Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KELOMPOK

SIMPLISIA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI KUALITAS MUTU
Dosen Pengampu: Apt. Almahera, S.Farm., M.Farm.

Disusun untuk penilaian tugas kelompok


pada mata kuliah Farmakognosi

Oleh:

TUTUT SELAMET
JASMANI
YATI NURANISA
RESMA SEFTIYANA

FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
NUSA TENGGARA BARAT
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk Mata Kuliah Farmakognosi,
dengan judul: “Simplisia dan factor-faktor yang mempengaruhi kualitas mutu”.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Kuripan, 19 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3. Tujuan Penulisan................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 4
2.1. Pengertian Simplisia .......................................................................... 4
2.1.1. Jenis-jenis Simplisia............................................................... 4
2.1.2. Tata Cara Pembuatan Simplisia ............................................. 5
2.2. Ekstrak dan Ekstraksi ......................................................................... 7
2.2.1. Pengertian Ekstrak dan Ekstraksi........................................... 7
2.2.2. Macam-macam Ekstraksi ....................................................... 8
2.2.3. Macam-macam Ekstrak ......................................................... 8
2.2.4. Metode Ekstraksi ................................................................... 8
2.3. Metode dan Parameter Standarisasi Simplisia ................................... 12
2.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Simplisia ................................... 15
2.3.1. Bahan Baku dan Penyimpanannya......................................... 15
2.3.2. Proses Pembuatan Simplisia .................................................. 16
2.3.3. Cara Pengepakan dan Penyimpanan ...................................... 17
2.3.4. Cara pengambilan Simplisia .................................................. 17
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 20
3.1. Kesimpulan ........................................................................................ 20
3.2. Saran .................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Departemen Kesehatan RI, simplisia adalah bahan alami yang
digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan
kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang tidak dikeringkan.
Simplisia terbagi menjadi 3 jenis yakni, simplisia nabati, simplisia hewani
dan simplisia mineral (pelikan).
Simplisia memiliki banyak keunggulan, antara lain efek sampingnya
relatif lebih kecil daripada obat-obatan kimia karena berasal dari alam,
adanya komposisi yang saling mendukung untuk mencapai efektivitas
pengobatan, dan lebih sesuai untuk penyakit metabolik dan degenaratif.
Meskipun begitu, obat tradisional ini memiliki kekurangan yaitu, memiliki
efek farmakologis yang lemah, bahan baku belum terstandar, dan belum
dilakukan uji klinik serta mudah tercemar berbagai mikroorganisme. Jika
ingin menggunakan simplisia sebagai obat tradisional, sebaiknya
menggunakan simplisia dari kelompok obat fitofarmaka, yang telah teruji
khasiat dan keamanannya, teruji secara klinis, bisa dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, serta memenuhi indikasi medis.
Tahap awal pembuatan simplisia adalah tahap penanganan pasca panen
yang harus penuh dengan ketelitian yakni, dimulai dari penyiapan alat dan
bahan, pengumpulan bahan yang akan digunakan sebagai bahan baku
simplisia, penyortasian basah (pemisahan dan pembuangan bahan organik
asing atau tumbuhan lain yang terikut).
Untuk mengetahui kebenaran dan mutu simplisia, maka dilakukan
analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan kuantitatif. Pengujian
mikroskopik termasuk dalam analisis kuantitatif. Uji mikroskopik dilakukan
dengan menggunakan mikroskopik yang derajat pembesarannya disesuaikan
dengan keperluan. Simplisia yang dapat diuji berupa sayatan melintang,
radial, paradermal, membujur ataupun serbuk. Dari pengujian ini akan

