Anda di halaman 1dari 13

Askep epilepsi

Di susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kmb ll

Oleh:

Nama :M.Rafli arrazi

Nim :P00520320023

Dosen Pembimbing :

Ns.maryono.s.kep.m.kes

Nim:

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu penyakit syaraf yang sering dijumpai, terdapat pada semua
bangsa, segala usia dimana laki – laki sedikit lebih banyak dari wanita. Insiden tertinggi terdapat
pada golongan usia dini yang akan menurun pada gabungan usia dewasa muda sampai setengah tua
kemudian meningkat lagi pada usia lanjut.
Epilepsi itu sendiri didefenisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda – tanda klinis yang muncul
disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi akibat lepas muatan listrik abnormal
atau berlebihan dari neuron – neuron secara paroksismal dengan berbagai macam etiologi.

1
Prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5% - 2%. Di Indonesia penelitian epidemiologik tentang
epilepsi belum pernah dilakukan namun bila dipakai angka prevalensi yang dikemukakan seperti
dalam rujukan maka dapat diperkirakan bahwa bila penduduk Indonesia saat ini sekitar 220 juta akan
ditemukan antara 1,1 sampai 4,4, juta penderita penyandang epilepsi.
Upaya yang harus dilakukan dalam mengatasi penyakit epilepsi sebaiknya dibutuhkan
penanganan secara terpadu dari berbagai pihak baik itu dari keluarga, masyarakat dan petugas
kesehatan agar dapat bebas dari serangan epileptik.

B. Tujuan pembuatan Makalah


 Untuk Menjelaskan tentang Devinisi Epilepsi
 Untuk Mengetahui tentang Etiologi pada epilepsy
 Untuk mengetahui tentang manifest pada epilepsy
 Untuk mengetahui tentang pathway pada epilepsy
 Untuk mengetahui tentang pathofis pada epilepsy
 Untuk mengetahui komplikasi pada epilepsi

C. Manfaat untuk kalian dan guru


Manfaat penyusunan karya ilmiah bagi penulis adalah berikut:

 Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif;


 Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber;
 Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan;
 Meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara jelas dan sistematis;

Manfaat penyusunan karya ilmiah bagi guru adalah berikut:

Manfaat pembuatan makalah ini adalah dapat digunakan sebagai bahan pengajaran di bidang

pendidikan maupun di bidang penelitian-penelitian.

2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Epilepsi adalah : Suatu gangguan fungsional kronik dan banyak jenisnya dan ditandai
oleh serangan yang berulang (Price A. Sylvia, 2005).
Epilepsi adalah : Gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi tepat otak yang di
karakteristik oleh kejang berulang – ulang, keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan
kesadaran, gerakan berlebihan atau hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan berlaku, alam
perasaan, sensasi, persepsi, sehingga epilepsi bukan suatu penyakit tetapi gejala. (Brunner &
Suddarth, 2001).

B. ETIOLOGI
a.    Idiopatik; sebagian besar epilepsy pada anak adalah epilepsi idiopatik
b.    Faktor herediter; adalah beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang
seperti sklerotis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal. Fenilketonuria,
hipoparatiroidisme, hipoglikimia.
c.    Faktor genetic; pada kejang deman dan breath holding spells
d.   Kelainan congenital otak; atrofi, porensefasi, agenesis, korpus kalosum
e.    Gangguan metabolic; hipoglikimia, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia
f.     Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya toksolakmosis
g.    Trauma; kontosio serebri, hematoma subraknoid, hematema subdural
h.    Neoplasma otakadan selaputnya
i.      Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
j.      Keracunan; timbal(Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air
k.    Lain-lain; penyakit darah , gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral, dan lain-lain

C. MANIFEST
a.       Kejang Parsial Simplek
Dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah
tersebut.
Penderita mengalami sensasi gerakan atau kelainan psikis yang abnormal, tergantung pada daerah
otak yang terkena.
b.      Kejang Jacksonian
4
Gejalanya dimulai pada satu bagian tubuh tertentu (misalnya tangan atau kaki) dan kemudian
menjalar ke anggota gerak, sejalan dengan penyebaran aktivitas listrik ditolak.
c.       Kejang Parsial (Psikomotor) kompleks
Dimulai dengan hilangnya kontak penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1 – 2 menit.
Penderita menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa
tujuan, mengeluarkan suara – suara yang tak berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain
katakana dan menolak bantuan.
Kebingungan berlangsung selama beberapa menit dan diikuti dengan penyembuhan total.
d.      Kejang Konvulsif
Biasanya dimulai dengan kelainan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muatan listrik ini segera
menyebar ke daerah otak lainnya dan menyebabkan seluruh daerah mengalami kelainan fungsi.

