Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT karena telah dapat menyusun
modul pratikum Keperawatan Kritis. Buku ini disusun sebagai pedoman bagi mahasiswa
dalam menjalankan proses pembelajaran praktik laboraorium untuk melaksanakan kegiatan
praktik secara prosedural dan disesuaikan dengan pokok bahasan mata kuliah Keperawatan
Kritis yang dianjurkan pada mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan.
Buku ini disusun atas kerjasama tim pengajar mata kuliah Keperawatan Kritis, oleh
kerena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang turut membantu
penyelesaian buku ini. Buku ini tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran serta masukan dari bebagai pihak agar buku
ini menjadi sempurna. Semoga buku ini dpat bermanfaat dan dapat menambah wawasan
kemilmuan pembaca dalam praktik Keperawatan Kritis secara prosedural di laboratorium.
Terima kasih
Tim Penyususun
BAB III
MATERI PEMBELAJARAN PRATIKUM
PEMASANGAN INFUS
A. Jenis Kompetensi
Pemasangan infus
B. Capaian pembelajaran
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan pemasangan infus sesuai SOP
C. Konsep teori
Pengertian pemasangan infus
Pemasangan infus adalah memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh
darah vena dalam jumlah banyak dan waktu yang lama, dengan menggunakan alat
infus set. Pemasangan infus adalah teknik penusukan atau pemasukan jarum atau
kateter infus (Abocath) melalui transkutan dengan stilet tajam, berbentuk kaku dan
steril yang disambungkan dengan spuit (Tim Penulis Poltekkes Kemenkes Maluku,
2011).
Pemasangan infus merupakan tindakan invasif karena meliputi fungsi vena. Fungsi
vena adalah tekhnik yang mencakup penusukan vena melalui transkutan dengan suatu
jarum atau stilet tajam yang kaku, seperti angiokateter, atau dengan jarum yang
disambungkan pada spuit. Penggunaan utama tekhnik ini adalah untuk memulai dan
mempertahankan terapi cairan intravena (Potter & Perry, 2005).
D. Tujuan Tindakan
Tujuan pemasangan infuse (Rhoad, J, & Bonnie,J.,M, 2008) :
- Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,
vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan melalui oral.
- Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit.
- Memperbaiki keseimbangan asam dan basa.
- Memberikan transfusi darah.
- Menyediakan medium untuk pemberian obat intravena.
- Membantu pemberian nutrisi secara parenteral.
E. Indikasi tindakan
1. Kondisi emergency (misalnya ketika tindakan RJP), yg memungkinkan untuk
pemberian obat secara langsung ke dalam pembuluh darah Intra Vena
2. Untuk dapat memberikan respon yg cepat terhadap pemberian obat (seperti
furosemid, digoxin)
3. Pasien yg mendapat terapi obat dalam jumlah dosis besar secara terus-menerus
melalui pembuluh darah Intra vena
4. Pasien yg membutuhkan pencegahan gangguan cairan & elektrolit
5. Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kepentingan dgn
injeksi intramuskuler.
6. Pasien yg mendapatkan tranfusi darah
7. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (contohnya pada
operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk
persiapan seandainya berlangsung syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
8. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yg tidak stabil, contohnya syok (meneror
nyawa) & risiko dehidrasi (kekurangan cairan), sebelum pembuluh darah kolaps
(tak teraba), maka tak mampu dipasang pemasangan infus.
F. Kontra indikasi tindakan
1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi dilokasi pemasangan infus.
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, Karena lokasi ini akan digunakan
untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialysis
(cuci darah).
3. Obat-obatan yang berpotensi iritasi terhadap pembuluh vena kecil yang aliran
darahnya lambat(misalnya pembuluh vean di tungkai dan kaki)
4. Vena yang sklerotik atau bertrombus.
5. Lengan yang mengalami luka bakar atau juga mengalami masktektomi.
G. Prinsip tindakan
1. Pada anak/paediatrik
Karena vena klien sangat rapuh hindari tempat-tempat yang mudah
digerakkan/digeser dan gunakan alt pelindung sesuai kebutuhan.
2. Pada lansia
- Pada lansia sedapat mengkin gunakan kateter/jarum dengan ukuran paling
kecil (24- 26). Ukuran kecil mengurangi trauma pada vena dan
memungkinkan aliran kecil mengurangi trauma pada vena dan
memungkinnkan aliran darah lebih lancer.
- Kestabilan vena menjadi hilang dan vena akan bergeser dari jarum.
- Penggunaan sudut 5-15℃ saat memasukkan jarum.
H. Tahapan kerja/ prosedur kerja
Fase Prainteraksi :
1. Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat
Fase orientasi :
1. Beri salam, panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
Fase kerja :
1. Anjurkan pasien memakai baju yang mudah untuk masuk dan keluarnya lengan.
2. Buka set steril dengan teknik aseptik.
3. Cek cairan dengan menggunakan prinsip 6 benar dalam pemberian obat.
4. Buka set infus, letakkan klem 2-4 cm di bawah tabung drip dalam keadaan off /
terkunci
5. Buka tutup botol, lakukan desinfeksi tutup botol cairan, dan tusukkan set infus ke
botol / kantong cairan dengan benar.
6. Gantungkan botol cairan infus pada tiang infus, isi tabung drip infus ⅓-½ penuh.
7. Buka penutup jarum dan buka klem untuk mengalirkan cairan sampai ke ujung
jarum hingga tidak ada udara dalam selang, klem kembali, dan tutup kembali
jarum.
8. Pilih jarum intravena / abbocath.
9. Atur posisi pasien dan pilih vena.
10. Pasang perlak dan pengalas
11. Bebaskan daerah yang akan diinsersi, letakkan tourniquet 10-15 cm proksimal
tempat insersi.
12. Pakai handschoon
13. Bersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari dalam ke luar).
14. Pertahankan vena pada posisi stabil
15. Pegang IV kateter (abbocath) dengan sudut 20-30º, tusuk vena dengan lubang
jarum menghadap ke atas, dan pastikan IV kateter masuk intavena dengan tanda
darah masuk ke abbocath, kemudian tarik mandrin ± 0.5 cm
16. Masukkan IV kateter secara perlahan, tarik mandrin, dan sambungkan IV kateter
dengan selang infus
17. Lepas tourniquet, kemudian alirkan cairan infus
18. Lakukan fiksasi IV kateter, kemudian beri desinfektan daerah tusukan dan tutup
dengan kasa
19. Atur tetesan sesuai program
20. Lepaskan sarung tangan
Fase terminasi
1. Evaluasi hasil / respon klien
2. Dokumentasikan hasilnya
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan, membereskan alat-alat
5. Cuci tangan
I. Hal-hal yang perlu diperhatikan
Sebelum pemberian obat:
1. Pastikan bahwa obat sesuai dengan standar medik.
2. Larutkan obat sesuai indikasi. Banyak obat yang dapat mengiritasi vena dan
memerlukan pengeceran yang sesuai.
3. Pastikan kecepatan pemberiannya dengan benar.
4. Jika akan memberikan obat melalui selang infus yang sama, akan lebih baik jika
dilakukan pembilasan teriebih dahulu dengan cairan fisiologis (Na Cl 0,9 %).
5. Kaji kondisi pasien dan toleransinya terhadap obat yang diberikan.
6. Kaji kepatenan jalan infus dengan mengetahut keberadaan dari aliran darah.
a. Perlahankan kecepatan infus.
b. Lakukan aspirasi dengan jarum suntik sebelum memasukkan obat.
c. Tekan selang infus secara perlahan.
7. Perhatikan waktu pemasangan infus. Ganti tempat pemasangan infus apabila
terdapat tanda-tanda komplikasi (misalnya: plebitis, ektravasasi, dll)
8. Perhatikan respon pasien terhadap obat.
9. Adakah efek samping mayor yang timbul (anaphilaksis, respiratory distress,
takhikardi, bradikardi, atau kejang)
10. Adakah efek samping minor yang timbul (mual, pucat, kulit kemerahan, atau
bingung)
11. Hentikan pengobatan dan konsultasikan ke dokter apabila terjadi hal-hal tersebut.
J. Evaluasi tindakan
TERAPI INTRA VENA
A. Jenis Kompetensi
Terapi intra vena
B. Capaian pembelajaran
1. Mahasiswa mampu menyiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan terapi intra vena sesuai SOP
C. Konsep teori
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan
cairan,elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui
intravena. Terapi intravena digunakan untuk mengoreksi berbagai kondisi pasien,
terutama dalam hal pemasukan peroral tidak adekuat, ketidakseimbangan
elektrolit, kurangnya nutrient tubuh, untuk medikasi secara IV dan untuk
memasukkan produk darah. Selain itu terapi intravena diberikan untuk
memperbaiki atau mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada
penyakit akut dan kronis dan juga digunakan untuk pemberian obat intravena.
D. Tujuan Tindakan
- Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh.
- Memberikan obat-obatan dan kernoterapi.
- Transfusi darah dan produk darah.
- Memberikan nutrisi parenteral dan suptemen nutrisi.
E. Indikasi tindakan
- Keadaan emergency (misal pada tindakan RJP), yang memungkinkan
pemberian obat langsung ke dalam IV
- Keadaan ingin mendapatkan respon yang cepat terhadap pemberian obat
- Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar secara terus-menerus
melalui IV
- Klien yang mendapat terapi obat yang tidak bisa diberikan melalui oral atau
intramuskuler
- Klien yang membutuhkan koreksi/pencegahan gangguan cairan dan elektrolit
- Klien yang sakit akut atau kronis yang membutuhkan terapi cairan
- Klien yang mendapatkan tranfusi darah
- Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada
operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk
persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
- Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko
dehidrasi(kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum
pembuluh darah kolaps(tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur
infus.
F. Kontra indikasi tindakan
- Daerah yang memiliki tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau thrombosis
- Daerah yang berwarna merah, kenyal, bengkak dan hangat saat disentuh
- Vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di bawah area flebitis
- Vena yang sklerotik atau bertrombus
- Lengan dengan pirai arteriovena atau fistula
- Lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, atau kerusakan kulit
- Lengan pada sisi yang mengalami mastektomi (aliran balik vena terganggu)
- Lengan yang mengalami luka bakar
G. Prinsip tindakan
Pediatrik
- Karena vena klien sangat rapuh, hindari tempat-tempat yang mudah
digerakkan atau digeser dan gunakan alat pelindung sesuai kebutuhan (pasang
spalk kalau perlu).
- Pilih aktivitas sesuai usia yang sesuai dengan pemeliharaan infus IV
- Vena-vena kulit kepala sangat mudah pecah dan memerlukan perlindunga agar
tidak mudah mengalami infiltrasi (biasanya digunakan untuk neonatus dan
bayi).
- Selalu memilih tempat penusukan yang akan menimbulkan pembatasan yang
minimal
- Kebanyakan klien pediatrik biasanya menggunakan kateter/jarum ukuran 22
G-24 G
Gerontik
- Pada klien lansia, sedapat mungkin gunakan kateter/jarum dengan ukuran
paling kecil(24-26). Ukuran kecil mengurangi trauma pada vena dan
memungkinkan aliran darah lebih lancar sehingga hemodilusi cairan intravena
atau obat-obatan akan meningkat
- Hindari bagian punggung tangan atau lengan lansia yang dominan untuk
tempat pungsi,karena akan mengganggu kemandirian lansia
- Apabila kulit dan vena lansia rapuh, gunakan tekanan torniket yang minimal
- Kestabilan vena menjadi hilang dan vena akan bergeser dari jarum (jaringan
subkutanlansia hilang). Untuk menstabilkan vena, pasang traksi pada kulit di
bawah tempat insersi
- Penggunaan sudut 15° saat memasukkan jarum akan sangat bermanfaat karena
vena lansia lebih superficial
- Pada lansia yang memiliki kulit yang rapuh, cegah terjadinya perobekan kulit
dengan meminimalkan jumlah pemakaian plester.
H. Tahapan kerja/ prosedur kerja
Fase prainteraksi
- Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
- Cuci tangan.
- Dekatkan alat
Fase orientasi
- Beri salam
- Jelaskan pada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan dirasakan selama
pemasangan infuse
Fase kerja
- Cuci tangan
- Evaluasi perasaan pasien
- Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi keperawatan.
I. Hal-hal yang perlu diperhatikan
J. Evaluasi tindakan
PEREKAMAN EKG DAN INTREPRETASI SEDERHANA
A. Jenis Kompetensi
Pemasangan EKG
B. Capaian pembelajaran
1. Mahasiswa mampu menyiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan perekaman EKG dan interpretasi
sederhana sesuai SOP
C. Konsep teori
Menurut (Armiyati, 2016: 161) EKG atau elektrokardiogram adalah suatu representasi
dari potensial listrik otot jantung yang didapat melalui serangkaian pemeriksaan
menggunakan sebuah alat bernama elektrokardiograf.
Elektrokardiograf adalah alat medis yang digunakan untuk merekam beda potensial
bioelektrik di permukaan kulit yang dibangkitkan jantung dengan memasang
elektroda rekam (Ag/AgCl) pada tempat tertentu di permukaan tubuh. (Haryosuprobo
dkk, 2016: vol 15, 150).
Tindakan perekaman EKG merupakan suatu tindakan merekam aktivitas listrik
melalui elektrode yang ditempatkan pada titik-titik tertentu pada ektremitas dan dada,
yang kemudian akan direkam oleh sebuah mesin EKG. Elektrode dapat berupa
piringan, lempengan metal, atau cups penghisap. Perekaman EKG 12 lead
memberikan gambaran yang lebih lengkap daripada sebuah strip irama. Perekaman
EKG merupakan salah satu pemeriksaan diagnostik penunjang yang penting untuk
mendiagnosis berbagai kelainan pada jantung.
D. Tujuan Tindakan
- Mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung dan otot jantung
- Mengetahui pengaruh/efek obat-obat jantung
- Mengetahui adanya ganguan-gangguan elektrolit
- Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium dan ventrikel
- Menilai fungsi pacu jantung.
