Anda di halaman 1dari 21

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM MASA KHULAFUL

RASHIDIN
Makalah ini untuk memenuhi nilai mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

Program Studi Ekonomi Syariah

Dosen Pengampu : Muflih Khallab Al Mustaqim, S.S., S.E., M.E.

Disusun Oleh : Kelompok 4

Besse Nur Ulfa Syafrilinda 501200562


Syahra Khalsa Hamida 501200548

Cindy Rismawati 501200550

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN


JAMBI

TAHUN AJARAN 2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pemikiran Ekonomi Islam
Masa Khulaful Rashidin” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
untuk memenuhi tugas Bapak Muflih Khallab Al Mustaqim, S.S., S.E., M.E. pada mata
kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Pemikiran Ekonomi Islam Masa Khulaful Rashidin bagi para
pembaca dan juga bagi penyusun.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muflih Khallab Al Mustaqim, selaku
dosen pengampu mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam yang telah memberikan
tugas ini sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang telah kami susun ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Jambi, 8 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...............................................................................................................iii


BAB I............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
1.3 Tujuan............................................................................................................ 1
BAB II .......................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
2.1 Biografi Singkat Khalifah Khulfaul Rasyidin ............................................ 2
1. Abu Bakar ash-Shiddiq 11-13 H (632 – 634 M ) ....................................... 2
2. Umar bin Khattab 13-23 H (634-644 M) .................................................... 3
3. Utsman Ibnu „Affan 23-35 H (644-656 M) ................................................ 3
4. Ali bin Abi Thalib 35-40 H (656-661 M) ................................................... 4
2.2 Pemikiran Ekonomi dan Kebijakan-kebijakan yang diterapkan pada Masa Khulfaul
Rassyidin ....................................................................................................... 5
1. Perekonomian Masa Abu Bakar ash-Shiddiq (632-634 M)....................... 5
2. Perekonomian Masa Umar ibn Al-Khattab (634-644 M) .......................... 7
3. Perekonomian Masa Utsman bin Affan (644-656 M).............................. 12
4. Perekonomian Masa „Ali bin Abi Thalib (656-661 M) ........................... 14
BAB III ....................................................................................................................... 16
PENUTUP .................................................................................................................. 16
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 16
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu perbedaan signifikan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi
konvensional dalam pengembangan sistemnya selalu merujuk pada wahyu Ilahi yang tidak
ada sedikit pun keraguan di dalamnya. Apapun masalah baru yang mencuat akibat
perkembangan zaman, peradaban, ataupun ilmu pengetahuan, teori-teori ekonomi yang
dikembangkan oleh para sarjana muslim selalu merujuk pada Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi
SAW. Sebab selain Al-Qur‟an, Sunnah Nabi SAW yang sahih juga merupakan wahyu Allah
Swt yang suci dan mutlak kebenarannya. Allah Swt berfirman di Q.S. an-Najm (53) : 3-4
yang artiny “Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut keinginannya,
melainkan (Alquran itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. Al-Qur‟an dan
Sunnah merupakan dua sumber utama hukum Islam yang tidak dapat digantikan sampai hari
kiamat. Adapun perkembangan ekonomi konvensional yang tidak memiliki sumber hukum
yang kokoh lebih dipengaruhi oleh situasi ataupun kondisi yang sedang berkembang pada
saat itu. Oleh sebab itu, sejarah di masa Rasulullah Saw dan para sahabat adalah potongan
sejarah terpenting yang tidak boleh terlewatkan dalam kajian sejarah pemikiran ekonomi
Islam.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana biografi keempat khalifah (Khulafaul Rasyidin)?
2. Bagaimana sistem ekonomi di masa Khulafaul Rasyidin ?
3. Apa saja kebijakan ekonomi yang dilakukan pada masa Khulafaul Rasyidin?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui biografi keempat khalifa (Khulfaul Rasyidin)
2. Mengetahui sistem ekonomi di masa Khulafaul Rayidin
3. Mengetahui kebijakan ekonomi yang dilakukan masa Khulafaul Rasyidin
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Biografi Singkat Khalifah Khulfaul Rasyidin

1. Abu Bakar ash-Shiddiq 11-13 H (632 – 634 M )

Namanya Abdullah ibnu Abi Qudhafah at Tamimi. Di masa jahiliyah, bernama


Abdul Ka‟bah, lalu ditukar oleh Nabi menjadi Abdullah Kuniyahnya Abu Bakar.
Beliau diberi kuniyah Abu Bakar (pemagi) karena dari pagi-pagi betul beliau telah
masuk Islam. Gelarnya : Ash-Shiddiq (yang amat membenarkan). Beliau digelari ash-
Shiddiq, karena amat segera membenarkan Rasul dalam berbagai macam peristiwa,
terutama peristiwa Isra‟Mi‟raj. Di masa jahiliah Abu Bakar berniaga. Luas juga
perniagaan beliau. Sesudah memeluk agama Islam ditumpahakannya lah seluruh
perhatiaanya untuk mengabdi dan menyiarkan agama Islam. Tidak ada lagi
perhatiannya kepada urusan perniagaan, hanya sekedar untuk menutupi keperluan
hidup dengan keluarganya 1.