1
diketahui jenis simplisia berdasarkan pragmen pragenal spesifik masing-
masing simplisia.
Serbuk dari simplisia memiliki beberapa persyaratan yaitu:
1. Kadar air, tidak lebih dari 10%
2. Angka lempeng total, tidak lebih dari 10
3. Angka kapang dan khamir, tidak lebih dari 10
4. Mikroba pathogen: negative
5. Aflatoksin, tidak lebih dari 30 bpj.
Pada pembuatan bahan dasar obat haruslah dilakukan beberapa uji
coba. Uji organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan indra
manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap
produk. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan,
kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk.
Adapun syarat-syarat yang harus ada dalam uji organoleptik adalah ada
contoh yang diuji yaitu benda perangsang, ada penulis sebagai pemroses
respon, ada pernyataan respon yang jujur respon yang spontan, tanpa
penalaran, imaginasi, ilusi atau meniru orang lain, asosiasi. Tujuan uji
organoleptik adalah untuk:
1. Pengembangan produk dan perluasan pasar.
2. Pengawasan mutu, bahan mentah, dan komoditas
3. Perbaikan produk
4. Membandingkan produk sendiri dengan peroduk pesaing
5. Evaluasi penggunaan bahan, formulsai, dan peralatan baru.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah ditulis sebelumnya, maka
penulis merumuskan beberapa permasalahan antara lain:
1. Bagaimanakah definisi simplisia?
2. Apa saja jenis-jenis dan bagaimana tata cara pembuatan simplisia?
3. Apa saja perbedaan antara Ekstrak dan Ekstraksi?
4. Bagaimanakan metode ekstraksi?
5. Apa saja factor yang mempengaruhi kualitas simplisia?

2
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui definisi dari simplisia.

2. Untuk mengetahui macam-macam simplisia serta cara pembuatannya.

3. Untuk mengetahui perbedaan antara Ekstrak dan Ekstraksi.

4. Untuk mengetahui metode ektrasi.

5. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kualitas mutu


simplisia.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Simplisia


Simplisia atau herbal yaitu bahan alam yang telah dikeringkan yang
digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali
dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 600C (Ditjen
POM, 2008). Instilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat
alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami
perubahan bentuk (Gunawan, 2010)

Jadi simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat


yang belum mengalai pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain,
berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi 3 golongan
yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia mineral (Melinda,
2014).

2.1.1. Jenis-jenis Simplisia

2.1.1.1. Simplisia Nabati


Simplisia Nabati adalah simplisia yang berupa tanaman
utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman (Nurhayati,
2008). Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi
sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat
nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tanamannya (Melinda, 2014).

2.1.1.2. Simplisia Hewani


Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan
utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan
oleh hewan (Meilisa, 2009) dan belum berupa zat kimia
murni (Nurhayati Tutik, 2008). Contohnya adalah minyak

4
ikan (Oleum ieconis asselli) dan madu (Mei depuratum)
(Gunawan, 2010)

2.1.1.3. Simplisia Mineral atau Pelikan


Simplisia mineral atau pelican adalah simplisia berupa
bahan pelican atau mineral yang belum diolah atau telah
diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan
kimia murni (Melisa, 2009). Contohnya serbuk seng dan
tembaga (Gunawan, 2010).

2.1.2. Tata Cara Pembuatan Simplisia

2.1.1.4. Sortasi basah


Sortasi basah adalah pemilihan hasil panen Ketika
tanaman masih segar (Gunawan, 2010). Sortasi basah
dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan
asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang
telah rusah serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah
yang mengandung bermacam-macam mikroba dalam
jumlah yang tinggi. Oleh karena itu pembersihan simplisia
dan tanah yang berikut dapat mengurangi jumlah mikroba
awal (Melinda, 2014).

2.1.1.5. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan
pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia.
Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dan
mata air, air sumur dan PDAM, karena air untuk mencuci
sangat mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal
simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian
kotor, maka jimlah mikroba pada permukaan bahan
simplisia data berambah dan air yang terdapat pada
permukaan bahan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan

5
mikroba (Gunawan, 2010). Bahan simplisia yang
mengandung zat mudah larut dalam air yang mengalir,
pencucian hendaknya dilakukan dalam waktu yang
sesingkat mungkin (Melinda, 2014).

2.1.1.6. Perajangan
Beberapa jenis simplisia perlu mengalami perajangan
untuk memperoleh proses pengeringan, pengepakan dan
penggilingan. Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan
maka semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat
waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga
menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat khasiat yang
mudah menguap, sehingga komposisi, bau, rasa yang
diinginkan (Melinda, 2014). Perajangan dapat dilakukan
dengan pisau, dengan alat mesin perajangan khusus
sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran
yang dikehendaki (Gunawan, 2010).