E. Indikasi tindakan
1. Klien dengan riwayat gangguan jantung
2. Menegakkan dignosa adanya kelainan jantung
3. Klien dengan kelainan miokard seperti infark
4. Klien dengan pengaruh obat-obat jantung terutama digitalis
5. Klien dengan gangguan elektrolit
6. Klien pericarditis
7. Klien di ruang ICU
F. Kontra indikasi tindakan
1. Klien dengan efusi pleura
2. Klien dengan efusi pericardial
3. Klien dengan emfisema paru
G. Prinsip tindakan
Prinsip kerja EKG adalah merekam signal elektrik yang berkaitan dengan aktivitas
jantung dan menghasilkan grafik rekaman tegangan listrik terhadap waktu.
H. Tahapan kerja/ prosedur kerja
1. Ganti baju pasien dengan baju tindakan atau buka pakaian bagian atas
2. Bersihkan daerah yang akan dipasang sadapan dan berikan jelly EKG.
3. Pasang sadapan ekstrimitas sesuai warnanya atau kode yang terdapat pada mesin
perekam.
a. Putih/ RA di lengan kanan
b. Hitam/ LA di lengan kiri
c. Merah/ LL di kaki kiri
d. Hijau/ RL di kaki kanan
4. Pasang sadapan precordial sesuai warnanya atau kode yang terdapat pada mesin
perekam. hasil perekaman akan memunculkan gambaran EKG sesuai sadapannya
(V1-V6).
a. Merah/ V1 di sela tulang iga ke 4 samping kanan garis sterna
b. Kuning/ V2 di sela tulang iga ke 4 samping kiri garis sterna
c. Hijau/ V3 di titik tengah antara V2 dan V4
d. Ungu/ V4 di sela tulang iga kiri ke 5 lurus dengan pertengahan klavikula.
e. Coklat/ V5 garis ketiak/ aksilla depan sejajar dengan V4
f. Hitam / V6 garis ketiak/ aksilla tengah sejajar dengan V
A. Jenis Kompetensi
Nebulisasi
B. Capaian pembelajaran
1. Mahasiswa mampu menyiapakan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan nebulisasi sesuail SOP
C. Konsep teori
Nebulizer adalah alat yang dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi
aerosol secara terus- menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan
atau gelombang ultrasonik
Nebulisasi adalah pemberian inhalasi uap dengan obat / tanpa obat menggunakan
nebulator.
Terapi inhalasi adalah pemberian obat yang dilakukan secara hirupan/inhalasi dalam
bentuk aerosol ke dalam saluran napas. Terapi inhalasi masih menjadi pilihan utama
pemberian obat yang bekerja langsung pada saluran napas terutama pada kasus asma
dan PPOK.
D. Tujuan Tindakan
- Mengencerkan sekret agar mudah dikeluarkan
- Melonggarkan jalan napas
E. Indikasi tindakan
F. Kontra indikasi tindakan
G. Prinsip tindakan
Prinsip alat nebulizer adalah mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol
sehingga dapat dihirup penderita dengan menggunakan mouthpiece atau masker.
H. Tahapan kerja/ prosedur kerja
Tahap pra interaksi :
1. Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat
Tahap orientasi :
1. Beri salam, panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
Tahap kerja :
1. Jaga privacy klien
2. Atur klien dalam posisi duduk
3. Tempatkan meja / troli yang berisi set nebulisasi di depan pasien
4. Pastikan alat dapat berfungsi dengan baik
5. Isi nebulator dengan aquades sesuai takaran
6. Masukkan obat sesuai dosis
7. Pasang masker menutupi hidung dan mulut klien
8. Hidupkan nebulator dan minta klien napas dalam sampai obat habis.
9. Bersihkan mulut dan hidung dengan tisu.
Tahap terminasi :
1. Evaluasi hasil / respon klien
2. Dokumentasikan hasilnya
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan, membereskan alat-alat
5. Cuci tangan
I. Hal-hal yang perlu diperhatikan
J. Evaluasi tindakan
FISIOTERAPI DADA
A. Jenis Kompetensi
Fisioterapi dada
B. Capaian pembelajaran
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan fisioterapi dada sesuai SOP
C. Konsep teori
Fisioterapi dada adalah tindakan untuk melepaskan sekret dari saluran pernapasan
bagian bawah. Fisioterapi dada terdiri dari :
1. Perkusi atau clapping yaitu tepukan tangan membentuk mangkuk kepunggung
klien.
2. Vibrasi yaitu tindakan penggetaran dengan kekuatan tangan untuk pengeluaran
skret.
3. Postural drainage yaitu pengaturan posisi untuk mengalirkan sekret jalan napas
segmen paru dengan pengaruh gravitasi.
D. Tujuan Tindakan
- Membebaskan jalan napas dari akumulasi sekret
- Mengurangi sesak napas akibat akumulasi secret
- Memfasilitasi pembersihan jalan nafas dari sekresi yang tidak dapat dikeluarkan
melalui batuk efektif
- Mengeluarkan sekret di jalan nafas
- Meningkatkan pertukaran udara yang adekuat
- Mengurangi pernafasan dangkal
- Membantu batuk lebih efektif
- Menurunkan frekwensi pernafasan dan meningkatkan ventilasi dan pertukaran
udara
- Mengembalikan dan memelihata fungsi otot-otot pernafasan
E. Indikasi tindakan
F. Kontra indikasi tindakan
G. Prinsip tindakan
Fisioterapi dada adalah tindakan untuk membersihkan jalan nafas dengan mencegah
akumulasi sekresi paru. Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan dengan cara postural drainase, clapping/perkusi, dan vibrating pada pasien
dengan gangguan sistem pernafasan
H. Tahapan kerja/ prosedur kerja
Tahap pra interaksi :
1. Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat
Tahap orientasi :
1. Beri salam, panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
Tahap kerja :
1. Siapkan klien dengan menjaga privacy dari pandangan dan pendengaran, karena
batuk dan sekret dapat mempersulit klien dan gangguan lain
2. Lakukan auskultasi untuk mengetahui letak sekret
3. Atur posisi klien pada posisi yang tepat untuk postural drainage (sesuai letak
sekret)
4. Mulai melakukan tindakan postural drainage
5. Pengaliran dari lobus atas, lobus atas terdiri dari tiga segmen apikal/segmen paling
atas dan segmen posterior, anterior dibawahnya.
a) Untuk mengalirkan segmen apikal lobus atas, tempatkan klien terlentang
pada sudut 30 derajat. Perkusi dan vibrasi antara clavicula dan atas scapula
b) Untuk mengalirkan segmen posterior lobus atas, tempatkan klien duduk
diatas kursi/tempat tidur dengan kepala sedikit kedepan. Perkusi dan
vibrasi daerah antara clavicula dan scapula.
c) Untuk mengalirkan segmen anterior lobus atas, tempatkan klien terlentang
dipermukaan tempat tidur dengan bantal di bawah lutut untuk fleksi,
perkusi dan vibrasi dada atas dan dibawah scapula, dibawah garis susu,
kecuali perempuan. Payudara perempuan tidak diperkusi karena dapat
menyebabkan nyeri. Pengaliran lobus tengah kanan dan daerah bawah
lobus atas kiri; lobus tengah kanan mempunyai dua segmen lateral dan
medial, daerah bawah lobus atas kiri, disebut lobus lingula, mempunyai
dua segmen superior dan anterior.
d) Untuk mengalirkan dari segmen lateral dan medial, miringkan kaki dari
tempat tidur + 15º/40 cm, dan tempatkan klien terlentang pada sisi kiri.
Bantu klien untuk sedikit memiringkan punggung (+ ¼ putaran),
tempatkan bantal dipunggung mulai pundak sampai pinggul. Jika
perempuan, letakkan tangan miring didepan axila, dengan melengkung
didepan bawah payudara untuk perkusi dan vibrasi.
e) Untuk mengalirkan segmen lingular kiri, miringkan kaki dari tempat tidur
+ 15º/40 cm, dan letakkan klien terlentang pada sisi kanan. Lakukan
perkusi dan vibrasi seperti tindakan nomor 6.
6. Pengaliran lobus bawah; lobus bawah mempunyai empat segmen: segmen
superior, lateral basal, anterior basal dan posterior basal.
a) Untuk mengalirkan segmen superior, tempatkan klien tengkurap di
permukaan tempat tidur dan letakkan dua bantal dibawah pinggul. Perkusi
dan vibrasi daerah tengah dada (dibawah scapula) pada kedua sisi spinal.
b) Untuk mengalirkan segmen anterior basal, tempatkan klien terlentang pada
sisi yang tidak efektif dengan kedua tangan di atas kepala. Miringkan kaki
dari tempat tidur 30º/40 cm atau setinggi kemampuan klien. Letakkan
bantal antara kedua lutut, perkusi dan vibrasi sisi yang mempengaruhi
dada diatas iga bawah, dibawah axila.
c) Untuk mengalirkan segmen lateral basal, tempatkan klien miring
sebagaian pada sisi yang tidak dipengaruhi dan sebagaian pada abdomen.
Miringkan kaki dari tempat tidur 30º/40 cm atau miringkan pinggul klien
dengan bantal. Perkusi dan vibrasi sisi paling atas dari iga bawah.
d) Untuk mengalirkan segmen posterior basal, tempatkan klien pada posisi
prone. Miringkan kaki dari tempat tidur + 45 cm dan miringkan pinggul
klien dengan dua atau tiga bantal untuk menghasilkan posisi jack-knife
dari lutut sampai bahu. Perkusi dan vibrasi diatas iga bawah pada kedua
sisi, tapi tidak langsung di atas spina dan ginjal.
7. Lakukan perkusi/clapping dengan cara tangan perawat membentuk mangkuk dan
menepuk punggung klien secara bergantian. Pastikan daerah yang diperkusi
ditutup baju/handuk, karena perkusi langsung ke kulit dapat menyebabkan
ketidaknyamanan.
8. Anjurkan klien melakukan ekshalasi, pada saat bersaman perawat melakukan
vibrasi.
9. Dorong klien untuk batuk efektif dan mengeluarkan sekret kedalam tempat
sputum.
10. Bersihkan mulut jika sudah selesai.
11. Lakukan auskultasi paru dan bandingkan ke data dasar
12. Observasi jumlah, warna dan karakteristik sekret.
Tahap terminasi :
1. Evaluasi hasil / respon klien
2. Dokumentasikan hasilnya
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan, membereskan alat-alat
5. Cuci tangan
I. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Drainase postural harus dihindari pada klien yang tidak mampu berbaring datar
(misal klien yang mengalami peningkatan tekanan intrkranial atau klien dengan
gawat napas ekstrem).
2. Lama waktu terapi atau derajat peninggian kepala harus diubah sesuai toleransi
klien.
3. Terapi yang dilakukan terutama sebelum makan dan saat tidur, akan membuka
jalan nafas sehingga memudahkan pernafasan selama makan dan malam hari.
4. Jangan melakukan perkusi atau vibrasi di atas area iritasi atau kerusakan
kulit,jaringan lunak, tulang belakang, atau dibagian manapun yang terasa nyeri.
5. Kecepatan dari pelaksanaan perkusi.
6. Hati-hati pada daerah dada.
7. Hati-hati pada gadis remaja dengan jaringan pertumbuhan buah dada
8. Saat melakukan vibrasi perhatikan gerakan normal pergerakan dada
9. Saat melakukan tindakan perhatikan keadaan umum pasien, apakah mengalami
sesak nafas atau sianosis.
10. Perkusi dilakukan pada lansia karena peningkatan insiden osteoporosis dan resiko
fraktur iga.
11. Tindakan dihentikan jika terjadi gejala-gejala merugikan : nyeri meningkat, nafas
pendek meningkat, kelemahan, kepala pening, atau hemoptisis.
J. Evaluasi tindakan
POSTUIRAL DRAINAGE
A. Jenis Kompetensi
Postural drainage
B. Capaian pembelajaran
1. Mahasiswa mampu menyiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan postuiral drainage sesuai SOP
C. Konsep teori
Suatu bentuk pengaturan posisi pasien untuk membantu pengaliran mucus sehingga
mucus akan berpindah dari segmen kecil ke segmen besar dengan bantuan gravitasi
dan akan memudahkan mucus di ekspectorasikan dengan bantuan batuk.
Dalam pelaksanaannya postural drainage ini selalu disertai dengan tapotement atau
tepukan dengan tujuan untuk melepaskan mucus dari dinding saluran napas dan untuk
merangsang timbulnya reflek batuk, sehinggga dengan reflek batuk mucus akan lebih
mudah dikeluarkan. Jika saluran napas bersih maka pernapasan akan menjadi normal
dan ventilasi menjadi lebih baik. Jika saluran napas bersih dan ventilasi baik maka
frekuensi batuk akan menurun. (Dhaenkpedro,2010).
Postural drainge adalah posisi teraputik pada pasien untuk memungkinkan sekresi
paru-paru mengalir berdasarkan gravitasi kedalam brokus mayor dan trakea. Postural
drainage menggunakan posisi khusus untuk mengalirkan sekresi dengan menggunaka
pengaruh gravitasi, tindakan postural drainage dilakukan 2-3 kali perhari tergantung
seberapa banyak penumpukan yang terjado. Waktu terbaik melakukan tindakan
postural drainage adalah sebelum sarapan, sebelum makan siang, sore hari atau
sebelum tidur, penting diingat agar tindakan tersebut tidak dilakukan pada pasien
selesai makan karena dapat merangsang muntah (Somantri,2008 dalam Febrina,2015)
Drainage postural adalah tindakan dengan menempatkan pasien dalam berbagai posisi
untuk mengalirkan sekret di saluran pernapasan. Tindakan ini di ikuti dengan
melakukan clapping dan juga vibrasi.
D. Tujuan Tindakan
- Untuk mengeluarkan sekret yang terdapat dalam saluran pernapasan
- Untuk mencegah akumulasi sekret agar tidak terjadi atelektasis
- Mencegah dan mengeluarkan sekret
E. Indikasi tindakan
- Pasien yang memakai ventilator
- Pasien yang melakukan tirah baring lama
- Pasien yang produksi sputum meningkat
- Pasien dengan batuk yang tidak efektif
- Pasien dengan atelaksis
- Pasien dengan abses paru
- Pasien dengan pneumonia
F. Kontra indikasi tindakan
- Pasien gagal jantung
- Pasien dengan status asmatikus, renjatan dan perdarahan masif
- Infeksi paru berat
- Patah tulang atau bekas operasi
- Tumor paru yang mungkin adanya keganasan serta adanya kejang rangsang.