Ibunya ( Ummul Khyr Salma binti Syakhr Ibnu Amir ) pernah bernazar bahwa
kalau Tuhan menganugrahinya putra akan diberinya nama Abdul Ka‟bah ( Hamba
Ka‟bah ) dengan harapan akan memperoleh berkah dari Baytullah. Setelah menanti
lama lahirlah si buyung yang diharap–harapkannya. Dan karena merupakan putra
pertama yang hidup (lainnya mati), maka diberi pula nama samaran “ Abu Bakar”
yang berarti Bapak Si Upik. Beliaulah lelaki dewasa pertama yang memeluk Islam
dan berhasil pula “menggarap” banyak orang untuk masuk Islam, di antaranya
Utsman bin Affan, Zubayr bin Awwam, Thalhah bin Ubaidyllah, Ustman bin
Maz‟um, Bilal bin Rabbah, Abdur Rahman bin Auf, Abu Ubaydah bin Al- Jarrah,
Saad bin Abi waqqash, Arqam bin Abi Arqam, Abu Salmah bin Assad, dll. Tapi ia
“gagal” mengislamkan putranya sendiri, Abdul Ka‟bah. Malah anaknya
(Abdurrahman) memihak kafir Quraisy di perang Badar 2. Beliau wafat pada malam
Selasa 17 Jumadil Akhir 13 H, tepat 22 Agustus 634 dalam usia 63 tahun.

1
A.Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam ( Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983) hal 226
2
Natsir Arsyad, Seputar Sejarah dan Muamalah ( Bandung : Al-Bayyan, 1993) hal 75-76

2
2. Umar bin Khattab 13-23 H (634-644 M)

Umar yang bergelar al-Faruq (orang yang membedakan antara yang haq dan
batil) seketurunan dengan Nabi pada nenek generasi ketujuh. Beliau lebih muda 13
tahun dari Nabi (lahir 584 M, tahun ke-40 sebelum hijrah). Ibunya yang bernama
Hantamah binti Hisyam Al-Makhzumy bin Mughirah bin Abdillah, adalah saudara
perempuan Abu Jahal. Dan Ayahnya bernama Nufail al Quraisy, dari suku Bani Adi.
Sebelum Islam, suku Bani Adi ini terkenal sebagai suku yang terpandang mulia,
megah, dan berkedudukan tinggi. 3 Umar terpilih sebagai khalifah kedua setelah Abu
Bakar mangkat pada tahun 13 H (634 M) dan memerintah selama 10 tahun 6 bulan 4
hari. Watak ekras dan sifatya yang berani dan adil tercermin dalam suatu hadits,
“Demi Allah yang menggenggam nyawaku. Kalau ada setan yang berpapasan dengan
Umar di jalan, niscaya si setan akan membelok mencari gang kecil.”

Keponakan Abu Jahal ini ditikan pedang beracun sebanyak tiga kali pada saat
mengimami shalat subuh di masjid Nabawi, pada 26 Dzulhijjah 23 H (634 M) oleh
Fairus alias Abu Lu‟lu‟ (budak Mughirah bin Syu‟bah yang beragama Majusi dan
berasal dari Nahrawan, Persia. Kabarnya, ia berkomplot dengan orang-orang anti-
Islam sebangsa Hurmuzan, Jufainal Al-Anbary dan Ka‟a Al-Ahbar. Si Lu‟lu‟ sendiri
diketahui kemudia bunuh diri. Jasad khalifah lanta digeletakkan begitu saja hingga
usai shalat (yang diambil alih imamnya oleh Abdurrahman bin Auf). Beliau baru
menghembuskan napas terakhirnya beberapa hari kemudian dalam usia 63 tahun,
pada hari Ahad awal Muharram tahun 23 H (634 M) setelah menyampaikan wasiat
tentang estafet kekhalifahan dengan mengajukan 6 calon khalifah berikutnya. 4

3. Utsman Ibnu ‘Affan 23-35 H (644-656 M)

Beliau ialah Utsman ibnu „Affan ibnu Abil Ash ibnu Umaiyah. Dilahirkan
diwaktu Rasulullah berusia lima tahun dan masuk Islam atas seruan Abu Bakar Ash-
Shiddiq. Utsman, yang biasa dipanggil Abu Abdullah, AbuUmar atau Abu Amer,
seketurunan Nabi pada nenek generasi ketiga Abdu Manaf. Lahir di Thalif 576 M atau
tahun 47 sebelum hijrah. Ibunya bernama Arwa‟ah binti Kuriz bin Rabi‟ah bin Abdu
Syams bin Abdu Manaf. Sedangkan neneknya bernama Al Baydha‟ adalah putri

3
A.Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hal 236
4
Natsir Arsyad, Seputar Sejarah dan Muamalah, hal. 75-80

3
Abdul Muthalib. Beliau dikenal sebagai saudagar yang kaya tetapi dermawan. 5
Sebelum agama Islam datang dan sesudahnya juga, beliau terhitung saaudagar besar
dan kaya dan sangat menafkahkan kekayaannya untuk kepentingan agama Islam 6.

Beliau terpilih sebagai khalifah ketiga pada usia 70 tahun pada akhir Dzulhijjah 23
H (644 M) dan diresmikan pada Muharram 24 H. Kekhalifahannya yang berlangsung
selama 12 tahun cukup memberi banya warna perubahan dan perluasan wilayah
Islam. Seperti berhasil menyusun dan menyempurnakan mushaf al-Qur‟an yang
dikenal dengan nama mushaf Utsmani. Dan membangun kantor pengadilan. Di
samping prestasi tersebut, ternyata terdapat pula satu titik lemah yang antara lain
berpangkal dari sifat lemah lembut dan pemaaf beliau, selain dari usianya yang
memang kian menua. Dan sekaligus hal itu sedikit banyak yang membuatnya banyak
diguncang orang-orang yang mengitarinya. Isu, bahkan fitnah pun menerjangnya yang
konon disponsori dan diapi-apikan oleh Abdullah bin Saba‟ (seorang Yahudi yang
memeluk Islam) dengan berbagai cara termasuk isu nepotisme dan kemudian
berujung pada pembunuhan terhadap diri beliau, yang dilakukan oleh seorang
pemberontak ekstrem dari Mesir bernama Humran bin Su‟dan pada hari Jumat 18
(atau 22) Dzulhijjah 35 tepat 20 Mei 656 M dalam usia 82 tahun saat ia sedang
berpuasa dan membaca al-Qur‟an hingga kitab suci itu turut tergenangi darah.

4. Ali bin Abi Thalib 35-40 H (656-661 M)

Beliau semula diberi nama Haydar (Al Haydar) oleh ibunya. Tapi oleh ayahnya
diganti dengan Ali. Nabi juga menghadiahi gelar Abu Turab (si Bapak debu-tanah)
karena pernah dijumpai sedang tidur di atas tanah. Nama lengkapnya adalah Abu
Hasan Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib Al-Hasyimi Al-Quraisy, dan ibunya
bernama Fatimah binti Azad bin Hasyim bin Abdu Manaf. Lahir pada tahun 600 M,
tahun 23 sebelum hijrah dan masuk Islam dan masuk Islam sebaga Muslim pertama di
usia 8-10 tahun. Menginjak usia 25 tahun, beliau lalu dinikahkan dengan Fatimah
putri Rasul.

Beliau sangat disegani karena kepiawaiannya dalam banyak macam ilmu


pengetahuan, terutama soal hukum sehingga dialah yang dianggap paling terpelajar di
antara semua sahabat Nabi. Beliau juga seorang jago pedang yang hadir di semua

5
Ibid, hal. 80
6
A.Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hal 266

4
perang yang diikuit Rasulullah SAW., kecuali Perang Tabuk di mana beliau diserahi
tugas sebagai wakil utama baginda di Madinah. Setelah wafatnya Khalifah Utsman,
beliaulah yang terpilih menjadi khalifah yang keempat. Khalifah Ali menghembuskan
napas terakhirnya pada 19 Ramadhan 40 H (25 Januari 661 M) dalam usia 63 tahun.
Setelah dua haru sebelumnya ditusuk dengan pedang beracun oleh Abdurrahman bin
Muljam, seorang ekstermis Khawarij di saat beliau mengimami shalat subuh di
Masjid Kufah. 7

2.2 Pemikiran Ekonomi dan Kebijakan-kebijakan yang diterapkan pada


Masa Khulfaul Rassyidin

Setelah Rasulullah SAW. wafat, kepemimpinannya digantikan oleh para sahabat


dekatnya yang dikenal dengan sebutan “Khulafaurrasyidin”. Khulafaurrasyidin memegang
peranan sebagai kepala negara atau khalifah yang melakukan segala aktifitas kenegaraan.
Mulai dari sosial, politik hingga ekonomi. Beberapa pemikiran ekonomi melahirkan
kebijakan-kebijakan ekonomi demi terselenggaranya perekonomian yang memegang teguh
nilai-nilai Islam. Di bawah ini merupakan bentuk-bentuk pemikiran serta kebijakan ekonomi
yang dibuat oleh setiap khalifah yang termasuk dalam Khulafaurrasyidin:

1. Perekonomian Masa Abu Bakar ash-Shiddiq (632-634 M)


Setelah Rasulullah SAW. wafat, Abu Bakar ash-Shiddiq terpilih menjadi Khalifah
Islam yang pertama. Ia merupakan pemimpin agama sekaligus kepala negara kaum
Muslimin. Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama dua tahun, Abu Bakar
ash-Shiddiq banyak menghadapi persoalan dalam negeri yang berasal dari kelompok
murtad, nabi palsu, dan pembangkang zakat. Berdasarkan hasil musyawarah dengan para
sahabat yang lain, ia memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut melalui apa yang
disebut sebagai Perang Riddah (Perang mealawan kemurtadan). Setelah berhasil
menyelesaikan urusan dalam negeri, Abu Bakar mulai melakukan ekspansi ke wilayah
utara untuk menghadapi pasukan Romawi dan Persia yang selalu mengancam kedudukan
umat Islam. Namun, ia meninggal sebelum usaha ini selesai dilakukan.

Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat Islam, Khalifah Abu Bakar ash-
Shiddiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi yang telah dipraktikkan Rasulullah
SAW. Ia sangat memerhatikan keakuratan penghitungan zakat, sehingga tidak terjadi

7
Natsir Arsyad, Seputar Sejarah dan Muamalah, hal. 83-86

5
kelebihan atau kekurangan pembayarannya. Pada kesempatan lain, Abu Bakar ash-
Shiddiq menginstruksikan pada amil yang sama, "Kekayaan dari orang yang berbeda
tidak dapat digabung, atau kekayaan yang telah digabung tidak dapat dipisahkan.” 8 Beliau
membangun lagi Baitul Mal dan meneruskan sistem pendistribusian harta untuk rakyat
sebagaimana pada masa Rasulullah SAW. 9 Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan
sebagai pendapatan negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung
didistribusikan seluruhnya hingga tidak ada yang tersisa.

Dalam berinvestasi, Abu Bakar ash-Shiddiq juga melaksanakan kebijakan pembagian


tanah hasil taklukan seperti halnya Rasulullah SAW. Sebagian diberikan kepada kaum
Muslimin dan sebagian yang lain tetap menjadi tanggungan negara. Di samping itu, ia
juga mengambil alih tanah-tanah orang-orang yang murtad untuk kemudian dimanfaatkan
demi kepentingan umat Islam secara keseluruhan.

Dalam pendistribusian harta Baitul Mal tersebut, Abu Bakar ash-Shiddiq menerapkan
prinsip kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat
Rasulullah SAW. dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu
memeluk Islam dengan sahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka,
dan antara pria dengan wanita. Menurutnya, dalam hal keutamaan beriman, Allah SWT.
yang akan memberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip
kesamaan lebih baik daripada prinsip keutamaan.

Selanjutnya, terdapat pula langkah yang dilakukan Abu Bakar ash-Shiddiq dalam
menyempurnakan ekonomi Islam 10:

a. Perhatian terhadap keakuratan perhitungan zakat, seperti yang dikatakan Anas


(seorang amil) bahwa: jika seseorang yang harus membayar unta betina berumur
satu tahun sedangkan dia tidak
b. memilikinya dan ia menawarkan untuk memberikan seekor unta betina berumur
dua tahun, hal tersebut dapat diterima. Kolektor zakat akan mengembalikan 20
dirham atau dua ekor kambing padanya (sebagai kelebihan pembayaran). Dalam
kesempatan lain Abu Bakar juga menginstruksikan kepada amil yang sama,
kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat digabung atau kekayaan yang telah
8
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2002) hal. 187
9
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII-Yogyakarta, Ekonomi Islam, (Jakarta:
RajaGrafindo, 2008) hal. 101
10
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2007) hal. 233-234

6
digabung tidak bisa dipisahkan (dikhawatirkan akan kelebihan pembayaran atau
kekurangan penerimaan zakat).
c. Pengembangan pembangunan Baitul Mal dan penanggung jawab Baitul Mal
(Abu Ubaida).
d. Menerapkan konsep balance budget policy pada Baitul Mal.
e. Melakukan penegakan hukum terhadap pihak yang tidak mau mambayar zakat
dan pajak.
f. Secara individu, Abu Bakar adalah seorang praktisi akad-akad perdagangan.

2. Perekonomian Masa Umar ibn Al-Khattab (634-644 M)


Berdasarkan hasil musyawarah dengan para pemuka tentang pengganti Abu Bakar
ash-Shiddiq, beliau menunjuk Umar ibn Al-Khattab sebagai Khalifah Islam kedua.
Keputusan itu diterima dengan baik oleh kaum Muslimin. Setelah diangkat sebagai
khalifah, Umar ibn Al-Khattab memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin (Komandan
Orang-orang yang Beriman). Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama
sepuluh tahun, ia dipandang paling banyak melakukan inovasi dalam perekonomian.

Dapat dikatakan pemerintahan Umar merupakan abad keemasan dalam sejarah Islam.
Dalam aspek ekonomi yang dikembangkan berdasarkan kepada keadilan dan
kebersamaan dan disinilah letak ketinggian ajaran Islam. Sistem tersebut didasarkan pada
prinsip pengambilan sebagian kekayaan orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-
orang miskin. Faktor-faktor produksi yang dimiliki tidak berada dalam kekuasaan
individu. Semua faktor produksi, tanah, tenaga kerja, modal dan organisasi berada pada
komunitas. Kontribusi yang diberikan Umar untuk mengembangkan ekonomi Islam
antara lain11:

a. Reorganisasi Baitul Mal, dengan mendirikan Diwan Islam yang pertama yang
disebut dengan al-Divan (sebuah kantor yang ditujukan untuk membayar
tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiunan serta tunjangan-tunjangan
lain.
b. Pemerintah bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan makanan dan
pakaian kepada warga negaranya.
c. Diversifikasi terhadap objek zakat (zakat terhadap karet di Semenanjung Yaman),
tarif zakat (misalnya mengenakan dasar advalorem, satu untuk 40 dirham).

11
Ibid., hal. 234

7
d. Pengembangan ushr (pajak) pertanian (misalnya pembebanan sepersepuluh hasil
pertanian).
e. Undang-undang perubahan kepemilikan tanah (land reform).
f. Pengelompokan pendapatan negara dalam 4 bagian:
Sumber Pendapatan Pengeluaran

Zakat dan Ushr Pendistribusian untuk lokal jika


berlebihan disimpan

Khums Shadaqah Fakir miskin dan kesejahteraan

Kharaj, Fay, Jizyah, Ushr, Sewa Dana pensiun, Dana pinjaman


Tetap (allowance)

Pendapatan dari semua sumber Pekerja, pemelihara anak


terlantar dan dana sosial

Penjelasan beberapa tindakan yang dilakukan oleh Umar ibn Al-Khattab antara
lain sebagai berikut:

a. Pendirian lembaga Baitul Mal


Setelah wilayah kekuasaan Islam pada masa pemerintahan Umar semakin meluas,
pendapatan negara mengalami peningkatan yang signifikan. Sehingga memerlukan
perhatian khusus untuk mengelolanya. Dia memfungsikan Baitul Mal menjadi
lembaga yang reguler dan permanen. Dan dilengkapi dengan sistem administrasi yang
tertata baik dan rapi. Khalifah Umar memutuskan untuk tidak mendistribusika harta
Baitul Mal, tetapi disimpan sebagai cadangan, baik untuk keperluan darurat,
pembayaran gaji para tentara maupun berbagai kebutuhan umat lainnya. Sebagai
tindak lanjutnya, pada tahun yang sama dibangunlah lembaga Baitul Mal pertama kali
didirikan dengan Madinah sebagai pusatnya. Hal ini kemudian diikuti dengan
pendirian cabang-cabangnya di ibukota provinsi.
Secara tidak langsung, Baitul Mal berfungsi sebagai pelaksanaan kebijakan fiskal
negara Islam dan Khalifah merupakan pihak yang berkuasa penuh terhadap harta
Baitul Mal. Namun demikian, Khalifah tidak diperbolehkan menggunakan harta
Baitul Mal untuk kepentingan pribadi. Dalam hal pendistribusian harta Baitul Mal,
sekalipun berada dalam kendali dan tanggung jawabnya, para pejabat Baitul Mal tidak
mempunyai wewenang dalam membuat keputusan terhadap harta Baitul Mal yang

8
berupa zakat dan ushr. Harta Baitul Mal dianggap sebagai harta kaum Muslimin,
sedangkan Khalifah dan para amil hanya berperan sebagai pemegang amanah. 12
Khalifah Umar juga membuat ketentuan bahwa pihak eksekutif tidak boleh turut
campur dalam mengelola harta Baitul Mal. Di tingkat provinsi, pejabat yang
bertanggung jawab terhadap harta umat tidak bergantung kepada gubernur dan mereka
mempunyai otoritas penuh dalam melaksanakan tugasnya serta bertanggung jawab
langsung kepada pemerintah pusat. Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal,
Khalifah Umar ibn Al-Khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu,
seperti: departemen pelayanan militer, departemen kehakiman dan eksekutif,
departemen pendidikan dan pengembangan Islam dan departemen jaminan sosial.
Khalifah Umar ibn Al-Khattab menerapkan prinsip keutamaan dalam
mendistribusikan harta Baitul Mal. Ia berpendapat bahwa kesulitan yang dihadapi
umat Islam harus diperhitungkan dalam menetapkan bagian seseorang dari harta
negara dan karenanya, keadilan menghendaki usaha seseorang serta tenaga yang telah
dicurahkan dalam memperjuangkan Islam harus dipertahankan dan dibalas dengan
sebaik-baiknya. Kebijakan Khalifah ini mengundang reaksi dari salah seorang sahabat
yang bernama Hakiam bin Hizam. Menurutnya, dalam hal ini tindakan Umar akan
memicu lahirnya sifat malas di kalangan para pedagang yang berakibat fatal bagi
kelangsungan hidup mereka sendiri jika suatu saat pemerintah menghentikan
kebijakan tersebut.
Kaum Muslimin dan para sejarawan meyakini bahwa pada dasarnya, kebijakan
Khalifah Umar tersebut semata-mata hanya untuk menghormati orang-orang yang
telah gigih berjuang membela dan menegakkan agama Islam di masa-masa awal
kehadirannya. Khalifah sendiri sangat tidak menginginkan terbentuknya suatu
kelompok prejudices dalam suatu masyarakat ataupun membuat bangsa Arab malas
dan tergantung. Hal ini setidaknya tercermin dari rasa penyesalannya di kemudian
hari. Beliau menyadari bahwa cara tersebut keliru karena membawa dampak negatif
terhadap strata sosial dan kehidupam masyarakat.

b. Kepemilikan tanah
Selama pemerintahan Khalifah Umar, wilayah kekuasaan Islam semakin luas
seiring dengan banyaknya daerah yang berhasil ditaklukkan, baik melalui peperangan

12
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: RajaGarfindo, 2006) hal. 61

9
maupun secara damai. Para tentara dan beberapa sahabat terkemuka menuntut agar
tanah hasil taklukan tersebut dibagikan kepada mereka yang terlibat dalam
peperangan sementara sebagian kaum Muslimin menolak pendapat tersebut.
Salah seorang di antara mereka yang menolak adalah Muadz bin Jabal
mengatakan, “Apabila engkau membagikan tanah tersebut, hasilnya tidak akan
menggembirakan. Bagian yang bagus akan menjadi milik mereka yang tidak lama lagi
akan meninggal dunia dan keseluruhan akan menjadi milik seorang saja. Ketika
generasi selanjutnya datang dan mereka mempertahankan Islam dengan sangat berani
namun mereka tidak akan menemukan apa pun yang tersisa. Oleh karena itu, carilah
rencana yang baik dan tepat untuk mereka yang datang pertama dan yang akan datang
kemudian.” 13
Setelah mendengar saran tersebut dan melalui debat yang panjang, akhirnya
Umar memutuskan untuk memperlakukan tanah-tanah tersebut sebagai fai. Dalam
memperlakukan tanah-tanah taklukannya, Khalifah Umar tidak membagi-bagikannya
kepada kaum Muslimin, tetapi membiarkan tanah tersebut tetap berada pada
pemiliknya dengan syarat membayar kharaj dan jizyah. Ia beralasan bahwa
penaklukan yang dilakukan pada masa pemerintahannya meliputi tanah yang
demikian luas sehingga bila dibagi-bagikan dikhawatirkan akan mengarah kepada
praktik tuan tanah. Di samping itu, ia menghadiahkan tanah pertanian kepada
masyarakat yang bersedia menggarapnya. Namun, siapa saja yang gagal
mengelolanya selama 3 tahun maka ia akan kehilangan hak kepemilikannya atas tanah
tersebut.14

c. Zakat
Di antara beberapa barang, Abu Bakar membebani zakat terhadap war, sejenis
rumput herbal yang digunakan untuk membuat bedak dan parfum. Sementara itu,
Umar mengenakan khums zakat atas karet yang ditemukan di Semenanjung Yaman,
antara Aden dan Mukha, dan hasil laut karena barang-barang tersebut sebagai hadiah
dari Allah.

d. Ushr

13
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2002) hal. 189
14
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII-Yogyakarta, Ekonomi Islam, (Jakarta:
RajaGrafindo, 2008) hal. 102

10
Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya
sekali dalam setahun dan hanya berlaku bagi barang yang nilainya lebih dari 200
dirham.15 Pada masa Umar, hukum perdagangan mengalami penyempurnaan guna
menciptakan perekonomian secara sehat. Umar mengurangi beban pajak terhadap
beberapa barang, pajak perdagangan nabati dan kurma Syiria sebesar 50%. Hal ini
untuk memperlancar arus pemasukan bahan makanan ke kota-kota. Pada saat yang
sama, juga dibangun pasar-pasar, termasuk di daerah pedalaman seperti di Ubulla,
Yaman, Damaskus, Makkah dan Bahrain.
Pekan-pekan dagang berkedudukan penting dalam menggerakkan roda
perekonomian. Beberapa pekan dagang yang menonjol adalah pekan dagang „Ukaz
yang berada di Hijaz yang berdekatan dengan Sukar, dan yang lainnya. „Ukaz adalah
sebuah Oasis di antara Ta‟if dan Nukhlah. Pekan dagang itu berlangsung pada 1-20
Dzulkaidah.16 Pos pengumpulan ushr terletak di berbagai tempat yang berbeda-beda,
termasuk di ibukota. Menurut Saib bin Yazid, pengumpul ushr di pasar-pasar
Madinah, orang-orang Nabaetean yang berdagang di Madinah juga dikenakan pajak
pada tingkat yang umum, tetapi setelah beberapa waktu Umar menurunkan
presentasenya menjadi 5% untuk minyak dan gandum untuk mendorong impor
barang-barang tersebut di kota.

e. Alokasi pendapatan negara


Sebelum masa pemerintahan Abu Bakar, kebijakan pemerintah terhadap
pendapatan negara adalah dengan mendistribusikan seluruh pendapatan yang diterima.
Kebijakan ini mengalami perubahan pada masa Umar. Pendapatan negara
dikumpulkan dan dijadikan cadangan untuk selanjutnya digunakan untuk berbagai
kegiatan pengeluaran dari Baitul Mal. Seperti membagikannya kepada fakir miskin
atau untuk membiayai kesejahteraan mereka tanpa membedakan apakah ia seorang
Muslim atau bukan, membayar para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dana
sosial dan digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan serta untuk
menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya.
Angkatan bersenjata juga dipersenjatai dengan pelindung, pedang dan tombak,
anak panah, dan busur panah. Khalifah Umar juga membangun markas–markas
militer di Bashra, Kufah, Fastal, Qairawan, dan lain-lain. pengeluaran untuk hal-hal

15
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2007) hal. 229
16
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII-Yogyakarta, Ekonomi Islam, hal. 102

11
ini termasuk bagian dari pengeluaran pertahanan negara. Ia juga membangun sistem
administrasi pemerintahan Islam dan membagi daerah-daerah taklukan ke dalam satu
organisasi pemerintahan yang tertata rapi, sehingga memungkinkan para wakilnya di
daerah mengembangkan berbagai sumber daya di wilayahnya masing-masing.

Khalifah Umar menetapkan perbaikan ekonomi di bidang pertanian dan


perdagangan sebagai prioritas utama. Saluran irigasi terbentang hingga di daerah-
daerah taklukan dan sebuah departemen besar didirikan untuk membangun waduk-
waduk, tangki-tangki, kanal-kanal dan pintu-pintu air serbaguna demi kelancaran dan
distribusi air. Menurut Maqrizi, di Mesir saja ada sekitar 120.000 buruh yang bekerja
setiap hari sepanjang tahun. Mereka digaji dari harta kekayaan umat. Juza bin
Muawiyah dengan seizin Umar, banyak membangun kanal-kanal di distrik Khuziztan
dan Ahwaz, yang memungkinkan pembukaan dan pengolahan banyak sekali ladang
pertanian.17

Selain itu, Khalifah Umar memperkenalkan sistem jaga malam dan patroli serta
mendirikan dan mensubsidi sekolah-sekolah dan masjid-masjid di seluruh wilayah
negara. Ia juga menjamin orang-orang yang melakukan ibadah haji dan para
pengembara dapat menikmati fasilitas air dan tempat peristirahatan di sepanjang jalan
antara Makkah dan Madinah, di samping membangun depot makanan dan gudang
tempat penyimpanan makanan persediaan dan perlengkapan yang dibutuhkan. Dalam
perkembangan selanjutnya, setelah kondisi Baitul Mal dianggap cukup kuat, ia
menambahkan beberapa pengeluaran lain dan memasukkannya ke dalam daftar
kewajiban negara, seperti memberi pinjaman untuk perdagangan dan konsumsi.

