Anda di halaman 1dari 24

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

KEBUTUHAN KHUSUS AUTISME


(Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak)

Dosen Pengampu :
Denni Fransiska Marpaung, S.Kp., M.Kep

Disusun Oleh
KELOMPOK 16

DEUIS NURJANAH 191FK01033


IAN ASRIANI 191FK01054
WIDYA LATIFAH 191FK01139

TINGKAT 3B

FAKULTAS KEPERAWATAN DIPLOMA III KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, inayah, taufik,
dan ilhamnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sederhana. Makalah ini disusun dalam rangka untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Anak . Harapan saya semoga makalah
ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga
kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini untuk kedepannya dapat lebih
baik lagi.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapan kepada pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 05 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Autisme ............................................................................................... 4
2.2 Etiologi Autisme ................................................................................................... 4
2.3 Patofisiologi Autisme ........................................................................................... 5
2.4 Manifestasi Klinis Autisme .................................................................................. 6
2.5 Cara Mengetahui Autisme Pada Anak .................................................................. 8
2.6 Pemeriksaan Diagnostik Autisme ......................................................................... 9
2.7 Penatalaksanaan Autisme ................................................................................... 10
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan Autisme .............................................................. 12
2.8.1 Pengkajian .............................................................................................. 12
2.8.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 14
2.8.3 Intervensi Keperawatan .......................................................................... 14
2.8.4 Implementasi .......................................................................................... 18
2.8.5 Evaluasi .................................................................................................. 18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 20
3.2 Saran ................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang
ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya
sendiri". Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan
ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini
tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka
menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata,
sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya). Pemakaian
istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner,
seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective
Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang
yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang lain,
mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara berkomunikasi yang aneh,
Autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa
dikota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan
budaya di dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada
umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga
memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik.
Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang
pertambahan ini mencapai 40% sejak 1980. Di California sendiri pada tahun
2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya.
Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir
dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar.
Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini
penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para
ahli dan dokter di dunia. Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada

1
60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan
prevalens autisme 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang
mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan
dilaporkan angka kejadian autisma meningkat sangat pesat, dicurigai 1
diantara 10 anak menderita autis. Perbandingan antara laki dan perempuan
adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan
gejala yang lebih berat. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat
ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang namun diperkirakan
jumlah anak austime dapat mencapai 150 - 200 ribu orang. Berdasarkan hal
diatas, maka kami sebagai penulis tertarik untuk lebih memahami konsep anak
dengan autisme, dimana konsep ini saling terkait satu sama lain. Semoga
Askep ini dapat membantu para orang tua, masyarakat umum dan khusnya
kami (mahasiswa keperawatan) dalam memahami anak dengan autisme,
sehingga kami harapkan kedua anak dengan kondisi ini dapat diperlakukan
dengan baik.
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan anak Autisme ?


2. Apa etiologi dari anak Autisme ?
3. Bagimana patofisiologi anak yang Autisme ?
4. Apa saja manifestasi klinis anak Autisme ?
5. Bagaimana cara mengetahui autisme pada anak ?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada anak Autisme ?
7. Apa saja penatalaksanaan pada anak autis?
8. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien anak dengan Berkebutuhan
Khusus “Autisme”?
1.3. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi tentang keperawatan anak dengan autisme

2
2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan anak autisme
2. Untuk mengetahui apa etiologi dari anak autisme
3. Untuk mengetahui bagimana patofisiologi anak yang autisme
4. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis anak autisme
5. Untuk mengetahui bagaimana cara mengetahui autisme pada anak
6. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik pada anak
autisme
7. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan pada anak autis
8. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien anak
dengan berkebutuhan khusus autisme

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Autisme

Autisme menurut Rutter 1970 adalah gangguan yang melibatkan kegagalan


untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam
pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.
(Sacharin, R, M, 1996: 305).

Autisme pada anak merupakan gangguan perkembangan pervasif (DSM IV,


sadock dan sadock 2000).

