Just In Time adalah sebuah filosofi manajemen yang berasal dari Jepang yang telah
diaplikasikan secara nyata sejak awal tahun 1970 pada perusahaan manufaktur di Jepang. Pada
awalnya Toyota Motor, Taichi Ono dan tangan kanannya Shigeo Shingo mengadaptasi strategi
Henry Ford yang disesuaikan dengan etos kerja masyarakat Jepang sehingga lahirlah sebuah
filosofi yang disebut sebagai Just In Time. (Mulla, 2009, hal. 115)
Just In Time pertama kali dikembangkan di negara Jepang oleh perusahaan Toyota pada
dekade yang lalu, dan kemudian diadopsi oleh banyak Perusahaan Manufaktur di Jepang dan
Amerika Serikat seperti: Hewlet Packard, IBM, dan Harley Davidson. Salah satu pendekatan
untuk mengeliminasi pemborosan dalam perusahaan manufaktur telah muncul yaitu suatu
filosofi operasi yng disebut Just In Time. Just In Time merupakan suatu filosofi operasi
manajemen, yaitu sumber daya, termasuk material personel, dan fasilitas yang digunakan dalam
keadaan tepat waktu.
Latar belakang munculnya just in time dapat ditelusuri pada keadaan negara Jepang yang
mengalami kekurangan sumber daya alam dan mempunyai ruang terbatas. Jepang sangat tidak
menyukai adanya pemborosan. Bertolak belakang dengan negara Jepang, industri Barat
melakukan penyimpanan barang yang berlebihan, mempunyai lingkungan operasi yang kurang
efisien, mengerjakan pekerjaan pencatatan akuntansi yang berlebihan dengan menggunakan
metode yang kurang efisien dalam memecahkan masalah yang timbul dalam produksi. Akibatnya
jumlah waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk menjadi lama, biaya operasi
yang tinggi dan produk yang dihasilkan kurang baik mutunya. Pemborosan diartikan sebagai
barang yang cacat, memproduksi kembali suatu produk dan bahan yang terbuang.
Menurut just in time pemborosan diartikan sebagai setiap penggunaan bahan yang tidak
dibutuhkan atau penggunaan bahan yang berlebihan dalam memproduksi suatu produk seperti,
cadangan persediaan, jam kerja, tenaga kerja produksi yang tidak diperlukan, jamkerja ulang
yang diperlukan untuk memperbaiki hasil produksi yang kurang baik mutunta, hasil produksi
yang sedikit, tata letak produk yang kurang baik, pekerjaan pencatatan akuntansi yang
berlebihan, bahan baku yang rusak, kebanyakan pemasok, kebanyakan pesanan pembelian,
kecepatan atau keterlambatan penerimaan bahan, fasilitas penyimpanan yang terlalu besar,
perencaan bahan yang tidak baik, mengganti pemasok dan lain-lain.
Just In Time tidak mentoleransi adanya pemborosan. Just In Time merupakan suatu
sistem produksi yang didesain untuk mengeliminasi pemborosan dalam lingkungan produksi.
Menurut just in time pemborosan adalah sesuatu yang tidak memberi nilai tambah secara
langsung kepada nilai suatu produk. (Santoso, 2001, hal. 5)
Just In Time adalah sebuah filosofi pemecahan masalah secara berkelanjutan dan
memaksa yang mendukung produksi yang ramping (lean). Produksi yang ramping (lean
Production) memasok pelanggan persis sesuai dengan keinginan pelanggan ketika pelanggan
menginginkannya, tanpa pemborosan, melalui perbaikan berkelanjutan. Sasaran utama just in
time adalah meningkatkan produktivitas system produksi atau operasi dengan cara
menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai (pemborosan) bagi suatu
produk. Sasaran just in time menitikberatkan pada continuos improvement untuk mencapai biaya
produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, kualitas dan reabilitas produk yang
lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan produk akhir dan memperbaiki hubungan kerja
antara pelanggan dengan pemasok. Definisi Just In Time didefinisikan sebagai sistem
manajemen pabrikasi dan persediaan komprehensif dimana bahan baku dan berbagai suku
cadang dibeli dan diproduksi pada saat diproduksi pada saat (just in time) akan digunakan dalam
setiap tahap proses produksi/pabrikasi.
Just In Time adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan kualitas,
menekankan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan menghapus
seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga perusahaan mampu
menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai kehendak konsumen tepat waktu.
Untuk mencapai sasaran dari sistem ini, perusahaan memproduksinya hanya sebanyak jumlah
yang dibutuhkan, sehingga dapat mengurangi biaya pemeliharaan maupun menekan
kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat menimbun barang. Tujuan utama dari JIT adalah
menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu
penggunaan istilah JIT seringkali diartikan dengan “zero inventories”. JIT pada dasarnya
berusaha menghilangkan semua biaya (pemborosan) yang tidak memberikan nilai tambah
terhadap produk yang dihasilkan. (Efrianti, 2014, hal. 101)
JIT merupakan suatu metode pemikiran produksi yang diprakarsai oleh Jepang, konsep
JIT adalah memproduksi item yang dibutuhkan pada saat yang tepat dan dalam jumlah yang
cermat. Dengan diterapkannya JIT melalui mekanisme kanban, diharapkan dapat memecahkan
permasalahan dalam penanganan persediaan bahan baku sehingga dapat mencapai efisiensi biaya
produksi dan meningkatkan laba perusahaan. Penerapan Just In Time dapat memperbaiki aset
produktivitas, pertumbuhan penjualan, karakteristik perusahaan pada dunia bisnis modern. Just
In Time hanya meminta unit yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan dan pada
saat yang dibutuhkan. (Dania, 2015, hal. 2)
Ide-ide yang mendukung Just In Time adalah sebagai berikut: (a) Sederhana adalah lebih
baik, (b) Penekanan pada kualitas dan perbaikan yang berkesinambungan, (c) Mempertahankan
persediaan yang menjadi sumber pemborosan dan pekerjaan jelek yang tersembunyi, (d) Setiap
aktivitas atau fungsi yang tidak menambah nilai harus dihilangkan, (e) Barang diproduksi apabila
dibutuhkan, (f) Pekerja harus berketerampilan banyak dan berpartisipasi dalam memperbaiki
efisiensi dan kualitas produk. Sasaran utama just in time adalah meningkatkan produktivitas
system produksi atau operasi dengan cara menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak
menambah nilai (pemborosan) bagi suatu produk. Sasaran just in time menitikberatkan pada
continous improvement untuk mencapai biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang
tinggi, kualitas dan realibitas produk yang lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan produ
akhir dan memperbaiki hubungan kerja antara pelanggan dengan pemasok.
JIT memiliki 8 prinsip dasar, yaitu: (a) Seek a produce-to order production schedule, (b)
Seek unitary production, (c) Seek eliminate waste, (d) Seek continous product flow improvement,
(e) Seek product quality perfection, (f) Respect people, (g) Seek to eliminate contingencies, (h)
Maintain long term emphasis. Berdasarkan berbagai pengertian tersebut dapat diketahui bahwa
eliminasi pemborosan merupakan jantung dari IT. Dengan mengeliminasi pemborosan, maka
perusahaan akan menghasilkan produk yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah.
Berdasarkan uraian diatas maka indikator JIT yang dimunculkan adalah biaya produksi yang
rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, hubungan antara pelanggan dengan pemasok.
JIT adalah suatu filosofi bisnis yang khusus membahas bagaimana mengurangi waktu
produksi sekaligus mengurangi kegagalan produksi baik dalam proses manufaktur maupun
proses non-manufaktur. Istilah lain JIT adalah short-cycle atau lean manufacturing. (Witjaksono,
2013, hal. 221). JIT adalah filosofi yang berfokus pada kegiatan pekerjaa yang dibutuhkan atau
yang diminta pada saat itu juga. JIT merupakan suatu pendekatan manufaktur yang
mempertahankan bahwa produk-produk harus ditarik dari seluruh sistem dengan adanya
permintaan, dan bukannya mendorong seluruh sistem dengan skedul yang tetap untuk
mengantisipasi permintaan (a pull system). JIT berpengaruh dalam hal mengurangi persediaan
sampai pada tingkat yang sangat rendah. Usaha untuk mencapai tingkat persediaan sampai
tingkat yang tidak signifikan sangat vital bagi kesuksesan JIT. Namun demikian, gagasan untuk
mencapai persediaan yang tidak signifikan niscaya akan menentang alasan-alasan tradisional
untuk menyimpan pesediaan yang telah disebutkan sebelumnya. JIT memecahkan masalah
kinerja tepat waktu dengan cara mengurangi waktu tunggu, dan bukannya dengan meningkatkan
persediaan. Waktu tunggu dalam hal ini tidak hanya sampai pesanan diterima di perusahaan,
namun sampai bahan baku diolah menjadi barang jadi (output). Waktu tunggu yang lebih singkat
akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan pengiriman pada
tanggal yang diminta oleh pelanggan dan sekaligus dapat dengan cepat menghadapi permintaan
pasar. Dengan demikian, daya saing perusahaan meningkat. JIT mengurangi waktu tunggu
dengan menghindari kegagalan mesin, kerusakan bahan baku atau suku cadang, tidak tersedianya
bahan baku atau suku cadang, dan dengan menggunakan proses manufaktur sel. Sel-sel
manufaktur mengurangi jarak perjalanan antara mesin dan persediaan.
Kebanyakan penghentian produksi terjadi karena salah satu dari tiga alasan berikut ini,
yaitu: kegagalan mesin, kerusakan bahan baku atau suku cadang, dan tidak tersedianya bahan
baku atau suku cadang. Penyimpanan persediaan merupakan salah satu solusi untuk ketiga
masalah tersebut. Mereka yang mendukung pendekatan JIT mengklaim bahwa persediaan tidak
memecahkan masalah melainkan hanya menyembunyikan atau menutup-nutupi masalah-masalah
tersebut. JIT dapat memecahkan masalah dengan menekankan pemeliharaan preventif, total
kontrol kualitas, dan dengan menjaga relasi yang baik dengan supplier. Ada terdapat empat
aspek penting dalam JIT:
1. Penghapusan semua kegiatan yang tidak menambah nilai produksi atau jasa.
2. Diperlukan suatu komitmen untuk tingkat kualitas yang lebih tinggi.
3. Diperlukan suatu komitmen untuk perbaikan terus menerus dalam efisiensi kegiatan.
4. Penekanan pada penyederhanaan dan meningkatkan pengidentifikasian terhadap aktivitas
yang tidak menambah nilai.
Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa JIT adalah persediaan dengan nilai nol
atau mendekati nol, artinya perusahaan sebisa mungkin tidak menanggung biaya penyimpanan.
Bahan baku akam tetap datang pada saat dibutuhkan. Model yang demikian tentu saja
pemasoknya adalah pemasok yang setia dan profesional. Dengan model ini terjadi efisiensi biaya
persediaan bahan baku.
Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam
meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu penggunaan istilah JIT seringkali diartikan dengan
“zero inventories”. JIT pada dasarnya berusaha menghilangkan semua biaya (pemborosan) yang
tidak memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan. Untuk mencapai tujuan JIT
tersebut, diperlukan asumsi sebagai berikut:
1. Ukuran lot kecil
2. Konsistensi kualitas tinggi
3. Pekerja dapat diandalkan
4. Persediaan menjadi minimum atau sebisa mungkin menjadi nol
5. Mesin dapat diandalkan
6. Rencana produksi stabil
7. Kepastian jadwal operasi
8. Keseragaman komitmen dan pandangan antara manajemen perusahaan dan karyawan, dimana
memiliki komitmen yang tinggi terhadap penerapan JIT yang dilakukan di perusahaan.
(Sinuraya, 2011)
G. Kanban
Di Jepang, Kanban berarti “kartu”. Para pekerja menggunakan seperangkat kartu
pengendali untuk memberi tanda saat bahan dan produk harus dipindahkan dari satu operasi ke
lini perakitan lainnya. Kanban digunakan dengan JIT untuk menurunkan “lead time” secara
signifikan, menurunkan persediaan dan meningkatkan produktivitas dengan menghubungkan
semua operasi produksi secara lancar tanpa terputus.
Dengan sistem Kanban, proses atau tahap sebelumnya tidak dapat mengirim suku cadang
atau komponen yang sedang diproses ke tahap berikutnya jika tidak diminta oleh kartu kanban
dari proses di bawahnya. Langkah berikutnya mengendalikan jumlah yang diproduksi, Jadi tidak
akan terjadi overproduksi, prioritas dalam produksi menjadi jelas dan pengendalian persediaan
menjadi lebih mudah.
Selain itu terdapat beberapa kerugian penerapan metode JIT purchasing, antara lain:
perusahaan akan sulit untuk beralih ke pemasok lain, keterlambatan pengiriman akan
mengakibatkan kegiatan produksi terganggu, serta ketiadaan inspeksi mengakibatkan
substandard finished goods. (Suryandi, 2011, hal. 6-7)