3. Perekonomian Masa Utsman bin Affan (644-656 M)


Sebelum Khalifah Umar wafat, ia membentuk tim yang etrdiri dari enam orang untuk
memilih seorang di antara mereka sebagai penggantinya. Keenam orang itu adalah
Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Thalhah, Zubair ibn al-Awwam, Sa‟ad ibn Abi
Waqqas, dan Abdurrahman bin Auf. Setelah Umar wafat, tim tersebut bermusyarah dan
berhasil menunjuk Utsman ibn Affan sebagai Khalifah Islam ketiga. Pada masa
pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, Khalifah Utsman berhasil
melakukan ekspansi ke wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, bagian yang tersisa
dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan.

17
Ibid., hal. 103

12
Pada awal pemerintahan, Utsman mencoba melanjutkan dan mengembangkan
kebijaksanaan yang dijalankan khalifah Umar. Antara lain dengan melakukan hal-hal
sebagai berikut 18:

a. Pembangunan pengairan.
b. Pembentukan organisasi kepolisian untuk menjaga keamanan perdagangan.
c. Pembangunan gedung pengadilan, guna penegakan hukum.
d. Kebijakan pembagian lahan luas milik raja Persia kepada individu dan hasilnya
mengalami peningkatan bila dibandingkan pada masa Umar dari 9 juta menjadi
50 juta dirham.
Pemasukan negara dari zakat, jizyah dan juga rampasan perang semakin besar. Pada
enam tahun pertama kepeminmipinannya, Bakhl, Kabul, Ghazni, Kerman dan Sistan
ditaklukkan. Untuk menata pendapatan baru, kebijakan Umar diikut. Tidak lama, Islam
mengakui 4 kontrak dagang setelah negara-negara tersebut ditaklukkan kemudian
tindakan efektif diterapkan dalam rangka pengembangan sumber daya alam. Aliran air
digali, jalan dibagung, pohon-pohon, buah-buahan ditanam dan keamanan perdaganan
diberikan dengan cara pembentukan organisasi kepolisian tetap.
Khalifah Utsman tetap mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan serta
memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda. Meskipun
meyakini prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, ia
memberikan bantuan yang berbeda pada tingkat yang lebih tinggi. Dalam pengelolaan
zakat, khalifah Utsman mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada
para pemiliknya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari
berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh
oknum pengumpul zakat.
Dengan harapan dapat memberikan tambahan pemasukan bagi Baitul Mal, Khalifah
Utsman menerapkan kebijakan membagi-bagikan tanah negara kepada individu-individu
untuk tujuan reklamasi. Dari hasil kebijakannya, negara mempeolrh pendapatan sebesar
50 juta dirham atau naik 41 juta dirham jika dibandingkan pada masa Umar bin Khattab
yang tidak membagi-bagikan tanah tersebut. Memasuki enam tahun kedua masa
pemerintahan Utsman bin Affan, tidak terdapat perubahan sistem ekonomi yang cukup
signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah Utsman yang banyak menguntungkan
keluarganya telah menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar

18
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2007) hal. 235

13
kaum Muslimin. Akibatnya, pada masa ini pemerintahannya lebih banyak diwarnai oleh
kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang Khalifah. 19

4. Perekonomian Masa ‘Ali bin Abi Thalib (656-661 M)


Setelah diangkat menjadi Khalifah Islam yang keempat oleh segenap kaum Muslimin,
„Ali bin Abi Thalib langsung mengambil beberapa tindakan, seperti memberhentikan para
pejabat yang korup, membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada
orang-orang kesayangan Utsman, dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan Umar bin Khattab. Masa pemerintahan yang
hanya berlangsung selama enam tahun selalu diwarnai dengan ketidakstabilan kehidupan
politik. Sekalipun demikian, Khalifah Ali bin Abi Thalib tetap berusaha untuk
melaksanakan berbagai kebijakan yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan umat
Islam.

Sebagai khalifah yang keempat, Ali terkenal sangat sederhana. Mewarisi kendali
pemerintahan dengan wilayah yang luas, tetapi banyak potensi konflik dari khalifah
sebelumnya, Ali harus mengelola perekonomian secara hati-hati. Ia secara sukarela
menarik dirinya dari daftar penerima dana bantuan Baitul Mal, bahkan menurut yang
lainnya dia memberikan 5.000 dirham setiap tahunnya. Ali sangat ketat dalam
menjalankan keuangan negara. Meski termasuk ahlul bait (keluarga Nabi), beliau selalu
bekerja mandiri, tidak meminta fasilitas dari Rasulullah SAW. Beliau selalu bekerja keras
untuk perekonomiannya, bahkan sebelum menjadi khalifah ia bekerja sebagai buruh
orang Yahudi. Hal ini mencontohkan beliau seorang wirausahawan mandiri yang tidak
tergantung fasilitas pejabat dan jabatan. 20 Dan pada masanya juga pernah dicetak mata
uang dengan ciri khusus. Namun peredarannya sangat terbatas karena keadaan politik saat
itu.21

Ketika Umar masih menjadi Khalifah, ia memutuskan untuk tidak mendistribusikan


seluruh pendapatan Baitul Mal, tetapi menyimpannya sebagai cadangan. Ali menolak
seluruh hasil pertemuan itu dengan berpendirian bahwa seluruh pendapatan Baitul Mal
harus didistribusikan seluruhnya tanpa menyisakan sedikit pun sebagai cadangan. 22 Oleh
karena itu, setelah ia diangkat menjadi Khalifah, Ali mendistribusikan seluruh pendapatan

19
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: RajaGarfindo, 2006) hal. 81
20
Lukman Hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta: Erlangga, 2012) hal. 33
21
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2007) hal. 246
22
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: RajaGarfindo, 2006) hal. 83

14
yang ada di Baitul Mal. Pada masa pemerintahannya, prinsip utama dari pemerataan
distribusi uanag telah diperkenalkan. Sistem distribusi setiap pekan sekali untuk pertama
kalinya diadopsi.

Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, alokasi pengeluaran kurang lebih masih tetap
sama sebagaimana halnya pada masa Khalifah Umar. Dengan adanya penjagaan malam
dan patroli yang telah terbentuk sejak masa pemerintahan Umar bin Khattab, Ali
membentuk polisi yang terorganisasi secara resmi yang disebut dengan syurthah dan
pemimpinnya diberi gelar Shahibus Syurthah. Fungsi lainnya dari Baitul Mal masih tetap
sama dan tidak ada perkembangan aktifitas yang berarti pada masa ini. Khalifah Ali
memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan, administrasi umum dan masalah-
masalah yang berkaitan dengannya. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal
yang ditujukan kepada Malik Ashter bin Harits. Suratnya berisi pendeskripsian tugas,
kewajiban, serta tanggung jawab para penguasa dan pejabat tinggi serta staf-stafnya.
Bagaimana berhubungan dengn masyarakat sipil, lembaga peradilan dan angkatan perang.
Ali menekankan Malik agar lebih memerhatikan kesejahteraan para prajurit dan
keluarganya. Dalam syarat tersebut, juga terdapat instruksi untuk melawan korupsi dan
penindasan, mengontrol pasar, dan memberantas para tukang catut laba, penimbun barang
dan memberantas pasar gelap. Beberapa perubahan kebijaksanaan yang dilakukan pada
masa khalifah Ali antara lain:

1. Pendistribusian seluruh pendapatan yang ada pada Baitul Mal berbeda dengan
Umar yang menyisihkan untuk cadangan.
2. Pengeluaran angkatan laut dihilangkan.
3. Adanya kebijakan pengetahuan anggaran. 23

23
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2007) hal. 236

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perekonomian pada masa Khulafaurrasyidin pada prinsipnya mengikuti ajaran yang


diterapkan oleh Rasulullah SAW. dalam mengatur roda perekonomian selama masih menjadi
pemimpin umat. Hanya saja dalam beberapa hal mengalami perubahan dan pembaharuan
maupun pembuatan kebijakan baru karena keadaan dan kondisi yang telah berubah pada
setiap masa pemerintahan. Di samping itu, perbedaan pendapat dan pemikiran dalam suatu
hal juga dapat mendukung perbedaan kebijakan yang dilakukan para pemimpin umat setelah
wafatnya Rasulullah SAW.

Seluruh kebijakan yang dibuat itu pada akhirnya bertujuan demi kesejahteraan umat
Islam dalam pemerintahan Islam. Di antaranya: pendistribusian seluruh harta dari Baitul Mal
untuk masyarakat Islam pada masa Abu Bakar sehingga tidak ada yang tersisa sepeser pun.
Namun, pada masa Umar bin Khattab, terjadi pemusatan pendapatan negara di Baitul Mal
dan penditribusian dilakukan secara bertahap dan terdapat spesifikasi tersendiri terhadapnya.
Pada masa Utsman bin Affan terjadi pembagian tanah agar diolah oleh masyarakat sehingga
terjadi peningkatan pendapatan yang melonjak drastis daripada pemerintahan khalifah
sebelumnya. Dan pada masa Ali, administrasi umum terkonsep dengan begitu matang dan
tegas.

16
Daftar Pustaka

A.Syalabi. Sejarah dan Kebudayaan Islam. 1983. Jakarta: Pustaka Al-Husna

Arsyad, Natsir. Seputar Sejarah dan Muamalah. 1993. Bandung : Al-Bayyan

Hakim, Lukman. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. 2012. Jakarta: Erlangga


Muhammad. Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam. 2002. Jakarta: Salemba
Empat
Nasution, Mustafa Edwin. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. 2007. Jakarta: Kencana

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII-Yogyakarta. Ekonomi Islam.
2008. Jakarta: RajaGrafindo

17

Anda mungkin juga menyukai