D. EPIDEMIOLOGI

Epilepsi merupakan salah satu gangguan saraf serius yang paling umum terjadi yang mempengaruhi
sekitar 65 juta orang di seluruh dunia. Ia mempengaruhi 1% penduduk pada usia 20 tahun dan 3%
penduduk pada usia 75 tahun.Ia lebih jamak terjadi pada laki-laki daripada perempuan, tetapi secara
menyeluruh selisihnya cukup kecil. Sebagian besar penderita (80%) tinggal di dunia berkembang.

Angka penderita epilepsi aktif saat ini berkisar pada 5–10 per 1.000; epilepsi aktif diartikan sebagai
penderita epilepsi yang pernah mengalami kejang paling tidak satu kali dalam lima tahun terakhir.
Epilepsi berawal setiap tahun dalam 40–70 per 100.000 di negara maju dan 80–140 per 100.000 di
negara berkembang. Kemiskinan merupakan sebuah risiko dan mencakup baik bertempat asal dari
sebuah negara yang miskin maupun berstatus sebagai orang miskin relatif terhadap orang lain di
dalam negara yang sama.Di negara maju, epilepsi paling umum bermula pada orang muda atau orang
lansia.Di negara berkembang, awal epilepsi lebih umum terjadi pada anak-anak yang berusia lebih
tua dan pada orang dewasa muda karena lebih tingginya angka trauma dan penyakit menular. Di
negara maju, jumlah kasus per tahun telah mengalami penurunan pada anak-anak dan peningkatan
pada orang lansia antara tahun 1970-an dan 2003.Hal ini sebagian disumbang oleh kesintasan pasca-
stroke yang lebih baik pada orang lansia

5
E. PATHOTIS

F. KOMPLIKASI

Kejang pada penderita epilepsi terkadang dapat membahayakan penderitanya dan orang lain. Bahaya
tersebut dapat berupa terjatuh saat kejang, hingga risiko mengalami cedera atau patah tulang. Bahaya
lainnya adalah hilang kesadaran ketika kejang, sehingga berisiko tenggelam saat berenang atau
mengalami kecelakaan saat berkendara.

Selain itu, masalah kesehatan mental juga sering kali dihadapi penderita epilepsi akibat efek samping
pengobatan, atau kesulitan dalam menghadapi kondisinya. Komplikasi kesehatan mental yang sering
timbul, antara lain adalah depresi, kegelisahan, atau keinginan untuk bunuh diri.

Komplikasi juga dapat terjadi pada penderita epilepsi yang sedang hamil. Meski sebagian besar
penderita epilepsi dapat mengalami kehamilan dan persalinan dengan baik, ada kemungkinan janin
mengalami cacat saat lahir atau masalah perkembangan.

6
Dalam kasus yang jarang terjadi, epilepsi dapat menimbulkan komplikasi yang membahayakan
nyawa. Komplikasi tersebut adalah status epileptikus, yaitu kejang yang berlangsung lebih dari lima
menit, atau kejang yang berulang tanpa diselingi kondisi sadar di antara kejang. Komplikasi
membayakan lainnya adalah kematian mendadak dengan penyebab yang belum diketahui. Kondisi
ini dapat dialami penderita kejang yang tidak dikendalikan dengan obat.

G. PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN


Walaupun banyak kasus yang tidak dapat dicegah, usaha untuk mengurangi cedera kepala, yaitu
dengan penanganan yang baik untuk wilayah sekitar kepala saat kelahiran, dan menekan parasit dari
lingkungan seperti misalnya cacing pita dapat memberikan hasil yang efektif. Langkah yang
dilakukan di salah satu wilayah Amerika Tengah utuk menurunkan tingkat infeksi cacing pita telah
berhasil menurunkan kasus baru epilepsi hingga 50%.