2.1.1.7. Pengeringan
Proses pengeringan simplisia, terutama bertujuan
sebagai berikut:
a. Menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak
mudah ditumbuhi kapang dan bakteri.
b. Menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan
lebih lanjut kandungan zat aktif.
c. Memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya
(ringkas, mudah disimpan, tahan lama, dan sebagainya)
(Gunawan, 2010).

Proses pengeringan sudah dapat menghentikan proses


enzimatik dalam sel bila kadar airnya dapat mencapai
kurang dari 10%. Hal-hal yang perlu diperhatikan dari
proses pengeringan adalah suhu pengeringan, lembaban

6
udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Suhu
yang terbaik pada pengeringan adalah tidak melebihi 60 0C,
tetapi bahan aktif yang tidak tahan pemanasan atau mudah
menguap harus dikeringkan pada suhun serendah mungkin,
misalnya 300C sampai 450C. teradapat du acara pengeringan
yaitu pengeringan alamiah (dengan sinar matahari langsung
atau dengan diangin-anginkan) dan pengeringan buatan
dengan menggunakan instruen (Melinda, 2014).

2.1.1.8. Sortasi Kering


Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah
mengalami proses pengeringan. Pemilihan dilakukan
terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong atau bahan yang
rusak (Gunawan, 2010).

Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir


pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan
benda-benda asing, seperti bagian-bagian tanaman yang
tidak diinginkan atau pengotoran-pengotoran lainnya yang
masih ada dan tertinggal pada simplisia kering (Melinda,
2014).

2.1.1.9. Penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka
simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar
tidak saling bercampur antar simplisia satu dengan lainnya
(Gunawan, 2010). Untuk persyaratan wadah yang akan diginakan
sebagai pembungkus simplisia adalah harus inert, artinya tidak
bereaksi dengan bahan lain, tidak beracun, mampu melindungi
bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga,
penguapan bahan aktif serta dari pengaruh cahaya, oksigen dan
uap air (Melinda, 2014).

7
2.2. Ekstrak dan Ekstraksi
2.2.1. Pengertian
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan
penyari simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi
serbuk (Depkes RI, 2008, disitasi oleh Anggraini, 2017).
Berdasarkan literatur lain, ekstrak adalah sediaan kental yang
diperoleh dngan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau
simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
hamper semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang terisi
diperlakukan sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Istiqomah, 2013).

Ekstraksi adalah proses pemisahan substansi dari campurannya


dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Kristanti et al., 2008,
disitasi oleh Fajeriyati, 2017). Menurut Departemen Kesehatan RI
(2006), ekstraksi yaitu kegiatan penarikan kandungan kimia yang
dapat larut dari suati serbuk simplisia, sehingga terpisah dari bahan
yang tidak dapat larut.

2.2.2. Macam-macam Ekstraksi


Berdasarkan wujud bahan ekstraksi dibedakan menjadi du
acara sebagai berikut:
1. Ekstraksi padat cair, gunanya untuk melarutkan zat yang dapat
larut dari campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2. Ekstraksi cair-cair, gunanya untuk memisahkan 2 zat cair yang
saling bercampuran dengan menggunakan pelarut dapat
melarutkan salah satu zat (Fajeriyati, 2017).

2.2.3. Macam-macam Ekstrak


Berdasarkan sifatnya, ekstrak dikelompokkan menjadi:

1. Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi


semacam madu dan dapat dituang.

8
2. Ekstrak kental adalah sediaan yang dilihat dalam keadaan dingin
dan dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%.

3. Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi kering


dan mudah dibuang, sebaiknya memiliki kandungan lembab
tidak lebih dari 5%.

4. Ekstrak cair adalah ekstrak yang dibuat sedemikiannya sehingga


1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair
(Istiqomah, 2013).

