Anda di halaman 1dari 28

KUMPULAN SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

Dosen Pengampu :
Muawanah, S.Kep., Ners., M.Hkes

Di Susun Oleh :
Nur Indah Kusetiani
38/2B
P1337420420078

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PRODI D III KEPERAWATAN BLORA
TAHUN AJARAN 2021/2022
A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Tindakan Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi

1. PENGERTIAN PENGELUARAN FESES SECARA MANUAL


- Pengertian
Pengeluaran tinja yang sangat keras (fecal impaction) yang tidak berhasil dikeluarkan
dengan huknah atau obat
- Indikasi Pengeluaran Feses Secara Manual
Pasien dengan tinja yang sangat keras (fecal impaction) yang tidak berhasil dikeluarkan
dengan huknah atau obat.
- Tujuan Pengeluaran Feses Secara Manual
Mengeluarkan tinja yang sangat keras (fecal impaction) yang tidak berhasil dikeluarkan
dengan huknah atau obat.
- Persiapan Tempat dan Alat
1. Pot dan tutupnya
2. Selimut mandi
3. Alas bokong/perlak
4. Botol berisi air bersih untuk cebok
5. Kapas cebok
6. Pinset bersih
7. Tisu
8. Bengkok
9. Sarung tangan
10. Pelicin/jelly
11. Obat lidokain (kalau perlu).
- Persiapan Pasien
Memberitahu pasien/keluarga dan menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan.
Menyiapkan posisi pasien.
- Persiapan Lingkungan
Mengatur lingkungan yang aman dan nyaman.
- Pelaksanaan Pengeluaran Feses Secara Manual
1. Jelaskan tujuan pemeriksaan kepada klien
2. Pasang sampiran
3. Letakkan peralatan ke dekat klien
4. Cuci tangan
5. Pasang selimut mandi
6. Pasang alas bokong
7. Posisikan klien tidur terlentang atau miring ke kiri
8. Buka pakaian bawah klien dan lepas pakaian dalam
9. Letakkan pot di atas tempat tidur
10. Pakai sarung tangan
11. Beri pelicin pada jari telunjuk
12. Masukkan jari telunjuk ke dalam rektum dan keluarkan feses secara perlahan-lahan
13. Bila klien merasa nyeri, berikan obat lidokain untuk anestesi lokal dengan cara
mengoleskan 1-2 ml lidokain pada rektum 5 menit sebelum dilakukan prosedur.
14. Catat adanya nyeri, perdarahan, pernafasan yang cepat, perubahan denyut nadi atau
daphoresis.
15. Bila perlu dapat dilanjutkan dengan gliserin enema.
16. Bersihkan anus dengan cara menyiram bokong klien lalu bersihkan dengan kapas cebok
dari arah depan ke belakang. Bila sudah bersih lalu dikeringkan dengan tisu.
17. Buang kapas cebok dan tisu ke dalam bengkok.
18. Angkat alas bokong
19. Ganti selimut mandi
20. Bantu klien memakai pakaian dalam dan baju
21. Rapikan klien
22. Buka pintu/sampiran
23. Bereskan alat dan bawa pot ke spoel hok untuk dibuang dan dibersihkan
24. Lepas sarung tangan
25. Cuci tangan
26. Catat konsistensi feses, warna, bau, cacing, lendir, darah.
- Sikap Selama Proses Pengeluaran Feses Secara Manual
1. Menunjukkan sikap sopan dan ramah
2. Menjamin privacy pasien
3. Bekerja dengan teliti
4. Memperhatikan body mechanism.
- Evaluasi
1. Tanyakan keadaan dan kenyamanan pasien setelah tindakan
2. Observasi reaksi klien terhadap enema
3. Catat karakter feces.

2. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN KOLOSTOMI

- Definisi Perawatan Kolostomi


Membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma, dan mengganti kantong kolostomi
secara berkala sesuai kebutuhan.
- Tujuan Perawatan Kolostomi
1. Menjaga kebersihan pasien
2. Mencegah terjadinya infeksi
3. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma
4. Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungan
- Prinsip Perawatan Kolostomi
1. Bersih
2. Mempertahankan daerah di sekitar stoma dari iritasi dan infeksi.
3. Menjaga privasi, kenyamanan pasien dan lingkungan.
- Persiapan Alat
1. Kantong kolostomi
2. Satu set alat ganti balutan
3. Kapas
4. Kasa steril
5. Larutan sublimat/NaCl
6. Zink salep/Zink oil
7. Betadine sol
8. Plester
9. Sepasang sarung tangan
10. Bengkok/piala ginjal
11. Perlak dan pengalasnya
12. kantong plastik
13. Tempat sampah
- Prosedur Perawatan Kolostomi
a. Fase Pre Interaksi
1. Mengecek program terapi medik
2. Melakukan cuci tangan
3. Mempersiapkan alat:
a) Cairan fisiologis NaCl 0,9%
b) Alat pembersih (tisu, air hangat, sabun, washlap, gulungan kapas, handuk)
c) Colostomy bag bersih sesuai tipe
d) Ikat pinggang bersih
e) Kasa
f) Cairan pelindung periostoma
g) Bedak atau pasta kulit peristomal
h) Pena atau pensil
i) Gunting
j) Elastik Verban
k) Pencukur
l) Antideodoran cair atau tablet bila menggunakan non odor proof bag
m) Verband
n) Sarung tangan bersih
o) Perlak
p) Bad pan
q) Sampiran
b. Fase Interaksi
1. Memberikan salam terapetik
2. Melakukan validasi
3. Melakukan kontrak
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
5. Menjaga privasi klien
c. Fase Kerja
1. Menghindari proses pada jam makan, waktu berkunjung, sesaat setelah pemberian
obat.
2. Cuci tangan
3. Gunakan sarung tangan
4. Berkomunikasi selama prosedur dan menjaga privasi, membantu meningkatkan
kenyamanan baik posisi berdiri atau berbaring.
5. Kaji tipe kolostomi dan lokasi
6. Kosongkan bag dan tampung dalam bedpan
7. Kaji integritas kulit di sekitar stoma dan tampilan umum.
8. Catat jumlah dan karakteristik material fekal atau urine di dalam kantong
kolostomi atau verban
9. Gunakan pencukur bila rambut/bulu sudah tumbuh.
10. Gunakan pelarut perekat untuk melepaskan rekatan kantung bila diperlukan.
11. Lepaskan kantung secara perlahan sambil menahan kulit.
12. Gunakan tisu untuk mengangkat feces
13. Gunakan air hangat, sabun dan gulungan kapas atau waslap dan handuk untuk
membersihkan kulit stoma.
14. Gunakan pembersih kulit khusus untuk mengangkat feces yang keras
15. Keringkan kulit menggunakan handuk
16. Inspeksi stoma; warna, ukuran, bentuk dan pendarahan bila ada.
17. Inspeksi periostoma bila ada kemerahan, ulcer, iritasi.
18. Letakkan kasa pada stoma untuk menyerap cairan
19. Angkat kasa sebelum memasang kantung
20. Gunakan pasta pada area stoma sebagai skin barrier
21. Biarkan pasta mengering 1-2 menit
22. Gunakan petunjuk untuk mengukur stoma
23. Pada bagian belakang skin barrierlubangi dengan ukuran lingkaran yang sama
atau gunting pola yang diukur (atau bila sudah tersedia alat pengukur dapat
digunakan)
24. Lepaskan kertas pelindung perekat
25. Taruh deodoran ke dalam kantong, bila tersedia
26. Taruh bagian tengah, tekan secara hati-hati ke bagian kulit dan hilangkan kerutan
atau gelembung udara dari arah stoma ke bagian luar.
27. Buang udara dengan melonggarkan bagian pembuangan, bila tidak ada maka
udara dibuang sebelum direkatkan.
28. Fiksasi kantung, bila menggunakan kantong ikat pinggang taruhkan pada
tempatnya.
29. Bereskan alat-alat dan rapikan pasien
30. Catat tanggal, waktu dan jumlah cairan, warna, keadaan kulit dan periostoma.
d. Fase Terminasi
1. Mengevaluasi respon klien
2. Merencanakan tindak lanjut
3. Melakukan kontrak yang akan dating
4. Melakukan pendokumentasian
- Dokumentasi
Tanggal dan waktu perawatan kolostomi, keadaan stoma dan daerah di sekitar kolostomi
sebelum dan sesudah prosedur dilakukan.

3. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TINDAKAN HEMODIALISA

- Pengertian
Hemodialisa adalah tindakan pengobatan dengan tujuan mengeluarkan sisa metabolisme
melalui proses pertukaran antara bahan yang ada dalam darah dan dialisat melewati
membran semi permeabel secara difusi konveksi dan ultrafiltrasi
- Tujuan
Menolong penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang sudah tidak bisa diobati dengan
terapi konservatif
- Kebijakan
Dilakukan pada setiap pasien gagal ginjal terminal. Dengan hemodialisa dapat
mempertahankan fungsi ginjalnya secara optimal
- Prosedur
A. PERSIAPAN SEBELUM HEMODIALISA
1) Persiapan pasien
a. Surat dari dokter penanggungjawab Ruang HD untuk tindakan HD
(instruksi dokter)
b. Apabila dokter penanggung jawab HD tidak berada ditempat atau
tidak bisa dihubungi, surat permintaan tindakan hemodialisa
diberikan oleh dokter spesialis penyakit dalam yang diberi delegasi
oleh dokter penanggung jawab HD.
c. Apabila pasien berasal dari luar RS ( traveling ) disertai dengan
surat traveling dari RS asal.
d. Identitas pasien dan surat persetujuan tindakan HD
e. Riwayat penyakit yang pernah diderita (penyakit lain)
f. Keadaan umum pasien
g. Keadaan psikososial
h. Keadaan fisik (ukur TTV, BB, warna kulit, extremitas edema +/-)
i. Data laboratorium: darah rutin,GDS,ureum, creatinin, HBsAg,
HCV, HIV, CT, BT
j. Pastikan bahwa pasien benar-benar siap untuk dilakukan HD
2) Persiapan mesin
a. Listrik
b. Air yang sudah diubah dengan cara:
 Filtrasi
 Softening
 Deionisasi
 Reverse osmosis
c. Sistem sirkulasi dialisat
 Sistem proporsioning
 Acetate / bicarbonate
d. Sirkulasi darah
 Dializer / hollow fiber
 Priming
3) Persiapan alat
a. Dialyzer
b. Transfusi set
c. Normal saline 0.9%
d. AV blood line
e. AV fistula
f. Spuit
g. Heparin
h. Lidocain
i. Kassa steril
j. Duk
k. Sarung tangan
l. Mangkok kecil
m. Desinfektan (alkohol/betadin)
n. Klem
o. Matkan
p. Timbangan
q. Tensimeter
r. Termometer
s. Plastik
t. Perlak kecil
4) Langkah-langkah
a. Setting dan priming
1) Mesin dihidupkan
2) Lakukan setting dengan cara: keluarkan dialyzer dan AV blood
line dari bungkusnya, juga slang infus / transfusi set dan NaCl
(perhatikan sterilitasnya)
3) Sambungkan normal saline dengan seti infus, set infus dengan
selang arteri, selang darah arteri dengan dialyzer, dialyzer dengan
selang darah venous
4) Masukkan selang segmen ke dalam pompa darah, putarlah pump
dengan menekan tombol tanda V atau Λ (pompa akan otomatis
berputar sesuai arah jarum jam)
Bukalah klem pada set infus, alirkan normal saline ke selang darah
arteri, tampung cairan ke dalam gelas ukur
5) Setelah selang arteri terisi normal saline, selang arteri diklem
b. Lakukan priming dengan posisi dialyzer biru (outlet) di atas dan merah
(inlet) di bawah
1) Tekan tombol start pada pompa darah, tekan tombol V atau Λ
untuk menentukan angka yang diinginkan (dalam posisi priming
sebaiknya kecepatan aliran darah 100 rpm)
2) Setelah selang darah dan dialyzer terisi semua dengan normal
saline, habiskan cairan normal sebanyak 500 cc
3) Lanjutkan priming dengan normal saline sebanyak 1000 cc.
Putarlah Qb dan rpm
4) Sambungkan ujung selang darah arteri dan ujung selang darah
venous
5) Semua klem dibuka kecuali klem heparin
6) Setelah priming, mesin akan ke posisi dialysis, start layar
menunjukkan “preparation”, artinya: consentrate dan RO telah
tercampur dengan melihat petunjuk conductivity telah mencapai
(normal: 13.8 – 14.2). Pada keadaan “preparation”, selang
concentrate boleh disambung ke dialyzer
7) Lakukan sirkulasi dalam. Caranya: sambung ujung blood line arteri
vena
a) Ganti cairan normal saline dengan yang baru 500 cc
b) Tekan tombol UFG 500 dan time life 10 menit
c) Putarlah kecepatan aliran darah (pump) 350 rpm
d) Hidupkan tombol UF ke posisi “on” mesin akan otomatis
melakukan ultrafiltrasi (cairan normal saline akan
berkurang sebanyak 500 cc dalam waktu 10 menit
e) Setelah UV mencapai 500 cc, akan muncul pada layar
“UFG reached” artinya UFG sudah tercapai
f) Pemberian heparin pada selang arteri
Berikan heparin sebanyak 1500 unit sampai 2000 unit pada
selang arteri. Lakukan sirkulasi selama 5 menit agar
heparin mengisi ke seluruh selang darah dan dialyzer,
berikan kecepatan 100 rpm
c. Dialyzer siap pakai ke pasien
Sambil menunggu pasien, matikan flow dialisat agar concentrate tidak
boros
Catatan: jika dialyzer reuse, priming 500 cc dengan Qb 100 rpm
sirkulasi untuk membuang formalin (UFG: 500, time life 20 menit
dengan Qb 350 rpm). Bilaslah selang darah dan dialyzer dengan
normal saline sebanyak 2000 cc

