Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Supriyati (501200563)
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesakan tugas makalah kami yang berjudul “Pemikiran
Ekonomi Islam Masa Kebijakan Publik”. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan
tugas makalah ini masih banyak kekurangan,baik dari segi isi,penulisan maupun kata-kata
yang digunakan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran serta kritik yang
membangun dari berbagai pihak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
A. KESIMPULAN ..........................................................................................................11
B. SARAN ......................................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yag dimaksud karakteristik ekonomi islam
2. Apa saja pemikira ekonomi Islam Abu Yusuf?
3. Apa saja pemikiran ekonomi Islam Al Syaibani?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui karakteristik ekonomi islam
2. Untuk mengetahui apa saja pemikiran ekonomi Islam Abu Yusuf
3. Untuk mengetahui apa saja pemikiran ekonomi Islam Al Syaibani
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Rahmawati, Naili, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf, Bandung: Cipta Pustaka Media, 2010,
hlm. 185
3
ini,selain membahas mengenai al kharaj juga membahas berbagai sumber pendapatan
negara seperti, ghanimah, fai, kharaj, usur, jizyah, dan shadaqah yang dilengkapi
mekanisme pengumpulan dan pendistribusian setiap kekayaan negara sesuai dengan
syariat islam yang berpedoman pada pada Al-Qur’an dan Hadits.
2. Pemikiran Ekonomi Islam
Abu Yusuf adalah orang pertama yang mengenalkan konsep perpajakan di dalam
buku karyanya yang berjudul al kharaj, kitab ini dijadikan pedoman dalam pengaturan
sistem baitul mal dan sumber pendataan negara. Di dalam kitab al kharaj karya Abu
Yusuf terdapat pembahasan ekonomi publik,yang spesifik tentang perpajakan dan peran
negara dalam pembangunan. Abu Yusuf sangat menjunjung tinggi nilai keadilan,
kelaziman, dan kemampuan membayar pajak, serta pentingnya akuntanbilitas dalam
pengelolaan keuangan negara. Dalam hal ini negara memiliki peran penting dalam
penyediaan fasilitas publik yang dibutuhkan masyarakat.
Pemikiran Abu Yusuf dalam al kharaj. Antara lain :
a. Segala aktivitas ekonomi,sarana serta kemudahan yang dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat adalah tanggung jawab pemerintah, namun jika manfaat dari segala
sarana dan kemudahan itu hanya dapat dirasakan oleh pihak tertentu,maka orang
tersebut dapat dikenakan biaya. Kemudian,demi terciptanya kesejahteraan
masyarakat,negara berhak untuk membebankan pajak fa’I ushur,jizyah dan lain-
lain sebagai pendapatan negara.
b. Perpajakan Abu Yusuf mengganti praktik misahah (fixed tax) adalah pajak yang
nilainya besar tanpa membedakan kemampuan sang pembayar, dengan
muqasamah (proportional tax) adalah apapun jumlah objek pajak yang dikenakan
dalam pajak persentasenya akan tetap sama. Maka hal tersebut dapat menindas
dan mendzalimi rakyat miskin, dan juga menentang sistem Qobalah adalah
pengumpulan pajak secara mandiri mulai dari menghitung, membayar lalu
melaporkan kepada lembaga tersebut.
c. Dalam mekanisme harga, ia melarang penguasa menentukan harga suatu barang,
karena menurutnya keadilan hanya terjadi jika harga ditentukan oleh permintaan
dan penawaran pasar juga.2
Sejauh ini pemikiran Abu Yusuf dijadikan rujukan dalam menerapkan konsep
perpajakan di beberapa negara di dunia.
2
Yusuf al-Qardhawi, Peran Nilai dan Moral Perekonomian, Jakarta: Rabbani Press, 1997, hlm. 431
4
Jenis-jenis pajak yang dipungut pada masa Abu Yusuf sebagai berikut :
a. Fa’i
Fa’i adalah harta yang diperoleh orang-orang islam tanpa melalui pertempuran
baik dengan pasukan berkuda atau kendaraan yang lain. Seperlima dari harta fa’i
diberikan kepada orang-orang yang berhak.