G. Prinsip tindakan
H. Tahapan kerja/ prosedur kerja
- Persiapkan pasien
1. Longgarkan seluruh pakaian pasien terutama pada daerah leher dan pinggang
1. Identifikasi pasien yang jelas untuk memastikan pasien yang memperoleh obat
2. Terangkan cara pengobatan kepada pasien
3. Posisi pasien tidur dengan senyaman mungkin
4. Periksa nadi dan tekanan darah
5. Periksa apakah pasien memiliki reflek batuk
- Persiapan lingkungan
1. Atur pencahayaan
2. Tutup tirai untuk menjaga privasi klien
- Pelasanaan
1. Terapis harus didepan pasien untuk melihat perubahan ketika dilakukan
tindakan
2. Pilih area yang tersumbat untuk dilakukan tindakan berdasarkan pengkajian
3. Baringkan pasien dalam posisi mendrainase area tersumbat
4. Minta klien untuk mempertahankan posisi selama 10-15 menit
5. Selama 10-15 menit drainase pada posisi ini, lakukan perkusi dada, dan
berikan vibrasi
6. Setelah itu minta klien untuk duduk dan batuk
7. Berikan tissue untuk membersihkan sputum
8. Minta klien untuk istrirahat terlebih dahulu bila perlu
9. Berikan minum
10. Ulangi langkah yang sudah dilakukan tidak lebih dari 30-60 menit
11. Ulangi pengkajian dada pada semua bidang paru
12. Cucui tangan
13. Dokumentasikan
14. Apabila sputum belum keluar ulangi tindakan yang sudah dilakukan
15. Tindakan ini dilakukan 2 kali sehari
16. Dilakukan sebelim makan pagi dan malam atau 1 s/d 2 jam sesudah makan
I. Hal-hal yang perlu diperhatikan
J. Evaluasi tindakan
SUCTION
A. Jenis Kompetensi
Suction
B. Capaian pembelajaran
1. Mahasiswa mampu menyiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan suntion sesuai SOP
C. Konsep teori
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan
nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat
dengan cara mengeluarkan sekret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya
sendiri.Tindakan suctioning merupakan suatu prosedur penghisapan lendir yang
dilakukan dengan memasukkan selang catheter suction melalui selang
endotracheal. Suction merupakan suatu cara untuk mengeluarkan secret dari
saluran napas dengan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui hidung atau
rongga mulut ke dalam pharyng atau trackea.
Suctioning adalah tindakan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan
mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri
dengan memasukkan catheter suction ke endotracheal tube atau saluran
pernapasan sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang
adekuat.
D. Tujuan Tindakan
A. Jenis Kompetensi
Perawatan tracheastomy
B. Capaian Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu menyiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan perawatan tracheostomy sesuai
SOP
C. Konsep Teori
Pengertian Trakeostomi adalah prosedur pembedahan dengan memasang slang
melalui sebuah lubang ke dalam trakea untuk mengatasi obstruksi jalan nafas bagian
atas atau mempertahankan jalan nafas dengan cara menghisap lendir, atau untuk
penggunaan ventilasi mekanik yang kontinu. (Marelli, 2008).
Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang ke dalam trakea. Ketika selang
indweling dimasukkan ke dalam trakea, maka istilah trakeostomi digunakan (Smeltzer
dan Bare, 2013). Pada awalnya trakeostomi sering dilakukan dengan indikasi
sumbatan jalan napas atas, namun saat ini sejalan dengan kemajuan unit perawatan
intensif, trakeostomi lebih sering dilakukan atas indikasi intubasi lama (prolonged
intubation) dan penggunaan mesin ventilasi dalam jangka waktu lama keputusan
untuk melakukan trakeostomi pada umumnya dapat dilakukan dalam waktu 7 hari
dari intubasi.
D. Tujuan Tindakan
1. Untuk mencegah sumbatan pipa trakeostomi (Pluging)
2. Untuk mencegah infeksi
3. Meningkatkan fungsi pernafasan (ventilasi dan oksigenasi)
4. Bronkial toilet yang efektif
5. Mencegah pipa tercabut
E. Indikasi Tindakan
1. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas
2. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya pada
pasien dalam keadaan koma.
3. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
4. Apabila terdapat benda asing di subglotis
5. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas (misal angina ludwig), epiglotitis
dan lesi vaskuler.
6. Obstruksi laring yang disebabkan oleh:
- Karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika,
laryngitis membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring
- Karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan ganas,
trauma laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise Nerus
Rekurens
- Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna
dan interna, infeksi, tumor.
- Cedera parah pada wajah dan leher e. Setelah pembedahan wajah dan leher
7. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
F. Kontra Indikasi Tindakan
Tidak ada kontra indikasi terutama pada kasus darurat
G. Prinsip Tindakan
H. Tahapan Kerja/ Prosedur Kerja
I. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
J. Evaluasi Tindakan
PERAWATAN WATER SEAL DRAINAGE
A. Jenis Kompetensi
Perawatan water seal drainage
B. Capaian pembelajaran
1. Mahasiswa mampu menyiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan perawatan water seal drainage
sesuai SOP
C. Konsep teori
Perawatan WSD adalah perawatan pasien yang dipasang selang dada.
WSD (Water Seal Drainage) merupakan suatu alat yang dipasang di thorak yang
digunakan untuk mengeluarkan cairan, udara dari rongga dada.
Perawatan Water Seal Drainage (WSD) adalah suatu upaya perawatan yang meliputi
perawatan luka WSD dan perawatan WSD. WSD merupakan suatu tindakan drainase
intrapleural yang digunakan setelah prosedur intrathorakal. Satu atau lebih kateter
dada dipasang dalam rongga pleura dan difiksasi ke dinding dada yang kemudian
disambung ke sistem drainase (suction). Bertujuan untuk mengeluarkan gas, cairan
darah, atau cairan asing yang yang bersifat solid dari rongga dada pleura atau rongga
thoraks dan ruang mediastinum.
D. Tujuan Tindakan
- Mencegah infeksi tempat tusukan
- Mencegah kerusakan kulit sekitar tempat tusukan
E. Indikasi tindakan
1. Hematotoraks
2. Pneumotoraks
Indikasi pemasangan WSD pada pneumotoraks karena trauma tajam atau trauma
tembus toraks :
1. sesak nafas atau gangguan nafas
2. Bila gambaran udara pada foto toraks lebih dari seperempat rongga torak sebelah
luar
3. Bila ada pneumotorak bilateral
4. Bila ada tension pneumotorak setelah dipunksi
5. Bila ada haemotoraks setelah dipunksi
6. Bila pneumotoraks yang tadinya konservatif pada pemantauan selanjutnya ada
perburukan
F. Kontra Indikasi Tindakan
G. Prinsip Tindakan
H. Tahapan Kerja/ Prosedur Kerja
Tahap pra interaksi :
1. Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat
Tahap orientasi :
1. Beri salam, panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
Tahap kerja :
1. Kaji klien :
- Status pulmonal : respirasi, nyeri dada, suara napas pada daerah paru yang
terkena.
- Vital sign dan SpO2
- Tingkat kenyamanan
2. Observasi :
- Balutan selang dada dan sisi sekitar insersi selang. Gunakan handschoon bersih
jika terdapat drainase
- Kekakuan selang, ikatan yang tergantung, atau pembekuan
- Sistem drainase dada tetap tegak lurus dan berada di bawah tingkat insersi selang.
Catat jumlah drainase.
3. Berikan dua hemostat berujung karet atau penjepit yang dianjurkan pada tiap
selang dada, tempelkan pada bagian atas tempat tidur klien dengan pita perekat.
Selang dada hanya dijepit pada waktu kondisi tertentu atas perintah dokter atau
kebijakan keperawatan dan prosedur :
- Untuk mengkaji kebocoran udara
- Untuk mengosongkan dengan cepat atau mengubah sistem sekali pakai
- Jika terdapat putusnya hubungan selang drainase secara tidak sengaja dari alat
pengumpul drainase atau kerusakan alat
- Untuk mengkaji apakah klien siap untuk dilakukan pelepasan selang dada (yang
dilakukan atas perintah dokter).
4. Posisikan klien :
- Posisi semi fowler untuk mengevakuasi udara (pneumothorak)
- Posisi fowler tinggi untuk drainase cairan (hemothorak, efusi)
5. Pastikan hubungan selang antara dada dan selang drainase masih baik dan terikat :
- Tentukan apakah lubang penutup air tidak tersumbat
- Pastikan lubang ruang kontrol pengisap tidak tersumbat ketika menggunakan
pengisap. Sistem tanpa air memiliki katup pelepas tanpa penutup.
6. Hindari kelebihan selang : letakkan selang horisontal berseberangan dengan
tempat tidur atau kursi klien sebelum menjatuhkan secara vertikal ke dalam botol
drainase. Jika klien berada pada kursi dan selang digulung, angkat selama 15
menit untuk meningkatkan drainase.
7. Atur selang tergantung pada garis lurus dari atas alas tidur sampai ruang drainase.
8. Urut dan peras selang hanya jika diindikasikan :
- Selang dada mediastinal paska operasi dimanipulasi jika pengkajian
mengindikasikan adanya obstruksi sekunder akibat adanya bekuan atau debris di
dalam selang.
- Observasi paska operasi dilakukan tiap 15 menit dalam 2 jam pertama. Interval
pengkajian ini kemudian berubah sesuai dengan status klien.
9. Observasi kepatenan selang dada, drainase, fluktuasi, tanda-tanda vital, dan
tingkat kenyamanan.
Tahap terminasi :
1. Evaluasi hasil / respon klien
2. Dokumentasikan hasilnya
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan, membereskan alat-alat
5. Cuci tangan
I. Hal-hal yang perlu diperhatikan
J. Evaluasi tindakan
ANALISA GAS DARAH
A. Jenis Kompetensi
Analisa gas adarah (AGD)
B. Capaian Pemebelajaran
1. Mahasiswa mampu mempersiapakan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan Analisa gas darah sesuai SOP
C. Konsep Teori
Analisa gas darah merupakan suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui
kecukupan oksigensi, ventilasi, dan status asam basa. Asam adalah ion hidrogen atau
donor proton. Suatu cairan dianggap asam apabila mampu menyumbangkan atau
melepas ion H+. Basa adalah ekseptor proton. Suatu cairan dikatan basa apabila
mampu menerima ion H+.
Pada pemeriksaan AGD akan diketahui status: pH, PaO2, PaCO2, SaO2, dan untuk
fungsi yang normal dari semua enzim dan proses metabolisme sel-sel tubuh maka
diperlukan suasana asam basa yang baik. Gangguan pernafasan sedikit saja dapat
menyebabkan retensi CO2 yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan pH darah.
Stabilisasi pH merupakan syarat mutlak untuk menjamin kehidupan dan kemampuan
bertahan hidup. Mekanisme pertahanan tubuh untuk menjaga pH dalam batas aman
meliputi: mekanisme pengendalian pernafasan (paru-paru), mekanisme pengendaliam
ion hidrogen di ginjal dan sistem buffer (penyangga).
D. Tujuan tindakan
- untuk mengukur kadar oksigen, karbon dioksida dan tingkat asam basa (pH) di
dalam darah
- Analisis gas darah umumnya dilakukan untuk memeriksa fungsi organ paru yang
menjadi tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida
E. Indikasi tindakan
1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
2. Pasien deangan edema pulmo
3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
4. Infark miokard
5. Pneumonia
6. Klien syok
7. Post pembedahan coronary arteri baypass
8. Resusitasi cardiac arrest
9. Klien dengan perubahan status respiratori
10. Anestesi yang terlalu lama
F. Kontra indikasi tindakan
1. Denyut arteri tidak terasa
2. Modifikasi Allen tes negatif
3. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah perifer pada
tempat yang akan diperiksa
4. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan dengan antikoagulan
dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif.
G. Prinsip Tindakan
Sampel darah arteri digunakan terutama untuk pemeriksaan analisa gas darah (AGD)
arteri. Sampel dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu pada pasien yang sering
diperiksakan AGD melalui kateter dalam arteri, atau dengan menggunakan spuit
untuk tusukan arteri pada pasien yang hanya butuh satu kali pemeriksaan.
H. Tahapan Kerja/Prosedur Kerja
Tahap Prainteraksi :
1. Eksplorasi diri
2. Baca catatkan keperawatan dan medis
3. Cuci tangan
4. Siapkan alat: spuit insulin/ spuit 3 cc, heparin, kapas alcohol, plester, gunting
plester, karet penutup, kassa steril, perlak, bengkok, container, sarung tangan
bersih,
Tahap Orientasi :
1. Berikan salam dengan menyebut nama pasien
2. Perkanlkan diri
3. Jelaskan tujuan, prosedur, dan kontrak waktu kepada pasien dan keluarga
4. Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya
Tahap Kerja :
1. Jaga privasi pasien
2. Pakai sarung tangan
3. Pasang perlak di area penyuntikan
4. Dekatkan alat-alat ke dekat klien
5. Buka bungkus spuit 3 cc tanpa mengkontaminasi jarumnya, masukkan heparin
(2strip) ke dalam spuit
6. Lakukan palpasi di area penyuntikan untuk mencari arteri:
- Arteri radialis: posisikan lengan dalam posisi abdukssi dengan telapak tangan
menghadap keatas. Bagian bawah pergelangan tangan dapat diganjal bantal kecil
bila perlu
- Arteri brakialis: lengan pasien dalam posisi ekstensi maksimal
7. Bersihkan area penyuntikan dengan kapas alcohol & biarkan kering dengan
gerakan melingkar dari pusat ke tepi, pegang kapas dengan jari lain /letakkan pada
kulit pasien. Oleskan juga kapas alkohol pada ujung jari tangan yang akan
digunakan untuk meraba nadi
8. Lepaskan tutup jarum letakkan pada tempat yang aman
9. Lakukan penusukan pada arteri dengan sudut 450 (arteri brakialis) atau 300 (arteri
radialis) dengan arah jarum menghadap keatas. Pilih arteri yang nadinya teraba
paling kuat
10. Setelah tampak darah pada, maka spuit akan terdorong oleh tekanan darah
(penderita hipotensi: spuit dapat ditarik pelan-pelan)
11. Setelah jumlah darah terpenuhi kemudian cabut jarum dan spuit dari tangan pasien
menggunakan tangan kanan
12. Tangan kiri langsung melakukan penekanan pada area penusukan dengan kassa
steril selam 5-10 menit untuk menghentikan perdarahan
13. Tangan kanan mengatur keluar udara dari spuit dan menusukkan ujung jarum
pada karet penutup yang sudah dipersiapkan (untuk mencegah udara masuk ke
dalam spuit)
14. Spuit yang sudah berisi darah diberi label: nama, No RM, tanggal dan jam
pengambilan darah
15. Letakkan spuit pada container untuk dibawa ke laboratorium
16. Tutup dengan kasa seril dan plester pada tempat tusukan sesudah perdarahannya
berhenti
17. Atur posisi pasien kembali
18. Lepaskan sarung tangan
19. Rapikan alat
Tahap Terminasi :
1. Tanyakan (eksplorasi) perasaan pasien
2. Simpulkan hasil tindakan yang telah dilakukan
3. Berikan reinforcement kepada pasien
4. Akhiri kegiatan dengan mengucapkan salam
5. Lakukan dokumentasi (tanggal, jam, tindakan yang dilakukan, dan respon pasien)
(tanggal, jam, tindakan yang dilakukan, dan respon pasien)
I. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
J. Evaluasi Tindakan
TERAPI OKSIGEN
A. Jenis Kompetensi
Pemasangan oksigen
B. Capaian Pemebelajaran
1. Mahasiswa mampu menyiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan pemasan oksigen sesuai SOP
C. Konsep Teori
Terapi oksigen (O2) merupakan suatu intervensi medis berupa upaya pengobatan
dengan pemberian oksigen (O2) untuk mencegah atau memerbaiki hipoksia jaringan
dan mempertahankan oksigenasi jaringan agar tetap adekuat dengan cara
meningkatkan masukan oksigen (O2) ke dalam sistem respirasi, meningkatkan daya
angkut oksigen (O2) ke dalam sirkulasi dan meningkatkan pelepasan atau ekstraksi
oksigen (O2) ke jaringan.
Dalam penggunaannya sebagai modalitas terapi, oksigen (O2) dikemas dalam tabung
bertekanan tinggi dalam bentuk gas, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan
tidak mudah terbakar. Oksigen (O2) sebagai modalitas terapi dilengkapi dengan
beberapa aksesoris sehingga pemberian terapi oksigen (O2) dapat dilakukan dengan
efektif, di antaranya pengatur tekanan (regulator), sistem perpipaan oksigen (O2)
sentral, meter aliran, alat humidifikasi, alat terapi aerosol dan pipa, kanul, kateter atau
alat pemberian lainnya.
D. Tujuan tindakan
1. Untuk menyediakan dan merawat keamanan jalan udara.
2. Untuk memastikan adanya oksigenasi (oxygenation) dan ventilasi yang adekuat.
3. Untuk menghindari terjadinya aspirasi (aspiration).
4. Untuk melindungi spinal servikal (cervical spine).
E. Indikasi tindakan
1. Hipoksemia, kekurangan oksigen dalam darah
2. Hiperventilasi, peningkatan jumlah O 2 dalam paru-paru sehingga napasny cepat
3. Hipoventilasi, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan O 2
4. Masalah pernapasan seperti asma dan pneumonia
5. Bronchitis
6. Penyakit jantung Kontraindikasi dari oksigenasi:
- Semua klien yang memiliki respon ventilasi oksigen yang tidak baik Komplikasi
dari oksigenasi adalah:
a. Depresi pernapasan
b. Toksisitas oksigen
c. Penyerapan atelektasis
F. Kontra indikasi tindakan
1. Pasien dengan keterbatasan jalan napas yang berat dengan keluhan utama
dispeneu tetapi dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg dan tidak
mempunyai hipoksia kronis.
2. Pasien yang tetap merokok karena kemungkinan prognosis yang buruk dan dapat
meningkatkan risiko kebakaran.
G. Prinsip Tindakan
H. Tahapan Kerja/Prosedur Kerja
Tahap pra interaksi :
1. Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat
Tahap orientasi :
1. Beri salam, panggil klien dengan Namanya
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
Tahap kerja :
1. Bantu klien pada posisi semi fowler jika memungkinkan, untuk memberikan
kemudahan ekspansi dada dan pernafasan lebih mudah.
2. Pasang peralatan oksigen dan humidifier.
3. Nyalakan oksigen dengan aliran sesuai advis.
4. Periksa aliran oksigen pada selang.
5. Sambung nasal kanule / kateter kanule / masker dengan selang oksigen.
6. Pasang nasal kanule / kateter kanule / masker pada hidung :
a. Pemberian oksigen menggunakan kanule nasal :
- Letakkan ujung kanule ke dalam lobang hidung dan selang mengelilingi kepala.
Yakinkan kanule masuk lubang hidung dan tidak ke jaringan hidung.
- Plester kanule pada sisi wajah, selipkan kasa di bawah selang pada tulang pipi
untuk mencegah iritasi.
b. Pemberian oksigen menggunakan kateter nasal :
- Ukur jarak hidung dengan lubang telinga, untuk menentukan antara hidung dan
orofaring. Jarak ditandai dengan plester.
- Lumasi ujung kateter dengan jely, untuk memasukkan dan mencegah iritasi
mukosa nasal bila diaspirasi.
- Masukkan kateter perlahan melalui satu lubang hidung sampai ujung kateter
masuk orofaring. Lihat kedalam mulut klien, gunakan senter dan tong spatel untuk
melihat letak kateter. Ujung kateter akan dapat dilihat disamping ovula. Tarik
sedikit ujung kateter sehingga tidak panjang.
- Plester kateter diwajah klien di sisi hidung. Jepit selang ke baju klien, biarkan
selang kendur untuk memberikan kebebasan klien bergerak tanpa tertarik selang.
- Pemberian oksigen menggunakan masker hidung (sederhana, reservoir, venturi) :
- Pasang masker hidung menutupi mulut dan hidung dan fiksasi dengan
menggunakan tali pengikat.
7. Kaji respon klien terhadap oksigen dalam 15-30 menit, seperti warna, pernafasan,
gerakan dada, ketidaknyamanan dan sebagainya.
8. Periksa aliran dan air dalam humidifier dalam 30 menit.
9. Kaji klien secara berkala untuk mengetahui tanda klinik hypoxia, takhikardi,
cemas, gelisah, dyspnoe dan sianosis.
10. Kaji iritasi hidung klien. Beri air / cairan pelumas sesuai kebutuhan untuk
melemaskan mukosa membran.
11. Catat permulaan terapi dan pengkajian data.
Tahap terminasi :
1. Evaluasi hasil / respon klien
2. Dokumentasikan hasilnya
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan, membereskan alat-alat
5. Cuci tangan
I. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
J. Evaluasi Tindakan
TORNIQUET TES
A. Jenis Kompetensi
Tourniquet tes
B. Capaian Pemebelajaran
1. Mahasiswa mampu menyiapkan alat secara mandiri
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan tourniquet tes sesuai SOP
C. Konsep Teori
Tourniquet test adalah pemeriksaan bidang hematologi dengan melakukan
pembendungan pada bagian lengan atas selama 10 menit untuk uji diagnostic evaluasi
non spesifik untuk mengukur kerapuhan dinding kapiler dan kekurangan jumlah
platelet dan fungsinya.
Tes tourniquet sering disebut juga dengan rumple leede test merupakan tes yang
bertujuan untuk melihat adanya tanda kerapuhan pada pembuluh darah kapiler yang
ditandai dengan adanya patechie (ruam atau bitnik-bintik merah). Kondisi tersebut
dapat diartikan bahwa pasien menderita demam berdarah. Tes tourniquet harus
diulang apabila hasilnya negatif atau tidak ada tanda patechie.
D. Tujuan tindakan
Mengetahui gejala penyakit utamanya DHF atau DBD atau penyakit lainnya
E. Indikasi tindakan
F. Kontra indikasi tindakan
G. Prinsip Tindakan
Prinsip Prinsip yang digunakan dalam uji Torniquet adalah dimana terhadap kapiler
diciptakan suasana anoksia dengan jalan membendung aliran darah vena. Anoksia
merupakan ketiadaan penyediaan oksigen ke jaringan meskipun perfusi darah ke
jaringan adekuat.
H. Tahapan Kerja/Prosedur Kerja
Tahap Pra interaksi :
1. Eksplorasi diri
2. Baca catatan keperawatan dan medis
3. Cuci tangan
4. Siapkan alat: stetoskop, senter, spigmomanometer, dan sarung tangan bersih.
Tahap Orientasi :
1. Ucapkan salam dengan panggil nama pasien
2. Perkenalkan diri
3. Jelaskan tujuan, prosedur, dan kontrak waktu
4. Berikan kesempatan untuk bertenya kepada pasien dan keluarga
5. Tutup privasi
Tahap kerja :
1. Berikan posisi yang nyaman
2. Anjurkan pasien untuk duduk jika perlu
3. Gunakan sarung tangan
4. Lipat lengan baju pasien
5. Lakukan palpasi untuk menentukan lokasi pemasangan manset (± 2.5 cm) dari
siku
6. Letakkan diafragma stetoskop pada arteri
7. Pompa balon spigmomanometer, lihat perkembangan manset
8. Tentukan tekanan darah pasien (sistolik dan diastolic) dan catat
9. Tentukan nilai rata-rata dengan cara menjumlahkan tekanan sistolik dan diastolic
kemudian bagi 2.
10. Tahan tekanan manset pada posisi tersebut (nilai rata-rata) selama 2 menit
11. Hitung jumlah patechie pada 2,5 cm2 (positif jika terdapat 10 maka hasilnya
positif)
12. Rapikan kembali pasien dan atur posisi
13. Lepas sarung tangan
14. Cuci tangan
Tahap terminasi & dokumentasi
1. Tanyakan (eksplorasi) perasaan pasien
2. Simpulkan hasil tindakan yang telah dilakukan
3. Berikan reinforcement kepada pasien
4. Akhiri kegiatan dengan mengucapkan salam
5. Lakukan dokumentasi (tanggal, jam, tindakan yang dilakukan, dan respon pasien)
(tanggal, jam, tindakan yang dilakukan, dan respon pasien)
I. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
J. Evaluasi Tindakan
Interpretasi hasil pemeriksaan:
A. Jenis Kompetensi
Transfusi darah
B. Capaian Pemebelajaran
1. Mahasiswa mampu menyiapkan alat secara lengkap
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan transfuse darah sesuai SOP
C. Konsep Teori
Transfusi darah merupakan tindakan yang dilakukan bagi klien yang memerlukan
darah dengan memasukan darah melalui vena dengan menggunakan set transfusi.
Penggantian darah atau tranfusi darah adalah suatu pemberian darah lengkap atau
komponen darah seperti plasma, sel darah merah kemasan atau trombosit melalui
IV.Meskipun tranfusi darah penting untuk mengembalikan homeostasis, tranfusi
darah dapat membahayakan. Banyak komplikasi dapat ditimbulkan oleh terapi
komponen darah, contohnya reaksi hemolitik akut yang kemungkinan mematikan,
penularan penyakit infeksi dan reaksi demam. Kebanyakan reaksi tranfusi yang
mengancam hidup diakibatkan oleh identifikasi pasien yang tidak benar atau
pembuatan label darah atau komponen darah yang tidak akurat, menyebabkan
pemberian darah yang inkompatibel.
Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam
jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ
pembentuk sel darah merah. Reaksi transfuse adalah reaksi yang terjadi selama
tranfusi darah yang tidak diinginkan berkaitan dengan tranfusi itu. sejak dilakukannya
teskomatibilitas untuk menentukan adanya antibody terhadap antigen sel darah
merah,efek samping transfusi umumnya disebabkan oleh leokosit , trombosit dan
protein plasma.
D. Tujuan tindakan
- Meningkatkan volome darah sirkulasi (setelah pembedahaan, trauma, atau
perdarahaan)
- Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar
hemoglobin pada klien anemia berat
- Memberikan komponen seluler tertentu sebagai terapi sulih atau
pengganti(misalnya, faktor pembekuan plasma untuk membantu mengontrol
perdarahan pada pasien yeng menderita hemofilia).
E. Indikasi tindakan
1. Kehilangan darah akut, bila 20-30% total volume darah hilang dan perdarahan
masih terus terjadi
2. Anemia berat
3. Syok septik (jika cairan IV tidak mampu mengatasi gangguan sirkulasi darah dan
sebagai tambahan dari pemberian antibiotic).
4. Memberikan plasma dan trombosit sebagai tambahan faktor pembekuan, karena
komponen darah spesifik yang lain tidak ada
5. Transfuse tukar pada neonates dengan icterus berat
F. Kontra indikasi tindakan
1. Hb dan jumlah eritrosit dan leukosit pasien yang tidak normal.
2. Pasien yang memiliki tekanan darah rendah
3. Transfusi dengan golongan darah yang berbeda.
4. Transfusi dengan darah yang mengandung penyakit, seperti HIV/AIDS, Hepatitis
B.
G. Prinsip Tindakan
Adanya aglutinogen dan aglutinin yang sama dalam plasma darah menyebabkan
terjadinya koagulasi (penggumpalan) darah peristiwa menggumpalnya darah karena
kesamaan aglutinin A dan aglutinogen A dalam darah menyebabkan terjadinya
koagulasi darah. Pada peristiwa transfusi darah, koagulasi darah lebih disebabkan oleh
aglutinin dari darah resipien dibandingkan oleh aglutinin darah donor.
H. Tahapan Kerja/Prosedur Kerja
Tahap pra interaksi :
1. Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat
Tahap orientasi :
1. Beri salam, panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
Tahap kerja :
1. Ukur vital sign 30 menit sebelum pemberian transfusi, terutama suhu tubuh. Lapor
dokter jika ada peningkatan suhu tubuh.
2. Kosongkan urine bag
3. Buka set transfusi, letakkan klem 2-4 cm di bawah tabung drip dalam keadaan
off / terkunci.
4. Buka tutup botol, lakukan desinfeksi tutup botol cairan, dan tusukkan set infus ke
botol / kantong cairan dengan benar.
5. Gantungkan botol cairan infus pada tiang infus, isi tabung drip infus ⅓-½ penuh.
6. Buka penutup jarum dan buka klem untuk mengalirkan cairan sampai ke ujung
jarum hingga tidak ada udara dalam selang, klem kembali, dan tutup kembali
jarum.
7. Pilih jarum intravena / abbocath.
8. Atur posisi pasien dan pilih vena.
9. Pasang perlak dan pengalas
10. Bebaskan daerah yang akan diinsersi, letakkan tourniquet 10-15 cm proksimal
tempat insersi.
11. Pakai handschoon
12. Bersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari dalam ke luar).
13. Pertahankan vena pada posisi stabil
14. Pegang IV kateter (abbocath) dengan sudut 20-30º, tusuk vena dengan lubang
jarum menghadap ke atas, dan pastikan IV kateter masuk intavena dengan tanda
darah masuk ke abbocath, kemudian tarik mandrin ± 0.5 cm
15. Masukkan IV kateter secara perlahan, tarik mandrin, dan sambungkan IV kateter
dengan selang infus
16. Lepas tourniquet, kemudian alirkan cairan infus
17. Lakukan fiksasi IV kateter, kemudian beri desinfektan daerah tusukan dan tutup
dengan kasa
18. Klem selang infus, lepaskan selang infus dari flabot infus dan memindahkan ke
kantong darah
19. Hitung jumlah tetesan sesuai program
20. Observasi vital sign dan reaksi pasien setiap 5 menit selama 15 menit, dan
kemudian setiap 15 menit
I. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
J. Evaluasi Tindakan
TOOL PENILAIAN VENTILASI MEKANIK
NO Aspek yang dinilai Bobot Ya Tidak
A. Fase Orientasi
1. Memberikan salam atau menyapa pasien
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan maksud dan tujuan
4. Menjelaskan prosedur kerja
5. Menanyakan kesiapan pasien dan kontrak waktu
B. Fase kerja
1. Mencuci tangan
2. Menyiapkan alat
3. Pasang handscoon
4. Jaga privasi pasien
5. Atur posisi pasien
6 a. Sebelum memasang ventilator pada pasien, dokter
akan melakukan intubasi untuk memasukkan selang
khusus melalui mulut, hidung, atau lubang yang
dibuat di bagian depan leher pasien (trakeostomi).
Setelah intubasi selesai, ventilator kemudian akan
dihubungkan pada selang tersebut.
b. Sebelum memasang ventilator pada pasien.
Lakukan tes paru pada ventilator untuk
memastikan pengesetan sesuai pedoman standar.
Sedangkan pengesetan awal adalah sebagai berikut:
1. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%.
2. Volume tidal: 4-5 ml/kg BB.
3. Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit.
4. Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik.
5. PEEP (Possitive End Expiratory
Pressure) atau tekanan positif akhir
ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada
pasien yang mengalami oedema paru dan
untuk mencegah atelektasis. Pengesetan
untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi
dan perubahan pengesetan ditentukan oleh
respon pasien yang ditujunkan oleh hasil
analisa gas darah (Blood Gas).
7. Setelah semua prosedur selesai, bereskan alat dan
rapikan pasien kembali
8. Buka handscoon dan cuci tangan
C. Fase Terminasi
1. Evaluasi keadaan pasien
2. Menyampaikan rencana tindak lanjut
3. Berpamitan
4. Lakukan pendokumentasian
D. Penampilan
1. Melakukan komunikasi terapeutik selama tindakan yang
dilakukan
2. Ketelitian selama tindakan
3. Menjaga keamanan pasien dan keamanan perawat
Total
B. Tujuan
Tujuan foto rontgen adalah untuk mendapatkan gambaran dan mengetahui kelainan
anatomis tubuh, dpt mempertanggung jawabkan dlm memberikan perawatan selanjutnya
membantu menegakkan diagnosa, juga dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja radiasi
dan masyarakat umum yang berada disekitar sumber radiasi tersebut. Membantu
menegakkan diagnosa. Besarnya bahaya radiasi ini ditentukan oleh besarnya radiasi,
jarak dari sumber radiasi, dan ada tidaknya pelindung radiasi.
C. Prosedur
1. Informed consent.
2. Tidak ada pembatasan makanan atau cairan.
3. Pada dada pelaksanaan fotodengan posisi PA (posterior anterior) dapat dilakukan
dengan posisi berdiri dan foto AP (anterior posterior) lateral dapat juga dilakukan.
Baju harus diturunkan sampai ke pinggang, baju kertas atau baju kain bisa
digunakan, dan perhiasan dapat dilepaskan. Anjurkan pasien untuk tarik napas dan
menahan napas pada waktu pengambilan foto sinar x.
4. Pada jantung, foto PA dan lateral kiri dapat diindikasikan untuk mengevaluasi
ukuran dan bentuk jantung, dalam pelaksanaannya, perhiasan pada leher harus
dilepaskan, baju diturunkan hingga ke pinggang.
5. Pada abdomen, baju haru dilepaskan dan digunakan baju kain/kertas, pasien tidur
telentang dengan tangan menjauh dari tubuh, serta testis harus dilindungi.
Pelaksanaan foto harus dilakukan sebelum pemeriksaan IVP.
6. Pada tengkorak, penjepit rambut, kaca mata, dan gigi palsu harus dilepaskan
sebelum pelaksanaan fotoPada rangka bila dicurigai terdapat fraktur, maka anjurkan
puasa dan immobilisasi pada daerah fraktur.
D. Indikasi
1. Sesak napas pada bayi
Untuk memastikan ada tidaknya kelainan di toraksnya (rongga dada), dokter
membutuhkan foto rontgen agar penanganannya tepat.
2. Bayi muntah hijau terus menerus
Bila dokter mencurigai muntahnya disebabkan sumbatan di saluran pencernaan,
maka pengambilan foto rontgen pun akan dilakukan. Pertimbangan dokter untuk
melakukan tindakan ini tidak semata-mata berdasarkan usia, melainkan lebih pada
risk and benefit alias resiko dan manfaatnya..
3. Deteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya.
Bagi balita sampai kalangan dewasa, foto rontgen lazimnya dimanfaatkan untuk
mendeteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya.
E. Kontra Indikasi
Meski risiko efek samping yang ditimbulkan kecil, foto rontgen tidak
direkomendasikan untuk ibu hamil (kecuali tindakan darurat). Risiko rontgen pada
kehamilan adalah radiasi yang ditimbulkan dapat menyebabkan gangguan pembentukan
organ pada janin. Maka itu, sebaiknya berbicara pada dokter terlebih dahulu sebelum
pemeriksaan foto rontgen, guna mengetahui efek samping yang ditimbulkannya.
F. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Berdasarkan jenis persiapannya, pemeriksaan SINAR X terbagi atas:
a. Radiografi konvesional tanpa persiapan: Pasien dapat langsung difoto saat
datang.
b. Radiografi konvensional dengan persiapan
1) Pemeriksaan organ abdomen (perut) memerlukan puasa beberapa jam atau
hanya makan makanan tertentu agar usus dapat tergambar dengan jelas
tanpa adanya penutupan dari feses.
2) Pada pemeriksaan saluran kemih, Anda akan diminta berbaring telentang
dengan tangan menjauh dari tubuh. Serta sebelum pemeriksaan Anda akan
diminta untuk meminum banyak air atau dan menahan kencing agar dapat
terlihat gambaran yang bagus pada buli-buli (kandung kemih).
3) Pemeriksaan dada proyeksi posterior anterior (PA) dilakukan dengan posisi
berdiri, baju harus diturunkan sampai ke pinggang. Anda akan diminta
untuk menahan nafas saat foto diambil.
4) Jika rontgen dilakukan pada daerah tengkorak, penjepit atau hiasan rambut,
kaca mata, dan gigi palsu harus dipindahkan. Persiapan teknis lainnya
sebagai berikut:
a) Memakai pakaian yang nyaman dan longgar agar mudah untuk
membukanya, namun pada beberapa rumah sakit akan diberikan gaun
untuk dipakai.
b) Mencopot perhiasan, jam atau alat-alat yang mengandung logam pada
tubuh. Jika Anda memiliki implantasi metalik di dalam tubuh dari
operasi sebelumnya, segera laporkan ke dokter karena implant akan
memblokir sinar X-Ray untuk menembus ke dalam tubuh
G. Contoh Pembacaan Rontgen Sederhana
1. Melakukan pemeriksaan awal
a. Periksalah nama pasien. Sebelum melakukan hal-hal yang lain, pastikan bahwa
Anda melihat hasil tes rontgen dada yang benar. Ini sepertinya jelas, tetapi
ketika sedang stres dan merasa tertekan, Anda bisa saja melewatkan beberapa
hal mendasar. Mempelajari hasil tes rontgen dada yang salah berarti membuang-
buang
b. Pelajari riwayat kesehatan pasien. Ketika Anda bersiap-siap untuk membaca
hasil tes rontgen, pastikan bahwa Anda memiliki semua informasi terkait
mengenai pasien tersebut, termasuk umur dan jenis kelaminnya, serta riwayat
medisnya. Ingatlah untuk membandingkannya dengan hasil tes rontgen yang
sebelumnya, jika ada. waktu, padahal Anda justru ingin menghemat waktu.
c. Bacalah tanggal tes itu. Buatlah catatan khusus saat membandingkan hasil tes itu
dengan hasil tes sebelumnya (selalu perhatikan juga hasil tes sebelumnya, jika
ada). Tanggal tes yang dicatat memiliki konteks penting untuk menerjemahkan
hasil apa pun.
2. Menilai kualitas film
a. Periksalah apakah film tersebut diambil pada kondisi pernapasan penuh. Hasil
rontgen dada biasanya diambil pada saat pasien berada pada kondisipernapasan
penuh dalam siklus pernapasan, yaitu kondisi yang dalam istilah awam disebut
menarik napas. Ini memiliki efek penting pada kualitas film rontgen. Ketika
cahaya rontgen terpancar melalui bagian depan dada terhadap film tersebut,
bagian rusuk yang terdekat dengan filmnya adalah rusuk bagian belakang,
sehingga akan menjadi bagian yang paling terlihat. Anda seharusnya dapat
melihat seluruh sepuluh rusuk belakang jika film diambil saat pernapasan
penuh.
Jika Anda melihat 6 rusuk bagian depan juga, ini berarti film memiliki
standar kualitas yang sangat baik
b. Periksa pencahayaannya.
1) Film yang kelebihan pencahayaan akan terlihat lebih gelap dari normal, dan
menyebabkan tampilan masing-masing areanya tidak jelas. Perhatikan
bagian tubuh antar tulang belakang pada hasil rontgen yang dilakukan
dengan benar.
Hasil rontgen dada yang kurang cahaya tidak dapat membedakan tulang
belakang tubuh dengan ruang antar tulang belakang.
Film dapat dipastikan kurang pencahayaan jika Anda tidak dapat
melihat tulang belakang pada bagian toraks.
Film yang kelebihan pencahayaan memperlihatkan ruang antar tulang
belakang dengan sangat tajam
c. Temukan tanda-tanda rotasi. Jika pasien tidak sepenuhnya bersandar pada alat
rontgen, mungkin Anda akan melihat rotasi atau putaran pada hasilnya. Jika hal
ini terjadi, bagian mediastinum dapat terlihat tidak normal. Anda dapat mencari
rotasi dengan melihat bagian kepala clavicular dan batang tulang belakang pada
bagian toraks. Periksalah apakah toraks tulang belakang lurus pada posisi di
tengah tulang sternum dan di antara clavicular.Periksalah apakah clavicular
sama tinggi posisinya.
3. Mengindentifikasi dan Mengatur Posisi Hasil Rontgen
1) Periksalah apakah ada bagian lain seperti selang, jalur infus intravena (IV),
petunjuk EKG, alat pacu jantung, klip bedah, atau saluran pengeluaran cairan.
4) Amati tanda siluet jantung. Tanda siluet pada dasarnya adalah tidak adanya
siluet atau kehilangan paru-paru/jaringan lunak antarmuka, yang terjadi setelah
terdapat massa atau air yang banyak pada paru-paru. Lihatlah ukuran bayangan
jantung (ruang putih mewakili jantung, yang terletak di antara paru-paru). Siluet
jantung normal menempati kurang dari setengah lebar dada.
Jantung tampak berbentuk botol air pada film PA biasa, dengan pengaliran
cairan perikardial yang tidak wajar. Lakukan USG atau “Computed
Tomography” (CT) bagian dada untuk mengonfirmasi penafsiran Anda.
6) Periksalah jantung.
Periksa tepi jantung, karena garis tepi siluet seharusnya tajam. Amatilah jika
ada bagian yang terang yang mengaburkan garis tepi jantung, di lobus tengah
kanan dan kiri pada lingula pneumonia, misalnya. Amati juga jaringan lunak
eksternal untuk setiap kelainan. Jantung dengan diameter yang lebih besar dari
setengah diameter toraks adalah jantung yang membesar/membengkak.
Perhatikan pembengkakan getah bening, carilah emfisema subkutan (kerapatan
udara di bawah kulit), dan luka-luka lainnya.
7) Amati hila. Carilah jika ada pembekakan dan massa pada hila dari kedua sisi
paruparu. Dari pandangan depan, kebanyakan bayangan hila mewakili arteri
paru-paru bagian kiri dan kanan. Arteri paru-paru selalu lebih menonjol
daripada bagian kanan, sehingga hilum bagian kiri tampak lebih tinggi. Carilah
pengapuran kelenjar getah bening pada hilus, yang mungkin disebabkan oleh
infeksi tuberkulosis yang telah terjadi sejak sebelumnya
Periksa diafragma.
Periksalah jantung.
dilakukan
2. Ketelitian selama tindakan
3. Menjaga keamanan pasien dan keamanan perawat
Total
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pengukuran JVP antara lain:
1. Mengetahui ada tidaknya distensi vena jugular (JVD)
2. Memperkirakan tekanan vena sentral (central venous pressure)
Kompetensi dasar yang harus dimiliki
Bila denyut vena jugularis telah ditemukan, maka tentukan tinggi pulsasi di atas
level atrial dan bentuk gelombang pulsasi vena jugularis. Karena tidak mungkin dapat
melihat atrium kanan, maka dianggap sama dengan tinggi pulsasi vena jugularis di atas
sudut manubriosternal. Tinggi sudut manubriosternal di atas mid-right atrium selalu
konstan, walaupun pasien dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri. JVP yang
normal adalah kurang dari 4 cm di atas sudut manubriosternal.
C. Anatomi Daerah
Vena Jugularis Interna karena terhubung langsung dengan vena cava superior dan atrium
kanan.
Aspek keamanan dan keselamatan yang perlu diperhatikan
1. Posisi pasien, nyaman atau belum
2. Memastikan leher dan thoraks telah terbuka
3. Menghindari hiperekstensi atau fleksi leher
4. Mengkaji tingkat kesadaran pasien
5. Memasang restrain
D. Prosedur
Alat Dan Bahan
1. 2 buah penggaris (skala sentimeter)
2. Senter
Cara Kerja
1. Atur klien pada posisi supine dan rileks
2. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan:
a. 15° - 30° atau
b. 30° - 45° atau
c. 45° - 90° (pada klien yg mengalami peningkatan tekanan atrium kanan yang
cukup bermakna)
3. Gunakan bantal untuk menopang kepala klien dan hindari fleksi leher yang
tajam untuk memastikan bahwa vena tidak teregang atau keriting, pastikan
bahwa leher dan toraks atas sudah terbuka
4. Kepala menengok menjauhi arah pemeriksa
5. Lepaskan pakaian yang sempit/menekan leher atau thorak bagian atas.
6. Gunakan lampu senter dari arah miring untuk melihat bayangan (shadows) vena
jugularis. Identifikasi pulsasi vena jugular interna, jika tidak tampak gunakan
vena jugular eksterna.
7. Tentukan titik tertinggi di mana pulsasi vena jugular interna/eksterna dapat
dilihat (Meniscus).
8. Pakailah sudut sternum (sendi manubrium) sebagai tempat untuk mengukur
tinggi pulsasi vena. Titik ini ± 4 – 5 cm di atas pusat dari atrium kanan.
9. Gunakan penggaris.Penggaris ke-1 diletakan secara tegak (vertikal), dimana
salah satu ujungnya menempel pada sudut sternum.Penggaris ke-2 diletakan
mendatar (horizontal), dimana ujung yang satu tepat di titik tertinggi pulsasi
vena (meniscus), sementara ujung lainnya ditempelkan pada penggaris ke-1.
Angulus ludocivi (patokan jarak dari vena cava superior + 5 cm /selanjutnya
disebut R cm). Bila permukaan titik kolaps vena jugularis berada 5cm di bawah
bidang horizontal yang melalui angulus ludovici, maka tekanan vena jugularis
(CVP) sama dengan R-5 cm H20, sedang bila titik kolapsnya berasa 2 cm diatas
berarti CVP R + 2 cm H20 Bila hasil CVP kiri dan kanan berbeda, maka diambil
CVP yang lebih rendah
10. Ukurlah jarak vertikal (tinggi) antara sudut sternum dan titik tertinggi pulsasi
vena (meniscus).
11. Nilai normal: kurang dari 3 atau 4 cm diatas sudut sternum, pada posisi tempat
tidur bagian kepala ditinggikan 30° - 45°
12. Catat hasilnya.
Menulis dan Membaca HasilMisal = 5+2
5: adalah jarak dari atrium ka ke sudut manubrium
+2: hasilnya—meniscus
E. Indikasi
1. Pasien yang menerima operasi jantung sehingga status sirkulasi sangat penting
diketahui.
2. Pasien dengan distensi unilateral
3. Pasien dengan trauma mayor
4. Pasien yang sering diambil darah venanya untuk sampel tes laboratorium
5. Pasien yang diberi cairan IV sangat cepat;
6. Gagal jantung kanan
7. Cor plumonal
8. Efusi perikardial atau tamponade
9. Obstruksi vena kava superior
10. Peningkatan pembuluh darah
F. Kontra Indikasi
1. SVC sindrom
2. Infeksi pada area inseri
3. Koagulopati
4. Insersi kawat pacemaker
5. Disfungsi kontralateral diafragma
6. Pembedahan leher
G. Komplikasi
1. Hematoma local
2. Sepsis
3. Disritmia
4. Tamponade perikard
5. Bakteriemia
6. Emboli Udara
7. Pneumotoraks
H. Hal-hal yang harus diperhatikan
1. Kebersihan diri perawat saat melakukan pengukuran
2. Privacy klien
3. Kenyamanan, keselatamatan dan keamanan pasien
4. Ketelitian dalam melakukan inpeksi dan pengukuran
5. Keruntutan prosedur dan tindakan
3. Berpamitan
4. Lakukan pendokumentasian
H. Penampilan
Total
CVP bukan merupakan suatu parameter klinis yang berdiri sendiri, harus dinilai
dengan parameter yang lainnya seperti :
a. Denyut nadi
b. Tekanan darah
c. Volume darah
d. CVP mencerminkan jumlah volume darah yang beredar dalam tubuh penderita, yang
ditentukan oleh kekuatan kontraksi otot jantung. Misal : syock hipovolemik –> CVP
rendah.
C. Persiapan untuk pemasangan
1. Persiapan pasien
a. Memberikan penjelasan pd klien dan klg ttg:
1) tujuan pemasangan,
2) daerah pemasangan, &
3) prosedur yang akan dikerjakan
2. Persiapan alat
a. Kateter CVP
b. Set CVP
c. Spuit 2,5 cc
d. Antiseptik
e. Obat anaestesi local
f. Sarung tangan steril
g. Bengkok
h. Cairan NaCl 0,9% (25 ml)
i. Plester
3. Cara Kerja
a. Daerah yang Dipasang :
1) Vena femoralis
2) Vena cephalika
3) Vena basalika
4) Vena subclavia
5) Vena jugularis eksterna
6) Vena jugularis interna
b. Cara Pemasangan :
1) Penderita tidur terlentang
2) Bahu kiri diberi bantal
3) Pakai sarung tangan
4) Desinfeksi daearah CVP
5) Pasang doek lobang
6) Tentukan tempat tusukan
7) Beri anestesi local
8) Ukur berapa jauh kateter dimasukkan
9) Ujung kateter sambungkan dengan spuit 20 cc yang diisi NaCl 0,9% 2-5 cc
10) Jarum ditusukkan kira – kira 1 jari kedepan medial, ke arah telinga sisi yang
berlawanan
11) Darah dihisap dengan spuit tadi
12) Kateter terus dimasukkan ke dalam jarum, terus didorong sampai dengan
vena cava superior atau atrium kanan
13) Mandrin dicabut kemudian disambung infus -> manometer dengan three
way stopcock
14) Kateter fiksasi pada kulit
15) Beri betadhin 10%
16) Tutup kasa steril dan diplester
D. Keuntungan Pemasangan di Daerah Vena Sublavia
1. Mudah dilaksanakan (diameter 1,5 cm – 2,5 cm)
2. Fiksasi mudah
3. Menyengkan penderita
4. Tidak mengganggu perawatan rutin dapat dipertahankan sampai 1 minggu
E. Indikasi Pemasangan CVP
1. Pasien dengan trauma berat disertai pendarahan yang banyak dapat menimbulkan
syok
2. Pasien dengan tindakan pembedahan yang besar seperti open heart trepanasi
3. Pasien dengan kelainan ginjal
4. Pasien dengan gagal jantung
5. Pasien terpasang nutrisi parenteral (dextosa 20% aminofusin)
6. Pasien yang di berikan tranfusi darah dalam jumlah yang besar
F. Cara Menilai CVP dan Pemasangan Manometer
1. Cara Menentukan Titik Nol
CVP Manometer
2. Penderita tidur terlentang mendatar
3. Dengan menggunakan slang air tang berisi air ± setengahnya -> membentuk
lingkaran dengan batas air yang terpisah
4. Titik nol penderita dihubungkan dengan batas air pada sisi slang yang satu. Sisi yang
lain ditempatkan pada manometer.
5. Titik nol manometer dapat ditentukan
6. Titik nol manometer adalah titik yang sama tingginya dengan titik aliran V.cava
superior, atrium kanan dan V.cava inferior bertemu menjadi satu.
Liat gambar di bawah ini
1. EKG adalah pemeriksaan aktivitas kelistrikan jantung, dalam pemeriksaan ECG ini
juga termasuk pemeriksaan “Heart Rate” atau detak jantung pasien dalam satu
menit.
2. Respirasi adalah pemeriksaan irama nafas pasien dalam satu menit
3. Saturasi darah / SpO2, adalah kadar oksigen yang ada dalam darah.
4. Tensi / NIBP (Non Invasive Blood Pressure) / Pemeriksaan tekanan darah.
5. Temperature, suhu tubuh pasien yang diperiksa.
B. Prinsip Kerja
Power supply board fungsinya untuk:
a. Penyearah dan filter input tegangan AC
b. Penstabil dan menghasilkan tegangan DC untuk semua rangkaian
c. Baterai charger
d. Menghasilkan perintah power fail ke main board
e. Memilih ON/OFF DC power supply dari front panel
f. Mematikan DC power supply, jika terjadi kerusakan pada power
LCD DISPLAY:
Menghasilkan gambar bagi tampilan sinyal-sinyal hasil pengukuran yang telah diolah
dan didapatkan dari main prosessor board.
BACKLIGTH:
Tampilan bagi belakang layar dua tegangan anoda (200 v dan 6 KV), heater current
kontrol grid voltage, arus katoda.
MAIN PROSESSOR BOARD
Fungsinya untuk, afirmware programed microcomputer, system timing, interface, pada
rangkaian lainnya seperti display monitor, spiker front-end dan keyboard, alarm, recorder
serta interface pada keluaran dan mini recorder.
KEYPAD
Fungsinya keypad board adalah untuk mengetik dan mengisi data-data pasien yang
sedang diperiksa dan memberikan perintah-perintah untuk melakukan program yang
akan dilakukan .
MAIN CONECTOR BOARD
Terdiri dari 3 fungsi blok: ECG/Defib syn, Unity, Auxilary port, Expansion and docking
port.
Auxilary parameter board dibagi dalam 3 daerah operasi utama:
Input channel (2 pressure dan 2 temperatur) Control dan A/D konversion dari front panel
dan semua input channel (pressure, temperatur, ECG, peripheral pulse dan respiration)
C. Cara Kerja
1. Lepaskan penutup debu
2. Siapkan aksesoris dan pasang sesuai kebutuhan
3. Hubungkan alat ke terminal pembumian
4. Hubungkan alat ke catu daya
5. Hidupkan alat dengan menekan/mamutas tombol ON/OFF
6. Set rentang nilai (range) untuk temperatur, pulse dan alarm
7. Perhatikan protap pelayanan
8. Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan
9. Hubungkan patient cable, stap dan chest electrode ke pasien dan pastikan sudah
terhubung dengan baik
10. Lakukan monitoring
11. Lakukan pemantauan display terhadap heart rate, ECG wave form, pulse,
temperatur, saturasi oksigen (SpO2), NiBP, tekanan hemodinamik
12. Setelah pengoperasian selesai matikan alat dengan menekan tombol ON/OFF
13. Lepaskan hubungan alat dari catu daya
14. Lepaskan hubungan alat dari terminal pembumian
15. Lepaskan patient cable, strap, chest electrode dan bersihkan
16. Pastikan bahwa Bedside Monitor dalam kondisi baik dan siap difungsikan lagi
Pasang penutup debu
17. Simpan alat dan aksesoris ke tempat semula
D. Pemantauan Fisik Bedside Monitor
Secara umum pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk peralatan bedside monitor
adalah sebagai berikut:
1. chassis / selungkup
2. kotak kontak
3. terminal pembumian
4. kabel daya
5. saklar ON/OFF
6. sikring
7. patient cables
8. fitting / connector
9. electrode & streps
10. control / pengatur
11. battery / charger
12. indikator / display
13. user calibration
14. alarm
15. audibla signals
16. aksesori
17. kebersihan alat
E. Hal yang perlu diperhatikan
1. Kebersihan probe
2. Grounding
3. Aksesoris
4. Lakukan pemeliharaan sesuai jadwal
TOOL PENILAIAN BEDSIDE MONITOR
NO Aspek yang dinilai Bobot Ya Tidak
A Fase Orientasi
1. Memberikan salam atau menyapa pasien
2 Memperkenalkan diri
3 Menjelaskan maksud dan tujuan
4 Menjelaskan prosedur kerja
5 Menanyakan kesiapan pasien dan kontrak waktu
B Fase kerja
1. Mencuci tangan
2. Menyiapkan alat
3. Pasang handscoon
4. Jaga privasi pasien
5. a) Lepaskan penutup debu
b) Siapkan aksesoris dan pasang sesuai kebutuhan
c) Hubungkan alat ke terminal pembumian
d) Hubungkan alat ke catu daya
e) Hidupkan alat dengan menekan/mamutas tombol
ON/OFF
f) Set rentang nilai (range) untuk temperatur, pulse
dan alarm
g) Perhatikan protap pelayanan
h) Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan
yang akan dilakukan
i) Hubungkan patient cable, stap dan chest electrode
ke pasien dan pastikan sudah terhubung dengan
baik
j) Lakukan monitoring
k) Lakukan pemantauan display terhadap heart rate,
ECG wave form, pulse, temperatur, saturasi
oksigen (SpO2), NiBP, tekanan hemodinamik
l) Setelah pengoperasian selesai matikan alat dengan
menekan tombol ON/OFF
m) Lepaskan hubungan alat dari catu daya
n) Lepaskan hubungan alat dari terminal pembumian
o) Lepaskan patient cable, strap, chest electrode dan
bersihkan p. Pastikan bahwa Bedside Monitor
dalam kondisi baik dan siap difungsikan lagi
p) Pasang penutup debu
q) Simpan alat dan aksesoris ke tempat semula
6 Setelah semua prosedur selesai, bereskan alat dan
rapikan pasien kembali
7. Buka handscoon dan cuci tangan
C Fase Terminasi
1 Evaluasi keadaan pasien
2. Menyampaikan rencana tindak lanjut
3. Berpamitan
4. Lakukan pendokumentasian
D Penampilan
1. Melakukan komunikasi terapeutik selama tindakan
yang dilakukan
2. Ketelitian selama tindakan
3. Menjaga keamanan pasien dan keamanan perawat
Total
DC SYOK
A. Konsep Teori
Defibrilasi adalah terapi dengan cara memberikan aliran listrik yang kuat dengan
metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda yang ditempatkan pada permukaan
dada pasien. Tujuannya adalah untuk mengkoordinasikan aktivitas listrik jantung dan
mekanisme pemompaan, ditunjukkan dengan membaiknya cardiac output, perfusi
jaringan dan oksigenasi. AHA (2015) merekomendasikan agar defibrilasi diberikan
secepat mungkin saat pasien mengalami gambaran VT atau VF, yaitu 3 menit atau
kurang untuk setting rumah sakit dan dalam waktu 5 menit atau kurang dalam setting
luar rumah sakit. (Vol 9. No. 1, Maret 2017 Medica majapahit )
Defibrilator adalah alat yang dapat memberikan shock listrik dan dapat
menyebabkan depolarisasi sementara dari jantung yang denyutnya tidak teratur, sehingga
memungkinkan timbulnya kembali aktifitas listrik jantung yang terkoordinir. Enerji
dialirkan melalui suatu elektrode yang disebut paddle. Defibrilator diklasifikasikan
menurut 2 tipe bentuk gelombangnya yaitu monophasic dan biphasic.
Terdapat berbagai tipe defibrilator, anatara lain :
1. Defibrilator standar dengan monitor baik monofasik maupun bifasik.
2. Automated External Defibrillators (AED)
3. Semi automated AED
4. Defibrilator transvena atau implant
Kardioversi adalah renjatan elektris berkala pada jantung untuk mengatasi aritmia
tertentu dimana arus listrik yang diberikan bervoltase rendah dan diatur untuk tidak
menimpa gelombang T (Nurahman, 2014). Dengan tujuan Menghentikan aritmia yang
mengancam menjadi irama sinus yang normal. Mekanisme pemberian dosis kardioversi
sebagai terapi listrik pada impuls jantung.
1. Fluter atrial dimulai dengan dosis 20 Joule bila gagal diulang memakai 50 atau 100
Joule
2. Fibrilasi atrial diawali dengan dosis 100 Joule bila gagal bisa 200-300 Joule.
3. Takikirdia supraventrikular 10 Juole biasanya efektif. 100 Joule hampir selalu
efektif.
4. Fibrilasi ventrikular dosis awal 200 joule bila gagal segera pakai 360 Joule.
B. Tujuan
1. Untuk menentukan adanya fibrilasi ventrikel dengan cara memberikan arus listrik
melewati dinding dada pasien. Fibrilasi yang dilakukan dengan segera telah
memperlihatkan peningkatan yang berarti meyerupai tindakan resusitasi yang
berhasil.
2. Sebagai terapi kelistrikan untuk gangguan impuls jantung secara kontinu.
C. Cara Kerja
Cara kerja defibrilator baik otomatis maupun defibrilator manual sama. Yaitu
memberikan sengatan (kejutan) energi listrik dalam ukuran tertentu yang biasanya
disesuaikan melalui proses analisa aritma jantung pada layar ECG. Oleh sebab itu,
defibrilator manual seperti Mindray D3 dilengkapi dengan monitor untuk melihat kondisi
aritma jantung pasien.
D. Indikasi
1. Fibrilasi ventrikel
2. Takikardi ventrikel pada pasien tidak sadar atau nadi sangat lemah
3. Bila ada kemungkinan yang memperlihatkan asistole dan mengarh pada fibrilasi
ventrikel
E. Kontra Indikasi
1. Kemungkinan terbakar karena lempeng atau bantalan defibrilator
2. Kerusakan miokardium
F. Prosedur
1. Alat dan bahan
a. Defrilator dan kelengkapannya
b. Jelly
c. Catatan resusitasi jantung paru (CPR Record)
d. Elektroda
e. Obat-obat sedasi, jika perlu
2. Prosedur kerja
Asyncrone
a. Pasang elektrode EKG dan pindahkan elektrode tersebut sehingga tidak
mengganggu tempat melakukan shock.
b. Angkat pedal defobrilator dan berikan jeli pada ke dua pedal atau gunakan
defibrilator pad.
c. Putar energi sesuai dengan yang dikenhendaki atau sesuai dengan instruksi
dokter
d. Tempatkan pada pada sternum dan apek jantung.
e. Tekan charge pada pedal atau pada mesin.
f. Tunggu sampai muncul angka sesuai dengan joule yang dikehendaki pada layar
monitor atau terdengar bunyi panjang yang menandakan bahwa defibrilator siap
untuk diberikan.
g. Pastikan area sekitar pasien yang akan dilakukan DC shock aman.
h. Tekan kedua ujung pedal bersamaan dengan kedua ibu jari dengan tekanan
(sesuai instruksi dokter) untuk melakukan DC shock.
i. Setelah prosedur selesai, bereskan sesuai dengan pedoman pemiliharaan.
j. Dokumentasikan semua prosedur pada catatan resusitasi jantung paru (CPR
Record).
Syncrone
a. Pasang elektrode EKG dan pindahkan elektrode tersebut sehingga tidak
mengganggu tempat melakukan shock.
b. Angkat pedal defobrilator dan berikan jeli pada ke dua pedal atau gunakan
defibrilator pad.
c. Putar energi sesuai dengan yang dikenhendaki atau sesuai dengan instruksi
dokter
d. Tempatkan pada pada sternum dan apek jantung.
e. Tunggu sampai muncul angka sesuai dengan joule yang dikehendaki pada layar
monitor atau terdengar bunyi panjang yang menandakan bahwa defibrilator siap
untuk diberikan.
f. Pastikan area sekitar pasien yang akan dilakukan DC shock aman.
g. Mesin akan otomatis mengkardioversi pada komplek QRS yang terbaik.
h. Bereskan alat – alat setelah dipakai
i. Dokumentasi semua prosedur pada cacatan resusitasi jantung paru (CPR
Record).
3. DOPAMIN (DOPAMINE HYDROCHLORIDE)
4. EPINEPRIN
Golongan Obat : Vasopressor
a. Farmakokinetik
1) Absorpsi
Pada pemberian oral, epineprin tidak mencapai dosis terapi karena sebagian
besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada
dinding usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absorpsi yang lambat terjadi
karena vasokontriksi lokal, dapat dipercepat dengan memijat tempat
suntikan.Absorpsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada
pemberian lokal secara inhalasi, efeknya terbatas terutama saluran napas,
tetapi efek sistemik dapat terjadi terutama bila digunakan dosis besar.
2) Biotransformasi dan Ekskresi
Epineprin stabil dalam darah. Degradasi Epi terutama terjadi dalam hati
yang banyak mengandung kedua enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan
lain juga dapat merusak zat ini. Sebagian besar Epi mengalami
biotransformasi, mula-mula oleh COMT dan MAO, kemudian terjadi
oksidasi, reduksi dan/atau konjugasi, menjadi metanefrin, asam 3-metoksi-
4-hidroksimandelat, 3-metoksi-4-hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk
konjugasi glukuronat dan sulfat. Metabolik ini bersama Epi yang tidak
dapat diubah dikeluarkan dalam urin. Pada orang normal, jumlah Epi yang
utuh dalam dalam urin hanya sedikit. Pada penderita feokromositoma, urin
mengandung Epi dan NE utuh dalam jumlah besar bersama metabolitnya.
b. Farmakodinamik
Efek yang paling menonjol adalah efek terhadap jantung, otot polos pembuluh
darah dan otot polos lain.
c. Kardiovaskuler
1) Pembuluh Darah
Efek vaskular Epi terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler, tetapi
vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan
ginjal mengalami konstriksi akibat aktivitas reseptor oleh Epi. Pembuluh
darah otot rangka mengalami dilatasi oleh Epi dosis rendah, akibat aktivitas
reseptor 2 yang mempunyai afinitas lebih besar pada Epi dibandingkan
dengan reseptor . Epi dosis tinggi bereaksi dengan kedua jenis reseptor.
Pada manusia, pemberian Epi dalam dosis terapi yang menimbulkan
kenaikan tekanan darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi
minumbulkan peningkatan aliran darah otak. Tekanan darah arteri maupun
vena paru meningkat oleh Epi. Meskipun terjadi konstriksi pembuluh darah
paru, redistribusi darah yang berasal dari sirkulasi sistemik akibat konstriksi
vena-vena besar. Dosis Epi yang berlebih dapat menimbulkan kematian
karena udem paru.
2) Arteri Koroner
Epi meningkatkan aliran darah koroner, disatu pihak Epi cenderung
menurunkan aliran darah koroner karena kompresi akibat peningkatan
kontraksi otot jantung, dan karena vasokontriksi pembuluh darah koroner
akibat efek reseptor .
3) Jantung
Epi mengaktivasi reseptor 1 diotot jantung, sel pacu jantung dan jaringan
konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif Epi
pada jantung. Akibatnya, curah jantung bertambah tetapi, kerja janung dan
pemakaian oksigen sangan bertambah, sehingga efisiensi jantung (kerja
dibandingkan dengan pemakaian oksigen) berkurang.
4) Tekanan Darah
Pemberian Epi IV dengan cepat (pada hewan) menimbulkan kenaikan
tekanan darah yang cepat dan berbanding langsung dengan besarnya dosis.
Pemberian Epi pada manusia secara SK atau IV dengan lambat
menyebabkan kenaikan tekanan sistolik yang sedang dan penurunan
tekanan sistolik.
5) Pernapasan
Epi pada asma, menghambat penglepasan mediator inflamasi dari sel-sel
mast melalui reseptor 2, serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti
mukosa melalui reseptor 1.
6) Susunan Saraf Pusat
Pada banyak orang Epi dapat menimbulkan kegelisahan, rasa kuatir, nyeri
kepala dan tremor; sebagian karena efeknya pada sistem kardiovaskuler.
7) Proses Metabolik
Epi menstimulasi glikogenolisis disel hati dan otot rangka melalui
reseptor 2; glikogen diubah menjadi glukosa-1-fosfat dan kemudian
glukosa-6-fosfat. Hati memiliki glukosa-6-fosfat sehingga hati melepas
glukosa sedangkan, otot rangka melepas asam laktat.
d. Efek Samping
Pemberian Epi dapat menimbulkan gejala seperti perasaan takut, khawatir,
gelisah, tegang, nyteri kepala berdenyut, tremor, rasa lemah, pusing, pucat,
sukar bernapasdan palpitasi. Pada penderita psikoneurotik, Epi memperberat
gejala-gejalanya. Epi dapat menimbulkan aritmia ventrikel. Fibrilasi ventrikel
bila terjadi, biasanya bersifat fatal; ini terutama terjadi bila Epi diberikan
sewaktu anestesia dengan hodrokarbon berhalogen, atau pada penderita
jantung organik. Pada penderita syok, Epi dapat memperberat penyebab dari
syok. Pada penderita angina pektoris, Epi mudah menimbulkan serangan
karena obat ini meningkatkan kerja jantung sehingga memerberat kekurangan
oksigen.
e. Kontraindikasi
Epi dikontraindikasikan pada penderita yang mendapat -bloker nonslektif,
karena kerjanya yang tidak terimbang pada reseptor pembuluh darah
menyebabkan hipertensi yang berat dan perdarahan otak.
f. Indikasi
Indikasi: pada asystole, fibrilasi ventrikel, PEA (Pulseless Electrical Activity)
dan EMD (Electro Mechanical Dissociation).
g. Peran Perawat
Kaji penggunaan obat lain yang diminum pasien terhadap kemungkinan
interaksi atau mempengaruhi efektivitasnya. Pantau tanda-tanda vital dan
berikan informasi tentang penggunaan obat, efek samping yang mungkin
timbul dan cara mengatasinya.
6. HEPARIN
7. HIDRALAZIN
8. METHYLDOPA
Golongan : Antihipertensi
a. Farmakokinetik
Methil Dopa dan Prazosin diabsorbsi melalui saluran cerna, tetapi sebagian
besarPrazosin akan hilang selama metabolism hati pertama. Waktu paruh
kedua obat ini singkat sehingga sering diberikan 2x sehari. Prozosin adalah
sangat mudah berikatan dengan protein, dan jika diberikan kepada obat lain
yang juga sangat mudah berikatan dengan protein, klien harus diperiksa
terhadap timbulnya reaksi yang merugikan.
b. Farmakodinamik
Methil Dopa merangsang pusat reseptor adrenergic-alfa, menyebabkan
penurunan keluaran simpatis. Ini menyebabkan berkurangnya tahanan vaskuler
perifer sehingga tekanan darah menurun. Obat ini menembus sawar plasenta,
dan sebagian kecil memasuki air susu pada ibu yang menyusui. Penghambat
adrenargik-alfa selektif mendilatasi arteriola dan venula dan menurunkan
tahanan perifer serta tekanan darah. Mula kerja dari Methil Dopa dan Prazosin
terjadi antara 30 menit sampai 2 jam. Masa kerja Methil Dopa 2x lebih lama
daripada Prazosin. Methyl Dopa dapat diberikan secara intravena dan masa
kerjanya serupa dengan Prazosin oral.
c. Efek Samping
Rasa kantuk, mulut kering, pusing, dan denyut jantung lambat (brakikardia).
d. Indikasi
Methil dopa digunakan untuk hipertensi sedang sampai berat.
e. Kontraindikasi
Methil Dopa tidak diberikan pada klien dengan penyakit hati dan penyakit
ginjal.
9. NITRROGLISERIN
a. Farmakokinetik
Nitrat organik mengalami denitrasi oleh enzim glutation-nitrat organik
reduktase dalam hati. Metabolit yang terjadi bersifat lebih larut dalam air dan
efek vasodilatasinya lebih lemah atau hilang. Karena kelarutan dalam lemak
yang baik dan metabolisme yang cepat, maka bioavailabilitas dan lama kerja
nitrat organik terutama ditentukan oleh biotransformasinya. Eritritil tetranitrat
mengalami degradasi 3 kali lebih cepat daripada nitrogliserin, sedangkan
isosorbid dinitrat dan pentaeritritol tetranitrat mengalami denitrasi 1/6 dan
1/10 kali nitrogliserin. Kadar pucak nitrogliserin terjadi dalam 4 menit setelah
pemberian sublingual dengan waktu paruh 1-3 menit. Metabolitnya berefek
vasodilatasi 10 kali lebih lemah, tetapi waktu paruhnya lebih panjang, kira-
kira 40 menit.
b. Farmakodinamik
1) Mekanisme Kerja
Nitrat organik melalui pembentukan radikal bebas nitrogen oksida (NO)
menstimulasi guanilat siklase sehingga kadar siklik-GMP menyebabkan sel
otot polos meningkat. Selanjutnya siklik-GMP menyebabkan defosforilasi
miosin sehingga terjadi relaksasi otot polos.
2) Efek Kardiovaskular
Nitrat organik menimbulkan relaksasi otot polos, termasuk arteri dan
vena. Pada dosis rendah nitrogliserin terutama menimbulkan dilatasi vena
sedangkan arteriol hanya sedikit dipengaruhi. Venodilatasi ini
menyebabkan turunya tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan kanan.
Resistensi vaskular sistemik biasanya tidak berubah, frekuensi denyut
jantung tidak berubah atau meninngkat sedikit karena refleks, resistensi
vaskular paru dan curah jantung menurun. Pembuluh darah arteriol diwajah
melebar (flushing) dan timbul sakit kepala berdenyut karena dilatasi arteri
meningeal. Pada dosis tinggi dan pemeberian cepat, nitrat organik
menimbulkan venodilatasi dan dilatasi arteriol perifer sehingga tekanan
sistolik maupun diastolik menurun, curah jantung berkurang, dan frekuensi
jantung meningkat (refleks takikardi). Efek hipotensi nitrat organik ini
terutama terjadi pada penderita dalam posisi berdiri, karena dalam posisi
berdiri darah semakin banyak terkumpul dalam vena sehingga curah
jantung semakin menurun. Hipotensi juga terjadi bila obat diberikan
berulang dengan interval pendek.
c. Efek Samping
Sakit kepala umum ditemukan ini akan berkurang bila obat dilanjutkan atau
dosis dikurangi. Efek samping lain: pusing, rasa lemah dan sinkop yang
berhubungan dengan hipotensi postural: takikardi dan palpitasi. Efek ini
diperkuat oleh alkohol. Sesekali dapat timbul rash. Bila terjadi takikardi berat,
maka perfusi jantung menurun disamping meningkatkan kerja jantung
sehingga dapat memperburuk angina. Karena itu dosis nitrogliserin harus
dititrasi demikian rupa sehingga cukup untuk menghilangkan angina, tetapi
tidak sampai menimbulkan hipotensi atau takikardia.
d. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap nitrat organik; hipersensitif terhadap isosorbide,
nitrogliserin, atau komponen lain dalam sediaan, penggunaan bersama
penghambat phosphodiesterase-5 (PDE-5) seperti sildenafil, tadalafil, atau
vardenafil; angle-closure glaucoma (terjadi peningkatan tekanan intraokuler);
trauma kepala atau perdarahan serebral (meningkatkan tekanan intrakranial);
anemia berat.
Kontraindikasi IV: Hipotensi; hipovolemia yang tidak terkoreksi; gangguan
sirkulasi serebral; constrictive pericarditis; perikardial tamponade karena obat
mengurangi aliran darah balik, mengurangi preload dan mengurangi output
jantung sehingga memperparah kondisi ini.
Nitrogliserin jangan diberikan pada pasien hipovolemia yang tidak terkoreksi
(atau dehidrasi) karena risiko menginduksi hipotensi,gangguan sirkulasi
serebral, perikarditis konstriktif, pericardial tamponade. Nitrogliserin harus
digunakan hati-hati pada pasien hipotensi atau hipotensi ortostatik karena obat
ini dapat memperparah hipotensi, menyebabkan bradikardi paradoksikal, atau
memperberat angina. Terapi nitrat dapat memperberat angina karena
kardiomiopati hipertropik.
e. Indikasi
1) Angina Pektoris
Karena nitrat organik menurunkan kebutuhan dan meningkatkan suplai
oksigen miokard, maka obat ini efektif untuk angina yang disebabkan oleh
aterosklerosis coroner maupun vasospasme koroner.
2) Gagal Jantung Kongestif
3) Infark Jantung
Kegunaan vasodilator dalam penggunaan infark jantung adalah untuk
mengurangi luas infark dan untuk mempertahankan jaringan miokard yang
masih hidup dengan cara mengurangi kebutuhan otot jantung.
f. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Untuk mengendalikan tekanan darah selama anestesi; pemberian IV untuk
pengobatan gagal jantung akut atau edema paru, angina pektoris akut atau
angina tidak stabil, infark miokard akut, hipertensi paru akut; pengobatan
hipertensi berat, hipertensi postoperasi, hipertensi perioperative (mis.selama
pembedahan jantung), atau emergensi hipertensi: dosis intravenous:
Dewasa: Awal, 5 mcg/menit infus IV.,tingkatkan sebanyak 5 mcg/menit IV
setiap 3-5 menit sampai 20 mcg/menit sampai didapat respon klinis; jika tidak
ada respon pada 20 mcg/menit,tingkatkan dosis sebesar 10 mcg/menit setiap 3-
5 menit sampai 200 mcg/menit. Usila: Pemberian dosis awal serendah
mungkin dan tingkatkan hingga efek klinik tercapai. Usila lebih sensitif
terhadap efek hipotensi dan bradikardi dari nitrogliserin. Anak-anak: Awal,
0.25-0.5 mcg/kg/menit melalui infus IV, titrasi 1 mcg/kg/ menit pada interval
20-60 menit untuk mendapat efek yang diinginkan. Dosis umum adalah 1-3
mcg/kg/menit, maksimum 5 mcg/kg/menit.
g. Peran Perawat
1) Informasikan ke pasien: Preparat IV mengandung alkohol dan /atau
propilen glikol. Diperlukan periode bebas nitrat (10-12 jam/hari) untuk
menghindari toleransi. Toleransi dapat diatasi dengan asetilsistein, secara
bertahap turunkan dosis nitrogliserin pada pasien yang akan menerima
pengobatan jangka panjang untuk menghindari gejala putus obat.
2) Monitoring penggunaan obat: Kaji potensial interaksi dengan obat-obat lain
yang diminum pasien (mis, heparin, alkaloid ergot, sildenafil, tadalafil, atau
vardenafil). Evaluasi efektivitas terapi (status kardiak) dan efek yang tidak
diharapkan (mis, hipotensi, aritmia, perubahan SSP, gangguan GI).
Informasikan pada pasien tentang penggunaan obat, kemungkinan efek
samping/intervensi (mis, periode bebas obat) dan pelaporan efek yang tidak
diharapkan.
10. PAVULON
1. Cairan Kristaloid
a. Normal Saline
Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154.
Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml.
b. Indikasi :
1) Resusitasi
2) Diare
3) Luka Bakar
4) Gagal Ginjal Akut
c. Kontraindikasi
Hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan dengan
pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema perifer dan
edema paru.
3. Dekstrosa
a. Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
b. Kemasan : 100, 250, 500 ml.
c. Indikasi : Sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan
hidrasi selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan
sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml).
d. Kontraindikasi : Hiperglikemia.
e. Adverse Reaction : Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat
menyebabkan iritasi pada pembuluh darah dan tromboflebitis.
5. Cairan Koloid
a. Albumin
Komposisi : Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-
kDa yang dimurnikan dari plasma manusia (cotoh: albumin 5%).
b. Indikasi :
1) Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok hipovolemia,
hipoalbuminemia, atau hipoproteinemia, operasi, trauma, cardiopulmonary
bypass, hiperbilirubinemia, gagal ginjal akut, pancretitis, mediasinitis,
selulitis luas dan luka bakar.
2) Pengganti volume plasma pada ARDS (Acute Respiratory Distress
Syndrome). Pasien dengan hipoproteinemia dan ARDS diterapi dengan
albumin dan furosemid yang dapat memberikan efek diuresis yang
signifikan serta penurunan berat badan secara bersamaan.
3) Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan malnutrisi,
kebakaran, operasi besar, infeksi (sepsis syok), berbagai macam kondisi
inflamasi, dan ekskresi renal berlebih.
c. Kontraindikasi : gagal jantung, anemia berat.
Produk : Plasbumin 20, Plasbumin 25.
Muncul spekulasi tentang penggunaan HES pada kasus sepsis, dimana suatu
penelitian menyatakan bahwa HES dapat digunakan pada pasien sepsis karena :
a. Tingkat efikasi koloid lebih tinggi dibandingkan kristaloid, disamping itu HES
tetap bisa digunakan untuk menambah volume plasma meskipun terjadi
kenaikan permeabilitas.
b. Pada syok hipovolemia diperoleh innvestigasi bahwa HES dan albumin
menunjukkan manifestasi edema paru yang lebih kecil dibandingkan
kristaloid.
c. Dengan menjaga COP, dapat mencegah komplikasi lebih lanjut seperti
asidosis refraktori.
d. HES juga mempunyai kemampuan farmakologi yang sangat menguntungkan
pada kondisi sepsis yaitu menekan laju sirkulasi dengan menghambat adesi
molekuler.
Sementara itu pada penelitian yang lain, disimpulkan HES tidak boleh digunakan
pada sepsis karena :
a. Edema paru tetap terjadi baik setelah penggunaan kristaloid maupun koloid
(HES), yang manifestasinya menyebabkan kerusakan alveoli.
b. HES tidak dapat meningkatkan sirkulasi splanchnic dibandingkan dengan
gelatin pada pasien sepsis dengan hipovolemia.
c. HES mempunyai resiko lebih tinggi menimbulkan gangguan koagulasi, ARF,
pruritus, dan liver failure. Hal ini terutama terjadi pada pasien dengan kondisi
iskemik reperfusi (contoh: transplantasi ginjal).
d. Resiko nefrotoksik pada HES dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan
gelatin pada pasien dengan sepsis.
e. Efek samping : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika
digunakan dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan
pruritus.
Contoh : HAES steril, Expafusin.
7. Dextran
a. Komposisi : Dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari bakteri
Leuconostoc mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media sukrosa.
b. Indikasi
1) Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis, iskemia
miokard, iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler perifer.
2) Mempunyai efek anti trombus, mekanismenya adalah dengan menurunkan
viskositas darah, dan menghambat agregasi platelet. Pada suatu penelitian
dikemukakan bahwa dextran-40 mempunyai efek anti trombus paling poten
jika dibandingkan dengan gelatin dan HES.
c. Kontraidikasi : pasien dengan tanda-tanda kerusakan hemostatik
(trombositopenia, hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal jantung, gangguan
ginjal dengan oliguria atau anuria yang parah.
d. Efek samping : Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis, dextran juga
sering dilaporkan dapat menyebabkan gagal ginjal akibat akumulasi molekul-
molekul dextran pada tubulus renal. Pada dosis tinggi, dextran menimbulkan
efek pendarahan yang signifikan. Contoh : hibiron, isotic tearin, tears naturale
II, plasmafusin.
8. Gelatin
a. Komposisi : Gelatin diambil dari hidrolisis kolagen bovine.
b. Indikasi : Penambah volume plasma dan mempunyai efek antikoagulan. Pada
sebuah penelitian invitro dengan tromboelastropgraphy diketahui bahwa
gelatin memiliki efek antikoagulan, namun lebih kecil dibandingkan HES.
c. Kontraindikasi : haemacel tersusun atas sejumlah besar kalsium, sehingga
harus dihindari pada keadaan hiperkalsemia.
d. Efek samping : dapat menyebabkan reaksi anafilaksis. Pada penelitian dengan
20.000 pasien, dilaporkan bahwa gelatin mempunyai resiko anafilaksis yang
tinggi bila dibandingkan dengan starches.
Contoh : haemacel, gelofusine.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Eny Retna dan Tri Sunarsih. 2009.KDPK Kebidanan Teori dan
Aplikasi.Yogyakarta: Nuha Medika.
Ashton,J.(2006).Health Manager’s Guide : monitoring the Quality of hospital
Care.USA.U.S Agency forInternational Development ( USAID ) http://akatsuki-
ners.blogspot.com/2011/11/prosedur-pengoperasian-bedside-moni tor.html
Bandu,Karmila. 2014. Efek Radiasi Sinar X Pada Anak-Anak . Skripsi Universitas
Hasanuddin Makassar.
Dinas Kesehatan. 2013. Apa yang dimaksud dengan Obat. Diakses dihttp://dinkes.
go.id/index.php/artikel-kesehatan/111-apa-yang-dimaksud-dengan-obat-
pada senin, 4Mei 2015
Kayana, I. B., Maliawan, S., & Kawiyana, I. K. (n.d.). TEKNIK PEMANTAUAN
TEKANAN INTRAKRANIAL. Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana . Kidd, Pamela S. 2010. Pedoman Keperawatan Emergensi, Edisi 2.
Jakarta: EGC
Martindale, 34th edition halaman 1120-1121 2. MIMS 2007 halaman 99 3. AHFS,
Drug Information 2005 halaman 1276-1281 4. Drug Information Handbook 17th
ed halaman 550-551.
Mumpuni, R . Y ., Winarni, I ., haedar A ( 2017 ) Pengalaman perawat puskesmas
Kota Malang Dalam Penatalaksanaan Henti Jantung (Out-Of-Hospital
Cardiac Arrest) . Medica Majapahit
Potter&Perry.2005.Fundamental Keperawatan :Konsep, Proses, dan Praktik Vol.1.
(Ed.ke 4).Jakarta:EGC.
Purnawan, I., saryono. 2010. Mengelola pasien dengan ventilastor mekanik. Jakarta:
Rekatama
Rokhaeni H.2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta: Bidang Diklat
RS Jantung Harapan Kita Altman: NursingSkills.
Sanders, K. Jordan. (2000). Emergency Nursing Core Curriculum. 5thed.
Philadelphia: Saunders.
Sudoyo, Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan FKUI, 2014.