B. PUNKSI AKSES VASKULER


1. Tentukan tempat punksi atau periksa tempat shunt
2. Alasi dengan perlak kecil dan atur posisi
3. Bawa alat-alat dekat dengan tempat tidur pasien (alat-alat steril dimasukkan
ke dalam bak steril)
4. Cuci tangan, bak steril dibuka, memakai handscoen
5. Beritahu pasien bila akan dilakukan punksi
6. Pasang duk steril, sebelumnya desinfeksi daerah yang akan dipunksi dengan
betadine dan alcohol
7. Ambil fistula dan puncti outlet terlebih dahulu. Bila perlu lakukan
anestesi lokal, kemudian desinfeksi
8. Punksi inlet dengan cara yang sama, kemudian difiksasi
C. MEMULAI HEMODIALISA
Sebelum dilakukan punksi dan memulai hemodialisa, ukur tanda-tanda vital dan
berat badan pre hemodialisa
1. Setelah selesai punksi, sirkulasi dihentikan, pompa dimatikan, ujung AV
blood line diklem
2. Lakukan reset data untuk menghapus program yang telah dibuat, mesin
otomatis menunjukkan angka nol (0) pada UV, UFR, UFG dan time left
3. Tentukan program pasien dengan menghitung BB datang – BB standar +
jumlah makan saat hemodialisa
4. Tekan tombol UFG = target cairan yang akan ditarik
5. Tekan tombol time left = waktu yang akan deprogram
6. Atur concentrate sesuai kebutuhan pasien (jangan merubah Base Na + karena
teknisi sudah mengatur sesuai dengan angka yang berada di gallon. Na = 140
mmol)
7. Tekan tombol temperatur (suhu mesin = 360C – 370C)
8. Buatlah profil yang sesuai dengan keadaan pasien
9. Berikan kecepatan aliran darah 100 rpm
10. Menyambung selang fistula inlet dengan selang darah arteri
 Matikan (klem) selang infus
 Sambungkan selang arteri dengan fistula arteri (inlet)
 Masing-masing kedua ujung selang darah arteri dan fistula di-swab
dengan kassa betadine sebagai desinfektan
 Ujung selang darah venous masukkan dalam gelas ukur
 Hidupkan pompa darah dan tekan tombol V atau Λ 100 rpm
 Perhatikan aliran cimino apakah lancar, fixasi dengan micropore. Jika
aliran tidak lancar, rubahlah posisi jarum fistula
 Perhatikan darah, buble trap tidak boleh penuh (kosong), sebaiknya
terisi ¾ bagian
 Cairan normal saline yang tersisa ditampung dalam gelas ukur
namanya cairan sisa priming
 Setelah darah mengisi semua selang darah dan dialyzer, matikan
pompa darah
11. Menyambung selang darah venous dengan fistula outlet
 Sambung selang darah venous ke ujung AV fistula outlet (kedua
ujungnya diberi kassa betadine sebagai desinfektan). Masing-masing
sambungan dikencangkan)
 Klem pada selang arteri dan venous dibuka, sedangkan klem infus
ditutup
 Pastikan pada selang venous tidak ada udara, lalu hidupkan pompa
darah dari 100 rpm sampai dengan yang diinginkan
 Tekan tombol UF pada layar monitor terbaca “dialysis”
 Selama proses hemodialisa ada 7 lampu hijau yang menyala (lampu
monitor, on, dialysis start, pompa, heparin, UF dan Flow)
 Rapikan peralatan

D. PENATALAKSANAAN SELAMA HEMODIALISA


1. Memprogram dan memonitor mesin hemodialisa
a. Lamanya HD
b. QB (kecepatan aliran darah) 150 – 250 cc/menit
c. QD (kecepatan aliran dialisa) 500 cc/menit
d. Temperatur dialisat 370C
e. UFR dan TMP otomatis
f. Heparinisasi
1) Dosis awal: 25 – 50 unit/kgBB
a) Diberikan pada waktu punksi
b) Sirkulasi extra corporeal 1500 unit
c) Dosis maintenance 500 – 2000 unit/jam diberikan pada waktu HD
berlangsung
2) Dosis maintenance 500 – 2000 u/jam
Diberikan pada waktu HD berlangsung
Cara pemberian dosis maintenance
a) Kontinyu: diberikan secara terus menerus dengan bantuan pompa
dari awal HD sampai dengan 1 jam sebelum HD berakhir
b) Intermitten: diberikan 1 jam setelah HD berlangsung dan
pemberian selanjutnya dimasukkan tiap selang waktu 1 jam, untuk
1 jam terakhir tidak berakhir
c) Minimal heparin: heparin dosis awal kurang lebih 200 unit,
selanjutnya diberikan kalau perlu
g. Pemeriksaan (laboratorium, ECG, dll)
h. Pemberian obat-obatan, transfusi, dll
i. Monitor tekanan
1) Fistula pressure
2) Arterial pressure
3) Venous pressure
4) Dialisat pressure
5) Detektor (udara blood leak detektor)
2. Observasi pasien
a. Tanda-tanda vital (T, N, S, R, kesadaran)
b. Fisik
c. Perdarahan
d. Sarana hubungan sirkulasi
e. Posisi dan aktivitas
f. Keluhan dan komplikasi hemosialisa
E. MENGAKHIRI HEMODIALISA
1. Persiapan alat
a. Piala ginjal
b. Kassa steril
c. Betadine solution
d. Sarung tangan tidak steril
e. Perban gulung
f. Band aid (pelekat)
g. Gunting
h. Nebacetin powder antibiotic
i. Thermometer
j. Micropore
2. Pelaksanaan
a. Perawat mencuci tangan
b. Perawat memakai sarung tangan
c. Mesin menggunakan UFG reached = UFG sudah tercapai (angka UV =
angka UF)
d. Jika proses hemodialisa sudah selesai, posisi mesin akan terbaca
“Reinfusion”
e. Sebelum 5 menit selesai, pasien diobservasi tanda-tanda vital
f. Kecilkan kecepatan aliran darah (pompa darah) sampai 100 rpm lalu
matikan
g. Klem pada fistula arteri dan selang darah arteri
h. Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas tusukan dengan kassa
betadine, tutuplah bekas tusukan dengan kassa betadine
i. Bilaslah fistula, selang darah dan dializer dengan normal saline
secukupnya sampai bersih dan gunakan kecepatan aliran darah 100 rpm
j. Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas tusukan dengan kassa betadine
k. Jika tidak ada darah bekas tusukan, maka berilah nebacetin powder dan
tutuplah bekas tusukan dengan Band Aid (K/p dibalut dengan perban
gulung)
l. Berilah fixasi dengan micropore pada perban gulung
m. Observasi tanda-tanda vital pasien
n. Kembalikan alat-alat ke tempat semula
o. Perawat melepas sarung tangan
p. Perawat mencuci tangan

4. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMBERIAN OBAT SECARA


TERAPI
a. Obat dalam bentuk padat
1) Tablet atau kapsul
Prosedur pemberian :
a) Siapkan peralatan dan cuci tangan
b) Kaji kemampuan klien untuk dapat minum obat per oral (menelan, mual, muntah,
adanya program tahan makan atau minum, akan dilakukan pengisapan lambung
dll).
c) Periksa kembali perintah pengobatan (nama klien, nama dan dosis obat, waktu
dan cara pemberian) periksa tanggal kadaluarsa obat, bila ada kerugiaan pada
perintah
pengobatan laporkan pada perawat/bidan yang berwenang atau dokter yang
meminta.
d) Ambil obat sesuai yang diperlukan (baca perintah pengobatan dan ambil obat
yang diperlukan).
e) Siapkan obat-obatan yang akan diberikan. Siapkan jumlah obat yang sesuai
dengan dosis yamg diperlukan tanpa mengkontaminasi obat (gunakan tehnik
aseptic untuk menjaga kebersihan obat)
f) Tuangkan tablet atau kapsul ke dalam mangkuk dispisibel tanpa menyentuh obat.
g) Gunakan alat pemotong tablet bila diperlukan untuk membagi obat sesuai dengan
dosis yang diperlukan.
h) Jika klien mengalami kesulitan menelan, gerus obat menjadi bubuk dengan
menggunakan martil dan lumpang penggerus, kemudian campurkan dengan
menggunakan air. Cek dengan bagian farmasi sebelum menggerus obat, karena
beberapa obat tidak boleh digerus sebab mempengaruhi daya kerjanya.
2) Obat Sublingual
Secara umum persiapan dan langkah pemberian sama dengan pemberian obat secara
oral. Yang perlu diperhatikan adalah klien perlu diberikan penjelasan untuk
meletakkan obat di bawah lidah, obat tidak boleh ditelan, dan dibiarkan berada di
bawah lidah sampai habis diabsorbsi seluruhnya.
3) Obat Secara Bukal
Secara umum persiapan dan langkah pemberian sama dengan pemberian obat secara
oral. Yang perlu diperhatikan adalah klien perlu diberikan penjelasan untuk
meletakkan obat diantara gusi dan selaput mukosa pipi sampai habis diabsorbsi
seluruhnya.
4) Suppositoria
Prosedur pemberian :
a. Buka bungkus aluminium foil suppositoria dan oleskan sejumlah pelumas yang
larut dalam air pada ujung suppositoria yang bulat dan halus. Lumaskan jari
telunjuk yang telah dipasang sarung tangan dari tangan dominan.
b. Dengan tangan non dominan yang sudah terpasang sarung tangan, regangakn
lipatan labia
c. Masukkan suppositoria sekitar 8-10 cm sepanjang din ding vagina posterior.
d. Tarik jari tangan dan bersihkan pelumas yang tersisa sekitar orifisium dan labia.
e. Mintalah klien untuk tetap berada pada posisi tersebut selama 5-10 menit setelah
insersi
f. Lepakan sarung tangan dan buang ke tempat yang sesuai
g. Cuci tangan, kaji respon klien dan dokumentasikan seluruh tindakan.
b. Obat dalam bentuk cair
1) Obat sirup
Prosedur pemberian :
a. Kocok/putar obat/dibolak balik agar bercampur dengan rata sebelum dituangkan,
buang obat yang telah berubah warna atau menjadi lebih keruh
b. Buka penutup botol dan letakkan menghadap keatas. Untuk menghindari
kontaminasi pada tutup botol bagian dalam.
c. Pegang botol obat sehingga sisa labelnya berada pada telapak tangan, dan
tuangkan obat kearah menjauhi label. Mencegah obat menjadi rusak akibat
tumpahan cairan obat, sehingga label tidak bisa dibaca dengan tepat.
d. Tuangkan obat sejumlah yang diperlukan ke dalam mangkuk obat berskala.
e. Sebelum menutup botol, usap bagian tutup botol dengan menggunakan kertas
tissue. Mencegah tutup botol sulit dibuka kembal akibat cairan obat yang
mongering pada tutup botol.
f. Bila jumlah obat yang diberikan hanya sedikit, kurang dari 5 ml maka gunakan
spuit steril untuk mengambilnya daro botol.
2) Obat Parenteral/Injeksi
Injeksi intradermal (ID)/Intracutan (IC)
Prosedur pemberian :
1. Cuci tangan
2. Saipkan obat dengan pinsip 7 benar
3. Identifikasi klien
4. Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
5. Atur klien pada posisi yng nyaman
6. Pakai sarung tangan
7. Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan, peradangan, atau rasa
gatal. Menghindari gangguan absorbs obat atau cidera dan nyari yang berlebihan.
8. Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alcohol, dengan gerakan
sirkuler dari arah dalam keluar dengan diameter sekitar 5 cm. tunggu bsampai
kering. Metode ini dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang
mengandung mikroorganisme.
9. Pegang kapas alcohol, dengan jari-jari tengah pada tangan non dominan
10. Buka tutup jarum
11. Tempatkan ibu jari dengan tangan non dominan sekitar 2,5 cm dibawah area
penusukan, kemudian tarik kulit
12. Dengan ujung jarum menghadap keatas dan menggunakan tangan dominan,
masukkan jarum tepat dibawah kulit dengan sudut 150
13. Masukkan obat perlahan-lahan, perhatikan adanya jendalan (jendalan harus
terbentuk)
14. Cabut jarum dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkan
15. Usap pelan-pelan area penyuntikan (jangan melakukan massage pada area
penusukan)
16. Buat lingkaran engan diameter 2,5 cm disekitar jendalan dengan menggunakan
pulpen. Instruksikan klien untuk tidak menggosok area tersebut.
17. Observasi kulit adanya kemerahan atau bengkak. Jika tes alergi, observasi adanya
reaksi sistemik (misalnya sulit bernafas, berkeringat dingin, pingsan, mual,
muntah)
18. Kembalikan posisi klien. Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan
19. Buka sarung tangan. Cuci tangan
20. Dokumetasikan tindakan yang telah dilakukan. Kaji kembali klien dan tempat
injeksi setelah 5 menit, 15 menit dan selanjutnya secara periodic.
3) Obat tetes mata
Prosedur pemberian :
a. Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat, daya kerja dan tempat
pemberian.
b. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
c. Identifikasi klien secara tepat
d. Jelaskan prosedur pengobatan dengan tepat
e. Atur klien dengan posisi terlentang atau duduk dengan hiperektensi leher
f. Pakai sarung tangan
g. Dengan kapas basah steril, bersihkan kelopak mata dari dalam keluar
h. Minta klien untuk melihat ke langit-langit
i. Teteskan obat tetes mata
j. Dengan tangan dominan anda di dahi klien, pegang penetes mata yang terisi obat
kurang lebih 1-2 cm (0,5-0,75 inci) diatas sacus konjungtiva. Sementara jari
tangan non dominn menarik kelopak mata kebawah.
k. Teteskan sejumlah obat yang diresepkan kedalam sacus konjungtiva. Sacus
konjungtiva normal menahan 1-2 tetes. Meneteskan obat tetes ke dalam sacus
memberikan penyebaran obat yang merata di seluruh mata
l. Bila klien berkedip atau menutup mata atau bila tetesan jatuh kepinggir luar
kelopak mata, ulangi prosedur.
m. Setelah meneteskan obat tetes, minta klien untuk menutup matadengan perlahan.
n. Berikan tekanan yang lembut pada duktus nasolakrimal klien selama 30-6- detik
(Aziz Alimul, 2009).
 Tindakan Pemberian Obat Berdasarkan 7 Benar
Dokter merupakan penanggung jawab utama dalam pemberian resep obat bagi masing-
masing pasien yang dirawat di rumah sakit. Kemudian apoteker memberikan obat yang
sesuai dengan resep dokter. Sedangkan cara dalam pemberian obat harus sesuai dengan
prosedur dan tergantung pada keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan,
sifat obat, dan tempat kerja obat yang diinginkan serta pengawasan terkait efek obat dan
sesuai dengan SOP rumah sakit yang bersangkutan (Depkes, 2014).Prosedur pemberian
obat berdasarkan prinsip benar pemberian obat merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
oleh perawat dalam mempersiapkan obat yang diberikan kepada pasien sebagai upaya
mencegah terjadinya kesalahan obat yang diterima pasien.
Rumah sakit umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tempat peneliti melakukan
penelitian menggunakan prinsip pemberian obat 7 benar sesuai dengan SOP yang berlaku
di rumah sakit tersebut. Adapun prinsip 7 benar tersebut yaitu :
Penerapan 7 (tujuh) benar dalam menunjang Medication Safety (bagi Dokter, Farmasi,
dan Perawat)
a. Benar pasien
1) Gunakan minimal dua identitas pasien (nama lengkap dan tanggal lahir)
2) Cocokkan obat yang akan diberikan dengan instruksi terapi tertulis
3) Anamnesis riwayat alergi
4) Anamnesis lengkap riwayat obat/penggunaan obat saat ini dan buat daftar obat-
obat tertentu.
b. Benar obat
1) Cocokkan obat yang akan diberikan dengan instruksi terapi tertulis
2) Beri label semua obat dan tempat obat (syringes, cangkir obat, baskom obat) dan
larutan lain.
3) Pada label, tuliskan nama obat, jumlah, kuantitas, pengeceran dan volume,
tanggal persiapan, tanggal kadaluarsa jika digunakan dalam 24 jam dan tanggal
jika kurang dari 24 jam
4) Semua obat atau larutan diverifikasi oleh 2 orang secara verbal dan visual jika
orang menyiapkan obat bukan yang memberikan ke pasien.
5) Pemberian label tiap obat atau larutan segera setelah obat disiapkan jika tidak
segera diberikan
6) Jangan memberikan label pada syringes atau tempat kosong sebelum obat
disiapkan/diisi.
7) Siapkan satu obat atau larutan pada satu saat. Beri label hanya untuk satu obat
atau larutan pada satu saat.
8) Buang segera setiap obat atau larutan yang tidak ada labelnya
9) Buang semua tempat obat berlabel di lokasi steril segera setelah operasi atau
prosedur dilakukan (ini berarti tempat obat orisinil disimpan sampai tindakan
selesai).
10) Saat pergantian tugas/jaga, review semua obat dan larutan oleh petugas lama dan
petugas baru secara bersama.
11) Ubah daftar obat/kardek jika terdapat perubahan obat.
12) Kebenaran jenis obat yang perlu kewaspadaan tinggi di cek oleh dua orang yang
kompoten (double check)
c. Benar dosis
1. Dosis/volume obat, terutama yang memerlukan kewaspadaan tinggi, dihitung dan
dicek oleh tiap dua orang yang kompeten (double check).
2. Jika ragu konsultasikan ke dokter yang menulis resep
3. Berkonsentrasi penuh pada saat menyiapkan obat, dan dihindari gangguan
d. Benar waktu
1. Sesuai waktu yang ditentukan : sebelum makan, setelah makan, saat makan
2. Perhatikan waktu pemberian :
3 x sehari – tiap 8 jam
2 x sehari – tiap 12 jam
Sehari sekali – tiap 24 jam
Selang sehari – tiap 48 jam
3. Obat segera diberikan setelah diinstruksikan oleh dokter
4. Belum memasuki masa kadaluarsa obat
e. Benar cara pemberian
1. Cara pemberian obat harus sesuai dengan bentuk/jenis sediaan obat
2. Obat yang akan diberikan per NGT sebaiknya adalah obat cair/syirup
3. Pemberian antara obat sedapat mungkin berjarak
4. Jadwal pemberian obat dan nutrisi juga berjarak
f. Benar dokumentasi
1. Setiap perubahan yang terjadi pada pasien setelah mendapat obat harus
didokumentasikan
2. Setiap dokumen klinik harus ada bukti nama dan tanda tangan paraf yang
melakukan
3. Setelah memberikan obat, langsung paraf dan beri nama siapa yang memberikan
obat tersebut
4. Setiap perubahan jenis/dosis/jadwal/cara pemberian obat harus diberi nama dan
paraf yang mengubahnya
5. Jika ada coretan yang harus dilakukan : buat hanya satu garis dan paraf
diujungnya.
6. Dokumentasikan respon pasien terhadap pengobatan : efek samping obat (ESO)
dicatat dalam rekam medic dan form pelaporan insiden+formulir pelaporan efek
samping obat. Pelaporan insiden dikirim ke Tim Keselamatan Pasien di Komite
Mutu, keselamatan dan kerja. Pelaporan efek samping obat dikirim ke komite
farmasi dan terapi
7. Dokumetasikan kejadian nyaris cidera terkait pengobatan form pelaporan insiden
ke tim Keselamatan Pasien
8. Dokumentasikan kejadian tidak diharapkan form pelaporan insiden ke Sub
Komite Keselamatan Pasien.
g. Benar informasi
1. Semua rencana tindakan/pengobatan harus didokumentasikan pada pasien dan
atau keluarganya, termasuk pasien di ICU (hak pasien)
2. Jelaskan tujuan dan cara mengkonsumsi obat yang benar
3. Jelaskan efek samping yang mungkin timbul
4. Rencana lama terapi juga dikomunikasikan pada pasien
5. Tips : semua informasi yang telah diberikan pada pasien dan keluarganya
dituliskan dalam “Form Perencanaan Kebutuhan dan Verifikasi Edukasi
Terintegrasi Pada
Paien dan Keluarga” yang ada didalam rekam medic dan tandatangani oleh
perawat dan pasien/keluarga pasien

