Anda di halaman 1dari 13

Pajak Penghasilan Umum

A. Subjek Pajak
Menurut Siti Resmi (2019:71) Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang
mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan
pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak. Pasal 1 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP
menyebutkan bahwa wajib pajak adala orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak dan pemotongan pajak tertentu.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 2
ayat 1, Subjek Pajak dikelompokan sebagi berikut:
a. Subjek Pajak Orang Pribadi
Orangpribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia
ataupun di luar Indonesia.
b. Subjek Pajak Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak
pengganti, mengganti mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan wruisan yang
belum terbagi sebagai subjek pitjak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas
penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat di laksanakan.
c. Subjek Pajak Badan
Badan merupakan Sekumpulan orang danatau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komoditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan
usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,organisasi massa, organisasi social politik,
atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontra investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit
tertentu dari badan pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sehagainya yang dimiliki
oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak. Dalam pengertian
perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpuan, atau ikatan dari pihak-pihak
yang mempunyai kepentingan yang sama.
d. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang bertempat di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak dirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia,
yang dapat berupa:
a) tempat kedudukan manajemen
b) cabang perusahaan
c) kantor perwakilan
d) gedung kantor
e) pabrik
f) bengkel
g) Gudang
h) ruang untuk promosi dan penjualan
i) pertambangan dan penggalian sumber alam
j) wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
k) perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan
l) proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
m) pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
n) orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
o) agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia
p) komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan
usaha melalui internet.
Sumber: Siti Resmi. 2019. Perpajakan: Teori & Kasus. Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.

1. Pengelompokan Subjek Pajak


Pengelompokan subjek pajak diatur dalam pasal 2 ayat (2) UU Nomor 36
Tahun 2008.
a) Subjek pajak dalam negeri adalah:
1 Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam 8 Pajak
Penghasilan suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia. Maka, kewajiban pajak subjektif
orang pribadi dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada,
atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat
meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
2 Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1 Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2 Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD).
3 Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah, serta pembukuannya diperiksa oleh aparat
pengawasan fungsional negara. Maka, Kewajiban pajak subyektif
badan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak
lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
4 Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
b) Subjek pajak luar negeri:
Terkait dengan subjek pajak luar negeri, definisi atau kriterianya diatur
dalam Pasal 2 ayat 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh). Sementara itu,
penentuan lebih lanjut tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-43/PJ/2011 tentang Penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri
dan Subjek Pajak Luar Negeri (PER-43/2011).
Pajak Luar Negeri Subjek Pajak luar negeri adalah:
1 Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia. Makan kewajiban pajak subyektif orang pribadi
atau badan tersebut dimulai pada saat orang pribadi atau badan
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dan berakhir
pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap.
2 Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak
dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia. Maka, kewajiban pajak subyektif orang
pribadi atau badan dimulai pada saat orang pribadi atau badan
tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan
berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan
tersebut.
Sumber: Enggar Widianingrum, SE., MM, Modul Perpajakan Program Studi
Manajemen, Universitas Bina Sarana Informatika, 2020.
2. Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 3 ayat 1:
“Sesuai dengan kelaziman internasional, kantor perwakilan negara asing
beserta pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat
lainnya, dikecualikan sebagai subjek pajak di tempat mereka mewakili negaranya.
Pengecualian sebagai subjek pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak berlaku
apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau mereka
adalah Warga Negara Indonesia. Dengan demikian apabila pejabat perwakilan
suatu negara asing memperoleh penghasilan lain di Indonesia di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk subjek pajak yang dapat dikenai pajak
atas penghasilan lain tersebut.”
Oleh karena itu, dapat dijabarkan bahwa yang tidak termasuk Subjek Pajak
menurut Undang-undang di atas adalah sebagai berikut:
1. Kantor perwakilan negara asing
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat lain dari negara
asing, dan orang- orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama- sama mereka, dengan syarat:
a) Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau pekerjaannya.
b) Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi-organisasi Internasional, dengan syarat:
a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut
b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. Seperti yang
telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
4. Pejabat perwakilan organisasi Internasional, dengan syarat:
a) Bukan warga negara Indonesia
b) Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia.
5. Organisasi-organisasi internasional yang berbentuk kerja sama Teknik
atau kebudayaan, dengan syarat:
a) Kerja sama Teknik tersebut memberikan manfaat pada negara juga
pemerintahaan Indonesia
b) Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia.
6. Jika terdapat ketentuan perpajakan yang diatur dalam perjanjian
internasional yang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang diatur
dalam UU PPh, perlakuan perpajakan didasarkkan pada ketentuan dalam
perjanjian tersebut sampai dengan berakhirnya perjanjian dimaksud,
dengan syarat perjanjian tersebut telah sesuai dengan Undang-undang
Perjanjian Internasional.
Nama-nama organisasi dan pejabat-pejabat perwakilan organisasi
internasional yang tidak termasuk Subjek Pajak Penghasialan diatur lebih lanjut
dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2008 dan kemudian
disempurnakan dengan PMK No.15/PMK.03/2010 dan PMK
No.142/PMK.03/2012.

Sumber: Siti Resmi. 2019. Perpajakan: Teori & Kasus. Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.

3. Perbedaan Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri
a) Wajib pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang
diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
sedangkan wajib pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan
yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
b) Wajib pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan netto
dengan tarif umum, sedangkan wajib pajak luar negeri dikenai pajak
berdasarkan penghasilan dengan tarif pajak sepadan.
c) Wajib pajak dalam negeri wajib menyampaikan surat pemberitahuan
tahunan pajak penghasilan sebagi sarana untuk menetapkan pajak yang
terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan wajib pajak luar negeri tidak
wajib menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan
karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan yang bersifat
final.
d) Untuk wajib pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban
perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan
wajib pajak badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam UU No. 28
Tahun 2007 yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
Sumber: Siti Resmi. 2019. Perpajakan: Teori & Kasus. Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.

B. Objek Pajak Penghasilan


Menurut Siti Resmi (2019:75) Objek Pajak merupakan segala sesuatu (barang, jasa,
kegiatan, atau keadaan) yang dikenakan pajak.
Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4, objek pajak adalah penghasilan, yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun.
Penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1 Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji,
honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara,
dan sebagainya.
2 Penghasilan dari usaha atau kegiatan
3 Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen, royalti,
keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.
4 Penghasilan lain- lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam
salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti pembebasan uatang dan
hadiah.
Sumber: Siti Resmi. 2019. Perpajakan: Teori & Kasus. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Salemba
Empat.

1. Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak


Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008, yang menjadi objek
Pajak penghasilan yaitu:
a) penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk
lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan
b) hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan
c) laba usaha
d) keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1 keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
2 keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota
3 keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha
4 keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan
5 keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh
hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau
permodalan dalam perusahaan pertambangan
e) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya
f) bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang
g) dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi
h) royalti atau imbalan atas penggunaan hak
i) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
j) penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
k) keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
l) keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
m) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
n) premi asuransi
o) iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
p) tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak
q) penghasilan dari usaha berbasis syariah
r) imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
s) surplus Bank Indonesia.

2. Penghasilan yang PPh-nya Bersifat Final


Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, penghasilan berikut ini termasuk
penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final:
a) Penghasilan berupa bunga deposito, bunga tabungan, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi
b) Penghasilan berupa hadiah undian
c) penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura
d) penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
atau bangunan
e) penghasilan tertentu lainnya yang diatur berdasarkan Peraturan
Pemerintah berdasarkan (UU No.36, 2008)

3. Penghasilan Tidak Termasuk Objek Pajak


Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU Nomor 36 Tahun 2008, terhadap
penghasilan-penghasilan tertentu yang diterima atau diperoleh wajib pajak,
dikecualikan dari penanganan pajak pengahasilan (bukan merupakan objek
pajak). Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak menurut ketentuan
tersebut adalah:
a) Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia
b) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau
badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi atau orang pribadi
yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan
c) Warisan
d) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal
e) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib
Pajak, wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak
yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh
f) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna dan asuransi beasiswa
g) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
2. bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% dari jumlah modal yang disetor
3. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh
pemberi kerja maupun pegawai
h) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-
bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
i) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif
j) Penghasilan yang diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau
kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
k) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, yaitu:
1. Diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi
beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/ nonformal yang
terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri
2. Tidak mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris,
direksi atau pengurus dari wajib pajak pemberi beasiswa
3. Komponen beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke
sekolah, biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang
studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup
yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar
l) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya,
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka
waktu paling lama empat tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut
m) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yaitu
tertera dalam UU Nomor 36 Tahun 2008.
Sumber: Siti Resmi. 2019. Perpajakan: Teori & Kasus. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Salemba
Empat.

Anda mungkin juga menyukai