Harta fa’i meliputi kharaj, jizyah, usyur ataupun harta perdamaian. Harta fa’i
merupakan sumber keuangan umum yang diperuntukkan bagi Rasul dan
pemerintahan serta pihak lain yang bertugas demi kemaslahatan kehidupan kaum
muslimin.
b. Kharaj
Kharaj menurut bahasa bermakna al-kara’ (sewa) dan al-ghullal (hasil). Setiap
tanah yang diambil dari kaum kafir secara paksa,setah perang diumumkan kepada
mereka,dianggap sebagai tanah karajiyah. Jika mereka memeluk islam,setelah
penaklukan tersebut,maka status tanah yang telah kharajiyah. Kharaj adalah hak yang
diberikan atas lahan tanah yang telah dirampas dari tangan kaum kafir, baik dengan
cara perang ataupun damai. Jika perdamaian menyepakati bahwa tanah tersebut milik
kita dan mereka pun mengakuinya dengan membayar kharaj, maka mereka harus
mengejakannya.
c. Usyur
Usyur adalah pajak yang dikenakan atas barang-barang dagangan yang masuk ke
negara islam. Usyur belum pernah di kenal dimasa Nabi SAW dan di masa Abu Bakar
Siddiq RA. Permulaan diterapkan usyur di negara islam adalah di masa Amirul
Mukminin Umar bin Khattab yang berlandaskan demi menegakan keadilan. Usyur
telah diambil dari para pedagang kaum muslimin jika mereka mendatangi daerah
lawan. Maka dalam rangka penerapan perlakuan yang seimbang terhadap mereka,
Umar bi Khattab memutuskan untuk memperlakukan pedagang non Muslim dengan
perlakuan yang samapula jika mereka masuk ke negara Islam.3
Dalam hal penetapan pajak, Abu Yusuf cenderung menyetujui negara
mengambil bagian dari hasil pertanian dari para penggarap daripada menarik sewa
dari lahan pertanian. Menurutnya, cara ini lebih adil dan memberikan hasil produksi
yang lebih besar dengan memberikan kemudahan dalam memperluas tanah garapan.4
3
Yusuf al-Qadhawi, Op.Cit, hlm. 435
4
Yusuf al-Qardhawi, Op.Cit, hlm. 446
5
Abu Yusuf juga memberikan pandangannya terhadap mekanisme pasar,yaitu
pernyataannya dalam kitab al-kharaj.
Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal
itu ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena
melimpahnya makanan, demikian juga mahal tidak disebabkan kelangkaan makanan.
Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah. Terkadang makanan berlimpah,tetapi
tetap mahal dan terkadang makanan sangat sedikit tapi murah.
Dari pernyataan tersebut, Abu Yusuf menyangkal pendapat mengenai hubungan
timbal balik antara penawaran dan harga. Pendapatan yang berkembang saat ini
menyatakan apabila barang yang tersedia sedikit maka kemungkinan harganya pun
akan mahal begitupun sebaliknya, apabila jumlah barang yang tersedia banyak, maka
harganya akan murah. Namun, pada kenyataannya terbentuknya harga dalam pasar
tidak hanya bergantung pada penawaran saja, namun bergantung pada kekuatan
permintaan.
Poin kontroversial dalam analisis ekonomi Abu Yusuf adalah pada masalah
pengendalian harga (tas’ir). Beliau menentang penguasa yang menetapkan harga.
Seperti yang dikemukakan beliau dalam kitab al-kharaj bahwa hasil panen dan
sebaliknya kelangkaan tidak mengakibatkan harga melambung.
Fenomenal yang terjadi pada masa Abu Yusuf adalah, ketika terjadi kelangkaan
barang maka harga akan tinggi, sedangkan pada saat barang tersebut melimpah, maka
harga untuk turun atau lebih rendah. Dengan kata lain, pemahaman pada zaman Abu
Yusuf berkaitan antara harga dan kuantitas hanya memperhatikan kurva Demand.5
Fenomena inilah yang kemudian dikritis oleh Abu Yusuf. Kecenderungan yang ada
pada dalam pemikiran ekonomi islam adalah membersihkan pasar dari praktek
penimbunan, monopoli, dan praktek korup lainnya, dan kemudian membiarkan
penentuan harga kepada kekuatan permintaan dan penawaran.
5
Fauzan, Muhammad, Konsep Perpajakan Menurut Abu Yusuf, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2017, hlm.