5. SOP PEMERIKSAAN KARAKTERISTIK FEKAL


- Pengertian
Tata cara pemeriksaan feses
- Tujuan
Agar dapat melakukan pemeriksaan dengan baik dan benar.
- Prosedur
Petugas laboratorium mampu melakukan pemeriksaan feses lengkap dengan baik dan
benar. :
Macam pemeriksaan feses
a. Makroskopis
Pemeriksaan makroskopik tinja meliputi pemeriksaan jumlah, warna, bau, darah,
lendir dan parasit. Feses untuk pemeriksaan sebaiknya yang berasal dari defekasi
spontan. Jika pemeriksaan sangat diperlukan,boleh juga sampel tinja di ambil dengan
jari bersarung dari rectum. Untuk pemeriksaan biasa dipakai tinja sewaktu, jarang
diperlukan tinja 24 jam untuk pemeriksaan tertentu. Tinja hendaknya diperiksa dalam
keadaan segar, kalau dibiarkan mungkin sekali unsure-unsur dalam tinja itu menjadi
rusak. Bahan ini harus dianggap bahan yang mungkin mendatangkan infeksi,berhati-
hatilah saat bekerja.
Dibawah ini merupakan syarat dalam pengumpulan sampel untuk pemeriksaan feses.
1. Wadah sampel bersih, kedap, bebas dari urine
2. Harus diperiksa 30 – 40 menit sejak dikeluarkan jika ada penundaan simpan di
almari es
3. Tidak boleh menelan barium, bismuth dan minyak 5 hari sebelum pemeriksaan
4. Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan. misalnya bagian
yang bercampur darah atau lendir
5. Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher sebagai pemeriksaan tinja
sewaktu.
6. Pasien konstipasi dapat diberikan saline cathartic terlebih dahulu
7. Pada Kasus Oxyuris dapat digunakan metode schoth tape & object glass
8. Untuk mengirim tinja, wadah yang baik ialah yang terbuat dari kaca atau sari
bahan lain yang tidak dapat ditembus seperti plastic. Kalau konsistensi tinja
keras,dos karton berlapis paraffin juga boleh dipakai. Wadah harus bermulut lebar.
9. Oleh karena unsure-unsur patologik biasanya tidak dapat merata, maka hasil
pemeriksaan mikroskopi tidak dapat dinilai derajat kepositifannya dengan tepat,
cukup diberi tanda –(negatif), (+),(++),(+++) saja.
Berikut adalah uraian tentang berbagai macam pemeriksaan secara makroskopis
dengan sampel feses.
1. Pemeriksaan Jumlah Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100-
250gram per hari. Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makanan bila banyak makan
sayur jumlah tinja meningkat.
2. Pemeriksaan Warna
a. Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah mejadi lebih tua
dengan terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain urobilin warna tinja
dipengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan dalam saluran pencernaan
dan obat yang dimakan. Warna kuning juga dapat disebabkan karena
susu,jagung, lemak dan obat santonin.
b. Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang mengandung
khlorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh biliverdin dan
porphyrin dalam mekonium.
c. Warna kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada urobilinogen dalam saluran
pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja tersebut disebut akholis.
Keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim pankreas seperti pada
steatorrhoe yang menyebabkan makanan mengandung banyak lemak yang tidak
dapat dicerna dan juga setelah pemberian garam barium setelah pemeriksaan
radiologik.
d. Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh perdarahan yang segar
dibagian distal, mungkin pula oleh makanan seperti bit atau tomat.
e. Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan dibagian proksimal
saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi dan lain-lain.
Warna coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihan seperti pada anemia
hemolitik. Sedangkan warna hitam dapat disebabkan obat yang yang
mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin juga oleh melena.
3. Pemeriksaan Bau
Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau busuk
didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak dicerna dan
dirombak oleh kuman.Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu.
Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian gula yang tidak
dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi asam. Konsumsi
makanan dengan rempah-rempah dapat mengakibatkan rempah-rempah yang
tercerna menambah bau tinja.
4. Pemeriksaan Konsistensi
Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan bebentuk. Pada diare
konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya tinja yang keras
atau skibala didapatkan pada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus
menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur gas. Konsistensi tinja berbentuk pita
ditemukan pada penyakit hisprung. feses yang sangat besar dan berminyak
menunjukkan alabsorpsi usus
5. Pemeriksaan Lendir
Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja. Terdapatnya
lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada dinding usus.
a.Lendir yang terdapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin terletak
pada usus besar. Sedangkan bila lendir bercampur baur dengan tinja mungkin
sekali iritasi terjadi pada usus halus.
b.Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir saja tanpa tinja.
c.Lendir transparan yang menempel pada luar feces diakibatkan spastik kolitis,
mucous colitis pada anxietas.
d. Tinja dengan lendir dan bercampur darah terjadi pada keganasan serta
peradangan rektal anal.
e. Tinja dengan lendir bercampur nanah dan darah dikarenakan adanya ulseratif
kolitis, disentri basiler, divertikulitis ulceratif, intestinal tbc.
f. Tinja dengan lendir yang sangat banyak dikarenakan adanya vilous adenoma
colon.
6. Pemeriksaan Darah.
Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda,coklat atau hitam. Darah itu
mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur baur dengan tinja.
a. Pada perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan bercampur dengan
tinja dan warna menjadi hitam, ini disebut melena seperti pada tukak lambung
atau varices dalam oesophagus.
b. Pada perdarahan di bagian distal saluran pencernaan darah terdapat di bagian
luar tinja yang berwarna merah muda yang dijumpai pada hemoroid atau
karsinoma rektum. Semakin proksimal sumber perdarahan semakin hitam
warnanya.
7. Pemeriksaan Nanah Pada pemeriksaan feses dapat ditemukan nanah. Hal ini
terdapat pada pada penyakit Kronik ulseratif Kolon , Fistula colon sigmoid, Lokal
abses.Sedangkan pada penyakit disentri basiler tidak didapatkan nanah dalam
jumlah yang banyak.
8. Pemeriksaan Parasit Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan spesies
cacing lainnya yang mungkin didapatkan dalam feses.
9. Pemeriksaan adanya sisa makanan Hampir selalu dapat ditemukan sisa makana
yang tidak tercerna, bukan keberadaannya yang mengindikasikan kelainan
melainkan jumlahnya yang dalam keadaan tertentu dihubungkan dengan sesuatu
hal yang abnormal. Sisa makanan itu sebagian berasal dari makanan daun-daunan
dan sebagian lagi makanan berasal dari hewan, seperti serta otot, serat elastic dan
zat-zat lainnya. Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan
larutan Lugol maka pati (amylum) yang tidak sempurna dicerna nampak seperti
butir-butir biru
atau merah. Penambahan larutan jenuh Sudan III atau Sudan IV dalam alkohol
70% menjadikan lemak netral terlihat sebagai tetes-tetes merah atau jingga. b.
Mikroskopis Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur
cacing, leukosit, eritosit, sel epitel, kristal, makrofag dan sel ragi. Dari semua
pemeriksaan ini yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap protozoa dan telur
cacing.
a. Protozoa Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru
didapatkan bentuk trofozoit.
b. Telur cacing Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides,
Necator americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides
stercoralis dan sebagainya.
c. Leukosit Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh
sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan
peningkatan jumlah leukosit. Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja
yang berlendir pada penderita dengan alergi saluran pencenaan. Untuk
mempermudah pengamatan leukosit dapat ditambah 1 tetes asam acetat 10%
pada 1 tetes emulsi feces pada obyek glass.
d. Eritrosit Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus.
Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya eritrosit
dalam tinja selalu berarti abnormal.
e. Epitel Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epite lyaitu yang
berasal dari dinding usus bagian distal. Sel epitel yang berasal dari bagian
proksimal jarang terlihat karena sel inibiasanya telah rusak. Jumlah sel epitel
bertambah banyak kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagian
distal.
f. Kristal Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin
terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak. Kristal tripel fosfat
dan kalsium oksalat didapatkan setelah memakan bayam atau strawberi,
sedangkan kristal asam lemak didapatkan setelah banyak makan lemak. Sebagai
kelainan mungkin dijumpai kristal Charcoat Leyden Tinja, Butir-butir amilum
dan kristal hematoidin. Kristal Charcoat Leyden didapat pada ulkus saluran
pencernaan seperti yang disebabkan amubiasis. Pada perdarahan saluran
pencernaan mungkin didapatkan kristal hematoidin.
g. Makrofag Sel besar berinti satu dengan daya fagositosis, dalam sitoplasmanya
sering dapat dilihat bakteri selain eritrosit, lekosit .Bentuknya menyerupai
amuba tetapi tidak bergerak.
h. Sel ragi Khusus Blastocystis hominis jarang didapat. Pentingnya mengenal
strukturnya ialah supaya jangan dianggap kista amoeba
10. Pemeriksaan KOH Pemeriksaan KOH adalah pemeriksaan tinja dengan
menggunakan larutan KOH (kalium hidroksida) untuk mendeteksi adanya jamur,
sedangkan pemeriksaan tinja rutin adalah pemeriksaan tinja yang biasa dilakukan
dengan menggunakan lugol. Untuk membedakan antara Candida dalam keadaan
normal dengan Kandidiasis adalah pada kandidiasis, selain gejala kandidiasis,
dari hasil pemeriksaan dapat ditemukan bentuk pseudohifa yang merupakan
bentuk invasif dari Candida pada sediaan tinja. Timbulnya kandidiasis juga dapat
dipermudah dengan adanya faktor risiko seperti diabetes melitus, AIDS,
pengobatan antikanker, dan penggunaan antibiotika jangka panjang. Kalau
memang positif kandidiasis dan terdapat gejala kandidiasis, maka biasanya dapat
sembuh total dengan obat jamur seperti fluconazole, tetapi tentu saja bila ada
faktor risiko juga harus diatasi. Swap adalah mengusap mukosa atau selaput
lendir atau pseudomembran kemudian hasil usapan diperiksa secara
mikroskopik, sedangkan biopsi adalah pengambilan jaringan atau sel untuk
dilakukan pemeriksaan secara mikroskopik juga. c. Kimia 1) Darah samar
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah
samar.

