Anda di halaman 1dari 18

Just In Time

Just In Time adalah sebuah filosofi manajemen yang berasal dari Jepang yang telah
diaplikasikan secara nyata sejak awal tahun 1970 pada perusahaan manufaktur di Jepang. Pada
awalnya Toyota Motor, Taichi Ono dan tangan kanannya Shigeo Shingo mengadaptasi strategi
Henry Ford yang disesuaikan dengan etos kerja masyarakat Jepang sehingga lahirlah sebuah
filosofi yang disebut sebagai Just In Time. (Mulla, 2009, hal. 115)
Just In Time pertama kali dikembangkan di negara Jepang oleh perusahaan Toyota pada
dekade yang lalu, dan kemudian diadopsi oleh banyak Perusahaan Manufaktur di Jepang dan
Amerika Serikat seperti: Hewlet Packard, IBM, dan Harley Davidson. Salah satu pendekatan
untuk mengeliminasi pemborosan dalam perusahaan manufaktur telah muncul yaitu suatu
filosofi operasi yng disebut Just In Time. Just In Time merupakan suatu filosofi operasi
manajemen, yaitu sumber daya, termasuk material personel, dan fasilitas yang digunakan dalam
keadaan tepat waktu.
Latar belakang munculnya just in time dapat ditelusuri pada keadaan negara Jepang yang
mengalami kekurangan sumber daya alam dan mempunyai ruang terbatas. Jepang sangat tidak
menyukai adanya pemborosan. Bertolak belakang dengan negara Jepang, industri Barat
melakukan penyimpanan barang yang berlebihan, mempunyai lingkungan operasi yang kurang
efisien, mengerjakan pekerjaan pencatatan akuntansi yang berlebihan dengan menggunakan
metode yang kurang efisien dalam memecahkan masalah yang timbul dalam produksi. Akibatnya
jumlah waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk menjadi lama, biaya operasi
yang tinggi dan produk yang dihasilkan kurang baik mutunya. Pemborosan diartikan sebagai
barang yang cacat, memproduksi kembali suatu produk dan bahan yang terbuang.
Menurut just in time pemborosan diartikan sebagai setiap penggunaan bahan yang tidak
dibutuhkan atau penggunaan bahan yang berlebihan dalam memproduksi suatu produk seperti,
cadangan persediaan, jam kerja, tenaga kerja produksi yang tidak diperlukan, jamkerja ulang
yang diperlukan untuk memperbaiki hasil produksi yang kurang baik mutunta, hasil produksi
yang sedikit, tata letak produk yang kurang baik, pekerjaan pencatatan akuntansi yang
berlebihan, bahan baku yang rusak, kebanyakan pemasok, kebanyakan pesanan pembelian,
kecepatan atau keterlambatan penerimaan bahan, fasilitas penyimpanan yang terlalu besar,
perencaan bahan yang tidak baik, mengganti pemasok dan lain-lain.
Just In Time tidak mentoleransi adanya pemborosan. Just In Time merupakan suatu
sistem produksi yang didesain untuk mengeliminasi pemborosan dalam lingkungan produksi.
Menurut just in time pemborosan adalah sesuatu yang tidak memberi nilai tambah secara
langsung kepada nilai suatu produk. (Santoso, 2001, hal. 5)
Just In Time adalah sebuah filosofi pemecahan masalah secara berkelanjutan dan
memaksa yang mendukung produksi yang ramping (lean). Produksi yang ramping (lean
Production) memasok pelanggan persis sesuai dengan keinginan pelanggan ketika pelanggan
menginginkannya, tanpa pemborosan, melalui perbaikan berkelanjutan. Sasaran utama just in
time adalah meningkatkan produktivitas system produksi atau operasi dengan cara
menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai (pemborosan) bagi suatu
produk. Sasaran just in time menitikberatkan pada continuos improvement untuk mencapai biaya
produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, kualitas dan reabilitas produk yang
lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan produk akhir dan memperbaiki hubungan kerja
antara pelanggan dengan pemasok. Definisi Just In Time didefinisikan sebagai sistem
manajemen pabrikasi dan persediaan komprehensif dimana bahan baku dan berbagai suku
cadang dibeli dan diproduksi pada saat diproduksi pada saat (just in time) akan digunakan dalam
setiap tahap proses produksi/pabrikasi.
Just In Time adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan kualitas,
menekankan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan menghapus
seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga perusahaan mampu
menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai kehendak konsumen tepat waktu.
Untuk mencapai sasaran dari sistem ini, perusahaan memproduksinya hanya sebanyak jumlah
yang dibutuhkan, sehingga dapat mengurangi biaya pemeliharaan maupun menekan
kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat menimbun barang. Tujuan utama dari JIT adalah
menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu
penggunaan istilah JIT seringkali diartikan dengan “zero inventories”. JIT pada dasarnya
berusaha menghilangkan semua biaya (pemborosan) yang tidak memberikan nilai tambah
terhadap produk yang dihasilkan. (Efrianti, 2014, hal. 101)
JIT merupakan suatu metode pemikiran produksi yang diprakarsai oleh Jepang, konsep
JIT adalah memproduksi item yang dibutuhkan pada saat yang tepat dan dalam jumlah yang
cermat. Dengan diterapkannya JIT melalui mekanisme kanban, diharapkan dapat memecahkan
permasalahan dalam penanganan persediaan bahan baku sehingga dapat mencapai efisiensi biaya
produksi dan meningkatkan laba perusahaan. Penerapan Just In Time dapat memperbaiki aset
produktivitas, pertumbuhan penjualan, karakteristik perusahaan pada dunia bisnis modern. Just
In Time hanya meminta unit yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan dan pada
saat yang dibutuhkan. (Dania, 2015, hal. 2)
Ide-ide yang mendukung Just In Time adalah sebagai berikut: (a) Sederhana adalah lebih
baik, (b) Penekanan pada kualitas dan perbaikan yang berkesinambungan, (c) Mempertahankan
persediaan yang menjadi sumber pemborosan dan pekerjaan jelek yang tersembunyi, (d) Setiap
aktivitas atau fungsi yang tidak menambah nilai harus dihilangkan, (e) Barang diproduksi apabila
dibutuhkan, (f) Pekerja harus berketerampilan banyak dan berpartisipasi dalam memperbaiki
efisiensi dan kualitas produk. Sasaran utama just in time adalah meningkatkan produktivitas
system produksi atau operasi dengan cara menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak
menambah nilai (pemborosan) bagi suatu produk. Sasaran just in time menitikberatkan pada
continous improvement untuk mencapai biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang
tinggi, kualitas dan realibitas produk yang lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan produ
akhir dan memperbaiki hubungan kerja antara pelanggan dengan pemasok.
JIT memiliki 8 prinsip dasar, yaitu: (a) Seek a produce-to order production schedule, (b)
Seek unitary production, (c) Seek eliminate waste, (d) Seek continous product flow improvement,
(e) Seek product quality perfection, (f) Respect people, (g) Seek to eliminate contingencies, (h)
Maintain long term emphasis. Berdasarkan berbagai pengertian tersebut dapat diketahui bahwa
eliminasi pemborosan merupakan jantung dari IT. Dengan mengeliminasi pemborosan, maka
perusahaan akan menghasilkan produk yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah.
Berdasarkan uraian diatas maka indikator JIT yang dimunculkan adalah biaya produksi yang
rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, hubungan antara pelanggan dengan pemasok.
JIT adalah suatu filosofi bisnis yang khusus membahas bagaimana mengurangi waktu
produksi sekaligus mengurangi kegagalan produksi baik dalam proses manufaktur maupun
proses non-manufaktur. Istilah lain JIT adalah short-cycle atau lean manufacturing. (Witjaksono,
2013, hal. 221). JIT adalah filosofi yang berfokus pada kegiatan pekerjaa yang dibutuhkan atau
yang diminta pada saat itu juga. JIT merupakan suatu pendekatan manufaktur yang
mempertahankan bahwa produk-produk harus ditarik dari seluruh sistem dengan adanya
permintaan, dan bukannya mendorong seluruh sistem dengan skedul yang tetap untuk
mengantisipasi permintaan (a pull system). JIT berpengaruh dalam hal mengurangi persediaan
sampai pada tingkat yang sangat rendah. Usaha untuk mencapai tingkat persediaan sampai
tingkat yang tidak signifikan sangat vital bagi kesuksesan JIT. Namun demikian, gagasan untuk
mencapai persediaan yang tidak signifikan niscaya akan menentang alasan-alasan tradisional
untuk menyimpan pesediaan yang telah disebutkan sebelumnya. JIT memecahkan masalah
kinerja tepat waktu dengan cara mengurangi waktu tunggu, dan bukannya dengan meningkatkan
persediaan. Waktu tunggu dalam hal ini tidak hanya sampai pesanan diterima di perusahaan,
namun sampai bahan baku diolah menjadi barang jadi (output). Waktu tunggu yang lebih singkat
akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan pengiriman pada
tanggal yang diminta oleh pelanggan dan sekaligus dapat dengan cepat menghadapi permintaan
pasar. Dengan demikian, daya saing perusahaan meningkat. JIT mengurangi waktu tunggu
dengan menghindari kegagalan mesin, kerusakan bahan baku atau suku cadang, tidak tersedianya
bahan baku atau suku cadang, dan dengan menggunakan proses manufaktur sel. Sel-sel
manufaktur mengurangi jarak perjalanan antara mesin dan persediaan.
Kebanyakan penghentian produksi terjadi karena salah satu dari tiga alasan berikut ini,
yaitu: kegagalan mesin, kerusakan bahan baku atau suku cadang, dan tidak tersedianya bahan
baku atau suku cadang. Penyimpanan persediaan merupakan salah satu solusi untuk ketiga
masalah tersebut. Mereka yang mendukung pendekatan JIT mengklaim bahwa persediaan tidak
memecahkan masalah melainkan hanya menyembunyikan atau menutup-nutupi masalah-masalah
tersebut. JIT dapat memecahkan masalah dengan menekankan pemeliharaan preventif, total
kontrol kualitas, dan dengan menjaga relasi yang baik dengan supplier. Ada terdapat empat
aspek penting dalam JIT:
1.         Penghapusan semua kegiatan yang tidak menambah nilai produksi atau jasa.
2.         Diperlukan suatu komitmen untuk tingkat kualitas yang lebih tinggi.
3.         Diperlukan suatu komitmen untuk perbaikan terus menerus dalam efisiensi kegiatan.
4.         Penekanan pada penyederhanaan dan meningkatkan pengidentifikasian terhadap aktivitas
yang tidak menambah nilai.
Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa JIT adalah persediaan dengan nilai nol
atau mendekati nol, artinya perusahaan sebisa mungkin tidak menanggung biaya penyimpanan.
Bahan baku akam tetap datang pada saat dibutuhkan. Model yang demikian tentu saja
pemasoknya adalah pemasok yang setia dan profesional. Dengan model ini terjadi efisiensi biaya
persediaan bahan baku.
Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam
meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu penggunaan istilah JIT seringkali diartikan dengan
“zero inventories”. JIT pada dasarnya berusaha menghilangkan semua biaya (pemborosan) yang
tidak memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan. Untuk mencapai tujuan JIT
tersebut, diperlukan asumsi sebagai berikut:
1.         Ukuran lot kecil
2.         Konsistensi kualitas tinggi
3.         Pekerja dapat diandalkan
4.         Persediaan menjadi minimum atau sebisa mungkin menjadi nol
5.         Mesin dapat diandalkan
6.         Rencana produksi stabil
7.         Kepastian jadwal operasi
8.         Keseragaman komitmen dan pandangan antara manajemen perusahaan dan karyawan, dimana
memiliki komitmen yang tinggi terhadap penerapan JIT yang dilakukan di perusahaan.
(Sinuraya, 2011)

