Disusun Oleh :
Kelompok 6
Ismi Nurul Azmi (216100064)
Leli Agustiantini (216100065)
Dhiya Nada Adilah (216100066)
M. Aldy Naufal (216100067)
Ghina Yulianty (216100099)
PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA CIANJUR
2021
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “Pembangunan
Industri dan Perdagangan” ini dengan tepat waktu.
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan dalam mata kuliah
Pengantar Ekonomi Pembangunan. Dalam pembuatan makalah ini penyusun mendapat banyak
masukan, bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penyusun hendak menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. DR.Hj.Yuyun Moeslim Taher, SH., selaku Pembina Yayasan Pendidikan Yuyun
Moeslim Taher;
2. Kurnia P. Moeslim Taher, selaku ketua Yayasan Pendidikan Yuyun Moeslim Taher;
3. Dr. H. Rudi Yacub,MM., selaku Rektor Universitas Putera Indonesia;
4. Reni Nurlaela, SE.,M.Pd., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Putera
Indonesia;
5. Dandi Bahtiar, S.E., M.M., selaku Kaprodi Manajemen dan Dosen Pengampu pada
Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Pembangunan
Segala kritikan dan saran sangat dibutuhkan demi perkembangan kami, sehingga akan
lahir makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi kami selaku penyusun.
Cianjur, 16 November 2021
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1) Industry besar, yaitu perusahaan atau usaha industry yang mempekerjakan tenaga kerja
100 orang atau lebih
2) Industry sedang, yaitu perusahaan atau usaha industry yang mempekerjakan tenaga
kerja 20 sampai 90 orang
3) Industry kecil, yaitu perusahan atau usaha industry yang mempekerjakan tenaga kerja
5 sampai 19 orang
4) Industry mikro, yaitu perusahaan atau usaha industry yang memperkerjakan tenaga
kerja kurang dari 5 orang.
Jadi jika disimpulkan industry merupakan pengolahan bahan mentah menjadi barang
jadi yang mempunyai nilai lebih tinggi setelah diolah. Dan industry kecil adalah industry
yang pengolahannya masih sederhana, dengan modal sedikit dan tenaga kerja yang sedikit
pula.
5
d. Meningkatkan dan menggiatkan industry padat karya, industry kecil, dan industry
rumah tangga.
e. Mendorong meningkatkan pembangunan industry PMA dan PMDN
f. Penyebaran industry ke seluruh daerah
g. Menghemat pengeluaran devisa dan sebaliknya menggalakan ekspor hasil industry
untuk memperoleh devisa.
3) Kebijakan Industri dalam Pelita III
a. Memperdalam struktur industry dengan membangun usaha yang masih lowng pada
pohon industry
b. Mengusahakan peralatan hasil industry, perluasan lapangan kerja, mengurangi
ketimpangan antara sector industry dengan sector lainnya, dan antara sector industry
sendiri
c. Meningkatkan sumbangan sector industry terhadap pendapatan nasional
d. Menciptakan wilayah pusat pertumbuhan industry (WPPI) sebagai suatu konsep
pembangunan wilayah, berorientasi pada pertumbuhan ekonomi pada zona industry
yang memanfaatkan sumber daya alam dan potensi daerah.
e. Mendorong pertumbuhan industry kecil
f. Meningkatkan peranan sector industry untuk menunjang sekotr pertanian dan
ketahanan Nasional.
4) Kebijakan Industri dalam Pelita IV
Menjalankan pola pengembangan industry nasional yang berintikan enam butir
kebijakan pokok, yaitu :
a. Pendalaman dan pemantapan struktur industry
b. Pengembangan industry permesinan dan elektronika
c. Pengembangan dan pemasaran hasil industry kecil melalui system “bapak angkat”
d. Mengganti kebijakan substitusi impor dengan promosi ekspor dengan pola broad
base (spectrum) mengembangkan penelitian dan pengembangan terapan, rancang
bangun, serta rekayasa industry.
e. Mengembangkan kewiraswastaan dan tenaga profesi. Menciptakan iklim yang
kondusif melalui kebiajakan deregulasi dan debirokratisasi.