6. SOP PEMERIKSAAN KARAKTERISTIK URINE

- Pengertian
Jenis pemeriksaan Pemeriksaan rutin adalah pemeriksaan penyaring, yaitu beberapa
macam, pemeriksaan yang dianggap sebagai dasar bagi pemeriksaan selanjutnya dan
yang menyertai pemeriksaan badan tanpa pendapat khusus (Gandasoebrata, 2013).
- Pemeriksaan rutin mencakup pemeriksaan
a. fisik/ maksroskopik, seperti warna, kejernihan dan berat jenis;
b. kimia, meliputi glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, 14 pH, darah, keton, nitrit,
dan leukosit esterase;
c. mikroskopis struktur dalam sedimen.
Sampel yang digunakan untuk urinalisis rutin setidaknya harus 15 mL (Riswanto, dan
Rizki, 2015)
a. Pemeriksaan fisik/ maksroskopik Pemeriksaan fisik urine meliputi penentuan warna,
kejernihan, bau dan berat jenis. Pemeriksaan ini memberikan informasi awal mengenai
gangguan seperti perdarahan gromerulus, penyakit hati, gangguan metabolisme bawan
dan infeksi saluran kemih (ISK) (Strasinger dan Lorenzo, 2008).
b. Pemeriksaan kimia Pemeriksaan kimia urine memberikan informasi mengenai ginjal
dan fungsi hati, metabolisme karbohidrat, dan asam-basa. Test kimia konvensional
dilakukan menggunakan tabung reaksi dan hasil ujinya dengan mengamati adanya
endapan atau kekeruhan atau perubahan warna setelah penambahan bahan kimia cair
dengan atau tanpa pemanasan. Tes yang paling umum diigunakan sekarang ini adalah test
carik celup menggunakan strip reagen, dimana reagen ini tersedia dalam bentuk kering
siap pakai, relatif stabil, murah, volume urine yang dibutuhkan sedikit, serta tidak
memerlukan persiapan reagen (Riswanto, dan Rizki, 2015).
c. Pemeriksaan sedimen Pemeriksaan mikroskopis dari sedimen urine adalah bagian yang
paling standar dan paling memakan waktu dari urinalisis rutin.
- Prosedur
1. Urine harus di jadikan serba sama sebelum diperiksa didalamtabung reaksicampurlah
baik-baik sampai juga sedimen terbagi merata.
2. celupkan urine strips hanya sekejap saja kedalam urine.
3. Hilangkan kelebihan urine yang melekat pada urine strips dengan menyentukan pinggir
strips ke pada pinggir tabung urine.
4. Jangan pegang bagian dari urine strips yang mengandung reagen dengan jari.
5. Bacalah hasil padaa urine strips dengan membandingkan standar warna pada botolnya
selama 1-2 menit, jangan membaca hasil lebih dari 2 menit dikarenakan akan terjadi
perubahan warna strips.
6. Botol urine strips harus selalu ditutup rapat, dan jangan di letakkandi sinar matahari

7. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK PADA


PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI AKIBAT
PATOLOGIS
SYSTEM PERNCERNAAN DAN PERKEMIHAN

- Pengertian
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih
yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik (potter
& perry, 2010)
- Tujuan
Terapi ini bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan berbagai
teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih dapat berkurang, hanya
6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Melalui latihan, penderita diharapkan dapat
menahan sensasi berkemih. Latihan ini dilakukan pada pasien pasca bedah yang di
pasang kateter (Suharyanto,2008).
- Kebijakan
Menggunakan kateter yang lama
a. Pasien yang mengalami inkontinensia urin
b. Klien yang akan di lakukan pelepasan dower kateter
c. Pada klien post operasi.

- Peralatan

a. Jam
b. Air minum dalam tempatnya
c. Obat diuretik jika diperlukan
- Prosedür Pelaksanaan
l . Persiapan pasien
- Jelaskan maksud dan tujuan dari tindakan tersebut
- Jelaskan prosedur tindakan yang harus dilakukan klien
2. Beritahu klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu jadwal untuk
berkemih.
- Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat jika
rangsangan berkemihnya tidak dapat di tahan.
- Klien di suruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang waktu yang telah
ditentukan 2-3 jam sekali
30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah ditentukan, mintalah klien
untuk memulai berkemih dengan teknik latihan dasar panggul.
3. Latihan
Latihan 1
a. Instruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul
b. Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama berkemih kemudian
memulainya kembali.
c. Praktikan setiap kali berkemih
Latihan 11
a. Minta kllien untuk mengembil posisi duduk atau berdiri
b. Instruksikan klien untuk mengencangkan otot-otot di sekitar anus
Latihan 111
a. Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan kemudian kontraksikan otot
anterior secara perlahan sampai hitungan ke empat
b. Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara keseluruhan
c. Ulangi latihan 4 jam sekali, saat bangun tidur sealam 3 bulan
Latihan IV
a. Apabila memungkinkan, anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi (lutut di tekuk) kepada
klien
- Evaluasi
a. Klien dapat menahan berkemih dalam 6-7 kali perhari atau 3-4 jam sekali
b. Bila tindakan tersebut dirasakan belum optimal atau terdapat gangguan :
l. Maka metode diatas dapat di tunjang dengan metode rangsangan dari eksternal misalnya
dengan suara aliran air dan menepuk paha bagian dalam
2. Menggunakan metode untuk relaksasi guna membantu pengosongan kandung
kemih secara total, misalnya dengan membaca dan menarik napas dalam.
3. Menghindari minuman yang mengandung kafein.
4. Minum obat diuretik yang telah diprogramkan atau cairan untuk meningkatkan
diuretik.
8. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MEMBANTU ELIMINASI URIN DAN
FEKAL (HUKNAH)

- Pengertian
Enema / Huknah adalah tindakan memasukkan cairan ke dalam usus melalui rectum,
sehingga cairan tersebut dapat mengalir balik atau tertahan. Fungsinya adalah untuk
mengeluarkan feses dan flaktus. Jenis Enema/Huknah terdiri ari enema tinggi dan enema
rendah (Hidayat & Uliyah, 2005) . Enema/Huknah tinggi adalah memasukkan
cairan/larutan hangat ke dalam kolon asendens dengan menggunakan kanula usus (A.
Aziz Alimul Hidayat, 2006). High enema (huknah tinggi) diberikan untuk membersihkan
kolon sebanyak mungkin, sering diberikan sekitar 750-1000 ml larutan untuk orang
dewasa, dan posisi klien berubah dari posisi lateral kiri ke posisi dorsal recumbent dan
kemudian ke posisi lateral kanan selama pemberian ini cairan dapat turun ke usus besar.
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2006). Huknah rendah adalah tindakan keperawatan dengan
cara memasukkan cairan/lartan hangat ke dalam kolon desendens dengan menggunakan
kanula rektal melalui anus. Huknah rendah dilaksanakan sebelum operasi ( persiapan
pembedahan ) dan pasien yang mengalami obstipasi. Low enema (huknah rendah)
diberikan hanya untuk membersihkan rektum dan kolon sigmoid. Sekitar 500ml larutan
diberikan pada orang dewasa, klien dipertahankan pada posisi sims / miring kekiri selama
pemberian.