2.2.4. Metode Ekstraksi


Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terbagi menjadi:

1. Cara dingin
Ekstraksi cara dingin memiliki keuntungan dalam proses
ekstraksi total, yaitu memperkecil kemungkinan terjadinya
kerusakan pada secyawa termolabil yang terdapat pada sampel.
Sebagian besar senyawa dapat terekstraksi dengan ekstraksi cara
dingin, walaupun ada beberapa senyawa yang memiliki
keterbatasan kelarutan terhadap pelarut pada suhu ruangan
(Istiqomah, 2013).

a. Maserasi

Menurut Harmita (2008), maserasi merupakan cara


sederjana yang dapat dilakukan dengan merendam serbuk
simplisia dalam pelarut. Maserasi adalah proses
pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperature ruangan (kamar) (Istiqomah, 2013).
Kelemahan dari maserasi adalah prosesnya membutuhkan
waktu yang cukup lama. Ekstraksi secara menyeluruh juga
dapat menghabiskan sejumlah besar volume pelarut yang
dapat berpotensi hilangnya metabolit. Beberapa senyawa

9
juga tidak terekstraksi secara efisien jika kurang terlarut
pada suhu kamar (270C). ekstraksi secara maserasi
dilakukan pada suhu kamar (270C), sehingga tidak
menyebabkan degradasi metabolit yang tidak tahan panas
(Fadhilaturrahmi, 2015).

b. Perkolasi

Perkolasi merupakan proses mengekstraksi senyawa


terlarut dari jaringan selular simplisia dengan pelarut yang
selalu baru sampai sempurna yang umumunya dilakukan
pada suhu ruangan. Perkolasi cukup sesuai, baik untuk
ekstraksi pendahuluan maupun dalam jumlah besar
(Fadhilaturrahmi, 2015). Perkolasi adalah ekstraksi
dengan pelarut yang selalu baru dan sempurna (Exhaustiva
extraction) yang umumnya dilakukan pada temperature
ruangan (Istiqomah, 2013).

Prinsip perkolasi adalah dengan menempatkan


serbuk simplisia pada suatu bejana silinder yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori. Proses terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahap maserasi atara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetasan/ penampungan ekstrak),
terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang
jumlahnya 1-5 kali bahan (Istiqomah, 2013). Perkolasi
cukup sesuai, baik untuk ekstraki pendahuluan maupun
jumlah besar.

2. Cara panas
a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada


temperature titik didihnya, selama waktu tertentu dan
jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan
adanya pendingin balik (Istiqomah, 2013). Berdasarkan

10
literatur lain, ekstraksi refluks merupakan metode
ekstraksi yang dilakukan pada titik didih pelarut tersebut,
selama waktu dan sejumlah pelarut tertentu dengan adanya
pendingin balik (kondensor) (Bambang, 2010). Cairan
penyari akan menguap, uap tersebut akan diembunkan
denga pendinginan tegak dan akan Kembali menyari zat
aktif dalam simplisia tersebut. Ekstraksi ini biasanya
dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam
(Fadhilaturrahmi, 2015).

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan


pelarut yang selalu baru dan pada umumnya dilakukan
dengan alat yang khusus sehingga ekstraksi kontinyu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik (Istiqomah, 2013). Sokletasi adalah suatu
metode atau proses pemisahan suatu komponen yang
terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan
berulang-ulang dengan menggunakan pelarut tertentu,
sehingga semua komponen yang diinginkan akan terisolasi
(Anonim, 2015).

Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi


dengan prinsip pemanasan dan perendaman sampel. Hal
itu menyebabkan terjadinya pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam
dan di luar sel. Dengan demikian, metabolit sekunder yang
ada di dalam sitoplasma akan terlarut ke dalam pelarut
organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan
melewati pendingin udara yang akan mengembunkan uap
tersebut menjadi tetesan yang akan terkumpul kembali.
Bila larutan melewati batas lubang pipa samping soxhlet

11
maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah
yang menghasilkan ekstrak yang baik (Fadhilaturrahmi,
2015).

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetic (dengan pengadukan


kontinu) pada temperature yang lebih tinggi dari
temperature ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperature 40- 500C (Fadhilaturrahmi,
2015).

d. Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut cair pada


temperature penangas air (bejana infus tercelup dalam
penangas air mendidih, temperature terukur 96-980C)
selama waktu tertentu (15-20 menit) (Fadhilaturrahmi,
2015).

e. Dekokta

Dekokta dalah infus pada waktu yang lebih lama (≥


30 menit) dan temperature sampai titik didih air
(Istiqomah, 2013).