5) Kebijakan Industri dalam Perlita V
a. Melanjutkan deregulasi dengan tujuan menarik sebanyak mungkin industry yang
berpindah lokasi (relokasi) dari satu negara ke negara lain, yang pada umumnya
6
berupa foot loose industry seperti industry elektronika, sepatu, dan garmen yang
padat karya
b. Melanjutkan Pelita IV
6) Kebijakan industry pada Pelita VI
a. Meningkatkan ekspor melalui kebijakan deregulasi.
Pemerintah juga menjalankan serangkaian kebijakan yang bertujuan memulihkan
perekonomian yang sangat terpuruk. Beberapa kebijakan yang diambil, yaitu
mengendalikan inflasi, mencukupi kebutuhan sandang dan pangan, merehabilitasi
prasarana ekonomi, serta menggalakan ekspor. Adapun kebijakan Industri Nasional
menjadi salah satu tujuan dari The Sustainable Development Goals yang dicanangkan oleh
Perserikatan Bangsa-bangsa (tujuan nomor 9: Industry, Innovation and Infrastructure)
adalah mencapai industri yang berkelanjutan, di mana setiap negara harus mencapai tingkat
yang lebih tinggi dalam industrialisasi di negara mereka dan dapat memanfaatkan
globalisasi pasar barang dan jasa industri. Guna mencapai tujuan tersebut, setiap Negara
membuat kebijakan untuk industrinya. Kebijakan industri adalah kebijakan yang
diaplikasikan untuk industri atau sektor-sektor tertentu suatu industri berdasarkan aturan
perjanjian umum dalam rangka untuk mempercepat alokasi sumber daya yang optimal
antara berbagai sektor.
Tujuan penyelenggaraan perindustrian di Indonesia yang sesuai dengan Pasal 9 Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian adalah:
1) mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional;
2) mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur industri;
3) mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau;
4) mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan
atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan
masyarakat;
5) membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
6) mewujudkan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia guna
memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan
7) meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no 14 tahun 2015 di atas, rencana pembangunan
industri nasional memerlukan tiga tahapan dan arah pencapaian sebagai berikut:
7
1) Tahap I periode 2015-2019: Tahap ini dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah
sumber daya alam pada industri hulu berbasis agro, mineral dan migas, yang diikuti
dengan pembangunan industri pendukung dan andalan secara selektif melalui
penyiapan SDM yang ahli dan kompeten di bidang industri, serta meningkatkan
penguasaan teknologi.
2) Tahap II periode 2020-2024: Tahap ini dimaksudkan untuk mencapai keunggulan
kompetitif dan berwawasan lingkungan melalui penguatan struktur industri dan
penguasaan teknologi, serta didukung oleh SDM yang berkualitas.
3) Tahap III periode 2025-2029: Tahap ini dimaksudkan untuk menjadikan Indonesia
sebagai Negara Industri Tangguh yang bercirikan struktur industri nasional yang kuat
dan dalam, berdaya saing tinggi di tingkat global, serta berbasis inovasi dan teknologi.
Tahapan pembangunan industri nasional di atas dijalankan untuk mencapai saasaran yang
ditetapkan. Adapun sasaran tersebut meliputi:
1) Meningkatnya pertumbuhan industri yang diharapkan dapat mencapai pertumbuhan 2
(dua) digit pada tahun 2035 sehingga kontribusi industri dalam Produk Domestik
Bruto (PDB) mencapai 30% (tiga puluh persen);
2) Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri dengan mengurangi
ketergantungan terhadap impor bahan baku, bahan penolong, dan barang modal, serta
meningkatkan ekspor produk industri;
3) Tercapainya percepatan penyebaran dan pemerataan industry ke seluruh wilayah
Indonesia
4) Meningkatnya kontribusi industri kecil terhadap pertumbuhan industri nasional;
5) Meningkatnya pengembangan inovasi dan penguasaan teknologi;
6) Meningkatnya penyerapan tenaga kerja yang kompeten di sektor industri; dan
7) Menguatnya struktur industri dengan tumbuhnya industri hulu dan industri antara yang
berbasis sumber daya alam.
9
telah berlangsung 80 tahun . Undang-undang ini disahkan oleh Presiden pada tanggal 11
Maret 2014.