B.     Konsep Just In Time


Dalam konsep Just In Time, menyatakan terdapat empat aspek fundamental dalam konsep
Just In Time, yaitu: (1). Menghilangkan segala aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah
bagi seluruh produk atau jasa. Dalam hal ini mencakup seluruh aktivitas atau sumber daya yang
menjadi sasaran untuk pengurangan atau penghilangan, (2). Komitmen tinggi terhadap mutu
melakukan secara benar segala sesuatunya dari awal adalah esensial manakala tidak ada waktu
untuk mengerjakan ulang. Perusahaan perlu memiliki komitmen untuk mencapai dan
mempertahankan tingkat mutu yang tinggi dalam semua aspek aktivitas-aktivitas perusahaan,
(3). Upaya perbaikan yang berkelanjutan dalam efisiensi aktivitas perusahaan. Perusahaan perlu
mencanangkan komitmen terhadap perbaikan berkesinambungan (continous improvement) pada
semua aktivitas perusahaan dan kegunaan data yang dihasilkan bagi manajemennya. Perbaikan
yang berkesinambungan adalah pengupayaan terus-menerus nilai yang kian besar yang diberikan
kepada pelanggan, (4). Penekanan pada penyederhanaan dan peningkatan visibilitas aktivitas
nilai tambah, hal ini membantu untuk mengidentifkasi aktivitas yang tidak menambah nilai.
(Putra, 2014, hal. 4-5)

C.    Konsep Dasar dan Tujuan Esensil JIT


JIT memiliki tiga macam kerangka perspektif, yaitu pendekatan filosofis JIT terhadap
produksi, teknik pendesainan dan perencanaan sistem pabrikasi JIT, dan teknik pengendalian
lantai perakitan dengan JIT. Pengendalian aktivitas pengerjaan, perakitan atau pengolahan di
lantai pabrik dalam sistem JIT sangat transparan karena kendali arus material atau komponen dan
pekerjaan dikendalikan dengan kanban. Kanban akan mengendalikan arus material (komponen
dan subkomponen) sehingga material tiba di tempat yang sesuai dalam jumlah yang benar dan
sesuai, serta tepat pada waktu yang ditentukan sebelumnya. Sehubungan dengan itu, pengerjaan
dapat berlangsung sesuai jadwal.
Untuk menunjang pelaksanaan pengerjaan yang lancar, tepat jumlah, tepat mutu, dan
tepat waktu, maka sistem manufaktur dirancang dan didesain sedemikian rupa sehingga
memungkinkan menerapkan JIT di pabrik tersebut. Untuk keperluan itu, didesain produk dan tata
letak pabrik disinkronkan. Penataan disesuaikan dengan visibilitas untuk menerapkan kanban di
pabrik yang bersangkutan. Filosofi JIT merupakan sesuatu yang sering kurang diperhatikan,
tetapi perannya sangat menentukan keberhasilan aplikasi JIT. Filosofi JIT menetapkan berbagai
gagasan dan strategi mendasar dari JIT, terutama yang berhubungan dengan kelayakan
menerapkan sistem kanban dalam pelaksanaan produksi.
Kebanyakan perusahaan menggunakan sistem persediaan terbaik yang sesuai untuk
perusahaan mereka. Sistem persediaan Just In Time (JIT) mempunyai beberapa manfaat.
Manfaat JIT yang utama sebagai berikut:
1.         Waktu penyiapan (set up) diperpendek secara signifikan didalam gudang. Kurangilah waktu
penyiapan agar lebih produktif yang akan memungkinkan perusahaan meningkatkan efisiensi,
dan waktu yang dihemat dapat dimanfaatkan pada bidang lain yang memerlukan peningkatan.
2.         Kelancaran arus bahan atau komponen dari gudang ke rak perakitan ditingkatkan. Setelah
karyawan memusat pada area spesifik dari sistem, akan memungkinkan mereka untuk
memproses pengerjaan barang dengan lebih cepat sebagai ganti dari mempunyai pekerjaan yang
banyak, melelahkan, dan menyederhanakan tugas yang ada.
3.         Karyawan yang memiliki banyak keahlian, dapat digunakan secara lebih efisien. Setelah
karyawan terlatih atau terdidik bekerja pada bagian yang berbeda dalam sistem siklus sediaan,
akan memungkinkan perusahaan untuk menggunakan pekerja ketika mereka diperlukan dan pada
saat terjadi kekurangan pekerja, serta permintaan untuk produk tertentu meningkat.
4.         Konsistensi yang lebih baik terhadap penjadwalan dan konsistensi penggunaan jam orang
terhadap karyawan. Jika tidak ada permintaan atas suatu produk pada waktu tertentu maka
pekerja tidak perlu dibebani pekerjaan. Hal itu dapat menyelamatkan uang perusahaan karena
tidak perlu membayar pekerja untuk pekerjaan yang belum diselesaikan dan memungkinkan
mereka diarahkan pada pekerjaan lain.
5.         Penekanan peningkatan hubungan dengan pembekal. Tidak ada perusahaan yang ingin terjadi
kekurangan atas sediaan. Tidak ada perusahaan yang ingin kekurangan atas sistem persediaan
mereka dan akan menciptakan kekurangan persediaan yang dimiliki didalam rak penyimpanan.
Jika perusahaan memiliki seorang pembekal kepercayaan maka perusahaan dimungkinkan
mendapat barang-barang atau komponen yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan
perusahaan dan memelihara nama baik perusahaan di depan orang banyak (masyarakat).
6.         Pembekal melanjutkan pemeliharaan terhadap karyawan yang produktif selama 24 jam penuh
dan kegiatan dipustkan atas keluar masuknya karyawan. Setelah manajemen memusatkan
perhatian pada batas waktu pertemuan, akan membuat karyawan bekerja keras untuk memenuhi
perwujudan sasaran persahaan dalam kaitan dengan keputusan kerja, promosi, atau bahkan upah
yang lebih tinggi. (Haming, 2014, hal. 306-309)