Definisi autisme adalah kelainan neuropsikiatrik yang menyebabkan


kurangnya kemampuan berinteraksi social dan komunikasi, minat yang terbatas,
perilaku tidak wajar dan adanya gerakan stereotipik, dimana kelainan ini muncul
sebelum anak berusia 3 tahun (Teramihardja J, 2007).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan


perkembangan pervasif, atau kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal,
aktivitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik berupa kegagalan
mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam
pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif serta
penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas.

2.2 Etiologi
Penyebab Autisme diantaranya :
1. Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot)
terutama pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan
bicara).

4
2. Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil).
3. Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
4. Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan
tidak menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf,
perubahan struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan.
5. Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan
sensori serta kejang epilepsi.
6. Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak
7. Gambaran Autisme pada masa perkembangan anak dipengaruhi olehPada
masa bayi terdapat kegagalan mengemong atau menghibur anak, anak tidak
berespon saat diangkat dan tampak lemah. Tidak adanya kontak mata,
memberikan kesan jauh atau tidak mengenal. Bayi yang lebih tua
memperlihatkan rasa ingin tahu atau minat pada lingkungan, bermainan
cenderung tanpa imajinasi dan komunikasi pra verbal kemungkinan terganggu
dan tampak berteriak-teriak.
8. Pada masa anak-anak dan remaja, anak yang autis memperlihatkan respon
yang abnormal terhadap suara anak takut pada suara tertentu, dan tercengggang
pada suara lainnya. Bicara dapat terganggu dan dapat mengalami kebisuan.
Mereka yang mampu berbicara memperlihatkan kelainan ekolialia dan
konstruksi telegramatik. Dengan bertumbuhnya anak pada waktu berbicara
cenderung menonjolkan diri dengan kelainan intonasi dan penentuan waktu.
Ditemukan kelainan persepsi visual dan fokus konsentrasi pada bagian prifer
(rincian suatu lukisan secara sebagian bukan menyeluruh). Tertarik tekstur dan
dapat menggunakan secara luas panca indera penciuman, kecap dan raba ketika
mengeksplorasi lingkungannya.

2.3 Patofisiologi

Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf

5
lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf
tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada
autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia
(jaringan penunjang pada system saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi
pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara
abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived
neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan
primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan. Degenerasi sekunder terjadi bila
sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan
kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum
alcohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.

Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami


aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses
mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi
atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, over
selektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak secara
abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus
frontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di
hipokampus (bagian depan otak besaryang berperan dalam fungsi luhur dan proses
memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam
proses memori).

2.4 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme :
1. Penarikan diri, kemampuan komunikasi verbal (berbicara) dan non verbal yang
tidak atau kurang berkembang mereka tidak tuli karena dapat menirukan lagu-

6
lagu dan istilah yang didengarnya, serta kurangnya sosialisasi mempersulit
estimasi potensi intelektual kelainan pola bicara, gangguan kemampuan
mempertahankan percakapan, permainan sosial abnormal, tidak adanya empati
dan ketidakmampuan berteman. Dalam tes non verbal yang memiliki
kemampuan bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapat
memperagakan kapasitas intelektual yang memadai. Anak austik mungkin
terisolasi, berbakat luar biasa, analog dengan bakat orang dewasa terpelajar
yang idiot dan menghabiskan waktu untuk bermain sendiri.
2. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang
sempit, keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
3. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada
objek. Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat dewasa
dimana anak tercenggang dengan objek mekanik.
4. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk
memelihara lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak menjadi
terikat dan tidak bisa dipisahkan dari suatu objek, dan dapat diramalkan .
5. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
6. Kontak mata minimal atau tidak ada.
7. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda, dan
menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran dan sensitivitas
terhadap rangsangan, sedangkan hilangnya respon terhadap nyeri dan
kurangnya respon terkejut terhadap suara keras yang mendadak menunjukan
menurunnya sensitivitas pada rangsangan lain.
8. Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada
emosional
9. Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara tepat) saat
berbicara, pembalikan kata ganti pronomial, berpuisi yang tidak berujung
pangkal, bentuk bahasa aneh lainnya berbentuk menonjol. Anak umumnya

7
mampu untuk berbicara pada sekitar umur yang biasa, kehilangan kecakapan
pada umur 2 tahun.
10. Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional.
11. Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakan tangan dan
mengedipkan mata, wajah yang menyeringai, melompat, berjalan berjalan
berjingkat-jingkat.

Ciri yang khas pada anak yang austik :

1. Defisit keteraturan verbal.


2. Abstraksi, memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik.
3. Kekurangan teori berfikir (defisit pemahaman yang dirasakan atau dipikirkan
orang lain).

Menurut Baron dan kohen 1994 ciri utama anak autisme adalah:

1. Interaksi sosial dan perkembangan sossial yang abnormal.


2. Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal.
3. Minat serta perilakunya terbatas, terpaku, diulang-ulang, tidak fleksibel dan
tidak imajinatif.
4. Ketiga-tiganya muncul bersama sebelum usia 3 tahun.

2.5 Cara Mengetahui Autisme Pada Anak


Anak mengalami autisme dapat dilihat dengan:
1. Orang tua harus mengetahui tahap-tahap perkembangan normal.
2. Orang tua harus mengetahui tanda-tanda autisme pada anak.
3. Observasi orang tua, pengasuh, guru tentang perilaku anak dirumah, diteka,
saat bermain, pada saat berinteraksi sosial dalam kondisi normal.

8
Tanda autis berbeda pada setiap interval umumnya:

1. Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau menjadi tegang
bila diangkat ,cuek menghadapi orangtuanya, tidak bersemangat dalam
permainan sederhana (ciluk baa atau kiss bye), anak tidak berupaya
menggunakan kat-kata. Orang tua perlu waspada bila anak tidak tertarik pada
boneka atau binatan gmainan untuk bayi, menolak makanan keras atau tidak
mau mengunyah, apabila anak terlihat tertarik pada kedua tangannya sendiri.
2. Pada usia 2-3 tahun dengan gejal suka mencium atau menjilati benda-benda,
disertai kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain sebagai benda atau
alat, menolak untuk dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi
lemas, serta relatif cuek menghadapi kedua orang tuanya.
3. Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa
sangat terganggu bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari. Bila anak akhirnya
mau berbicara, tidak jarang bersifat ecolalia (mengulang-ulang apa yang
diucapkan orang lain segera atau setelah beberapa lama), dan anak tidak jarang
menunjukkan nada suara yang aneh, (biasanya bernada tinggi dan monoton),
kontak mata terbatas (walaupun dapat diperbaiki), tantrum dan agresi
berkelanjutan tetapi bisa juga berkurang, melukai dan merangsang diri sendiri.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi


bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara
behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka
beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan
untuk mendiagnosa autisme:
1. Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-
kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada

9
pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi
berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi
terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal
2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan
autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18
bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
3. The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari
40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk
mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka.
4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old : tes screening autisme bagi
anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt
didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan
konsentrasi.

2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Penatalaksanaa Medis

Umunya terapi yang diberikan ialah terhadap gejala, edukasi dan


penerangan kepada keluarga, serta penanganan perilaku dan edukasi bagi
anak. Manajemen yang efektif dapat mempengaruhi outcome. Intervensi
farmakologi, yang saat ini dievaluasi, mencakup obat fenfluramine, lithium,
haloperidol dan naltrexone. Terhadap gejala yang menyertai. Terapi anak
dengan autisme membutuhkan identifikasi diri. Intervensi edukasi yang
intensif, lingkungan yang terstruktur, atensi individual, staf yang terlatih baik,
peran serta orang tua dapat meningkat prognosis.

Terapi perilaku sangat penting untuk membantu para anak autis untuk
lebih bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat. Bukan saja guru yang harus
menerapkan terapi perilaku pada saat belajar, namun setiap anggota keluarga

10
di rumah harus bersikap sama dan konsisten dalam menghadapi anak autis.

Terapi peilaku terdiri dari tetapi wicara, terapi okupasi, dan


menghilangkan perilaku yang asosial. Dalam terapi farmakologi dinyatakan
belum ada obat atau terapi khusus yang menyembuhkan kelainan ini.
Medikasi (terapi obat) berguna terhadap gejala yang menyertai, misalnya
haloperidol, risperidone dan obat anti-psikotik teradap perilaku agresif,
ledakan-ledakan perilaku, instabilitas mood (suasana hati). Obat antidepresi
jenis SSRI dapat digunakan terhadap ansietas, kecemasan, mengurangi
stereotip dan perilaku perseveratif dan mengurangi ansietas dan fluktuasi
mood. Perilaku mencederai diri sendiri dan mengamuk kadang dapat diatasi
dengan obat naltrexone.

2.7.2 Penalaksanaan Keperawatan


Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
1. Mengurangi masalah perilaku.
2. Terapi perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat
meningkatkan kemahiran berbicara. menagement perilaku dapat mengubah
perilaku destruktif dan agresif.
3. Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.
Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant
conditioning yaitu dukungan positif (hadiah) dan dukungan negatif
(hukuman).
4. Anak bisa mandiri dan bersosialisasi.
5. Mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis.

11
2.8 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.8.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
suku bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis
medis.
2. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa,
keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi
dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak dipeluk. Saat
bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda
tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang
dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau
mainan lainnya. sebagai anak yang senang kerapian harus
menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Menggigit, menjilat
atau mencium mainan atau bend apa saja. Bila mendengar suara
keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70%
penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai
IQ diatas 100.
b) Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan ( riwayat
kesehatan dahulu)
- Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
- Cidera otak
c) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita
penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit
bawaan atau keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat

12
penyakit keturunan.
d) Status perkembangan anak.
- Anak kurang merespon orang lain.
- Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
- Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
- Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
- Keterbatasan kognitif.
e) Pemeriksaan fisik
- Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
- Terdapat ekolalia.
- Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
- Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
- Peka terhadap bau.
f) Psikososial
- Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
- Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
- Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
- Perilaku menstimulasi diri
- Pola tidur tidak teratur
- Permainan stereotip
- Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
- Tantrum yang sering
- Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
- Kemampuan bertutur kata menurun
- Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
g) Neurologis
- Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
- Refleks mengisap buruk
- Tidak mampu menangis ketika lapar

13
2.8.2 Diagnosa Keperawatatan
1. Hambatan komunikasi verbal
2. Resiko gangguan perkembangan
3. Perubahan proses keluarga

2.8.3 Intervensi Keperawatan


SDKI SLKI SIKI
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Promosi Komunikasi :
Komunikasi keperawatan selama 2x24 Defisit Bicara
Verbal jam dengan luaran Observasi :
Komunikasi Verbal dapat - Monitor kecepatan,
mengurangi gejala dan tekanan, kuantitas,
menormalkan indikator volume, dan diksi
sebagai berikut : bicara
- Kemampuan bicara - Monitor proses
meningkat kognitif, anatomis, dan
- Kemampuan fisiologis yang
mendengar meningkat berkaitan dengan
- Kesesuaian ekspresi bicara(mis, memori,
wajah/tubuh meningkat pendengaran, dan
bahasa)
- Monitor frustasi,
marah, depresi, atau hal
lain yang mengganggu
bicara
- Identifikasi perilaku
emosional dan fisik

14
sebagai bentuk
komunikasi
Terapeutik :
- Gunakan metode
komunikasi alternatif
(mis, menulis, mata
berkedip, papan
komunikasi dengan
gambar dan huruf,
isyarat tangan dan
computer)
- Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
- Gunakan juru
bicara,jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan bicara
perlahan
- Anjurkan pasien dan
keluarga proses
kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan bicara
Kolaborasi :
- Rujuk ke ahli patologi
bicara atau terapis

15
SDKI SLKI SIKI
Resiko Gangguan Setelah dilakukan tindakan Promosi Perkembangan
Perkembangan keperawatan selama 2x24 Anak
jam dengan luaran Status Observasi :
Perkembangan dapat - Identifikasi kebutuhan
mengurangi gejala dan khusus anak dan
menormalkan indikator kemampuan adaptasi
sebagai berikut : anak
- Keterampilan/perilaku Terapeutik :
sesuai usia meningkat - Dukung anak
- Kemampuan berinteraksi dengan
melakukan perawatan anak lain
diri meningkat - Dukung anak
- Respon social mengekspresikan
meningkat perasaannya secara
- Kontak mata positif
meningkat - Sediakan kesempatan
dan alat-alat untuk
menggambar,melukis,d
an mewarnai
- Sediakan mainan
berupa puzzle dan maze
Edukasi :
- Jelaskan nama-nama
benda obyek yang ada
di lingkungan sekitar

16
- Ajarkan pengasuh
milestones
perkembangan dan
perilaku yang dibentuk
- Ajarkan kooperatif,
bukan kompetisi
diantara anak
Kolaborasi :
- Rujuk untuk
konseling,jika perlu

SDKI SLKI SIKI


Kesiapan Setelah dilakukan tindakan Promosi Keutuhan Keluarga
Peningkatan Proses keperawatan selama 2x24 Observasi :
Keluarga jam dengan luaran Proses - Identifikasi pemahaman
Keluarga dapat mengurangi keluarga terhadap
gejala dan menormalkan masalah
indikator sebagai berikut : - Identifikasi adanya
- Adaptasi keluaga konflik prioritas antar
terhadap situasi anggota keluarga
meningkat - Identifikasi mekanisme
- Kemampuan keluarga koping keluarga
berkomunikasi secara - Monitor hubungan
terbuka diantara antara anggota keluarga
anggota keluarga Terapeutik :
meningkat - Hargai privasi keluarga

17
- Kemampuan keluarga - Fasilitasi keluarga
memenuhi kebutuhan melakukan pengambilan
emosional anggota keputusan dan
keluarga meningkat pemecahan masalah
- Fasilitasi komunikasi
terbuka nalar setiap
anggota keluarga
Edukasi :
- Informasikan keadaan
pasien secara berkala
kepada keluarga
- Anjurkan anggota
keluarga
mempertahankan
keharmonisan keluarga
Kolaborasi :
- Rujuk untuk terapi
keluarga,jika perlu

2.8.4 Implementasi
Setelah rencana disusun , selanjutnya diterapkan dalam tindakan
yang nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus
bersifat khusus agar semua perawat dapat menjalankan dengan baik,
dalam waktu yang telah ditentukan. Dalam implementasi keperawatan
perawat langsung melaksanakan atau dapat mendelegasikan kepada
perawat lain yang dipercaya.
2.8.5 Evaluasi
Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian

18
keberhasilan yang dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan
dan untuk mengetahui sejauh mana masalah klien teratasi. Disamping
itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika
yang ditetapkan belum tercapai dalam proses keperawatan.

19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara


klinis ditandai oleh gejala – gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam
kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam
kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar,
disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipik). Selain itu tampak
pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum
usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa
hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap
sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan
otak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya
perubahan pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat menyebabkan adanya
perubahan perilaku pada penderita. Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak
mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial dan respon anak
terhadap dunia luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan dunianya
sendiri. Dan cenderung suka mengamati hal – hal kecil yang bagi orang lain tidak
menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang menarik.

Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup dengan
normal seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar.

3.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan diharapkan para pembaca bisa
memberikan kritik dan saran untuk dapat menjadikan Saya lebih baik lagi dalam
penulisan makalah Saya selanjutnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Diagnosa Keperawatan : buku saku. edisi 6 . Jakarata : EGC Doenges, Marilynn


E. 1999.
Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Price. (1995).
Patofisiologi: Proses-proses Penyakit Edisi: 4, Editor peter Anugrah Buku II.
Jakarta: EGC Wilkinson, M, Judith; (1997).
Buku saku diagnosis keperawatan dengan NIC dan NOC. Edisi 7 .Jakarta : EGC
https://www.scribd.com/doc/97175113/ASKEP-AUTIS
Alih Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K). 1995. Kesehatan
Anak Pedoman Bagi orang Tua, Arcan. Jakarta: EGC
Baron & Kohen 1994 Behrman, Kliegman, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan
Anak Nelson Edisi 15.

Sacharin, r.m. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2. Jakarta: EGC


(DSM IV, sadock dan sadock 2000)

Safaria, T. 2005. Autisme Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna bagi


Orang Tua. Yogyakarta: Graha Ilmu (Teramihardja, J. 2007.

21

Anda mungkin juga menyukai