Macam-macam Perdagangan :
1) Perdagangan Dalam Negeri
Perdagangan Dalam Negeri adalah Perdagangan Barang dan/atau Jasa dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak termasuk Perdagangan Luar Negeri.
Perdagangan dalam negeri diatur pada Bab IV, pasal 5 sampai dengan pasal 37.
Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri mengatur: pengharmonisasian peraturan,
Standar, dan prosedur kegiatan Perdagangan antara pusat dan daerah dan/atau
antardaerah; penataan prosedur perizinan bagi kelancaran arus Barang; pemenuhan
ketersediaan dan keterjangkauan Barang kebutuhan pokok masyarakat; pengembangan
dan penguatan usaha di bidang Perdagangan Dalam Negeri, termasuk koperasi serta
usaha mikro, kecil, dan menengah; pemberian fasilitas pengembangan sarana
Perdagangan; peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri; Perdagangan antarpulau;
dan pelindungan konsumen. Sedangkan, pengendalian Perdagangan Dalam Negeri
meliputi: perizinan; Standar; dan pelarangan dan pembatasan. Setiap Pelaku Usaha
wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada 11 Barang yang
diperdagangkan di dalam negeri. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan atau
kelengkapan label berbahasa Indonesia diatur dengan Peraturan Menteri.
Perdagangan dalam negeri meliputi :
a. Distribusi Barang
Distribusi Barang yang diperdagangkan di dalam negeri secara tidak langsung atau
langsung kepada konsumen dapat dilakukan melalui Pelaku Usaha Distribusi.
Distribusi Barang secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan rantai
Distribusi yang bersifat umum: distributor dan jaringannya; agen dan jaringannya;
atau waralaba. Pelaku Usaha Distribusi melakukan Distribusi Barang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan serta etika ekonomi dan bisnis dalam
rangka tertib usaha.
b. Sarana Perdagangan
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Pelaku Usaha secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama mengembangkan sarana Perdagangan berupa: Pasar rakyat; pusat
perbelanjaan; toko swalayan; Gudang; perkulakan; Pasar lelang komoditas; Pasar
berjangka komoditi; atau sarana Perdagangan lainnya.
10
c. Perdagangan Jasa
Penyedia Jasa yang bergerak di bidang Perdagangan Jasa wajib didukung tenaga
teknis yang kompeten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyedia Jasa yang tidak memiliki tenaga teknis yang kompeten dikenai sanksi
administratif berupa: peringatan tertulis; penghentian sementara kegiatan usaha;
dan/atau pencabutan izin usaha.
d. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri
Dalam rangka pengembangan, pemberdayaan, dan penguatan Perdagangan Dalam
Negeri, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau pemangku kepentingan lainnya
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama mengupayakan peningkatan penggunaan
Produk Dalam Negeri.
e. Perdagangan Antau Pulau
Pemerintah mengatur kegiatan Perdagangan antarpulau untuk integrasi Pasar dalam
negeri. Pengaturan ini diarahkan untuk: menjaga keseimbangan antar daerah yang
surplus dan daerah yang minus; memperkecil kesenjangan harga antardaerah;
mengamankan Distribusi Barang yang dibatasi Perdagangannya; mengembangkan
pemasaran produk unggulan setiap daerah; menyediakan sarana dan prasarana
Perdagangan antarpulau; mencegah masuk dan beredarnya Barang selundupan di
dalam negeri; mencegah penyelundupan Barang ke luar negeri; dan meniadakan
hambatan Perdagangan antarpulau.
f. Perizinan
Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha Perdagangan wajib memiliki
perizinan di bidang Perdagangan yang diberikan oleh Menteri.
g. Pengendalian Barang Kebutuhan Pokok dan/atau Barang Penting
Pelaku Usaha dilarang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang
penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan Barang,
gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang. Pelaku Usaha
dapat melakukan penyimpanan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting
dalam jumlah dan waktu tertentu jika digunakan sebagai bahan baku atau bahan
penolong dalam proses produksi atau sebagai persediaan Barang untuk
didistribusikan.
