditur dan
pemegang saham preferen dipenuhi seluruhnya. Saham biasa tidak memiliki jatuh tempo,
namun pemegang saham dapat melikuidasi investasinya dengan menjual saham yang dimiliki
pada pasar sekunder.
1. Istilah-istilah pada Saham Biasa
a. Saham Diotorisasi, Saham Diterbitkan dan Saham Beredar
Anggaran dasar perusahaan berisikan jumlah lembar saham biasa yang diotorisasi,
yaitu jumlah maksimum yang dapat diterbitkan perusahaan tanpa mengubah anggaran
dasar. Walaupun pengubahan anggaran dasar bukan merupakan prosedur rumit, namun
dibutuhkan persetujuan pemegang saham yang ada, yang membutuhkan waktu cukup
lama. Hal ini merupakan alasan mengapa perusahaan memiliki sejumlah saham yang
diotorisasi namun tidak diterbitkan. Pada saat saham biasa yang diotorisasi dijual, saham
tersebut menjadi saham diterbitkan. Saham beredar mengacu kepada jumlah saham yang
diterbitkan dan dimiliki masyarakat. Perusahaan dapat membeli kembali sebagian saham
perusahaan yang diterbitkan dan menyimpannya sebagai saham treasuri (treasury stock).
b. Nilai Nominal
Saham biasa dapat diotorisasi dengan atau tanpa nilai nominal. Nilai nominal (sering
disebut pula nilai pari) saham merupakan angka yang dicatat pada anggaran dasar
perusahaan dan tidak memiliki nilai ekonomis yang berarti. Perusahaan tidak dapat
menerbitkan saham dengan nilai dibawah nilai nominalnya, karena setiap diskonto
(potongan) atas nilai nominal dianggap sebagai kewajiban hutang pemilik perusahaan
terhadap kreditur perusahaan. Jika terjadi likuidasi, pemegang saham secara hukum
berhutang kepada kreditur untuk setiap potongan dari nilai nominal. Akibatnya, nilai
nominal sebagian besar saham ditetapkan pada angka yang relatif rendah dibandingkan
nilai pasarnya. Misalnya suatu perusahaan memulai usahanya (dengan menjual 10.000
lembar saham biasa dengan harga Rp. 3.600,- per lembar. Nilai nominal saham adalah Rp.
400,-. Struktur modal sendiri pemegang saham sebagai berikut:
Saham biasa (nilai nominal Rp. 400):
10.000 lembar saham diterbitkan dan beredar Rp. 4.000.000
Tambahan modal disetor Rp. 32.000.000
Total modal saham (modal sendiri) Rp. 36.000.000
Saham biasa yang disahkan tanpa nilai nominal dicatat dalam buku pada harga pasar awal
atau pada nilai yang dinyatakan pada saham tersebut. Perbedaan antara harga saham pada
saat penerbitan dan nilai nominal dinyatakan sebagai tambahan modal disetor (additional
paid-in capital).
c. Nilai Buku dan Nilai Likuidasi
Nilai buku per lembar saham biasa merupakan modal sendiri para pemegang saham yaitu
total aktiva (total modal) dikurangi hutang dan saham preferen. Sedangkan pada neraca,
nilai buku per lembar saham merupakan jumlah modal sendiri dari saham biasa dibagi
dengan jumlah saham yang beredar. Dari contoh perusahaan di atas, misalnya perusahaan
pada contoh di atas sudah berjalan satu tahun dan menghasilkan laba setelah pajak sebesar
Rp. 6.400.000,- dan tidak membayar dividen. Maka modal sendiri perusahaan tersebut saat
ini adalah sebesar Rp. 36.000.000 + Rp. 6.400.000 – Rp. 42.400.000,-. Dengan demikian,
nilai buku per lembar sahamnya sebesar Rp. 42.400.000 / 10.000 lembar = Rp. 4.240,-.
Ada pendapat yang menyatakan adanya hubungan antara nilai buku per lembar saham
dengan nilai likuidasi saham perusahaan, namun hal ini jarang sekali terjadi. Seringkali
aktiva dijual dibawah nilai bukunya, terutama jika terjadi biaya likuidasi. Dalam beberapa
hal seperti aktiva tanah biasanya mempunyai nilai buku yang hampir sama dengan nilai
pasar, sehingga untuk perusahaan yang bersangkutan, nilai likuidasi tanah tersebut lebih
tinggi dari nilai bukunya. Jadi, nilai buku tidak memiliki hubungan dengan nilai likuidasi
dan sering tidak sama dengan nilai pasar.
d. Nilai pasar
Nilai pasar per lembar saham merupakan harga yang berlaku sekarang di mana saham
diperdagangkan. Bagi saham yang diperdagangkan secara aktif, penetapan harga pasar
telah tersedia. Sedangkan bagi saham yang tidak aktif diperdagangkan, harga pasar sulit
diperoleh. Untuk itu perlu dilakukan penafsiran informasi harga pasar dengan hati-hati.
Nilai pasar saham biasanya berbeda dari nilai bukunya dan nilai lilkuidarsi. Nilai pasar per
lembar saham biasa merupakan fungsi dividen perusahaan saat ini dan yang diharapkan di
masa datang serta risiko saham bagi investor. Pada umumnya, saham perusahaan baru
akan diperdagangkan pada pasar saham tidak resmi (over the counter market), dimana satu
atau lebih penjual saham mempertahankan sejumlah persediaan saham biasa dan membeli
serta menjual saham tersebut pada harga yang ditetapkan oleh penjual. Setelah perusahaan
berkembang terutama kondisi keuangannya telah baik maka jumlah saham dan volume
transaksi perusahaan sudah memenuhi syarat untuk mendaftarkan diri (listing) di Bursa
Efek.
Jumlah total saham hak suara x jumlah tertentu direksi yang dipilih
+1
jumlah total direksi yang dipilih+1
Misalnya, ada 3 juta saham hak suara, sedangkan jumlah total direksi yang dipilih 15, dan
kelompok minoritas ingin memilih 2 direksi, maka sedikitnya dibutuhkan :
3 . 000 .000 x 2
+1
15+1 = 375.001 suara
Dalam contoh tersebut, maka prosentase saham yang dapat untuk memilih dewan direksi
adalah:
= 375.001 / 3.000.000 - 12,5% dari saham, cukup untuk memilih 2 dari 15 dewan direksi.
d. Hak atas aktiva setelah pembayaran yang lebih senior dalam likuidasi
Apabila perusahaan dilikuidasi, maka kewajiban perusahaan yang pertama adalah
melunasi hutang kepada kreditur. Apabila kewajiban kepada kreditur telah terpenuhi, maka
para pemegang saham memperoleh hak atas aktiva perusahaan. Mereka yang memiliki saham
lebih dahulu (lebih senior) akan memperoleh hak didahulukan dalam pembagian aktiva
tersebut. Sebenarnya hak ini tidak mutlak, tergantung pada kesepakatan dalam rapat
pemegang saham.
Soal 2.
PT. “M” memiliki 1.750.000 lembar saham biasa otorisasi bernilai nominal sebesar
Rp. 1.440,- per lembar. Selama beberapa tahun perusahaan telah menerbitkan 1.532.000
lembar saham tambahan, namun saat ini 63.000 lembar disimpan sebagai saham treasury.
Tambahan modal disetor perusahaan saat ini adalah Rp. 42, 512 milyar.
a. Berapa lembar saham yang beredar saat ini?
b. Jika perusahaan dapat menjual saham senilai Rp 1.520 per lembar, berapa jumlah
maksimum yang dapat diperoleh perusahaan dari saham otorisasi dan treasury ?
c. Berapa nilai perkiraan saham biasa dan tambahan modal disetor perusahaan setelah
pendanaan.
Penyelesaiannya:
a. Jumlah saham yang beredar = saham yang diterbitkan - saham treasury
= 1.532.000 - 63.000 = 1.469.000 lembar saham
b. Jumlah saham yang tersedia = saham yang diotorisasi - saham yang beredar
= 1.750.000 -1.469.000 = 281.000 lembar saham
maksimum yang diperoleh perusahaan = 281.000 x Rp. 1.520 = Rp. 427.120.000,-
c. Nilai perkiraan = saham biasa + pemasukan modal
= {(Rp. 1.440x 1.750.000 Ibr) + (Rp. 1.520 x 281.000 Ibr)} + Rp. 42,512 milyar
= Rp. 2,52 milyar + Rp. 427,120 juta + Rp. 42,512 milyar
= Rp. 45,45912 milyar
BAB III
KESIMPULAN
Dana jangka menengah adalah dana yang digunakan oleh perusahaan dapat berasal
dari sumber dana jangka pendek, dana jangka menengah dan dana jangka panjang, jika dilihat
dari jangka waktu penggunaannya. Sumber dana jangka menengah pada umumnya adalah
sumber dana atau pendanaan yang mempunyai jangka waktu lebih dari satu tahun dan kurang
dari sepuluh tahun. Kebutuhan sumber dana jangka menengah ini dirasakan perusahaan
karena adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dengan sumber dana jangka pendek di
satu pihak dan juga sulit dipenuhi dengan sumber dana jangka panjang di lain pihak. Jenis -
Jenis Sumber Dana Jangka Menengah yaitu Term loan, Equipment Loan, Leasing
Dana jangka panjang yaitu sumber dana jangka panjang merupakan sumber dana yang
memiliki jangka waktu panjang yaitu lebih dari 10 tahun. Jika meminjam dana di bank
dengan jangka waktu 15 tahun maka kredit tersebut dapat dikategorikan sebagai kredit jangka
panjang. Sumber dana jangka panjang ini ada yang memiliki jangka waktu tertentu atau
jangka waktu jatuh tempo seperti hutang obligasi dan hutang jangka panjang di bank. Di
samping itu ada sumber dana jangka panjang yang tidak memiliki jangka waktu seperti modal
sendiri berupa saham biasa. Pada pembahasan ini dijelaskan sumber dana jangka panjang
yang meliputi obligasi, saham preferen dan saham biasa. Jenis - jenis Obligasi yaitu
Debenture, Debenture Bernilai Rendah (Subordinated debenture), Obligasi Penghasilan
(Income Bond), Obligasi Sampah (Junk Bond), Obligasi Hipotik (Mortgage Bond)
DAFTAR PUSTAKA
http://husnil91.wordpress.com/2011/03/20/ii-sumber-sumber-pembiayaan-jangka-pendek-by-
husnil-khatimah-manajemen-dualdegree-unp-uum/
http://www.slideshare.net/liaivvana/manajemen-keuangan-bab-24
https://prezi.com/vyuooguucaud/pendanaan-jangka-pendek/