- Tujuan
Enema/Huknah Tinggi :
1) Membantu mengeluarkan fases akibat konstipasi atau impaksi fekal
2) Membantu defaksi yang normal sebagai bagian dari program latihan defakasi
(bowel training program)
3) Tindakan pengobatan / pemeriksaan diagnostik.

Enema/Huknah Rendah :
1) Mengosongkan usus sebagai persiapan tindakan operasi, colonoscopy
2) Merangsang peristaltik usus
3) Tindakan pengobatan / pemeriksaan diagnostik

- Indikasi
1. Konstipasi
2. Kebiasaan buang air besar yang tidak teratur.
3. Penggunaan laxative yang berlebihan.
4. Peningkatan stress psikologis
5. Impaksi fases
6. Kebiasaan buang air besar yang teratur
7. Persiapan pra operasi
8. Untuk tindakan diagnostik misalnya pemariksaan neurologi
9. Pasien dengan malena

- Kontra Indikasi
1. Dengan diverticulis,ulcerative colitis,crhon’s disease/ keganasan kolon atau rectum
Hemoroid yang beradarah
2. Post operasi Pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal, hemoroid,tumor
rectum dan kolon.
Persiapan Alat
1. Wadah enema (huknah)
2. Volume larutan hangat
• Dewasa : 700-1000ml, dengan suhu 40,5- 43ºC
• Anak – anak :
- Bayi : 150-250 ml
- Usia bermain (toddler): 250-350ml
- Usia sekolah : 300-500ml
- Remaja : 500-700 ml
Catatan : Suhu cairan yang digunakan untuk anak-anak adlah 37,7ºC,sedang untuk dewasa
dihangatkan 40,5-43ºC
3. Slang rektal dengan ujung bulat.
- Dewasa : No.22-30 G French(fr)
- Anak – anak : No.12-18 fr
4. Slang menghubungkan slang rectal ke wadah (slang irrigator)
5. Klem pengatur pada slang
6. Termometer air untuk mengukur suhu larutan
7. Pelumas Vaseline atau jeli
8. Perlak pengalas
9. Selimut mandi
10. Kertas toilet
11. Pispot
12. Baskom, waslap dan handuk, serta sabun
13. Sarung tangan sekali pakai/ handscoon dan masker
14. Tiang intravena
15. Bengkok
16. Disinfektan
- Persiapan Pasien
1. Mengucapkan salam terapiutik
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang
akan dilaksanakan
4. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
5. Selama komunikansi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam
6. Klien atau keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klasifikasi
7. Memperlihatkan kesabaran, punuh empati, sopan, dan perhatian serat respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan 8. Pasien disiapkan dlam posisi
yang sesuai
- Persiapan Lingkungan
1. Ruangan terutup
2. Pastikan semua jendela atau pintu dakam keadaan tertutup agar privasi terjaga.
3. Pasang sekat atau sampiran
4. Gunakan selimut untuk melindungi daerah privasi pasien
- Prosedur
1. Jelaskan prosedur kepada klien. Mengurangi ansietas klien dan meningkatkan
kerja sama prosedur.
2. Tutup ruangan / tirai. Memberikan privasi pada klien.
3. Susun wadah enema, hubungkan slang, klem, dan selang rectal. Slang rectal harus
cukup kecil untuk diameter anus klien, tetapi cukup besar untuk mencegah
kebocoran disekitar slang.
4. Tutup klem pengatur
Mencegah kehilangan larutan awal saat ditambah ke wadah
5. Siapkan larutan air hangat dan perikasa suhu larutan dengan thermometer air atau
dengan menesteskan larutan diatas pegelangan tangan sebelah dalam. Tambahkan
larutan hangat kedalam wadah
6. Bilas wadah, isi dengan larutan, lepaskan klem, dan biarkan larutan keluar sampai
tak ada udara. Tempatkan dekat dengan unit tempat tidur untuk memenuhi slang.
Klem kembali slang.
Membuang udara dari dalam slang dan mencegah kehilangan cairan.
7. Letakan wadah di tiang intravena
8. Cuci Tangan, lalu keringkan dan pasang handscoon
9. Ganti selimut pasien dengan selimut mandi
10. Letakkan perlak pengalas dibawah pantat klien Agar linen tempat tidur tidak basah
11. Lepaskan celana klien
12. Bantu klien untuk pada posisi miring ke kiri (lateral kiri) untuk huknah rendah
dan miring ke kanan untuk huknah tinggi dengan lutut kanan fleksi.
13. Letakan bengkok didekat bokong, dan dekatkan juga pispot
14. Beri pelumas 3-4 cm pada ujung slang rectal dengan pelumas jeli.
Memungkinkan insersi halus slang tanpa resiko iritasi atau trauma pada mukosa
rectal
15. Dengan perlahan, regangkan bokong dan cari letak anus. Instrusikan klien untuk
rileks dengan menghembuskan nafas pada perlahan melalui mulut.
Dengan mengembuskan napas, relaksasi sfingter anus eksternal akan meningkat.
16. Masukkan ujung slang rectal secara perlahan dengan mengarahkanny ke
umbilicus klien. Panjang insersi beragam ; 7,4-10 cm untuk orang dewasa, 5-7,5
cm untuk anakanak, dan 2,5-3,25 cm untuk bayi. Tarik slang dengan segera, jika
ditemukan obstruksi.
17. Buka klem pengatur dan biarkan larutan masuk dengan perlahan dengan wadah
pada setinngi pinggul klien.
18. Terus pegang slang sampai pengisian cairan berakhir.
Kontraksi otot dapat menyebabkan ekspultasi rectal.
19. Naikkan wadah secara perlahan sampai pada ketinggian diatas anus (30-45 cm
untuk ketinggian enema tinggi, 30 cm untuk enema rendah, dan 7,5 cm untuk
bayi). Waktu pengaliran sesuai dengan pemberian volume larutan (missal,1 liter
dalam 10 menit).
20. Rendahkan wadah atau klem slang selama 30 detik, kemudian alirkan kembali
secara lebih lambat jika klien mengeluh kram.
21. Klem slang setelah semua larutan dialirkan.
22. letakkan lapisan tisu toilet disekitar slang pada anus dan dengan perlahan tarik
slang.
23. Jelaskan pada klien bahwa prasaan distensi adalah normal. Minta klien untuk
menahan larutan selama mungkin saat berbaring ditempat tidur (untuk bayi atau
anak kaci, dengan perlahan pegang kedua sisi pantat selama beberapa menit).
24. Bereskan wadah enema dan slng pada tempat yang telah disediakan atau cuci
secara menyeluruh dengan air hangat dan sabun bila akan digunakan ulang
24. Lepaskan sarung tangan dengan cara menariknya hingga terbalik dan taruh ke
dalam wadah yang telah disediakan.
25. Bantu klien ke kamar mandi atau mengatur posisi pispot.
26. Observasi feses dan larutan (peringatkan klien agar jangan menyiram toilet
sebelum perawat menginspeksi).
27. Bantu klien sesuai kebutuhan untuk mencuci area anal dengan air hangat dan
sabun.
28. Cuci tangan anda catat hasil enema pada catatan perawat.
- Dokumentasi
Mencatat warna dan konsistensi fases serta respon klien terhadap proses enema/huknah
yang dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai