Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

’’Konsep ABK dan Sebab-Sebab Anak Mengalami


Kebutuhan Khusus’’

Dosen Pengampu:

Dr. Israwati, M.Si

Di Susun

Yuliana Sari ( 1906104040005 )


Roza Anggaraini Manik ( 1906104040014 )
Lindawati ( 1906104040016 )
Diva Nazira ( 2006104040015)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH
2021
PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentu kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Salawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata
kuliah Pendidikan Anak Bekebutuhan Khusus dengan judul “Konsep ABK
dan Sebab-Sebab Anak Mengalami Kebutuhan Khusus”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya


kepada dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Anak Bekebutuhan Khusus
yang telah memberi kesempatan kepada kami.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Aceh Singkil, 30 Agustus 2021

Penulis

i
Daftar Isi

PRAKATA........................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN
I.A Latar Belakang.................................................................1
I.B Rumusan Masalah............................................................2
I.C Tujuan..............................................................................2

BAB II
PEMBAHASAN
II.B.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus......................3
II.B.2 Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …......................4
II.B.3 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus ....................5
II.B.4 Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus…..................10

BAB III
PENUTUP
III.A Kesimpulan..................................................................16
III.B Saran............................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.A Latar Belakang

Istilah anak berkebutuhan khusus oleh sebagian orang dianggap sebagai padanan
kata dari istilah anak berkelaianan atau anak penyandang cacat. Anggapan seperti ini
tentu saja tidak tepat, sebab pengertian anak berkebutuhan khusus mengandung makna
yang lebih luas, yaitu anak-anak yang memiliki hambatan perkembangan dan hambatan
belajar termasuk di dalamnya anak-anak penyandang cacat. Mereka memerlukan layanan
yang bersifat khusus dalam pendidikan, agar hambatan belajarnya dapat dihilangkan
sehingga kebutuhannya dapat dipenuhi. Tidak setiap anak yang dilahirkan di dunia ini
selalu mengalami perkembangan normal. Banyak diantara mereka yang dalam
perkembangannya mengalami hambatan, ganguan, kelambatan, atau memiliki faktor-
faktor resiko sehingga untuk mencapai paerkembangan optimal diperlukan penanganan
atau intervensi khusus.
Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak terkecuali anak
berkebutuhan khusus atau ABK. Keterbatasan yang dialami menjadikan anak
berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan yang tepat sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik anak. Dalam memahami anak berkebutuhan khusus atau anak
luar biasa, sangat diperlukan adanya pemahaman mengenai penyebab anak berkebutuhan
khusus sehingga kita dapat membantu proses perkembangannya dan hak sebagai anak
pada umumnya dalam mencapai suatu kesejahteraan hidup. Dapat di simpulkan bahwa
anak-anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri
dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada
umumnya. Keadaan inilah yang menuntut pemahaman terhadap hakikat anak
berkebutuhan khusus.
Keragaman anak berkebutuhan khusus terkadang menyulitkan guru dalam upaya
mengenali jenis dan pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru
telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai hakikat anak berkebutuhan
khusus,maka mereka akan dapat memenuhi kebutuhan anak yang sesuai. Membicarakan
anak-anak berkebutuhan khusus, sesungguhnya banyak sekali variasi dan derajat
kelainan. Ini mencakup anak-anak yang mengalami kelainan fisik, mental intelektual,

1
sosial-emosional, maupun masalah akademik. Kita ambil contoh anak-anak yang
mengalami kelainan fisik saja ada tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa (cacat tubuh)
dengan berbagai derajat kelaianannya. Ini adalah yang secara nyata dapat dengan mudah
dikenali. Keadaan seperti ini sudah barang tentu harus dipahami oleh seorang guru,
karena merekalah yang secara langsung memberikan pelayanan pendidikan di sekolah
kepada semua anak didiknya. Namun keragaman yang ada pada anak-anak tersebut
belum tentu dipahami semua guru di sekolah.

I.B Rumusan Masalah

I.B.1 Apa yang di Maksud dengan Anak Berkebutuhan Khusus ?


I.B.2 Bagaimana Konsep Anak Berkebutuhan Khusus ?
I.B.3 Jelaskan Apa saja Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus ?
I.B.4 Apa Penyebab Anak Mengalami Kebutuhan Khusus ?

I.C Tujuan

I.C.1 Untuk mengetahui pengertian dari anak berkebutuhan khusus.


I.C.2 Untuk dapat memahami konsep anak berkebuthan khusus .
I.C.3 Untuk mengetahui klasifikasi pada anak berkebutuhan khusus.
I.C.4 Untuk mengetahui sebab-sebab anak mengalami kebutuhan khusus.