180-181
6
orang tuanya, Al Syaibani pindah ke kota kuffah yang ketika itu merupakan salah satu
pusat kegiatan ilmiah. Di kota tersebut ia belajar fiqh, sastra, bahasa, dan hadits
kepada para ulama setempat,seperti Mus’ar bin Kadam,Sufyan Tsauri,Umar bin
Dzar,dan Malik bin Maghul. Pada saat berusia 14 tahun berguru kepada Abu Hanifah
selama 4 tahun,yakni sampai Abu Hanifah meninggal dunia. Setelah itu ia berguru
kepada Abu Yusuf,salah seorang murid terkemuka dan pengganti Abu Hanifah,hingga
keduanya tercatat sebagai penyebar mazhab Hanafi.
Dalam menuntut ilmu, al-Syaibani banyak berinteraksi dengan berbagai ulama. Seperti
ulama terdahulu, ia mengembara ke berbagai tempat, seperti Madinah, Makkah, Syiria,
Basrah dan Khurasan untuk belajar pada ulama besar, seperti Malik bin Anas, sufyan bin
‘Uyainah, dan Auza’i. Ia juga pernah bertemu dengan Al Syafi’i ketika belajar Al
Muwattha pada Malik bin Anas. Hal itu memberikan suasana baru dalam pemikiran
fiqhnya. Al-Syaibani menjadi lebih banyak mengetahui berbagai hadits yang luput dari
pengetahuan Abu Hanifah. Dari keluasan pendidikannya ini,ia mampu mengombinasikan
antara alira ahl al-ra’yi di irak dan ahl al-hadits di Madinah.6
Setelah memperoleh ilmu yang memadai,al-Syaibani kembali ke Baghdad yang pada
saat itu yang telah berada dalam kekuasaan Bani Abbasiyah. Di tempat ini,ia mempunyai
peran penting dalam majelis ulama dan kerap didatangi para penuntut ilmu. Hal tersebut
makin mempermudahnya dalam mengembangkan mazhab Hanafi,apalagi ditunjang
kebijakan pemerintah saat itu yang menjadikan mazhab Hanafi sebagai mazhab negara.
Berkat ilmunya tersebut, setelah Abu Yusuf meninggal dunia, Khalifah Harun Al Rasyid
mengangkatnya sebagai hakim di kota Riqqah, Iraq. Namun, tugas ini hanya berlangsung
singkat karena ia kemudian mengundurkan diri untuk lebih berkonsenterasi pada
pengajaran dan penulisan fiqh. Al-Syaibani meninggal dunia pada tahun 189 H (804 M)
di kota al-Ray, dekat Teheran, pada usia 58 tahun.7
Selama hidupnnya beliau dikenal sebagai ekonom muslim yang produktif. Dalam
menuliskan pokok-pokok pemikiran fiqhnya, al Syaibani menggunakan istihsan sebagai
6
A.Karim, Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm.
172-173
7
A.Karim, Adiwarman, Op.Cit, hlm. 280
7
metode ijtihadnya. Hasil karyanya yang berupa kita diklasifikasikan menjadi dua
golongan, yaitu :
1) Zharir al Riwayah, yaitu kitab yang dituliskan berdasarkan pelajaran yang
diberikan Abu Hanifah,seperti al mabsut, al jami’ al kabir, al jami’ al saghir,
al siyar al kabir, al siyar al saghir, dan al ziyadat. Semua ini disatukan oleh
Abi Al Fadl Muhammad ibn Ahmad Al Maruzi dalam satu kitab berjudul Al
Kafi.
1) Al Nawadir, yaitu kitab yang ditulis berdasarkan pandangannya sendiri, seperti
Amali Muhammad fi al fiqh, al Ruqayyat,al Makharij fi al Hiyal, al Radd ‘ala
Ahl Madinah, al Ziyadah, al Atsar, dan al Kasb.
2. Pemikiran Ekonomi Islam
Al Syaibani merupakan salah seorang tokoh ekonomi islam yang punya dampak yang
cukup besar terhadap perkembangan ekonomi islam. Bahkan Al-Janidal menyatakan
bahwa Al-Syaibani merupakan salah seorang perintis ilmu ekonomi dalam islam.
Sebagai buktinya dapat kita lihat dari pemikiran-pemikiran ekonomi yang beliau
menerangkan yakni :
a. Kasb (Kerja)
Dalam pembahasan ekonomi al-kasb,al-Syaibani memulainya dengan memberikan
definisi tentang kasb (kerja) itu sendiri. Kasb merupakan usaha untuk mencari perolehan
harta dengan berbagai cara yang halal. Kerja dalam kerangka mikro merupakan bagian
dari aktivitas produksi. Penjelasan ini menegaskan bahwa yang dimaksud dengan
aktivitas produksi dalam ekonomi islam berbeda dengan aktivitas produksi dalam
ekonomi konvensional yang tidak membedakan apakah hasil produksi itu halal atau
haram. Dalam perspektif ekonomi konvensional, kerja sebagai bagian dari aktivitas
produksi itu hanya mengarah untuk mendapatkan keuntungan semata. Dalam ilmu
ekonomi dinyatakan bahwa produksi dilakukan karena barang atau jasa itu mempunyai
nilai guna, sedangkan didalam islam bahwa suatu barang dan jasa itu mempunyai nilai
guna jika mempunyai unsur kegunaan. Seorang muslim memproduksi setiap barang atau
jasa yang memilik tujuan kegunaan. Pandangan islam tersebut berbeda dengan konsep
ekonomi konvensional yang menganggap bahwa suatu barang atau jasa mempunyai nilai
guna selama masih ada orang yang menginginkannya. Dengan kata lain, dalam ekonomi
8
konvensional nilai guna suatu barang atau jasa ditentuka oleh keinginan orang per orang
dan ini bersifat subjektif.8
8
Claudry, Dahlan, Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana Preneda Media Group, 2012, hlm. 261
9
Claudry, Dahlan, Op.Cit, hlm. 263
9
dengan empat perkara, yaitu makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal
(rumah)".10
Al-Syaibani lebih lanjut menyatakan, "Adapun tempat tinggal, maka mereka telah
diciptakan dengan suatu ciptaan di mana fisiknya tidak mampu menahan teriknya panas
sehingga dapat melaksanakan perintah Allah Ta'ala yang dipikulnya dan hal itu tidak
mungkin direalisasikan kecuali dengan terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal. Dengan
demikian, kebutuhan ini sama kedudukannya dengan kebutuhan makan dan minum".
d. Kebutuhan-kebutuhan Ekonomi
Al-Shaibani mengatakan bahwa sesungguhnya Allah SWT. menciptakan anak-
anak adam sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya tidak akan berdiri kecuali dengan
empat perkara, yaitu; makan, minum, pakaian dan tempat tinggal.
e. Spesialisasi dan Distribusi Pekerjaan
Al-Shaibani mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya selalu
membutuhkan yang lain. Seseorang tidak akan menguasai pengetahuan semua hal
yang dibutuhkan sepanjang hidupnya dan, kalaupun manusia berusaha keras, usia
akan membatasinya diri manusia. Lebih lanjut al-Shaibani menerangkan bahwa
seorang yang fakir membutuhkan orang kaya sedangkan orang kaya membutuhkan
tenaga orang lain.11
10
Ahmad Maulidizen, Pemikiran dan Kontribusi Tokoh Ekonomi Islam Klasik dan Kontemporer,
Bandung: Akatiga, 2017, hlm. 45
11
Ahmad Maulidizen, Op.Cit, hlm. 48
10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemikiran ekonomi islam masa kebijakan pulik ditandai dengan kebijakan-
kebijakan ekonomi yang sudah diformalkan dan disusun dalam suatu kitab khusus.
Ekonomi Islam mulai diterapkan sejak era Nabi Muhammad SAW. Hingga kemudian
dikembangkan oleh ulama-ulama dan intelektual muslim seperti Abu Yusuf dan As
Shaibani yang dikembangkan dari waktu-kewaktu.
B. SARAN
Bedasarkan makalah yang kami tulis, maka penulis menyarankan agar Kita
melakukan segala kegiatan ekonomi bukan semata-mata mencari keuntungan namun
harus ada keridhoan di dalamnya sehingga menciptakan kesejahteraan namun tetap
sesuai dengan hukum-hukum syariat islam.
11
DAFTAR PUSTAKA
A.Karim, Adiwarman. 2004. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Ahmad Maulidun. 2017. Pemikiran dan Kontribusi Tokoh Ekonomi Islam Klasik dan
Kontemporer. Bandung: Akatiga.
Claudry, Dahlan. 2012. Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Preneda Media
Group.
Fauzan, Muhammad. 2017. Konsep Perpajakan Menurut Abu Yusuf. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Rahmawati, Naili. 2010. Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf. Bandung: Cipta
Pustaka Media.
Yusuf al-Qadhawi. 1997. Peran Nilai dan Moral Perekonomian. Jakarta: Rabbani
Press.
12