D.    Implikasi Just In Time


1.      JIT sederhana dalam teori, namun sangat sulit diwujudkan terutama dalam manufaktur.
2.      Salah satu alasan utama banyak perusahaan enggan menerapkan JIT adalah dengan ketiadaan
barang dalam proses, disertai kekhawatiran seluruh proses produksi akan terhenti bilamana suatu
masalah muncul pada salah satu rantai proses produksi.
3.      Perusahaan yang hendak menerapkan JIT hendaknya terlebih dahulu menghilangkan seluruh
hal yang berpotensi menjadi penyebab kegagalan sistem antara lain dengan cara:
a.       Mendesain kembali proses produksi sehingga tidak menimbulkan biaya tinggi bila hendak
memproduksi satu atau sejumlah kecil item produk pada saat tertentu.
b.      Alternatif yang biasa dilakukan untuk mengurangi biaya adalah dengan memperpendek jarak
antar proses, memperkerjakan pegawai yang memiliki kemampuan beradaptasi dengan tuntutan
tugas baru dan menggunakan peralatan yang serba guna.
4.      Inti utama dari sistem JIT adalah para pegawai yang sangat terlatih dan senantiasa mampu
memenuhi tuntutan untuk mencapai standar kualitas produk barang/jasa tertinggi.
5.      Bilamana seorang pekerja menjumpai masalah pada komponen produk yang diterimanya, maka
pekerja yang bersangkutan berkewajiban untuk segera melaporkan hal tersebut pada atasannya
agar segera dapat diambil tindakan yang diperlukan.
6.      Para pemasok dituntut agar mampu memproduksi sekaligus mengirimkan produk yang bebas
cacat (free defect) kapan saja diperlukan.
7.      Implikasi JIT pada sistem akuntansi manajemen:
a.       Bagian akuntansi manajemen wajib mendukung peralihan dari sistem konvensional menuju
sistem JIT dengan cara melakukan pemantauan, identifikasi dan komunikasi pada para
pengambil keputusan mengenai asal-muasal/sumber penundaan (delay), kesalahan (error) dan
pemborosan (waste).
b.      Kegiatan klerikal akuntansi manajemen menjadi lebih sederhana, karena berkurangnya mutasi
persediaan yang harus dipantau.
8.      Untuk mengukur tingkat reabilitas sistem JIT memanfaatkan ukuran berikut ini sebagai patok
duga (bench mark) efektivitas siklus manufaktur, antara lain:
a.       Defect Rate
b.      Cycle Time
c.       Prosentasi ketetapan waktu pengiriman produ pada pelanggan
d.      Akurasi perintah produksi/ pengadaan bahan
e.       Perbandingan antara produksi aktual dengan rencana produksi
f.       Perbandigan antara jam mesin aktual dengan jam mesin yang tersedia
9.      Rasio produktivitas konvensional berkenaan dengan tenaga kerja dan mesin kerap tidak
konsisten dengan filosofi JIT.
10.  Inovasi manajemen, termasuk JIT memerlukan perubahan kultur organisasi secara keseluruhan,
contohnya:
a.       JIT dapat mengubah irama kerja dan disiplin kerja organisasi secara keseluruhan.
b.      Perombakan tata letak pabrik (plan lay out) untuk membentuk shop, sangat mungkin
memerlukan renovasi besar-besaran yang haus diperhitungkan sebagai investasi.
11.  Karena ide dasar JIT adalah minimalisasi pemborosan sekaligus keseragaman alur kerja,
menyebabkan banyak pekerja yang tidak siap dengan perubahan tersebut. Karenanya sosialisasi
penerapan JIT harus dilakukan jauh sebelum hari-H.
12.  JIT sangat menekankan kerja sama tim, maka kerap dijumpai pekerja yang mengalami stress,
terutama mereka yang berasal dari lingkungan kerja yang selama ini terisolasi atau mereka yang
memiliki kepribadian yang tidak tearn orinted. (Witjaksono, 2013, hal. 227-228)

E.     Implementasi Just In Time (JIT) Manufacturing


JIT adalah metode untuk mengurangi waktu penyimpanan (storage time) dan waktu
penyimpanan tersebut tidak berkontribusi ke aktivitas yang bernilai tambah. Dalam filosofi JIT,
perusahaan hanya memproduksi apabila ada permintaan dari pembeli, tanpa memanfaatkan
tersedianya persediaan sehingga perusahaan tidak menanggung biaya persediaan. Setiap operasi
atau produksi hanya bertujuan memenuhi permintaan. Produksi tidak akan terjadi sebelum ada
tanda dari proses selanjutya yang menunjukkan permitaan produksi. Suku cadang dan bahan tiba
pada saat yang ditentukan untuk dipakai dalam produksi (on time to production). JIT
Manufacturing menuntut ketepatan waktu produksi dan ketepatan penyerahan produk akhir
kepada pelanggan maupun produk antara dari satu tahap produksi ke tahap berikutnya. Dalam
sistem akuntansi manajemen kontemporer, produksi harus memenuhi “zero defect” yang artinya
tingkat kerusakan nol pada semua tahap siklus hidup produk. Adapun sistem tradisional, masih
mentolerir tingkat kerusakan produk atau produk cacat pada tingkat tertentu yang diperbolehkan.
(Salman, 2016, hal. 13-14)

F.     Elemen Penting Sistem Just In Time


Untuk menjamin keberhasilan dalam penerapan sistem Just In Time ini dibutuhkan
adanya kerja sama dari beberapa elemen penting. Elemen-elemen tersebut adalah sebagai
berikut:
1.      Flexible Resources
Karyawan dalam lingkungan Just In Time harus memiliki kemampuan ganda dan fleksibel.
Karyawan diharapkan dapat mengoperasikan seluruh peralatan dan mesin dalam jalur produksi.
Selain itu, mereka juga diharapkan mampu untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan kecil
alat-alat yang menjadi tanggung jawabnya.

2.      Cellular Layout


Dalam sistem Just In Time, mesin-mesin diatur sedemikian rupa menyerupai setengah
lingkaran atau ditata dengan pola selular untuk tujuan efisiensi sehingga dapat mengurangi
berbagai pemborosan. Setiap sel dirancang untuk memproduksi satu produk tertentu. Produk
dipindahkan dari satu mesin ke mesin lainnya dari awal hingga akhir. Setiap sel merupakan
miniatur pabrik secara keseluruhan.
3.      Pull System
Dalam pull system, proses produksi akan ditentukan oleh adanya permintaan dari onsumen.
Ketika permintaan konsumen masuk, bagian akhir dari perakitan akan memberikan tanda ke
bagian sebelumnya untuk mengirimkan sejumlah partisi atau bahan yang dibutuhkan pada bagian
tersebut. Demikian seterusnya, bagian di belakangnya akan mengirimkan tanda ke bagian yang
ada di belakangnya lagi untuk mengirimkan barang setengah jadi sesuai dengan kebutuhan.
4.      Quick Set up
Set up merupakan aktivitas yang terdiri dari menyiapkan bahan, mengubah setting mesin,
mempersiapkan peralatan, dan melakukan pengujian. Dalam sistem Just In Time, set up yang
berulang-ulang tidak diperlukan lagi karena mesin telah dirancang untuk satu jenis produk.
5.      Small-lot Production
Perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time hanya akan berproduksi sesuai dengan
permintaan konsumen. Tidak seperti yang dilakukan dalam sistem tradisional yang menerapkan
sistem mass production. Produksi dalam jumlah yang kecil ini dimaksudkan untuk mengurangi
biaya-biaya yang tidak perlu seperti biaya gudang, biaya pemeliharaan barang, dan lain-lain.
6.      Quality at The Source
Barang cacat dapat menimbulkan masalah besar dalam lingkungan Just In Time. Jika
sejumlah unit produk jadi yang dihasilkan mengandung produk cacat, perusahaan tidak dapat
mengirimkan sejumlah barang yang diminta oleh konsumen dan perusahaan harus mengulang
kembali proses produksi hanya untuk membuat pengganti produk yang cacat saja. Kondisi ini
akan menimbulkan adanya penundaan dalam pengiriman barang kepada konsumen dan
menimbulkan kekecewaan konsumen. Jadi, dalam lingkungan Just In Time kualitas merupakan
elemen yang sangat penting disamping elemen yang lain.
7.      Supplier Networks
Just In Time sangat membutuhkan hubungan khusus antara pemasok dengan perusahaan
pembeli. Pemasok diharapkan mampu mengirim barang dalam frekuensi yang lebih banyak
dengan jumlah yang lebih kecil. Kedua belah pihak dituntut untuk dapat bekerja sama guna
mencapai keberhasilan bersama di masa mendatang.
Sistem Just In Time telah diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang ada di dunia, seperti
Toyota Motor Company di Jepang yang merupakan negara pencetus dari ide ini, Dell Computer,
Intel, Mc. Donald, Black and Decker, Goodyear, dan lain-lain. Sistem ini tidak hanya bisa
diterapkan di perusahaan manufaktur saja, tetapi juga dapat diterapkan di jenis perusahaan
lainnya, seperti perusahaan dagang maupun jasa. Di Indonesia. Ada beberapa perusahaan yang
telah mencoba untuk menerapkan sistem Just In Time, seperti PT Astra Daihatsu Motor, PT
Triangle Motor, PT Ardi Indah, dan lain-lain. Diantara perusahaan-perusahaan tersebut, ada
beberapa perusahaan yang telah berhasil menerapkan sistem ini, seperti PT Astra Daihatsu
Motor, perusahaan ini telah berhasil meningkatkan kualitas produknya, mengurangi biaya, dan
meningkatkan partisipasi dari pekerja-pekerjanya. Bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia,
sistem ini merupakan suatu hal yang baru karena hanya beberapa perusahaan yang mampu
menerapkannya dengan baik. Ada beberapa faktor yang menyebabkan sistem ini sulit untuk
diterapkan di Indonesia, seperti ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, dan yang paling penting
adalah masalah dana. (Agustina, 2007, hal. 139-141)