2
BAB II

PEMBAHASAN

II.B.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki kekhususan


dibandingkan dengan anak normal lainnya. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ini
dianggap berbeda oleh masyarakat pada umumnya. ABK dapat dimaknai dengan anak-
anak yang tergolong cacat atau penyandang ketunaan ataupun juga anak yang memiliki
kecerdasan atau bakat istimewa (Mulyono, 2003:26).
Ilahi (2013:138) menjelaskan ABK sebagai berikut.
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus sementara
atau permanen sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens.
Kebutuhan mungkin disebabkan oleh kelainan atau memang bawaan dari lahir atau
karena masalah tekanan ekonomi, politik, sosial, emosi, dan perilaku yang menyimpang.
Disebut berkebutuhan khusus karena anak tersebut memiliki kelainan dan keberbedaan
dengan anak normal pada umumnya.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Ramadhan (2013:10) bahwa ABK adalah mereka
yang memiliki perbedaan dengan rata-rata anak seusianya atau anak-anak pada
umumnya. Perbedaan yang dialami ABK ini terjadi pada beberapa hal, yaitu proses
pertumbuhan dan perkembangnnya yang mengalami kelainan atau penyimpangan baik
secara fisik, mental, intelektual, sosial maupun emosional.Sedangkan menurut penjelasan
Suharlina dan Hidayat (2010:5) ABK merupakan anak yang memerlukan penanganan
khusus sehubungan dengan gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak.
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dijelaskan bahwa ABK adalah anak-anak
yang memiliki kekhususan dan kebutuhan yang berbeda dengan anak normal lainya.
Kekhususan yang berbeda tersebut meliputi kekhususan fisik,mental, intelektual, sosial
ataupun emosional. Sehingga setiap kekhususan tersebut membutuhkan penangan yang
berbeda pula.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak
berkebutuhan khusus. Dalam modul Heri Purwonto (hal 2) Istilah anak berkebutuhan
khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan, dan merupakan terjemahan dari child
with special needs yang telah digunakan secara luas di dunia internasional, ada beberapa

3
istilah lain yang pernah digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan,
anak menyimpang, dan anak luar biasa, ada satu istilah yang berkembang secara luas
telah digunakan yaitu difabel, sebenarnya merupakan kependekan dari diference ability.
Lebih lanjut Zaenal Alimin dalam jurnalnya (hal 1) mengemukakan anak berkebutuhan
khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang
disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara
individual.
Sejalan dengan perkembangan pengakuan terhadap hak azasi manusia termasuk
anak-anak ini, maka digunakanlah istilah anak berkebutuhan khusus.Penggunaan istilah
anak berkebutuhan khusus membawa konsekuensi cara pandang yang berbeda dengan
istilah anak luar biasa yang pernah dipergunakan dan mungkin masih digunakan. Jika
pada istilah luar biasa lebih menitik beratkan pada kondisi (fisik, mental, emosi-sosial)
anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai
prestasi sesuai dengan potensinya.

II.B.2 Konsep Anak Berkebutuhan Khusus


Istilah anak berkebutuhan khusus memiliki cakupan yang sangat luas. Dalam
paradigma pendidikan kebutuhan khusus keberagaman anak sangat dihargai. Setiap anak
memiliki latar belakang kehidupan budaya dan perkembangan yang berbeda-beda, dan
oleh karena itu setiap anak dimungkinkan akan memilki kebutuhan khusus serta
hambatan belajar yang berbeda pula, sehingga setiap anak sesungguhnya memerlukan
layanan pendidikan yang disesuaikan sejalan dengan hambatan belajar dan kebutuhan
masing-masing anak. Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak
yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan
masing-masing anak secara individual. Cakupan konsep anak berkebutuhan khusus dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu anank berkebutuhan khusus yang
bersifat sementara (temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap
(permanent).

1. Anak berkebutuhan khusus bersifat sementara (temporer)

Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang
mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan faktor-faktor
eksternal. Misalnya anak yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat
diperkosa sehingga anak ini tidak dapat belajar. Pengalaman traumatis seperti itu bersifat
4
sementara tetapi apabila anak ini tidak memperoleh intervensi yang tepat bolehjadi akan
menjadi permanent. Anak seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus,
yaitu pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan yang dialaminya tetpai anak ini
tidak perlu dilayani diselah khusus. Di sekolah biasa banyak sekali anak-anak yang
mempunyai kebutuhan khusus yang bersifattemporer, dan oleh karena itu mereka
memerlukan pendidikan yang disesuaikan yang disebut pendidikan kebutuhan khusus.

2. Anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap (permanen)

Anak berkebutuhan khusu yang bersifat permanen adalah anak-anak yang mengalami
hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat
langsusng dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan,
pendengaran, gangguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan gerak
(motorik), gangguan interaksi-komunikasi, gangguan emosi, social dan tingkah laku.
Dengan kata laian anak berlebutuhan khusu yang bersifat permanen sama artinya denagn
anak penyandang kecacatan. Istilah anak berkebutuhan khusus bukan merupakan
terjemahan atau kata lain dari anak penyandang cacat, tetapi anak berkebutuhan khusus
mencakup spectrum yang luas yaitu meliputi anak berkebutuhan khusus temporer dan
anak berkebutuhan khusus permanent (penyandang cacat). Oleh karena itu apabila
menyebut anak berkebutuhan khusus selalu harus diikuti ungkapan termasuk penyandang
cacat. Jadi anak penyandang cacat merupakan bagian atau anggota dari anak
berkebutuhan khusus. Oleh karena itu konsekuensi logisnya adalah lingkup garapan
pendidikan kebutuhan khusus menjadi sangat luas, berbeda dengan lingkup garapan
pendidikan khusu yang hanya menyangkut anak penyandang cacat.

II.B. 3 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

ABK sangatlah beragam, keberagaman tersebut dikarenakan ABK memiliki


kekhususannya masing-masing. Disebutkan melalui Peraturan Pemerintah No. 17 tahun
2010 pasal 129 ayat (3) klasifikasi ABK adalah “ABK terdiri dari: a) tunanetra; b)
tunarungu; c) tunawicara; d) tunagrahita; e) tunadaksa; f) tunalaras; g) berkesulitan
belajar; h) lamban belajar; i) autis; j) memiliki gangguan motorik; k) menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, obat terlarang dan zat adiktif lain; l) memiliki kelainan lain”.
Maka dapat diketahui bahwa ABK bukan hanya anak yang mengalami cacat fisik saja,
anak yang memiliki kelemahan pada intelektual dan sosialnya juga termasuk ABK.
5
Menurut Garnida (2015:3-4) ABK dikelompokkan menjadi sembilan diantaranya, yaitu
(1) Tunanetra, (2) Tunarungu, (3) Tunagrahita, (4) Tunadaksa (5) Tunalaras, (6) Anak
gangguan belajar spesifik, (7) Lamban Belajar, (8) Cerdas istimewa dan bakat istimewa,
dan (9) Autis. Secara singkat klasifikasi ABK menurut Garnida dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Tunanetra
Tunanetra adalah salah satu klasifikasi bagi anak yang memiliki kebutuhan
khusus dengan ciri adanya hambatan pada indra penglihatan. Garnida dalam bukunya
(2015:5) berpendapat bahwa anak tunanetra merupakan anak yang memiliki gangguan
penglihatannya sedemikian rupa,sehingga dibutuhkan pelayanan khusus dalam
pendidikan ataupun kehidupannya. Berdasarkan penjelaskan di atas dapat diketahui
bahwa anak tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya,
berupa ketidakmampuan melihat secara menyeluruh atau sebagian sehingga
membutuhkan layanan khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya. Berdasarkan
kemampuan daya melihatnya, anak tunanetra diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Anak kurang awas (low vision)


Penyandang low vision masih mampu melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
penglihatan. Namun penyandang low vision memiliki persepsi yang berbeda.
2) Anak tunanetra total (totally blind)
Penyandang tunanetra blind atau buta total adalah tunanetra yang sama sekali tidak
memiliki persepsi visual.

b. Tunarungu
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal. Anak
tunarungu memilki gangguan pada pendengarannya sehingga tidak mampu
mendengarkan bunyi secara menyeluruh atau sebagian. Meskipun telah diberikan alat
bantu dengar, mereka tetap memerlukan layanan pendidikan khusus.Berdasarkan tingkat
keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi,ketunarunguan dibagi ke dalam empat
kategori sebagai berikut:

1) Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment)

6
Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment) adalah kondisi seseorang masih dapat
mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB. Seseorang dengan ketunarunguan ringan
sering tidak menyadari saat sedang diajak berbicara,sehingga mengalami sedikit kesulitan
dalam percakapan.
2) Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment)
Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), dalam kondisi ini seseorang
masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB dan mengalami kesulitan
dalam percakapan jika tidak memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari
kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
3) Ketunarunguan berat (severe hearing impairment)
Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi dimana seseorang hanya
dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB, seedikit memahami percakapan
pembicara meskipun sudah memperhatikan wajah pembicara dan dengan suara keras,
akan tetapi masih dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
4) Ketunarunguan berat sekali (profour hearing impairment)
Ketunarunguan berat sekali (profound hearing impairment), yaitu kondisi dimana
seseorang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 atau lebih keras. Tidak
memungkinkan untuk mendengar percakapan normal,sehingga sangat tergantung pada
komunikasi visual.

c. Tunagrahita
Anak tunagrahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental-intelektual di bawah rata-rata, sehingga
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Seseorang dikatakan
tunagrahita apabila memiliki tiga indikator, yaitu: (1) keterhambatan fungsi kecerdasan
secara umum atau di bawah rata-rata, (2) Ketidakmampuan dalam perilaku sosial/adaptif,
dan (3) Hambatan perilaku sosial/adaptif terjadi pada usia perkembangan yaitu sampai
dengan usia 18 tahun. Berdasarkan tingkat kecerdasannya, anak tunagrahita
dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
1) Tunagrahita ringan, yaitu seseorang yang memiliki IQ 55-70
2) Tunagrahita sedang, seseorang dengan IQ 40-55
3) Tunagrahita berat, seseorang yang memiliki IQ 25-40
4) Tunagrahita berat sekali, yaitu seseorang yang memiliki IQ < 25

7
d. Anak dengan gangguan perilaku (Tunalaras)
Anak tunalaras adalah anak yang berperilaku menyimpang baik pada taraf sedang,
berat dan sangat berat sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi dan sosial atau
keduanya sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan. Sedangkan Kauffman
dan Hallahan (2006) dalam Pratiwi dan Afin (2013:58) berpendapat mengenai anak
tunalaras sebagai berikut.Anak tunalaras dikatakan sebagai anak-anak yang sulit untuk
diterima dalam berhubungan secara pribadi maupun sosial karena memiliki perilaku
ekstrem yang sangat bertentangan dengan norma sekitar. Perilaku ini bias dating secara
tidak langsung dan disertai dengan gangguan emosi yang tidak menyenangkan bagi
orang-orang di sekitarnya.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa anak tunalaras merupakan
anak yang berperilaku menyimpang baik pada taraf sedang, berat maupun sangat berat.
Keadaan tersebut seringkali terjadi pada usia anak-anak dan remaja, sehingga akibatnya
perkembangan emosi sosial ataupun keduanya akan terganggu. Sehingga perlu adanya
layanan khusus pengembangan potensi yang dimiliki anak tunalaras. Berdasarkan kadar
ketunalarasannya, Garinda memenggolongkan anak tunalaras menjadi tiga, diantaranya:
(1) tunalaras ringan, (2) tunalaras sedang, (3) tunalaras berat.

e. Tunadaksa
Tunadaksa merupakan suatu kondisi yang menghambat kegiatan individu sebagai
akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot, sehingga mengurangi kapasitas
normal individu untuk mengikuti pendidikan ataupun untuk berdiri sendiri Sedangkan
menurut (Garnida, 2015:10) tunadaksa didefinisikan sebagai bentuk kelainan atau
kecacatan pada sistem otot, tulang, persendian dan saraf yang disebabkan oleh penyakit,
virus dan kecelakaan baik yang terjadi sebelum lahir, saat lahir dan sesudah kelahiran.
Gangguan ini mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilitas dan
gangguan perkembangan pribadi. Rachmayana (2013) dalam Pratiwi dan Afin (2013:27)
mendefinisikan tunadaksa sebagai berikut.
Tunadaksa/cacat fisik adalah sebutan bagi orang yang mengalami kesulitan
mengoptimalkan fungsi anggota tubuhnya karena faktor bawaan sejak lahir.Gangguan
yang dialami menyerang kemampuan motorik mereka. Gangguan yang terjadi mulai dari
gangguan otot, tulang, sendi dan atau sistem saraf yang
mengakibatkan kurang optimalnya fungsi komunikasi, mobilitas, sosialisasi dan
perkembangan keutuhan pribadi.
8
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyandang
tunadaksa mengalami kesultan dalam mengoptimalkan fungsi anggota tubuhnya. Hal
tersebut dikarenakan adanya gangguan pada otot, tulang maupun sitem saraf. Oleh karena
itu maka penyandang tunadaksa perlu mendapatkan pelayanan khusus untuk
mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki. Adapun klasifikasi tunadaksa menurut
Garnida (2015:3), yaitu (1) Anak layu anggota gerak tubuh, dan (2) Anak dengan
gangguan fungsi syaraf otak (celebral palcy).