2.3. Metodologi dan Parameter Standarisasi Simplisia


Standarisasi dapat didefinisikan sebagai kualitas suatu sediaan farmasi
yang memiliki nilai yang tetap dan repsodisubel, serta menentukan jumlah
minimun dari satu atau beberapa komponen yang terkandung di dalamnya.
Beberapa alasan perlunya dilakukan standarisasi obat tradisional, antara lain
dapat menyediakan produk yang terstandar, repsodusibel, dan memiliki
kualitas tinggi, serta memberikan rasa aman dan meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap obat tradisional.

Standarisasi dalam kefarmasian adalah serangkaian parameter,

12
prosedur, dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait
paradigma mutu kefarmasian. Mutu dalam arti memenuhi syarat standar
(kimia, biologi, farmasi), termasuk jaminan stabilitas sebagai produk
kefarmasian umumnya. Selain itu, standarisasi juga berarti proses juga
berarti proses yang menjamin bahwa produk akhir (obat, ekstrak, atau
produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan
ditetapkan terlebih dahulu.

Standarisasi simplisia mempunyai perngertian bahwa simplisia yang


akan digunakan sebagai bahan baku obat harus memenuhi persyaratan yang
tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia
Medika Indonesia), sedangkan sebagai produk yang langsung dikonsumsi
harus memenuhi persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan peraturan
yang berlaku.

Ekstrak yang digunakan sebagai bahan baku maupun produk


kefarmasian, selain harus memenuhi persyaratan monografi bahan baku
(simplisia), juga diperlukan persyaratan parameter standar ekstrak.
Persyaratan mutu ekstrak terdiri dari berbagai parameter standar umum (non
spesifik) dan parameter standar spesifik. Parameter non spesifik eliputi susut
pengeringan, kadar abu, kadar air, sisa pelarut, dan cemaran logam berat,
sedangkan parameter spesifik meliputi identitas ekstrak, organoleptik
ekstrak, dan kadar senyawa terlarut dalam pelarut tertentu.

Parameter spesifik terdiri dari:

1. Identitas ekstrak, merupakan deskripsi tata nama ekstrak, nama latin


tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan serta senyawa identitas
yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu. Parameter ini
bertujuan memberikan identitas objektif dari nama dan spesifik dari
senyawa identitas.

2. Organoleptik ekstrak, dilakukan dengan menggunakan panca indera


untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa. Parameter ini

13
bertujuan sebagai pengenalan awal yang sederhana seobjektif mungkin.

3. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, dilakukan dengan cara


melarutkan ekstrak denga pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan
jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara
gravimetri. Parameter ini bertujuan untuk memberikan gambaran awal
jumlah senyawa kandungan.

Parameter non spesifik terdiri dari:

1. Susut pengeringan, merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan


pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang
dinyatakan dengan nilai posen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak
mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organik menguap)
identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di
atmosfer/lingkungan udara terbuka. Parameter ini bertujuan untuk
memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang
hilang pada proses pengeringan.

2. Bobot jenis, adalah masa per satuan volume pada suhu kamar tertentu
(25oC) yang ditentukan dengan alat khusus piknometer atau alat lainnya.
Parameter ini bertujuan untuk memberikan batasan tentang besarnya
masa per satuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair
sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang.

3. Kadar air, merupakan pengukuran kandungan air yang berada dalam


bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi
atau gravimetri. Parameter ini bertujuan untuk memberikan batasan
minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan.

4. Kadar abu, yaitu bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa


organik dan turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga tinggal
unsur mineran dan anorganik. Parameter ini bertujuan untuk memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari
proses awal sampai terbentuknya ekstrak.

14
5. Sisa pelarut, dilakukan dengan menentukan kandungan sisa pelarut
tertentu yang memang ditambahkan yang secara umum dengan
kromatografi gas. Parameter ini bertujuan untuk memberikan jaminan
bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang memang
seharusnya tidak boleh ada. Sedangkan untuk ekstrak cair menunjukkan
jumlah pelarut (alkohol) sesuai dengan yang ditetapkan.

6. Residu petisida, dilakukan denga menentukan kandungan sisa pestisida


yang mungkin saja pernah ditambahkan atau mengkontaminasi pada
bahan simplisia pembuatan ekstrak. Parameter ini bertujuan untuk
memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung pestisiada
melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan.

7. Cemaran logam berat, dilakukan dengan menentukan kandungan logam


berat secara spektroskopi serapan atom atau lainnya yang lebih valid.

8. Cemaran mikroba, dilakukan dengan menentukan (identifikasi) adanya


mikroba yang patogen secara analisis mikrobiologis. Parameter ini
bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak boleh
mengandunga mikroba patogen dan tidak mengandung mikroba non
patogen melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada
stabilitas ekstrak dan berbahawa (toksik) bagi kesehatan.

2.4. Factor-faktor Yang Mempengaruhi Simplisia


Kualitas simplisia dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain:

2.4.1. Bahan Baku dan Penyimpanan Bahan Baku Simplisia


Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa
tumbuhan liar atau berupa tumbuhan budidaya. Tumbuhan liar
adalah tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau
tempat lain, atau tanaman yang sengaja ditanam dengan tujuan lain,
misalnya sebagai tanaman hias, tanaman pagar, tetapi bukan
bertujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya adalah

15
tanaman-tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi
simplisia.

Simplisia yang belum diolah menjadi barang jadi, kecuali


dinyatakan lain hendaknya disimpan dalam keadaan kering untuk
mencegah timbulnya jamur dan membusuknya simplisia karena
penyimpanan. Selain itu, dalam penyimpanannya juga perlu
diperhatikan tentang kelembaban, suhu, dan wadah untuk
penyimpanan.

2.4.2. Proses Pembuatan Simplisia


a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan
Pembuatan simplisia dengan cara ini pengeringannya
dilakukan dengan cepat, tetapi pada suhu yang tidak terlalu
tinggi. Pengeringan dengan waktu lama akan mengakibatkan
simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan yang
dilakukan pada suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan
perubahan kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk
mencegah hal tersebut, bahan simplisia yang memerlukan
perajangan perlu diatur perajangannya sehingga diperoleh tebal
irisan yang pada pengeringannya tidak mengalami kerusakan.

b. Simplisia dibuat dengan cara fermentasi


Proses fermentasi dilakukan dengan seksama agar proses
tersebut tidak berkelanjutan kearah yang tidak dinginkan.

c. Simplisia dibuat dengan proses khusus


Pembuatan simplisia dengan cara penyulingan, pengentalan
eksudat nabati, pengeringan sari air dan proses khusus lainnya
dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa simplisia yang
dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.

d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air


Pati, talk, dan sebagainya pada proses pembuatannya

16
memerlukan air. Air yang digunakan harus bebas dari
pencemaran racun serangga, kuman pathogen, logam berat, dan
lain-lain.

2.4.3. Cara Pengepakan dan Penyimpanan Simplisia


Pada penyimpanan simplisia perlu diperhatikan beberapa hal
yang dapat mengakibatkan kerusakan simplisia, yaitu
carapengepakan, pembukusan dan pewadahan, persyaratan Gudang
simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu, serta cara
pengawetannya. Penyebab kerusakan pada simplisia yang utama
adalah air dan kelembaban.

Cara pengemasan simplisia tergantung pada jenis simplisia dan


tujuan penggunaan pengemasan. Bahan dan bentuk pengemasan
harus seusia, dapat melindungi dari kemungkinan kerusakan
simplisia, dan dengan memperhatikan segi pemanfaatan ruan guntuk
keperluan pengangkutan maupun penyimpanannya.

Adapun tahapan dan cara penyimpanan simplisia antara lain:


pengumpulan bahan baku (panen), sortasi basah, pencucian,
perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan
penyimpanan, dan pemeriksaan mutu.

2.4.4. Cara Pengambilan Simplisia


Adapun cara pengambilan simplisia antara lain:

1. Kulit batang
Dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan ukuran
Panjang dan lebar tertentu; untuk kulit batang mengandung
minyak atsiri atau golongan senyawa fenol digunakan alat
pengelupas bukan logam.

2. Batang
Dari cabang, dipotong-potong dengan panjang tertentu dan
dengan diameter cabang tertentu.

17
3. Kayu
Dari batang atau cabang, dipotong kecil atau diserut
(disugu) setelah dikelupas kulitnya.

4. Daun
Tua atau muda (daerah pucuk), dipetik dengan tangan satu
persatu.

5. Bunga
Kuncup atau bunga mekar atau mahkota bunga, atau daun
bunga, dipetik dengan tangan.

6. Pucuk
Pucuk berbunga; dipetik dengan tangan (mengandung
daun muda dan bunga).

7. Akar
Dari bawah permukaan tanah, dipotong-potong dengan
ukuran tertentu.

8. Rimpang
Dicabut, dibersihkan dari akar, dipotong melintang dengan
ketebalan tertentu.

9. Buah
Masak, hampir masak; dipetik dengan tangan.

10. Biji
Buah dipetik; dikupas kulit buahnya dengan mengupas
menggunakan tangan, pisau, atau menggilas, biji dikupas dan
dicuci.

11. Kulit buah


Seperti biji, kulit buah dikumpulkan dan dicuci.

12. Bulbus
Tanaman dicabut bulbus dipisah dari daun dan akar

18
dengan memotongnya, dicuci.

19
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalai pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi 3 golongan yaitu
simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia mineral (Melinda, 2014).

Simplisia Nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian


tanaman atau eksudat tanaman (Nurhayati, 2008). Yang dimaksud dengan
eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau
yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya
yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya (Melinda, 2014).

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian


hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan (Meilisa, 2009) dan
belum berupa zat kimia murni (Nurhayati Tutik, 2008). Contohnya adalah
minyak ikan (Oleum ieconis asselli) dan madu (Mei depuratum) (Gunawan,
2010)

Simplisia mineral atau pelican adalah simplisia berupa bahan pelican


atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan
belum berupa bahan kimia murni (Melisa, 2009). Contohnya serbuk seng
dan tembaga (Gunawan, 2010).

tahapan dan cara penyimpanan simplisia antara lain: pengumpulan


bahan baku (panen), sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan,
sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan, dan pemeriksaan mutu.

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dngan mengekstraksi zat


aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian hamper semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk
yang terisi diperlakukan sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

20
(Istiqomah, 2013).

Ekstraksi adalah proses pemisahan substansi dari campurannya


dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Kristanti et al., 2008, disitasi
oelh Fajeriyati, 2017).

3.2. Saran
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan makalah kelompok
ini meskipun penulisan makalah ini jauh dari sempurna minimal kita
mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari penulisan
makalah kelompok kami, karena kami manusia yang merupakan tempat salah
dan dosa; dalam hadits “al insanu minal khotto’ wannisa’, dan kami juga
butuh saran/ kritikan agar dapat kami jadikan motovasi untuk masa depan
yang lebih baik daripada masa sebelumnya. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada dosen pengampu Mata Kuliah Farmakognosi Ibu Apt.
Almahera, S.Farm., M.Farm. yang telah memberi kami tugas kelompok demi
kebaikan diri kami sendiri serta kebaikan untuk bangsa dan negara.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2000. Pengolahan Hasil Pertanian. www.wikipedia.com. Diakses pada


18 Oktober 2021
Departemen Kesehatan RI. 2004. Kajian Potensi Tanaman Obat. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
BPOM, 1995. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Dirjen Pengawasan
Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
1985. Cara Pembuatan Simplisia. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Gunawan, Didik dan Sri Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I.

penerbit Swadaya. Jakarta.


Khadijah. 2017. Penentuan Total Fenolik dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Etanolik Daun samama (Anthocephalus macrophylus) Asal Ternate,
Maluku Utara. Jurnal Kimia Mulawarman, vol. 15, no. 1, hh. 11-18.
Martha Tilaar Inovation Center. 2002. Budidaya Secara Organik Tanaman Obat
Rimpang. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Melinda. 2014. Aktivitas Antibakteri Daun Pacar (Lowsonia inermis L), Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Samsudin, M. A. dan Khoirudin. 2008. Ekstraksi, Filtrasi dan uji Stabilitas Zat
Warna dari Kulit Manggis (Garcinia mangostana). Jurnal Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro X1 (1):1-8.

22

Anda mungkin juga menyukai