Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN BATU EMPEDU

DISUSUN OLEH :

NAMA : ANITA BAHAR

NIM : ( 019.01.3621 )

SEMESTER : V ( LIMA ) KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES ) MATARAM

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN
PENYAKIT KOLELITIASIS ( BATU EMPEDU )
A. DEFINISI
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi
kandung empedu. (Doenges, Marilynn, E)
Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu empedu
memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. (Smeltzer, Suzanne, C. 2001)
Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk dalam kandung
empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu (Brunner & Suddarth, 2001).
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu kolesterol,
bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid (Price & Wilson, 2005).

B.     ETIOLOGI
Batu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat, atau campuran,
disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu. Batu empedu dapat terjdi pada duktus
koledukus, duktus hepatika, dan duktus pankreas. Kristal dapat juga terbentuk pada submukosa
kandung empedu menyebabkan penyebaran inflamasi. Sering diderita pada usia di atas 40
tahun, banyak terjadi pada wanita. (Doenges, Marilynn, E)

C.    MANIFESTASI KLINIS


1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan
bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien
rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier
semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi,
bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah
kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang
mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan
menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa
kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan
gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap.
Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya
pekat yang disebut “Clay-colored ”
4. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut
lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K
dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
D. PATHWAY
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping
itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini
akan membrikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam
harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan
ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan.
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi
tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan
media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat
dilihat pada sat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang
fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula
dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan
memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002)
5. Pemeriksaan Darah
 Kenaikan serum kolesterol
 Kenaikan fosfolipid
 Penurunan ester kolesterol
 Kenaikan protrombin serum time
 Kenaikan bilirubin total, transaminase
 Penurunan urobilirubin
 Peningkatan sel darah putih
 Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama
F.     PENATALAKSANAAN
1) Penatalaksanaan non bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
80% dari pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat,
cairan infus, pengisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Diit yang dianjurkan
adalah tinggi protein dan karbohidrat.
b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodial, chenofalk).
Fungsinya untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya dan tidak
desaturasi getah empedu.
c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pengangkatan batu empedu : menginfuskan bahan pelarut (monooktanoin atau
metil tertier butil eter (MTBE) ke dalam kandung empedu.
d. Pengangkatan non bedah : dengan lewat saluran T-tube dan dengan alat jaring untuk
memegang dan menarik keluar batuyang terjepit dalam duktus koleduktus.
e. Extracorporal shock-wave lithotripsy (ESWL) : gelombang kejut berulang yang
diarahkan kepada batu empedu yang gelombangnya dihasilkan dalam media cairan
oleh percikan listrik.
f. Efek samping : petekia kulit dan hematuria mikroskopis
2) Penatalaksanaan bedah
a. Kolesistektomi : paling sering digunakan atau dilakukan : kandung empedu diangkat
setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.
b. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 cm.
c. Kolesistektomi laparoskopik (endoskopik) : lewat luka insisi kecil melalui dinding
abdomen pada umbilikus.
d. Koledokostomi : insisi lewat duktus koledokus untuk mengeluarkian batu empedu.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN
PENYAKIT KOLELITIASIS ( BATU EMPEDU )

I. PENGKAJIAN
Pengkajian

Aktifitas/Istirahat
- Gejala : Kelemahan
- Tanda : Gelisah

Sirkulasi
- Tanda : Takikardia, berkeringat

Eliminasi
- Gejala : Perubahan warna urine dan feses
- Tanda: Distensi abdomen, Teraba masa pada kuadran kanan atas, Urine gelap,
pekat. Feses warna tanah liat,steatorea.

Makanan / Cairan
- Gejala : Anoreksia,mual.
- Tanda : adanya penurunan berat badan.

