Anda di halaman 1dari 6

HUBUNGAN KEHENDAK TUHAN DENGAN MANUSIA DENGAN AKSIOLOGI

ILMU DAN PENGETAHUAN

Mata kuliah: filsafat ilmu

Dosen pengampu: Bapak Enjang ,MA,M.Ud

Disusun oleh :

Yolana Robih Taufik Alfai (0106.1901.037)

Pendidikan islam anak usia dini

STAI DR KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA

Jl baru maracang no 35 ciwareng purwakarta – jawa barat

2020
ARTIKEL

Ilmu pengetahuan dan Tuhan bertentangan, semakin berkembang ilmu pengetahuan, maka
Tuhan semakin tidak mendapatkan tempat untuk menjelaskan berbagai fenomena alam
semesta ini. Apakah benar demikian?

Pandangan bahwa Tuhan dan sains atau ilmu pengetahuan bertentangan yang sepertinya
belakangan begitu mengemuka sebenarnya datang dari konsep atau definisi yang keliru
tentang Tuhan, banyak orang khususnya kalangan artis berpikir bahwa Tuhan sama seperti
dewa-dewa Yunani yang diciptakan untuk mengisi kekosongan pengetahuan manusia dalam
menjelaskan fenomena alam semesta, pemikiran ini biasanya disebut dengan “God of The
Gaps”, setiap kali manusia memasuki batas ketidaktahuan, maka Tuhan fungsikan sebagai
pengisi Gaps tersebut, seperti kepercayaan orang Yunani Kuno bahwa Guntur dan kilat
disebabkan oleh Tuhan yang marah, namun seiringan dengan bertambahnya pengetahuan
manusia, fenomena alam tersebut dapat dijelaskan sebagai hasil dari proses alamiah, maka
Gaps pengetahuan yang tersisa semakin sempit, sehingga akhirnya Tuhan tidak diperlukan
lagi, semakin pengisi ruang ketidaktahuan manusia, dengan mendefinisikan Tuhan sebagai
“God of the Gaps” maka memang pada akhirnya kita harus memilih antara Tuhan dan Sains.
Namun tentunya Tuhan yang seperti ini bukan Tuhan yang kita kenal di dalam ajaran agama

Menurut pandangan Al Quran, penciptaan alam semesta dapat dilihat pada surat Al Anbiya
ayat 30. “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara
keduanya. Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman?”

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang
(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah
hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.
Bumi sebelumnya adalah planet yang mati dan Allah menghidupkannya dengan menurunkan
air dari langit. “Dan Allah menurunkan dari langit air dan dengan air itu dihidupkannya
bumi sesudah matinya.” (Qs. An-Nahl: 65)

Sunnatullah adalah kebiasaan atau cara Allah dalam mengatur alam dunia. Di dalam Al-


qur’an surah Ar-rahman dikatakan, "Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan
neraca (keseimbangan)." (QS ar-Rahman [55]:7)
Mekanisme atau cara kerja dalam bentuk hukum-hukum alam ini yang menjadi area dari
eksplorasi dari ilmu pengetahuan yang telah mendapatkan perkembangan yang begitu besar.
Dalam pandangan Prof. John Lennox Profesor Matematika dari Oxford University “Tuhan
dan Sains tidak saling bertentangan, tapi memiliki level penjelasan yang berbeda. Ilmu
pengetahuan berusaha meneksplorasi area mekanisme atau cara kerja alam semesta,
sedangkan Tuhan adalah agen yang menciptakan mekanisme tersebut. Ilustrasi untuk
menjelaskan point ini adalah Henry Ford dan ciptaannya Mekanisme Pembakaran Internal
Mesin Kendaraan Bermotor. Upaya memahami mekanisme tersebut tidak berarti membuah
Henry Ford setelah pengetahuan kita dapatkan, agen dan mekanisme kerja memiliki level
penjelasan yang berbeda dan saling melengkapi.

Ilmuwan terkemuka lain seperti Francis Collins yang adalah Direktur Human Genome
Project yang berhasil memetakan seluruh kode DNA manusia juga tidak melihat adanya
konflik antara Sains dan Tuhan tapi melihat keduanya dalam harmoni. Ilmu pengetahuan
berusaha menjawab rasa keingintahuan manusia dengan mengagres pertanyaan How?
Bagaimana alam semesta bekerja? Sedangkan Faith atau Iman menjawab rasa keingintahuan
manusia yang lain dengan menjawab pertanyaan : Why? Kenapa kita berada di sini? Apakah
Tuhan ada atau tidak?

Tentunya ini bukan pertanyaan-pertanyaan yang saintifik, tapi lebih berada pada ranah
filsufis. Ranah Eksplorasi dari Sains adalah dalam “Natural World” Dunia Alamiah.
Sedangkan Tuhan berada pada ranah yang “Supranatural” area yang tidak bisa dijangkau oleh
Sains. Peraih Nobel Fisika: William Daniel Philips juga tidak beranggapan bahwa
perkembangan sains semakin membuat Tuhan terbuang dari upaya menemukan jawaban akan
realitas semesta ini. Meskipun ada ruang-ruang irisan antara sains dan iman, tetapi
interaksinya melahirkan pemahaman yang lebih baik diantara keduanya.

Ilmuwan-ilmuwan yang disertakan pendapat mereka tadi merupakan Sebagian dari Ilmuwan
terkemuka saat ini, yang selain menjadi praktisi sains dalam karier mereka juga tidak
menemukan konflik antara sains dengan Tuhan, justru sebaliknya menemukan harmoni dari
kedua hal tersebut. Jadi konflik yang sebenarnya menurut Prof. John Lennox dalam bukunya
“Can science explain everything?” bukan terletak pada sains dan Tuhan, tapi lebih mendasar
daripada kedua aspek tersebut, yakni berkaitan dengan Worldview yang dianut oleh para
ilmuwan, worldview atau cara pandang tersebut berkaitan dengan keyakinan akan apa yang
menjadi realitas tertinggi dari semesta ini.
Ilmuwan yang tidak percaya pada keberadaan Tuhan memegang kepercayaan Worldview
naturalism, naturalism merujuk pada keyakinan bahwa alam semesta (massa dan energi)
selamanya ada dan tidak membutuhkan penjelasan dari luar dirinya sendiri, sedangkan
Theism percaya bahwa adanya unsur yang trancendant yang memiliki realitas tertinggi,
supranatural, imateriil, timeless yakni Tuhan yang menjadi Causa Prima atau awal dari
keberadaan semua yang ada.

Dari pertentangan kedua Worldview tadi dalam bukunya Steven Meyer “The Return of God
The Hypothesis” menjelaskan bahwa justru temuan-temuan sains dalam 100 tahun terakhir
telah kembali menempatkan Tuhan sebagai penjelasan paling masuk akal mengenai apa yang
menjadi realitas tertinggi dari semesta ini.

Empat temuan sains dalam 100 tahun terakhir yang membuktikan bahwa hipotesa tentang
Tuhan adalah penjelasan yang paling masuk akal untuk menjelaskan fenomena alam semesta
ini. Alam semesta memiliki permulaan ini memang sesuatu yang tidak mengejutkan bagi
orang-orang yang percaya pada keberadaan Tuhan, tapi bagi Sebagian ilmuwan temuan ini
mengguncang fondasi worldview mereka. Pada tahun 1966 majalah Time di Amerika
mengeluarkan sebuah cover majalah berjudul “Is God Dead?” Judul ini merepresentasikan
penanganan popular di kalangan ilmuwan dan juga pandangan yang mempengaruhi kultur
waktu itu, bahwa ilmu pengetahuan telah berkembang begitu pesat sehingga Tuhan tidak
diperlukan lagi dalam menjelaskan fenomena alam semesta ini.

Para ilmuwan berpijak pada suatu paradigma atau cara pandang yang disebut Scientific
Materialism yang percaya bahwa materi dan energi adalah kekal sehingga alam semesta ada
dan tidak diperlukan adanya permulaan. Kalau alam semesta bersifat kekal, berarti tidak
diperlukan adanya momen penciptaan, atau keberadaan alam semesta tidak memerlukan
penjelasan di luar keberadaannya, seperti sesuatu yang supranatural atau disebut sebagai
Tuhan bagi orang-orang yang beragama. Namun tidak lama berselang, pada tahun 1969
majalah Time kembali memuat cover tentang topik yang sama tapi memiliki tendensi yang
berbeda, yakni “Is God Coming to Life?” Apakah Tuhan Hidup Kembali? Judul ini juga
dipicu oleh penemuan dari bidang sains yakni, hasil kerja Stephen Hawking dan Robert
Penrose tentang Singularity, yang intinya membantah bahwa materi dan energi tidak bersifat
kekal atau alam semesta memiliki permulaan.

Temuan Hawking Penrose ini telah diawali melalui peneltian Edwin Huble seorang
astronomer yang melalui observasinya menggunakan teleskop menemukan bahwa, ukuran
alam semesta tidak berada pada kondisi statis, namun mengalami perkembangan secara terus
menerus sejalan dengan bertambahnya waktu, untuk itu apabila dilakukas ekstrapolasi secara
mundur atau menggeser waktu ke 100 tahun, 1000 tahun bahkan 1000.000 tahun ke belakang,
maka setiap lankah mundur alam semesta akan semakin kecil dan kecil sampai pada satu
masa di mana materi dan energi menyatu dalam sebuah titik yang disebut singularity dan
momen ini menandai awal mula dari alam semesta.

Hasil observasi ini sebenarnya secara teori sudah dipecahkan oleh Albert Einsten melalui teori
General Relativitynya jauh sebelum Huble memulai observasinya atau Hawking dan Penros
melakukan penelitiannya, namun temuan ini berusaha ditipiskan oleh Einstein karena akan
mengancam promise kinci saintifik materialism yang dianutnya, bahwa materi dan energi ada
selamanya atau tidak memiliki awal,

Temuan Hawking dan Penros tentang singularity juga menjelaskan ruang dan waktu tidak
kekal atau memiliki awal yang sama pada saat materi dan energi terbentuk, temuan ini
menuntut penjelasan keberadaan alam semesta yang harus berasal dari luar alam semesta itu
sendiri, karena tidak mungkin alam semesta menciptakan dirinya atau X Create X adalah
Nonsense, hal ini sama tidak mungkinnya dengan penjelasan bahwa alam semesta muncul
secara tiba-tiba tanpa ada penyebabnya atau something dihasilkan oleh nothing, untuk itu alas
an keberadaan alam semesta haruslah sesuatu yang tidak bersifat materi, berada di luar ruang
dan waktu, sesuatu yang Immaterial tidak terikat dengan ruang dan waktu tentunya bukan
asing bagi orang yang beragama, karena karakteristik ini melekat pada ciri-ciri dari Tuhan.

Menanggapi perkembangan temuan sains ini astronomer Robert Jastrow menulis tanggapan
yang menarik “Untuk seorang ilmuan yang sangat yakin pada kekuatan akal, cerita ini
berakhir seperti mimpi buruk, dia sudah mendaki gunung ketidaksadaran berpikir akan
menaklukan puncak bukti. Namun ketika dia mencapai puncaknya , justru disambut oleh para
Theolog yang sudah berabad lamanya.”

Jadi kesimpulannya adalah karya tangan Tuhan ada dalam keseluruhan proses alam semesta
ini, bukan hanya pada Gaps pengetahuan manusia, dengan penemuan-penemuan sains yang
ada merupakan gambaran sekilas dari betapa luarbiasanya pikiran Tuhan dan kemampuannya
yang fenomenal dalam berbagai sains, matematika, fisika, kimia, biologi, dan kosmologi
untuk menciptakan alam semesta yang elegan ini.

“Sains adalah tentang discovery, upaya menemukan dalam semesta Ciptaan-Nya”


DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/search?q=mekanisme+hukum+alam+dalam+al+quran&rlz

Buku Cosmos

Anda mungkin juga menyukai