11
h. Larangan dan Pembatasan Perdagangan Barang dan/atau Jasa
Pemerintah menetapkan larangan atau pembatasan Perdagangan Barang dan/atau
Jasa untuk kepentingan nasional dengan alasan: melindungi kedaulatan ekonomi;
melindungi keamanan negara; melindungi moral dan budaya masyarakat;
melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan
lingkungan hidup; melindungi penggunaan sumber daya alam yang berlebihan
untuk produksi dan konsumsi; melindungi neraca pembayaran dan/atau neraca
Perdagangan; melaksanakan peraturan perundang-undangan; dan/atau
pertimbangan tertentu sesuai dengan tugas Pemerintah.
2) Perdagangan Luar Negeri
Perdagangan Luar Negeri adalah Perdagangan yang mencakup kegiatan Ekspor
dan/atau Impor atas Barang dan/atau Perdagangan Jasa yang melampaui batas wilayah
negara. Perdagangan luar negeri diatur pada Bab V, Pasal 35 sampai dengan Pasal 54.
Ketentuan tentang perdagangan luar negeri meliputi ekspor, impor, perizinan ekspor
dan impor, serta larangan pembatasan ekspor dan impor. Kebijakan perdagangan luar
negeri meliputi peningkatan jumlah dan jenis serta nilai tambah produk ekspor,
pengharmonisasian standar dan prosedur kegiatan perdagangan dengan negara mitra
dagang, penguatan kelembagaan di sektor perdagangan luar negeri, pengembangan
sarana dan prasarana penunjang perdagangan luar negeri serta pelindungan dan
pengamanan kepentingan nasional dari dampak negatif perdagangan luar negeri.
Sedangkan pengendalian perdagangan luar negeri meliputi perizinan, standar dan
pelarangan dan pembatasan. Pengendalian untuk perdagangan jasa yang melampaui
batas wilayah negara dilakukan dengan cara pasokan lintas batas, konsumsi di luar
negeri, keberadaan komersial atau perpindahan manusia. Dalam rangka meningkatkan
nilai tambah bagi perekonomian nasional, pemerintah dapat mengatur cara pembayaran
dan cara penyerahan barang dalam kegiatan ekspor dan impor.
Perdagangan Luar Negeri meliputi :
a. Ekspor
Ekspor barang dilakukan oleh pelaku usaha yang telah terdaftar dan ditetapkan
sebagai eksportir. Eksportir yang tidak bertanggung jawab terhadap barang yang
diekspor dikenai sanksi administratif berupa pencabutan perizinan, persetujuan,
pengakuan, dan/atau penetapan di bidang Perdagangan.
12
b. Impor
Impor barang hanya dapat dilakukan oleh importir yang memiliki pengenal sebagai
importir berdasarkan penetapan Menteri. Setiap importir wajib mengimpor barang
dalam keadaan baru
c. Perizinan Ekspor dan Impor
Untuk kegiatan ekspor dan impor, Menteri mewajibkan Eksportir dan Importir
untuk memiliki perizinan yang dapat berupa persetujuan, pendaftaran, penetapan,
dan/atau pengakuan. Menteri mewajibkan eksportir dan importir untuk memiliki
perizinan dalam melakukan ekspor sementara dan impor sementara
d. Larangan dan Pembatasan Ekspor dan Impor
Semua Barang dapat diekspor atau diimpor, kecuali yang dilarang, dibatasi, atau
ditentukan lain oleh undang-undang. Pemerintah melarang impor atau ekspor
barang untuk kepentingan nasional dengan alasan untuk melindungi keamanan
nasional atau kepentingan umum, untuk melindungi hak kekayaan intelektual,
dan/atau untuk melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan,
tumbuhan, dan lingkungan hidup
3) Perdagangan Perbatasan
Perdagangan perbatasan adalah perdagangan yang dilakukan oleh warga negara
Indonesia yang bertempat tinggal di daerah perbatasan Indonesia dengan penduduk
negara tetangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perdagangan perbatasan dalam
UU Perdagangan diatur pada Bab VI, Pasal 55 dan 56. Dalam Undang-Undang
Perdagangan disebutkan setiap warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara
lain dapat melakukan perdagangan perbatasan dengan penduduk negara lain yang
bertempat tinggal di wilayah perbatasan. Perdagangan Perbatasan hanya dapat
dilakukan di wilayah perbatasan darat dan perbatasan laut yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah. Perdagangan Perbatasan dilakukan berdasarkan perjanjian
bilateral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ukan perdagangan
perbatasan. Pemerintah melakukan pengawasan dan pelayanan kepabeanan dan cukai,
imigrasi, serta karantina di pos lintas batas keluar atau di pos lintas batas masuk dan di
tempat atau di wilayah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan menteri terkait sebelum
melakukan perjanjian Perdagangan Perbatasan
13
Secara umum perkembangan kebijakan perdagangan Indonesia, sejak terbentuknya World
Trade Organization (WTO) tahun 1995 silam telah mengalami pertumbuhan sangat pesat.
Bahkan untuk jaringan produksi secara globalisasi juga semakin meningkat, dan saat ini
negara China muncul sebagai kekuatan produksi dan perdagangan yang cukup maju, artinya
perubahan pola perdagangan dunia secara globalisasi tersebut akan ikut mempengaruhi
kinerja perdagangan yang ada di Indonesia. Ada juga perkembangan kebijakan Perdangan di
Indonesia yaitu :
1) Tahun 1948-1966 kEkonomi nasionalis, nasionalisasi perusahaan Belanda
2) Tahun 1967-1973 Sedikit Leberalisasi Perdagangan 1974-1981 Substitusi impor,
booming komoditas primer dan minyak
3) Tahun 1982- sekarang Liberalisasi Perdagangan dan orientasi ekspor
15
bawah tingkat inflasi sebelum atau pada awal Repelita I. Dalam PJP I, rata-rata laju
pertumbuhan sektor perdagangan adalah sekitar 7,1 persen per tahun, lebih tinggi
daripada rata-rata laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), sekitar 6,8 persen
per tahun. Dengan laju pertumbuhan perdagangan demikian, pada akhir Repelita V,
sektor perdagangan telah menyumbang sebesar 17 persen terhadap PDB. Sumbangan
sektor perdagangan bagi penciptaan lapangan kerja menunjukkan peningkatan, yaitu
dari sebesar 4,3 juta dalam tahun 1971 menjadi 11,1 juta dalam tahun 1990 atau
mengalami kenaikan hampir tiga kali lipat dalam dua dasawarsa terakhir.
Jadi peran perdagangan dalam negeri terhadap pembangunan ekonomi sebagai berikut.
1) Pemerintah semakin menggiatkan penggunaan produk dalam negeri selain untuk
mendongkrak meningkatnya produk local sehingga tumbuh dan berkembang,
diharapkan juga tidak terjadi adanya aliran uang orang Indonesia ke luar negeri yang
akan memicu pada menurunnya nilai tukar rupiah
2) Dengan menggunakan produk local industri akan bergerak dan mampu membuka
lapangan kerja untuk menyerap tenaga kerja sehingga kesejahteraan akan meningkat,
yang tidak kalah pentingnya jika penggunaan produk dalam negeri dapat
meningkatkan atau memperkokoh struktur ekonomi terutama cadangan devisa dalam
negeri dapat dipertahankan / bahkan ditingkatkan.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau
memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai
tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. Kebijakan pemerintah yang
berhubungan dengan perusahaan dan pasar industri berkaitan dengan peran pemerintah
sebagai pelaku dan pengarah, dan sebagai penengah sengketa dalam perekonomian.
Kegiatan perdagangan pada mulanya masih diatur berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan warisan Belanda. Pembangunan perdagangan merupakan salah satu
kegiatan di bidang ekonomi yang mempunyai peran strategis dalam rangka pembangunan
yang berwawasan nusantara. Sektor perdagangan berperan dalam mendukung kelancaran
penyaluran arus barang dan jasa, memenuhi kebutuhan pokok rakyat, serta mendorong
pembentukan harga yang wajar.
3.2 Saran
Dalam hal ini Indonesia harus lebih memperhatikan dan meningkatkan usaha
pengembangan sektor industri dan perdagangan lebih terarah dan meningkatkan
perekonomian yang ada di Indonesia.
17
DAFTAR PUSTAKA
18