G.    Kanban
Di Jepang, Kanban berarti “kartu”. Para pekerja menggunakan seperangkat kartu
pengendali untuk memberi tanda saat bahan dan produk harus dipindahkan dari satu operasi ke
lini perakitan lainnya. Kanban digunakan dengan JIT untuk menurunkan “lead time” secara
signifikan, menurunkan persediaan dan meningkatkan produktivitas dengan menghubungkan
semua operasi produksi secara lancar tanpa terputus.
Dengan sistem Kanban, proses atau tahap sebelumnya tidak dapat mengirim suku cadang
atau komponen yang sedang diproses ke tahap berikutnya jika tidak diminta oleh kartu kanban
dari proses di bawahnya. Langkah berikutnya mengendalikan jumlah yang diproduksi, Jadi tidak
akan terjadi overproduksi, prioritas dalam produksi menjadi jelas dan pengendalian persediaan
menjadi lebih mudah.

H.    Tujuan dan Manfaat Just In Time


Tujuan just in time memiliki dua tujuan strategis yaitu: untuk meningkatkan keuntungan
dan memperbaiki daya saing perusahaan. Kedua tujuan ini dicapai dengan mengontrol biaya-
biaya (memungkinkan terbentuknya harga yang berdaya saing lebih baik dan meningkatkan
kauntungan), memperbaiki kerja pengiriman, dan juga kualitas. Tujuan just in time adalah
menghasilkan sebuah produk hanya ketika dibuthkan dan hanya dalam kuantitas yang diminta
oleh para pelanggan. Sedangkan menurut pendapat lain tujuan utama just in time adalah untuk
menghasilkan produk hanya jika diperlukan dan hanya menghasilkan kuantitas produk sebanyak
yang diminta pelanggan. Just In Time mempunyai dua tujuan strategik yaitu: (1) Meningkatkan
laba, (2) Memperbaiki posisi persaingan perusahaan, (3) Tujuan tersebut dapat dicapai dengan:
mengurangi persediaan, meningkatkan mutu, mengendalikan aktivitas supaya biaya lebih rendah,
dan memperbaiki kinerja pengiriman barang. (Diaz, 2015, hal. 4)
Manfaat utama sistem Just In Time adalah akan mengubah daya telusur biaya,
meningkatkan akurasi penentuan cost produk, menurunkan kebutuhan alokasi biaya tak
langsung, mengubah perilaku dan kepentingan relatif biaya tenaga kerja langsung, dan
mempengaruhi sistem penentuan cost pesanan dan cost proses. Terdapat dua manfaat yang dapat
ditemukan dari Just In Time antara lain:
1.      Manfaat tangibles, yaitu:
a.       Turn over pembelian bahan baku/ suku cadang bertambah.
b.      Ketepatan pengiriman meningkat.
c.       Lead time pengiriman berkurang.
d.      Pekerjaan ekspedisi berkurang.
e.       Waktu implementasi perubahan-perubahan oleh pemasok berkurang.
2.      Manfaat intangibles, yaitu:
a.       Memperbaiki kualitas produk.
b.      Berhasil mendorong pemasok memenuhi kualitas yang diperlukan.
c.       Memperbaiki produktivitas.
d.      Jadwal produksi yang lebih baik.
e.       Mengurangi keperluan untuk menginpeksi barang-barang yang masuk.
f.       Meningkatkan efisiensi.
g.      Memperbaiki posisi kompetitif.
h.      Memperbaiki desain produk.
i.        Memperbaiki moralitas dalam produksi.
j.        Lebih banyak kontak personal dengan pemasok.
k.      Mengurangi pekerjaan klerikal. (Putra, 2014, hal. 5)

I.       Karakteristik Just In Time


Ada beberapa karakteristik utama dari perusahaan yang telah menerapkan sistem Just In
Time, diantaranya adalah:
1.      Kualitas yang tinggi. Perusahaan yang telah menerapkan system JIT berupaya mencapai
tingkat kualitas dimana mereka dapat beroperasi dengan persediaan yang rendah dan skedul yang
ketat. Sistem JIT berupaya menghapus sumber-sumber yang tidak efisien dan gangguan serta
melibatkan karyawan dalam operasi untuk terus melakukan perbaikan. Dengan kata lain,
perusahaan berpegang pada konsep lebih baik menghasilkan barang yang berkualitas tinggi
dengan biaya produksi sedikit lebih mahal, daripada menghasilkan barang dengan biaya produksi
murah tapi kualitasnya rendah.
2.      Tingkat persediaan rendah. Dalam system JIT, persediaan dianggap suatu pemborosan karena
dengan adanya persediaan diperlukan biaya penyimpanan dan biaya tambahan lainnya.
Persediaan digudang tidak banyak, yang ada hanya secukupnya untuk melanjutkan proses
produksi kepada unit kerja berikutnya dan kalau habis baru dikirim lagi, sehingga ada arus kerja
yang berkesinambungan.
3.      Jalur produksi yang fleksibel. Sistem produksi menggunakan sellular manufacturing technique
yaitu pengaturan layout dan peralatan proses produksi yang fleksibel sehingga barang yang
diproduksi tidak terlalu sering mengalami perpindahan produk terlalu sering dianggap sebagai
non value added activity.
4.      Perubahan struktur organisasi yang mengarah ke produk. Konsep JIT meghendaki setiap
bagian dalam proses produksi mempunyai service departement masing-masing sehingga apabila
ada penyimpangan dapat ditelusuri sedini mungkin. Penggunaan teknologi informasi secara
efektif. Merupakan salah satu syarat utama dalam penerapan sistem JIT. Sistem JIT merupakan
konsep tepat waktu maka tidak ada keterlambatan dari jadwal induk sekecil apapun (non
schedule interruption) yang dapat ditolelir, disebabkan penyimpangan sekecil apapun dari jadwal
rutin akan menyebabkan kemacetan proses produksi. (Diaz, 2015, hal. 4)

J.      Keunggulan dan Kelemahan Metode JIT


Terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan dari metode JIT. Berikut ini beberapa
keunggulan dari metode JIT, antara lain:
1.      Menghilangkan pemborosan dengan cara memproduksi suatu produk hanya dalam kuantitas
yang diminta pelanggan.
2.      Persediaan kecil, mungkin nol.
3.      Tata letak pabrik, dikelompokkan satu macam produk, atau sistem sel.
4.      Pengelompokkan karyawan, dalam satu jenis produk.
5.      Pemberdayaan karyawan, dilatih dan dididik terus menerus menyesuaikan dengan perubahan
alat kerja dan metode kerja.
6.      Pengendalian mutu total, semua orang bertanggung jawab terhadap mutu produk.
Beberapa kelemahan dari metode ini, yaitu:
1.      Sulit suatu perusahaan yang memproduksi secara massal hanya melayani pesanan pelanggan
saja, misalnya pabrik gula, kopi, sabun dan sebagainya, dan hanya memproduksi satu jenis
produk.
2.      Dalam perusahaan manufaktur sulit sekali tidak memiliki persediaan, khususnya yang bahan
bakunya impor.
3.      Menempatkan karyawan pada keahlian khusus pada satu jenis produk tidak mudah, dan
mungkin biayanya mahal.
4.      Memerlukan waktu yang cukup panjang untuk membangun relasi yang kuat dengan para
supplier.
5.      Pengurangan persediaan yang dipaksa dan terlalu drastis dapat menyebabkan para pekerja
stress. Jika para pekerja melihat JIT sebagai suatu cara untuk memeras mereka, maka usaha-
usaha untuk mengimplementasikan JIT tidak akan sepenuhnya berhasil dan kinerja karyawan
malah akan menurun. (Sinuraya, 2011, hal. 7-8)
Adapun keuntungan dan kerugian penerpan JIT Purchasing. Berikut ini beberapa
keuntungan dari JIT purchasing, antara lain:
1.      Keuntungan Bagi Pembeli
Berbagai keuntungan penerapan JIT purchasing antara lain: penurunan biaya bahan baku,
penurunan rework, lebih tepat waktu, penurunan biaya administrative, penurunan biaya
persediaan, penurunan inspeksi, serta kualitas barang jadi lebih baik.
2.      Keuntungan Bagi Pemasok
Keuntungan bagi pemasok antara lain: capacity requirements dan jadwal produksi lebih
konsisten serta pemindahan finishedgoods yang lebih dapat diprediksi.

Selain itu terdapat beberapa kerugian penerapan metode JIT purchasing, antara lain:
perusahaan akan sulit untuk beralih ke pemasok lain, keterlambatan pengiriman akan
mengakibatkan kegiatan produksi terganggu, serta ketiadaan inspeksi mengakibatkan
substandard finished goods. (Suryandi, 2011, hal. 6-7)

K.    Sistem Pembelian Just In Time


Istilah purchasing atau pembelian mencakup proses pembelian barang atau jasa yang
berkualitas baik, dalam kuantitas benar, pemilihan pemasok, pencapaian harga, mengeluarkan
kontrak atau pesanan dan melakukan tindak lanjut untuk memastikan pengiriman yang baik.
Sistem pembelian Just In Time mengharuskan adanya sistem penjadwalan pengadaan
barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk
memenuhi permintaan atau penggunaan. Pembelian Just In Time adalah pembelian bahan-bahan
atau barang sedemikian sehingga mereka dikirimkan hanya pada saat dibutuhkan bagi produksi
atau penjualan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelian Just In Time adalah
sistem pembelian penjadwalan pengadaan barang atau bahan yang tepat waktu sehingga dapat
dilakukan pengiriman atau penyerahan secara cepat dan tepat untuk memenuhi permintaan.
Perbedaan Just In Time Purchasing dengan Pembelian Tradisional, di dalam metode
pembelian Just In Time Purchasing dan pembelian tradisional tedapat bebrapa perbedaan dasar
yaitu:
1.      Pemasok, Just In Time Purchasing hanya menggunakan pemasok dalam jumlah sedikit untuk
memperoleh bahan yang bermutu tinggi, mencapai pengiriman yang tepat waktu dan jumlah,
serta berharga murah. Sedangkan sistem tradisional menggunakan banyak pemasok untuk
memperoleh barang dengan harga murah dan bermutu tinggi. Dan akibatnya aktifitas-aktifitas
tidak bernilai tambah yaitu untuk memperoleh harga yang murah harus membeli dalam jumlah
yang banyak atau mungkin mutunya lebih rendah.
2.      Kontrak Pembelian, Just In Time Purchasing menerapkan kontrak pembelian jangka panjang
dengan beberapa pemasoknya guna membangun hubungan baik yang saling menguntungkan
sehingga dapat dipilih pemasok:
a.       Memasok bahan yang murah
b.      Bermutu tinggi
c.       Berkinerja pengiriman tepat waktu dan tepat jumlah
d.      Mengurangi frekuensi pemesanan
Sedangkan pada sistem tradisional menerapkan kontrak-kontrak jangka pendek dengan
banyak pemasok.
3.      Aktivitas dalam arus pembelian bahan, pada Just In Time Purchasing, aktivitas pembelian
bahan hanya melalui sedikit tahap daripada sistem pembelian tradisional yang melalui banyak
tahapan-tahapan. Dalam rangka menerapkan Just In Time, maka kondisi dan proses pembelian
harus diatur dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
a.       Dekat dengan pemasok.
b.      Sedikit pemasok.
c.       Pemasok tahu kualitas yang diinginkan perusahaan.
d.      Meminimalisasi inspeksi.
e.       Eliminasi penggudangan.

L.     Peranan Just In Time


Dalam sistem Just In Time ada beberapa peranan penting yaitu menghasilkan sebuah
produk hanya ketika dibutuhkan dan hanya dalam kuantitas yang diminta oleh pelanggan. Just In
Time memiliki beberapa peranan penting diantaranya:
1.      Meningkatkan laba.
2.      Meningkatkan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui:
a.       Pengendalian biaya.
b.      Peningkatan kualitas.
c.       Perbaikan kinerja kualitas. (Putra, 2014, hal. 5)

M.   Faktor Kunci Sukses dalam Just In Time


Ada tujuh faktor kesuksesan Just In Time yaitu:
1.      Suppliers, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
a.       Kedatangan material dan produk akhir termasuk kesia-siaan.
b.      Pembeli daan pemasok membentuk kemitraan.
c.       Kemitraan Just In Time
2.      Layout, merupakan tata letak yang memungkinkan pengurangan kesia-siaan yang lain, yaitu
pergerakan. Misalnya pergerakan bahan baku manusia menjadi fleksibel, JIT mensyaratkan:
a.       Sel kerja untuk produk keluarga.
b.      Pergerakan atau perubahan mesin.
c.       Jarak yang pendek.
d.      Tempat yang kecil untuk persediaan.
e.       Pengiriman langsung ke area kerja.
3.      Inventory, persediaan dalam sistem produksi dan distribusi sering diadakan untuk berjaga-jaga.
Teknik persediaan yang efektif memerlukan Just In Time bukan Just In Case. Persediaan Just In
Time merupakan persediaan minimal yang diperlukan untuk mempertahankan operasi sistem
yang sempurna yaitu jumlah yang tepat, tiba pada saat yang diperlukan bukan sebelum atau
sesudah.
4.      Schedulling, jadwal yang efektif dikomunikasikan di dalam organisasi dan kepada pemasok,
maka akan sangat mendukung penerapan Just In Tme. Penjadwalan yang lebih baik juga
mengingatkan kemampuan untuk memenuhi pesanan konsumen, menurunkan persediaan dan
mengurangi barang dalam proses, Just In Time mensyaratkan:
a.       Mengkomunikasikan penjadwalan kepada supplier.
b.      Jadwal bertingkat.
c.       Enekan bagian dari skedul paling dekat dengan jatuh tempo
d.      Lot kecil.
e.       Teknik kanban.
5.      Preventive Maintenance, pemeliharaan dilakukan dalam rangka untuk menjaga hal-hal yang
tidak diinginkan supaya tidak terjadi atau merupakan suatu tindakan pencegahan. Misalnya
dengan cara pemeliharaan rutin pada fasilitas yang digunakan maupun pelatihan karyawan secara
terus menerus agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
6.      Kualitas, hubungan Just In Time dan mutu kuat sekali, karena berhubungan dengan tiga hal,
yaitu:
a.       Just In Time mengurangi biaya perolehan mutu yang baik karena biaya produk sisa,
pengerjaan ulang, investasi persediaan menurun.
b.      Just In Time meningkatkan mutu dengan mengurangi antrian dan waktu antara Just In Time
juga membatasi jumlah sumber kesalahan potensial.
c.       Mutu yang baik berarti lebih sedikit cadangan sehingga Just In Time lebih mudah diterapkan.
7.      Employee Empowerment, karyawan yang diberdayakan dapat ikut terlibat dalam isu-isu operasi
harian yang merupakan falsafah Just In Time. Pemberdayaan karyawan mengikuti nasehat
manajemen bahwa tidak ada orang yang lebih tahu mengenai suatu pekerjaan selain karyawan
pelaksana pekerja itu sendiri. (Putra, 2014, hal. 8-9)

Anda mungkin juga menyukai