f. Anak Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (CIBI)


Anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (inteligensi),
kreativitas, dan tanggungjawab di atas anak-anak normal seusianya, sehingga untuk
mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata memerlukan pelayanan khusus. Anak
CIBI dibagi menjadi tiga golongan sesuai dengan tingkat intelegensi dan kekhasan
masing-masing, diantaranya (1) Superior, (2) Gifted (Anak Berbakat), dan (3) Genius.

g. Lamban belajar (slow learner)


Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual
sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal
mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi
sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih
lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan
berulang ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik.
Anak lamban belajar memiliki kemampuan berpikir abstrak yang rendah dibandingkan
dengan anak pada umumnya. Dengan kondisi tersebut maka anak lamban belajar
membutuhkan pembelajaran khusus untuk meningkatkan potensi yang dimilikinya.

h. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik


Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata
mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus, terutama dalam hal
kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika. Hal tersebut disebabka
karena faktor disfungsi neurologis, bukan disebabkan karena faktor inteligensi. Anak
berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia),
kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia),
sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti.
9
i. Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks, meliputi gangguan
komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imaginatif, yang mulai tampak sebelum anak
berusia tiga tahun, bahkan anak yang termasuk autisme infantil gejalanya sudah muncul
sejak lahir. Wing dalam Jenny Thompson (2010:86) mendefinisikan autisme sebagai
ganguan perkembangan yang mengkombinasikan gangguan komunikasi sosial, gangguan
interaksi sosial dan angguan imajinasi sosial. Tanpa tiga gangguan di atas, seseorang
tidak akan didagnosis memiliki autisme. Gangguan-gangguan tersebut cenderung parah
dan menyebabkan kesulitan belajar pada anak.Dapat dikatakan bahwa penyandang
autisme mengalami gangguan yang kompleks. Penyandang autisme mengalami kendala
dalam komunikasi, sosialisasi dan imajinasi. Sehingga hal tersebut dapat mengganggu
mereka dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah, perlu adanya pelayanan
khusus untuk anak autisme yang tidak dapat disamakan dengan anak normal lainnya.

II.B.4 Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus


Sebagai makhluk beragama akan yakin bahwa anak berkebutuhan khusus lahir ke
dunia di samping sudah menjadi takdir yang Mahakuasa, tetapi sebagai manusia yang
berkecimpung di dunia keilmuan perlu mengkaji, dan mengidentifikasi mengapa hal itu
bisa terjadi. Karena di samping takdir bisa juga karena ada faktor- faktor tertentu yang
menjadi penyebabnya. Banyak faktor penyebab terjadinya anak berkebutuhan khusus
menjadi tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan lain- lain. Banyak para pakar
telah mendapatkan faktor- faktor penyebab terjadinya hambatan/kelainan sehingga dapat
di bagi menjadi tiga fase yaitu: masa pre natal, natal dan post natal. Mengkaji penyebab
anak mengalami kelainan, dan ditambah dengan hasil- hasil riil penelitian keilmuan
dilapangan, juga upaya- upaya yang terus di lakukan oleh para pelaku pendidikan dan
ahli medis, akan lebih mencermati untuk mencari solusi menuju ke arah kesembuhan,
atau setidaknya mengupayakan optimalisasi perkembangannya agar mereka dapat hidup
mandiri, dan termotivasi untuk dalam mengembangkan kemampuannya sebagai anggota
masyarakat yang produktif. Dari berbagai kajian pustaka maupun pengalaman lapang,
faktor- faktor penyebab anak menjadi berkebutuhan khusus, dilihat dari waktu
kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga klasifikasi, yaitu kejadian sebelum kelahiran,
saat kelahiran dan penyebab yang terjadi setelah lahir.

10
1. Peristiwa Pranatal (Sebelum Kelahiran)
ABK yang terjadi sebelum masa kelahiran dapat disebabkan antara lain oleh hal-
hal sebagai berikut.

a. Penyakit
Berbagai penyakit khusus yang dapat menyebabkan kelainan pada janin yang masih
berada dalam kandungan ibu diantaranya adalah :

 Virus Liptospirosis, virus ini bersumber dari air kencing tikus, yang masuk ke tubuh
ibu yang sedang hamil. Jika virus ini merembet pada janin yang sedang dikandungnya
melalui placenta maka ada kemungkinan anak mengalami kelainan.
 Virus retrolanta Fibroplasia (RLF) yang menyerang ibu yang sedang hamil dan janin
yang dikandungnya. Penyakit ini merusak jaringan kulit sampai mengenai persyarafan
disertai demam tinggi dalam waktu lama, sehingga menggangu pertumbuhan dan
perkembangan janin, sehingga kemungkinan akan timbul kecacatan pada bayi yang lahir.
 Penggunaan obat-obatan kontrasepsi yang salah pemakaian, dan tidak dengan petunjuk
ahlinya, dapat pula mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat,sehingga tidak
berkembang secara wajar.
 Keracunan darah (Toxaenia) pada ibu-ibu yang sedang hamil dapat menyebabkan janin
tidak dapat memperoleh oksigen secara maksimal, sehingga mempengaruhi pertumbuhan
syaraf-syaraf di otak yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf dan ketunaan
pada bayi.
 Penyakit menahun seperti TBC dapat mengakibatkan kalainan pada metabolisme ibu,
kondisi ini dapat merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam
kandungan, dan pada gilirannya akan menyebabkan ketunaan pada aspek tertentu.
 Infeksi karena penyakit kotor (penyakit kelamin /sipilis yang diderita ayah atau ibu
sehingga mempengaruhi terhadap janin sewaktu ibu mengandung), toxoplasmosis(dari
virus binatang seperti bulu kucing), trachoma dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak
yang berhubungan dengan indera penglihatan akibatnya kerusakan pada bola mata, dan
pendengaran akibatnya kerusakan pada selaput gendang telinga.
 Kekurangan vitamin atau kelebihan zat besi /timbel sehingga ibu keracunan yang
mengakibatkan kelainan pada janin yang menyebabkan gangguan pada mata. Juga
kerusakan pada otak sehingga menyebabkan terganggu fungsi berfikirnya atau verbal
komunikasi, kerusakan pada organ telinga sehingga hilangnya fungsi pendengaran.
11
b. Penyebab Lain

 Gangguan Genetika : Kelainan Kromosom, Transformasi Kelainan kromosom kerap


diungkap dokter sebagai penyebab keguguran, bayi meninggal sesaat setelah dilahirkan,
maupun bayi yang dilahirkan sindrom down. Kelainan kromosom ini umumnya terjadi
saat pembuahan, yaitu saat sperma ayah bertemu sel telur ibu. Hal ini hanya dapat
diketahui oleh ahlinya saja, tidak kasat mata sehingga para ibu hamil tidak dapat
memprediksikannya. Untuk mengetahui bahwa proses tansformasi kromosom berjalan
normal membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk uji laboratoriumnya.
Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon bayi di kandungan
yang terjadi karena ada gangguan/infeksi pada placenta
 Pengalaman traumatic yang menimpa pada ibu yang sedang hamil sehingga jiwanya
menjadi goncang, tertekan yang secara langsung dapat berimbas pada bayi dalam perut
 Percobaan abortus yang gagal, sehingga janin yang dikandungnya tidak dapat
berkembang secara wajar
 Terjadinya perdarahan pada saat ibu hamil dikarenakan kecelakaan / jatuh atau
kelainan pada kandungan yang mengakibatkan kerusakan pada otak atau organ lainnya.
 Terjadi kelahiran muda (premature) atau bayi lahir kurang waktu, bayi yang lahir
sebelum waktunya, sering meninbulkan ketunaan karena ada perkembangan janin yang
mungkin belum semprna.
 Karena faktor keturunan. Hal ini pada umumnya terjadi dari hasil perkawinan
bersaudara sesama tunanetra,tuna rungu ataupun yang lainnya, atau mempunyai orangtua
yang cacat. Contohnya: akibat tunanetra faktor dari penyakit pada retina yang umumnya
merupakan keturunan ( Retinitis Pigmentosa ). Penyakit ini sedikit demi sedikit
menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar melihat
di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja
penglihatan pusat yang tertinggal.
 Beberapa pakar menyebutkan bahwa kecacatan disebabkan akibat penggunaan sinar X
pada waktu ibu hamil muda megakibatkan kerusakan pada organ telinga. Banyak bayi
dilahirkan dengan kondisi kepala kecil Microcepalic, cacat mental, cacat mata, cacat
anggota badan, dan sebagainya. Bukti yang sangat menyakinkan bahwa radiasi
menimbulkan cacat pada bayi dengan menaiknya frekuensi cacat pada microcepalic dan
cacat mental pada peristiwa meledaknya bom atom di Hiroshima.
12
2. Peristiwa Natal (Terjadi Saat Kelahiran)
Proses kelahiran hanya terjadi beberapa saat, namun penanganan yang tidak tepat
pada saat proses kelahiran, dapat membawa dampak yang cukup menentukan dalam
perkembangan anak. Pada proses melahirkan berbagai resiko yang akan dialami oleh
seorang ibu maupun bayinya. Resiko tersebut bisa mengancam keselamatan jiwanya,
maupun untuk bayi.

Kelahiran dengan alat bantu : Vacum ,vacum adalah suatu persalinan buatan dengan
cara menghisap bayi agar keluar lebih cepat. Vacum ini dikhawatirkan membuat kepala
bayi terjepit sehingga akan terjadi kecelakaan otak gangguan pada otak.
 Aranatal noxia yaitu seorang bayi sebelum dilahirkan suplai oksigen diperoleh dari ibu
lewat plasenta dan tali pusar, akan tetapi setelah ia dilahirkan, ia harus memperoleh
oksigen dari udara bebas. Karena leher bayi terbelit atau karena ada lendir pada jalan
pernafasan, akibatnya pernafasan bayi tidak dapat normal. Gangguan kerja pernafasan ini
dapat mengakibatkan otak kekurangan oksigen atau jaringan otak menjadi mati.
Kekurangan oksigen dapat juga karena bayi lahir premature.
 Proses kelahiran yang menggunaklan Tang Verlossing (dengan bantuan Tang). Cara ini
dapat menyebabkan brain injury (luka pada otak) sehingga pertumbhan otak kurang dapat
berkembang secara maksimal. Pendarahan otak disebabkan oleh karena luka yang terjadi
pada proses kelahiran. Pendarahan ini terjadi karena anoxia maupun karena adanya luka
secara fisik di otak. Luka di otak karena penggunaan alat bantu persalinan yang salah dan
ceroboh dan tidak profesional, sehingga dapat mengakibatkan luka pada otak atau
menekan bagian syaraf tertentu yang dapat mengakibatkan adanya gangguan fungsi
syaraf penglihatan, pedengaran atau persyarafan lain yang dapat mengakibatkan
gangguan perkembangan otak.
 Placenta previa (jaringan yang melekat pada segmen bawah rahim dan menutupi
mulut rahim sebagian atau seluruhnya sehingga terjadi pendarahan di otak.
 Proses kelahiran yang lama, karena pinggul ibu kecil sehingga sulit melahirkan atau
kekurangan air ketuban mengakibatkan bayi kekurangan cairan sehingga berpengaruh
terhadap penglihatan, pendengaran, otak dan darah sehingga berpengaruh pada
perkembangan bayi.
 Disproporsi sefalopelvik( tulang kemaluan ibu yang kurang proposional), sehingga
proses kelahiran dapat merusak sistem syaraf otak. Proses kelahiran bayi yang terlalu
lama sehingga mengakibatkan bayi kekurangan zat asam/oksigen. Hal ini dapat
13
mengganggu pertumbuhan sel-sel di otak.Keadaan bayi yang lahir dalam keadaan
tercekik oleh ari-ari ibunya sehingga bayi tidak dapat secara leluasa untuk bernafas yang
pada gilirannya dapat mengganggu keadaan otak.
 Letak bayi sungsang sehingga kesulitan ibu melahirkan yang mengakibatkan pengaruh
perkembangan bayi. Kelahiran bayi pada posisi sungsang menyebabkan bayi tidak dapat
memperoleh oksigen cukup yang akhirnya dapat mengganggu perkembangan sel di otak.

3. Peristiwa Post-Natal
Berbagai peristiwa yang dialami anak dalam kehidupannya seringkali dapat
mengakibatkan seseorang kehilangan salah satu fungsi organ tubuh atau fungsi otot, dan
syaraf. Bahkan dapat pula kehilangan organ itu sendiri. Penyebab ketunaan yang terjadi
setelah kelahiran diantaranya adalah :

 Penyakit radang selaput otak (meningitis) dan radang otak (Enchepalitis) yang
diakibatkan karena penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak misalnya radang
selaput otak akibat radiasi seperti infeksi pada selaput otak, radang otak, infeksi pada
organ telinga pada kasus diatas atau akibat kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan
fungsi pendengaran, fungsi organ tubuh yag lainnya., yang menyebabkan pertumbuhan
dan perkembangan sel-sel otak menjadi terganggu. Berbagai penyakit yang diderita pada
masa kanak-kanak dapat menyebabkan Anak Berkebutuhan Khusus.
 Terjadi incident (kecelakaan) yang melukai kepala dan menekan otak bagian dalam
sehingga keadaan otak menjadi terganggu. Traumatik disebabkan oleh pukulan ,tusukan,
benturan benda yang mengakibatkan organ tubuh menjadi tidak berfungsi,atau operasi
tulang temporal pada telinga, kerusakan tulang-tulang pendengaran yang mengakibatan
anak menjadi tuli atau goncangan keras pada kepala dapat menyebabkan kerusakan otak
sehingga menjadi anak terbelakang mental.
 Kekurangan gizi /vitamin pada usia balita sehingga perkembangan dan pertumbuhan
organ tubuh ( otak, telinga, dan bagian tubuh yang lain) akan terhambat sehingga
mengakibatkan kelainan.
 Diabetes Melitus. Jenis penyakit ini termasuk penyakit berat menahun yang mengenai
selurh bagian tubuh manusia melalui pembuluh darah, akibat tertimbunnya gula darah
dalam tubuh.Penyakit ini dapat berkomplikasi bersamaan dengan munculnya penyakit
lain, pada organ mata apat menyebabkan penyakit berupa retinopathia dan

14
cataracta.Sehingga penderita diabetes mengakibatkan kerusakan pada lensa mata
mengakibatkan gangguan penglihatan atau berpengaruh terhadap kebutaan.
 Hipertensi. Seseorang yang memiliki kasus hipertensi dapat mengakibatkan
arteriosclerosis, penyempitan pembuluh darah atau bahkan pecahnya pembuluh darah
pada otak yang memberikan gejala exudasi dan pendarahan retina serta penyumbatan
arteri atau venacentralis reina, sehingga mengakibatkan gangguan penglihatan dari
tingkat ringan sampai menjadi buta.

15
BAB III

PENUTUP

III.A Kesimpulan
ABK adalah anak-anak yang memiliki kekhususan dan kebutuhan yang berbeda
dengan anak normal lainya. Kekhususan yang berbeda tersebut meliputi kekhususan
fisik,mental, intelektual, sosial ataupun emosional. Sehingga setiap kekhususan
tersebut membutuhkan penangan yang berbeda pula. Konsep anak berkebutuhan
khusus dapat dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu anank berkebutuhan
khusus yang bersifat sementara (temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang
bersifat menetap (permanent). Adapun ABK dikelompokkan menjadi sembilan
diantaranya, yaitu (1) Tunanetra, (2) Tunarungu, (3) Tunagrahita, (4) Tunadaksa (5)
Tunalaras, (6) Anak gangguan belajar spesifik, (7) Lamban Belajar, (8) Cerdas
istimewa dan bakat istimewa, dan (9) Autis. Dalam hal faktor- faktor penyebab anak
menjadi berkebutuhan khusus, dilihat dari waktu kejadiannya dapat dibedakan
menjadi tiga klasifikasi, yaitu kejadian sebelum kelahiran, saat kelahiran dan
penyebab yang terjadi setelah lahir.

III.B Saran
Pembaca diharapkan mampu memahami arti dari Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK).
Pembaca diharapkan mampu mengetahui Konsep Anak Berkebutuhan Khusus .
Pembaca diharapkan agar dapat memahami klasifikasi pada Anak Berkebutuhan
Khusus.
Pembaca diharapkan dapat memahami sebab-sebab anak mengalami kebutuhan
khusus .

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahman,Mulyono. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:


Rineka Karya.
Alimin, Zaenal. Jurnal Asesmen dan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus: Reorientasi
Pemahaman Konsep Pendidikan Kebutuhan Khusus dan Implikasinya Terhadap
Layanan Pendidikan. Vol 3 No 1. Bandung: UPI.
Garnida, Dadang. 2015. Pengantar Pendidikan Inklusif. Bandung: Refika Aditama.
Ilahi, Mohommad Takdir. 2013. Pendidikan Inklusif: Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta :
Ar-Ruzz Media.
Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 pasal 129 ayat (3).
Pratiwi, Ratih Putri dan Affin Murtiningsih. 2013. Kiat Sukses Mengasuh Anak
Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Purwanto, Heri. Modul Pembelajaran: Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung:
UPI.
Ramadhan, M. 2013. Ayo Belajar Mandiri Pendidikan Keterampilan dan Kecakapan
Hidup untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta : Javalitera.
Suharlina,Yulia dan Hidayat.(2010). Anak Berkebutuhan Khusus.Seri Bahan dan Media
Pembelajaran Kelompok Bermain Bagi Calon Pelatih PAUD. Yogyakarta: UNY.
Thompson, Jenny. 2010. Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Erlangga

17

Anda mungkin juga menyukai