Jika penyebabnya adalah tumor, infeksi atau kadar gula maupun natrium yang abnormal, maka
keadaan tersebut harus diobati terlebih dahulu jika keadaan tersebut sudah teratasi, maka terjadinya
kejangnya sendiri tidak memerlukan pengobatan. Jika penyebabnya tidak dapat disembuhkan atau
dikendalikan secara total, maka diperlukan obat anti kejang untuk mencegah kejang lanjutan. Sekitar
sepertiga penderita mengalami kejang kambuhan, sisanya biasa hanya mengalami kejang kambuhan.
Jika ditemukan kelainan otak yang terbatas, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat serat
– serat saraf yang menghubungkan kedua sel otak (korpus kalosum).
Pembedahan dilakukan jika obat tidak berhasil mengobati epilepsi atau efek sampingnya tidak dapat
ditoleransi.
        Obat – obatan yang digunakan untuk mengobati kejang
No. Jenis Epilepsi Efek samping yang mungkin
terjadi
Karboma zepin Generalisata, parsial Jumlah sel darah putih dan sel
darah merah berkurang
Etoksimid Fotit mal Jumlah sel darah putih dan sel
darah merah berkurang
Gobapentin Parsial Tenang
Lomotrigin Generalisata, parsial Ruam kulit
Fenobarbitol Generalisata, parsial Tenang
Fenitoin Generalisata, parsial Pembengkakan gusi
Primidan Generalisata, parsial Tenang
Valpioat Kejang infantil, Penambahan berat badan
Potitmal Rambut rontok

7
H. PROGNOSIS
Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan terbebas serangan paling sedikit 2 tahun dan
bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan, pasien tidak mengalami sawan lagi,
dikatkan telah menglami remisi. Diperkirakan 30 % pasien tidak akan menglami remisi meskipun
minum obat teratur. Sesudah remisi, kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering didapat
pada sawan tonik-klonik dan sawan paarsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah
menglami relaps sesudah remisi.

8
BAB III
KONSEP DASAR ASKEP

I. PENGKAJIAN
Data fokus yang perlu dikaji
a.      Riwayat Kesehatan
1)       Keluhan utama: keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian
2)       Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk RS (apa yang
terjadi selama serangan )
3)       Riwayat kesehatan yang lalu: sejak kapan serangan seperti ini terjadi, pada usia berapa serangan
pertama terjadi, frekuensi serangan, adakah faktor presipitasi seperti demam, kurang tidur emosi,
riwayat sakit kepala berat, pernah menderita cidera otak, operasi atau makan obat-obat
tertentu/alkoholik)
4)       Riwayat kesehatan keluarga: adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga
yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik maupun tidak
5)       Riwayat sebelum serangan: adakah gangguan tingkah laku, emosi apakah disertai aktifitas
atonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar, adakah aura yang mendahului serangan baik sensori,
auditorik, olfaktorik
b.      Pemeriksaan Fisik
1)      Keadaan umum
2)      Pemeriksaan Persistem
a)     Sistem Persepsi dan Sensori
Apakah pasien menggigit lidah, mulut berbuih, sakit kepala, otot-otot sakit, adakah halusinasi dan
ilusi, yang disertai vertigo, bibir dan muka berubah warna, mata dan kepala menyimpang pada satu
posisi, berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu posisi/keduanya
b)     Sistem Persyarafan
   Selama serangan: Penurunan kesadaran/pingsan? Kehilangan kesadaran / lena? Disertai komponen
motorik seperti kejang tonik, klonik, mioklonik, atonik, berapa lama gerakan tersebut? Apakah
pasien jatuh kelantai
   Proses Serangan: Apakah pasien letarsi, bingung, sakit kepala, gangguan bicara, hemiplegi sementara,
ingatkah pasien apa yang terjadi sebelum selama dan sesudah serangan, adakah perubahan tingkat
kesadaran, evaluasi kemungkinan terjadi cidera selama kejang (memer, luka gores)
c)     Sistem Pernafasan: apakah terjadi perubahan pernafasan (nafas yang dalam)
d)    Sistem Kardiovaskuler: apakah terjadi perubahan denyut jantung
9
e)     Sistem Gastrointestinal: apakah terjadi inkontinensia feses, nausea
f)      Sistem Integumen: adakah memar, luka gores
g)     Sistem Reproduksi
h)     Sistem Perkemihan: adakah inkontinensia urin
c.      Pola Fungsi Kesehatan
1)       Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pemahaman pasien dan keluarga mengenai program pengobatan pasien, keamanan lingkungan
sekitar
2)       Pola Aktivitas dan Latihan
Pemahaman klien tentang aktivitas yang aman untuk pasien (minimal resiko cidera pada saat
serangan)
3)       Pola Nutrisi Metabolisme
Pasca serangan biasanya pasien mengalami nansea
4)       Pola Eliminasi
Saat serangan dapat terjadi inkontinensia urin dan atau feses
5)       Pola Tidur dan Istirahat
Salah satu faktor presipitasi adalah kurangnya istirahat/tidur
6)       Pola kognitif dan Perseptual
Adakah gangguan orientasi, pasien merasa dirinya berubah
7)       Persepsi diri atau konsep diri
Pentingnya pemahaman dengan berobat teratur dapat terbebas dari sawan
8)       Pola toleransi dan koping stress
Adakah stress dan gangguan emosi
9)       Pola sexual reproduksi
10)   Pola hubungan dan peran
11)   Pola nilai dan kenyakinan

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.   Resiko cedera b/d kelemahan keseimbangan, keterbatasan kognitik/perubahan kesadaran.
2.   Pola napas tidak efektif b/d kerusakan neuromukuler, obstruasi trakeobronkial.
3.   Gangguan harga diri b/d stisma.
4.   Kurang pengetahuan b/d kurang kekurangan informasi.

10
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx. I. : Resiko cedera b/d kelemahan kesulitan keseimbangan keterbatasan
kognitif/perubahan kesadaran.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kita dapat
mengungkapkan pemahaman faktor dan menunjang kemungkinan trauma.
Hasil : Perubahan gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko dan melindungi
diri dari cedera.
Intervensi :
1)   Gali bersama – sama pasien brbagai stimulus yang dapat menjadi pencetus kejang.
R/ : Alkohol berbagai obat dan stimulasi lain (kurang tidur, lampu yang terlalu terang, menonton TV
yang terlalu lama) dapat meningkatkan aktivitas otak yang selanjutnya meningkatkan resiko
kesadarannnya kejang.
2)   Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang terpasang dengan posisi tempat
tidur yang rendah.
R/: Mengurangi trauma saat kejang terjadi selama pasien berada di tempat tidur.
3)   Anjurkan pasien untuk merokok selama dapat diawasi.
R/: Mungkin dapat menyebabkan robekan jika rokok tersebut terjatuh. Secara tidak disengaja selama
fase aura (aktivitas kejang yang terjadi).
4)   Evaluasi ketahanan untuk berikan pandangan pada kepala.
R/: Penggunaan penutup kepala (semacam helm) dapat memberikan pandangan tambahan terhadap
seseorang yang mengalami kejang terus menerus/kejang berat.
5)   Tanggalah bersama klien dalam waktu beberapa lama selama/setelah kejang.
R/ : Meningkatkan keamanan pasien.
6)   Kolaborisasi.
Berikan obat sesuai indikasi (obat anti epilepsi) meliputi karboma zepam, klorozepam

IV. IMPLEMENTASI
Sesuai dengan intervensi.

V. EVALUASI
Sesuai dengan tujuan.

11
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Epilepsi merupakan kumpulan gejala dan tanda – tanda klinis yang muncul disebabkan
gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi akibat lepas muatan listrik abnormal atau
berlebihan dari neuron – neuron secara paroksismal dengan berbagai macam etiologi. Dimana sekitar
70 % kasus epilepsi tidak diketahui penyebabnya yang dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik
misalnya karena trauma kepala, infeksi, congenital, gangguan peredaran darah otak.
Bila salah satu orang tua epilepsi maka kemungkinan 4 % anaknya akan mengidap epilepsi
sedangkan bila kedua orangtuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20 % - 30
%.
Pengobatan yang diberikan apabila penyebabnya adalah tumor atau infeksi maka keadaan
tersebut harus diobati terlebih dahulu dimana jika keadaan tersebut sudah teratasi maka kejangnya
sendiri tidak memerlukan pengobatan, jika penyebabnya tidak dapat disembuhkan maka diperlukan
obat anti kejang untuk mencegah terjadinya kejang lanjutan.

B. SARAN
1.     Bagi pasien Epilepsi
 penderita epilepsi obat anti kejang harus diminum secara teratur berdasarkan resep dari dokter
serta harus kontrol ke pelayanan kesehatan secara teratur.
 Bagi keluarga penderita hendaknya dilatih untuk membantu penderita jika terjadi serangan
epilepsi dimana langkah penting adalah menjaga agar penderita tidak terjatuh, melonggarkan
pakaian dan memasang bantal di bawah kepala penderita.
2.     Bagi perawat
 Harus mempelajari sehingga dapat memahami tentang penyakit epilepsi.
 Mampu mengenali tanda dan gejala dari penyakit epilepsi sehingga dapat menentukan masalah
keperawatan yang sesuai dengan keluhan pasien dan menentukan rencana serta tindakan yang
tepat pada pasien epilepsi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2001. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH EDISI 8 VOLUME 3, EGC;
Jakarta.

Doenges E. Marylin, 2000. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN EDISI 3, EGC: Jakarta.

Price A. Sylvia, 2005. PATOFISIOLOGI KONSEP KLINIS PROSES – PROSES PENYAKIT


EDISI 6. EGC; Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai