Anda di halaman 1dari 10

UTS PENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH

PERBANDINGAN PERENCANAAN WILAYAH DENGAN KONSEP PENDEKATAN


LINGKUNGAN, KUTTUB PERTUMBUHAN, DAN PENGEMBANGAN EKONOMI
LOKAL DI KOTA BATU

Oleh :
Rafdi Nurwahid Zikri
123 18 00008

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA
TANGERANG SELATAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1. Gambaran Umum Kota Batu
Kota Batu adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota Batu
terletak 90 km sebelah barat daya Surabaya atau 15 km sebelah barat laut Malang. Kota Batu
berada di jalur yang menghubungkan Malang-Kediri dan Malang-Jombang. Kota Batu
berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan di sebelah utara serta
dengan Kabupaten Malang di sebelah timur, selatan, dan barat. Wilayah kota Batu berada di
ketinggian 700-1.700 meter di ataspermukaan laut dengan suhu udara rata-rata mencapai 12-
19 derajat Celsius. Kota Batu berada pada 122,17’o sampai dengan 122,57′o Bujur Timur dan
7,44’o sampai dengan 8,26’o Lintang Selatan.
Kota Batu dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Malang, yang kemudian ditetapkan
menjadi kota administratif pada 6 Maret 1993. Pada tanggal 17 Oktober 2001, Batu
ditetapkan sebagai kota otonom yang terpisah dari Kabupaten Malang. Kota Batu dikenal
sebagai salah satu kota wisata terkemuka di Indonesia karena potensi keindahan alam yang
luar biasa. Kekaguman bangsa Belanda terhadap keindahan alam Batu membuat wilayah kota
Batu disejajarkan dengan sebuah negara di Eropa yaitu Swiss dan dijuluki sebagai De Kleine
Zwitserland atau Swiss Kecil di Pulau Jawa.
Kota Batu yang di tetapkan dalam 3 Kecamatan, yakni Kecamatan Bumiaji, Kecamatan Batu
dan Kecamatan Junrejo. Secara lebih lengkap pembagian BWK tersebut ialah sebagai berikut.
1. Bagian Wilayah Kota (BWK) I
a. BWK I memiliki cakupan wilayah meliputi Kecamatan Batu denganpusat
pelayanan berada di Desa Pesanggrahan.
b. BWK I sebagai wilayah utama pengembangan pusat pemerintahan kota,
pengembangan kawasan kegiatan perdagangan dan jasa modern, kawasan
pengembangan kegiatan pariwisata dan jasa penunjang akomodasi wisata serta
kawasan pendidikan menengah.
c. Pusat pelayanan pemerintahan kota ditetapkan pada BWK I.
2. Bagian Wilayah Kota (BWK) II
a. BWK II memiliki cakupan wilayah meliputi Kecamatan Junrejo dengan pusat
pelayanan di Desa Junrejo.
b. BWK II sebagai wilayah utama pengembangan permukiman kota dan
dilengkapi dengan pusat pelayanan kesehatan skala kota dan regional,
kawasan pendidikan tinggi dan kawasan pendukung perkantoran pemerintahan dan
swasta.
c. Sub Pusat pelayanan Kota di BWK II terdapat di Desa Junrejo Kecamatan
Junrejo, memiliki fungsi sebagai: subpusat pelayanan pemerintahan skala
kecamatan dan atau pendukung pemerintahan kota, pusat pelayanan pendidikan
tinggi, dan sebagai pusat perdagangan kecamatan.
3. Bagian Wilayah Kota (BWK) III
a. BWK III dengan cakupan wilayah meliputi KecamatanBumiaji dengan pusat
pelayanan di Desa Punten.
b. BWK III sebagai wilayah utama pengembangan kawasanagropolitan,
pengembangan kawasan wisata alam danlingkungan serta kegiatan agrowisata.
c. Sub Pusat Pelayanan Kota di BWK III terdapat di Desa Punten memiliki
fungsi sebagai sub pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan, pusat
kegiatan agribisnis, pelayanan pendidikan menengah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perencanaan Wilayah Berbasis Pendekatan Lingkungan di Kota Batu
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 15 Tahun 2010 Tentang
Penyelengaraan Penataan Ruang beberapa lingkungan hidup yang dibahasanya,
diantaranya Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber
daya buatan, Munculnya isu pembangunan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan
seiring dengan gagasan pembangunan berkelanjutan. Munculnya strategi pembangunan
berkelanjutan (sustainable development), sekitar tahun 1970-an seiring dengan
merebaknya masalah lingkungan. Hal ini ditandai dengan paradigma pembangunan
ekonomi konvensional dengan mengejar pertumbuhan ekonomi semata, namun
melahirkan kerusakan lingkungan dan sumber daya alam (SDA). Oleh karena itu, dalam
pembangunan berwawasan lingkungan hidup yang berkelanjutan, setidaknya terdapat tiga
hal yang perlu diperhatikan, yakni
 pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana;
 pembangunan berkesinambungan sepanjang masa; dan
 peningkatan kualitas hidup generasi.
Didalam RTRW Kota Batu salah satu arahan dalam perencanaan wilayah berbasis
pendekatan lingkungan adalah tentang pelestarian Kawasan Lindung untuk memperkuat
peran Kota Batu sebagai penopang hulu Sungai Brantas dan keberlanjutan lingkungan
Kota Batu sebagai wilayah pegunungan yang asri, aman dan nyaman. Kemudian, dalam
RTRW Kota Batu juga disebutkan strategi pelestarian Kawasan Lindung tersebut, yaitu.
a. Kerjasama daerah sekitar Kota Batu dan DAS Brantas untuk penyelamatan
ekosistem sesuai degan peraturan perundang-undangan berlaku;
b. Melestarikan daerah resapan air untuk menjaga ketersediaan sumberdaya air;
c. Mencegah dilakukannya kegiatan budidaya di sempadan mata air yang dapat
mengganggu kualitas air, kondisi fisik dan mengurangi kuantitas debit air;
d. Membatasi kegiatan di kawasan perlindungan setempat sepanjang sungai hanya
untuk kepentingan pariwisata yang tidak merubah fungsi lindung;
e. Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun
akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan
memelihara keseimbangan ekosistem wilayah;
f. Menata kembali kawasan lindung yang telah rusak atau pemanfaatannya
menyimpang dari fungsi perlindungan;
g. Mengelola kawasan lindung secara terpadu;
h. Melakaukan konservasi tanah dan air pada kawasan lindung;
i. Mengelola sumberdaya hutan yang ada secara lebih baik melalui kegiatan
penanaman kembali hutan yang gundul dan menjaga hutan dari pembalakan liar;
j. Menyelamatkan keutuhan potensi keanekaragaman hayati, baik potensi fisik
wilayahnya (habitatnya), potensi sumberdaya kehidupan serta keanekaragaman
sumber genetikanya;
k. Meningkatkan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau hingga 30 % dari luas
wilayah Kota dalam mengendalikan dan memelihara kualitas lingkungan;
l. Mengamankan benda cagar budaya dan sejarah dengan melindungi tempat serta
ruang di sekitar bangunan bernilai sejarah, dan situs purbakala.
B. Perencanaan wilayah berbasis pendekatan kutub pertumbuhan di Kota Batu
Pusat pertumbuhan (growth pole) adalah suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhan
pembangunannya sangat pesat jika dibandingkan dengan wilayah lainnya sehingga dapat
dijadikan sebagai pusat pembangunan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan wilayah lain di sekitarnya. Teori ini menyatakan bahwa pembangunan
sebuah kota atau wilayah merupakan hasil proses dan tidak terjadi secara serentak,
melainkan muncul di tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang
berbeda. Tempat atau lokasi yang menjadi pusat pembangunan atau pengembangan
dinamakan kutub pertumbuhan. Dari kutub-kutub tersebut selanjutnya proses
pembangunan akan menyebar ke wilayah-wilayah lain di sekitarnya atau ke pusat-pusat
yang lebih rendah.
Dalam teori ini dikenal istilah yang berkaitan dengan timbulnya dampak positif atau
dampak negatif dari interaksi kutub pertumbuhan dengan daerah disekitarnya. Dampak
positif dari kemajuan pembangunan dari pusat pembangunan disebut dengan trickle down
effect. Dampak negatif yang dirasakan oleh wilayah pinggirannya disebut dengan
backwash polarization.
Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan investasi pada satu kota tertentu yang
diharapkan selanjutnya meningkatkan aktivitas kota sehingga akan semakin lebih banyak
lagi melibatkan penduduk dan pada akhirnya semakin banyak barang dan jasa yang
dibutuhkan.
Dalam RTRW Kota Batu disebutkan bahwa strategi perwujudan pusat kegiatan yang
memperkuat kegiatan agribisnis, pariwisata dan kegiatan kota lainnya secara optimal
meliputi:
a. Membagi wilayah kota menjadi tiga bagian wilayah kota, masing-masing dilayani oleh
pusat-pusat pelayanan dan menetapkan peran, fungsi dan struktur kegiatan utama
secara spesifik;
b. Membentuk pusat kegiatan kawasan agropolitan, pusat kegiatan kawasan pariwisata,
pusat perdagangan kota, dan pusat kegiatan pelayanan umum secara berhirarki;
c. Menyediakan ruang untuk perdagangan di Kawasan agropolitan dengan cara
mengarahkan secara spesifik pusat perdagangan hasil budidaya tanaman pertanian dan
holtkultura;
d. Mengembangkan kegiatan perdagangan dan jasa yang mendukung kegiatan pariwisata
dan mudah dijangkau;
e. Mengembangkan kegiatan perkantoran yang mudah terjangkau dan nyaman.
Dalam RTRW Kota Batu ditetapkan juga bagian wilayah kota atau BWK yang terbagi
menjadi tiga berdasarkan peran dan fungsinya masing-masing. Pembagian BWK tersebut
meliputi: BWK I dengan cakupan wilayah meliputi Kecamatan Batu dengan pusat
pelayanan berada di Desa Pesanggrahan, BWK II dengan cakupan wiiayah meliputi
Kecamatan Junrejo dengan pusat pelayanan di Desa Junrejo, BWK III dengan cakupan
wilayah meliputi Kecamatan Bumiaji dengan pusat pelayanan di Desa Punten. Kemudian
disebutkan juga fungsi dari masing-masing BWK yang meliputi:
a. BWK I sebagai wilayah utama pengembangan pusat pemerintahan kota,
pengembangan Kawasan kegiatan perdagangan dan jasa modern, Kawasan
pengembangan kegiatan pariwisata dan jasa penunjang akomodasi wisata serta
Kawasan pendidikan menengah;
b. BWK II sebagai wilayah utama pengembangan permukiman kota dan dilengkapi
dengan pusat pelayanan kesehatan skala kota dan regional, kawasan pendidikan
tinggi dan kawasan pendukung perkantoran pemerintahan dan swasta;
c. BWK III sebagai wilayah utama pengembangan kawasan agropolitan,
pengembangan kawasan wisata alam dan lingkungan serta kegiatan agrowisata.
C. Perencanaan wilayah berbasis pendekatan pengembangan ekonomi lokal di Kota
Batu
Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) hakekatnya merupakan proses yang mana
pemerintah daerah dan atau kelompok berbasis komunitas mengelola sumberdaya yang
ada dan masuk kepada penataan pekerjaan baru dengan sector swasta, atau diantara
mereka sendiri, untuk menciptakan pekerjaan baru dan merangsang kegiatan ekonomi
wilayah. Dengan cirri utama menitikberatkan pada kebijakan “endogenous developmen“
menggunakan potensi sumber daya manusia, institusional dan fisik setempat. Apapun
bentuk kebijakan yang diambil, PEL mempunyai satu tujuan yaitu: meningkatkan jumlah
dan variasi lapangan kerja yang tersedia bagi penduduk setempat. Untuk mencapai hal
tersebut, pemerintah daerah dan kelompok masyarakat dituntut untuk mengambil inisiatif
dan bukan hanya berperan pasif saja. Setiap kebijakan dan keputusan publik dan sektor
usaha, serta keputusan dan tindakanmasyarakat, harus pro-PEL, atau sinkron dan
mendukung kebijakan pengembangan ekonomi daerah yang telah disepakati.
Dalam RTRW Kota Batu ditetapkan Kawasan strategis dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi yang diarahkan pada sektor unggulan pariwisata dan sektor
unggulan pertanian. Pada ekonomi sektor unggulan pariwisata diarahkan untuk kegiatan:
a. Wisata hidup bersama masyarakat yang meliputi:
 Desa wisata bunga di Desa Sidomulyo, Desa Punten, Desa Gunungsari dan Desa
Tulungrejo.
 Agrowisata Perkebunan apel di Desa Bumiaji dan sebagian terdapat di Desa
Tlengkung serta perkebunan jeruk memusat di Desa Tlengkung dan Desa Oro-oro
Ombo dengan terdapatnya pusat penelitian jeruk Balitjestro.
b. Wisata petualangan dan Alam
 Kegiatan olahraga paralayang di Gunung Banyak dan sirkuit off road di Desa
Tulungrejo
 Kegiatan bumi perkemahan di obyek wisata Pemandian air Panas Cangar dan air
terjun Coban Rais.
 Rencana kereta gantung
c. Wisata kota
 Menikmati kawasan peninggalan Belanda pada masa penjajahan yang ada di Jalan
Panglima Sudirman dan Jalan WR. Supratman, seperti asrama susteran di Jalan
Panglima Sudirman, Gereja GPIB di Jalan Raya Trunojoyo,Hotel Kartika Wrjaya
di Jalan Panglima Sudirman.
 Jalur pejalan kaki di kawasan sekitar alun-alun dan Jalan Gajahmada.
 Alun-alun Kota Batu di Kelurahan Sisir
d. Wisata belanja dan kuliner dikembangkan di Desa Oro-oro Ombo dan Kelurahan Sisir,
Kecamatan Batu.
e. Taman rekreasi Jatim Park I dan II, BNS (Bafu lvight Spektaanler) , Seleckta,
Songgoriti. dan Miniatu dunia berupa bentuk bangunan monumental dunia
Salah satu pengembangan sektor ekonomi unggulan pariwisata ini yang terdapat pada
Desa Gunungsari, Kecamatan Batuaji adalah Desa Wisata Petik Mawar Desa Gunungsari
Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Ditetapkan sebagai desa wisata petik mawar sesuai
dengan Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 7 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Tata Wilayah (RTRW) Kota Batu Tahun 2010-2030, Desa Gunungsari menjadi daya tarik
dalam pengelolaan tanaman hias bunga mawar. Tingkat permintaan bunga mawar di
Indonesia mencapai 39.161.603 tangkai, dan tingkat produktifitas bunga mawar di Desa
Gunungsari setiap tahun berkisar 11.671.156 tangkai/tahun. Dibandingkan dengan
wilayah penghasil mawar yang lain di Indonesia berarti hasil suplai produksi bunga
mawar dari Kota Batu mencapai 90% lebih besar dibandingkan dengan wilayah yang lain
yang ada di Indonesia, dengan hasil yang diunggulkan maka desa Gunungsari
dijadikan desa wisata. Dusun Brumbung di Desa Gunungsari yang terdapat di daerah
perbukitan juga dapat dikembangkan menjadi pertanian mawar khusus (Mawar Holland)
dimana masyakat juga dapat ikut mengembangkan mawar tersebut.
Desa wisata petik bunga mawar awal mulanya dibentuk karena banyaknya tanaman
mawar yang berada di Desa Gunungsari dan tanaman mawar itu sendiri awalnya
ditanam di Dusun Gebruk karena tanaman mawar ini anggap cocok dan merupakan jenis
tanaman bunga potong baru di Desa Gunungsari dengan sendirinya luas tanam bunga
bunga mawar semakin meningkat. Bunga mawar juga dianggap mampu meningkatkat
perekonomian masyarakat sehingga para petani yang berada di Dusun Brumbung,
Dusun Pagargunung dan Dusun Talangrejo juga ikut menanam bunga mawar.
Dengan jumlah tanaman yang luas dan makin banyak petani dibentuklah kelompok-
kelompok tani dan sebuah Gapoktan Gunungsari Makmur (GUMUR) yang membawahi
kelompok-kelompok tani tersebut. Setelah itu dari Gapoktan Gunungsari Makmur
tersebut membentuk Desa Wisata dengan luas lahan pemanfaatan wisata ± 3900 m2 dan
dikuatkan lagi dengan ditetapkan dalam Perda Kota Batu Nomor 7 Tahun 2011 untk
dijadikan Desa Gunungsari sebegai Desa Wisata Petik Bunga Mawar.
Terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan sebagai konsep pengembangan
ekonomi lokal dalam pengembangan desa wisata petik mawar. Berikut ini merupakan
strategi pengembangan Desa Wisata Petik Bunga Mawar Desa Gunung Sari:
Mengembangkan lahan pertanian untuk mendukung kegiatan pertanian yang ada, dimana
diketahui bahwa kebutuhan akan lahan pertanian di Desa Gunungsari terus meningkat.
Selanjutnya, pemanfaatan dan penerapan teknologi untuk meningkatkan harga jual dari
hasil pertanian, dapat dilihat dari pemanfaatan teknologi mesin penyulingan minyak bunga
mawar yang meningkatkan harga jual hal ini dapat dicontoh untuk mengembangkan
produk-produk terbaru menggunakan teknologi yang modern. Pemanfaatan akses yang
baik untuk mendistribusikan hasil produksi merupakan strategi ketiga, dikarnakan
akses jalan yang sangat baik di Desa Gunungsari yang memudahkan para penjual.
Dan yang terakhir yaitu membuat kerjasama antara lembaga yang sudah dibentuk warga
yaitu GAPOKTAN GUMUR dengan pihak pemerintah agar dapat terus
mengembangkan desa wisata dan pertanian itu sendiri. Serta tidak menutup
kemungkinan terbentuknya lembaga-lembaga baru yang mendukung potensi yang ada
di desa.
1. Pemanfataan dan perluasan lahan pertanian seperti yang diketahui bahwa banyak
lahan pertanian di Desa Gunungsari tetapi tidak dapat dipergunakan sehingga para
petani menyewa lahan di luar desa. Dan pembuatan lembaga yang mendukung
kegiatan desa wisata, pembuatan lembaga ini dirasa perlu dikarnakan bukan hanya
hasil pertanian saja yang membutuhkan lembaga pengelolah melainkan juga desa
wisata.
2. Mengembangkan lahan pertanian yang masih belum dipergunakan, lahan yang
belum dipergunakan di Desa Gunungsari disebabkan karna legalitas lahan itu sendiri
maka untuk mengembangkan lahan perlu bantuan lembaga untuk membantu
mengembangkan lahan pertanian agar petani tidak menyewa lahan di luar desa dan
agar meningkatkan ekonomi desa. Pembuatan transportasi khusus untuk
pendistribusian mawar seperti lembaga pengiriman khusus distribusi mawar dari Desa
Gunungsari.
3. Meningkatkan lahan petanian dan memaksimalkan teknologi yang baru agar dapat
meningkatkan harga jual.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam pengembangannya, Kota Batu banyak pendekatan yang diterapkan. Seperti pendekata
lingkungan yang mengarah pada pelestarian Kawasan Lindung untuk memperkuat peran Kota
Batu sebagai penopang hulu Sungai Brantas dan keberlanjutan lingkungan Kota Batu sebagai
wilayah pegunungan yang asri, aman dan nyaman. Kemudian, dengan pendekatan kutub
pertumbuhan Kota Batu pada Perda RTRW Kota Batu menetapkan Bagian Wilayah Kota atau
BWK yang terbagi menjadi tiga sesuai dengan fungsinya masing-masing wilayah untuk
membangkitkan pertumbuhan di Kota Batu. Dan yang terakhir adalah pendekatan
Pengembangan Ekonomi Lokal atau PEL yang arahannya ditetapkan pada RTRW Kota Batu
sebagai ekonomi sektor unggulan pariwisata dan ekonomi sektor unggulan pertanian, salah
satunya terdapat pada Desa Gunungsari yaitu Desa Wisata Petik Bunga Mawar. Pendekatan
yang paling berpotensi besar untuk ertumbuhan Kota Batu adalah dengan melakukan
pengembangan ekonomi lokal. Namun, dalam pelaksanaannya masih belum terlaksana secara
baik. Untuk itu dibutuhkan pengkajian lebih lanjut untuk dapan mengembangkan ekonomi-
ekonimi pada masyarakan, meliat Kota Batu memiliki sumberdaya alam yang berpotensi
untuk dikembangkan.

Sumber;
Perda Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu Tahun 2010-
2030.
Ruben Donuisang, Melkisedek. 2017. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal Dalam
Pengembangan Desa Wisata Petik Mawar Desa Gunung Sari Kecamatan Bumiaji Kota
Batu. Malang : Institut Teknologi Nasional.

Anda mungkin juga menyukai