Nyeri/Kenyamanan
- Gejala : Nyeri abdomen atas, dapat menyebar kepunggung atau bahu kanan.Kolik
epigastrium tengah sehubungan dengan makan. Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya
memuncak dalam 30 menit.
- Tanda : Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas

Keamanan
- Tanda : Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).
Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).
- Penyuluhan/Pembelejaran
- Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.
- Adanya kehamilan / melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias
darah.
- Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.
- Rencana pemulangan: Memerlukan dukungan dalam perubahan diet/penurunan
berat badan.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri Akut b/d agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
pemasukan nutrisi, faktor biologis
3. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, terpasangnya alat invasif.
4. Kurang perawatan diri b/d kelemahan
III. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
injuri fisik Asuhan keperawatan      Kaji tingkat nyeri secara komprehensif
…. jam tingkat termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
kenyamanan klien frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
meningkat dg KH:       Observasi  reaksi nonverbal dari ketidak
     Klien melaporkan nyamanan.
nyeri berkurang dg      Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
scala 2-3 mengetahui pengalaman nyeri klien
    Ekspresi wajah sebelumnya.
tenang       Kontrol faktor lingkungan yang
    klien dapat istirahat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
dan tidur pencahayaan, kebisingan.
    v/s       Kurangi faktor presipitasi nyeri.
dbn       Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis)..
      Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
      Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
      Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
      Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
      Cek program pemberian analogetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
      Cek riwayat alergi..
      Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
      Monitor TV
      Berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri muncul.
      Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala
efek samping.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan …  jam klien      Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan tubuh menunjukan status nutrisi      Kaji makanan yang disukai oleh klien.
adekuat dengan KH:       Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi
      BB stabil, terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
      nilai laboratorium terkait      Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan
normal, nutrisinya.
      tingkat energi adekuat,       Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung
      masukan nutrisi adekuat cukup serat untuk mencegah konstipasi.
      Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
      Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
Monitor Nutrisi
      Monitor BB jika  memungkinkan
      Monitor respon klien terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
      Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu klien makan.
      Monitor adanya mual muntah.
      Monitor adanya gangguan dalam input
makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
      Monitor intake nutrisi dan kalori.
      Monitor kadar energi, kelemahan dan
kelelahan.
3 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan asuhan Konrol infeksi :
imunitas tubuh keperawatan … jam tidak        Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
menurun, prosedur terdapat faktor risiko lain.
invasive. infeksi dan dg KH:        Batasi pengunjung bila perlu.
      Tdk ada tanda-tanda        Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci
infeksi tangan saat berkunjung dan sesudahnya.
      AL normal        Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci
      V/S dbn tangan.
       Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
       Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat
pelindung.
       Pertahankan lingkungan yang aseptik selama
pemasangan alat.
       Lakukan dresing infus dan dan kateter setiap
hari  Sesuai indikasi
        Tingkatkan intake nutrisi dan cairan

       berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


       Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal.
       Monitor hitung granulosit dan WBC.

       Monitor kerentanan terhadap infeksi..

       Pertahankan teknik aseptik untuk setiap


tindakan.
       Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap
kemerahan, panas.
       Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip
jika perlu
       Dorong istirahat yang cukup.

       Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

       Instruksikan klien untuk minum antibiotik


sesuai program.
       Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan
gejala infeksi.
       Laporkan kecurigaan infeksi.

4 Sindrom defisit self Setelah dilakukan Self Care Assistence


care b.d kelemahan askep ......  jam ADLs      Bantu ADL klien selagi klien belum mampu
terpenuhi dg KH: mandiri
      Klien bersih, tidak bau       Pahami semua kebutuhan ADL klien
      Kebutuhan sehari-hari      Pahami bahasa-bahasa atau pengungkapan non
terpenuhi verbal klien akan kebutuhan ADL
      Libatkan klien dalam pemenuhan ADLnya
      Libatkan orang yang berarti dan layanan
pendukung bila dibutuhkan
      Gunakan sumber-sumber atau fasilitas yang
ada untuk mendukung self care
      Ajari klien untuk melakukan self care secara
bertahap
      Ajarkan penggunaan modalitas terapi dan
bantuan mobilisasi secara aman (lakukan
supervisi agar keamnanannya terjamin)
      Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan
self care di RS
      Beri reinforcement atas upaya dan
keberhasilan dalam melakukan self care

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta : EGC

Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC. Jakarta.

Smeltzer, & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Kedokteran EGC

Smeltzer, & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Kedokteran EGC

Wilkins, Williams. 2011. Nursing : Menafsirkan Tanda-tanda dan Gejala Penyakit. Pt. Indeks.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai