Askep DM Kronis
Askep DM Kronis
PENDAHULUAN
1
penyakit jantung, usia dan gender. Diabetes sendiri dimasukkan kedalam faktor yang
dapat dikoreksi, tetapi akhir-akhir ini diabetes disepakati sebagai kondisi yang sama
dengan penyakit kardiovaskuler (risk equivalent). Dengan demikian semua target terapi
disamakan dengan penderita penyakit kardiovaskuler, walaupun belum terjadi pada
penderita itu sendiri.
Kalau ditinjau lebih dalam lagi, ternyata hiperglikemia ini merupakan awal
bencana bagi penderita diabetes, hal ini terbukti dan terjadi juga pada penderita dengan
gangguan toleransi glukosa yang sudah terjadi kelainan komplikasi vaskuler, walaupun
belum diabetes. Hiperglikemia ini dihubungkan dengan kelainan pada disfungsi
endothel, sebagai cikal bakalnya terjadi mikro maupun makroangiopati. Oleh sebab itu
penderita diabetes perlu diobati agar dapat terhindar dan berbagai komplikasi yang
menyebabkan angka harapan hidup menurun.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
a. Menguraikan konsep dari komplikasi kronis Diabetes Melitus
b. Menguraikan asuhan keperawatan pada komplikasi kronis Diabetes Melitus
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Menguraikan definisi dari komplikasi kronis Diabetes Melitus
b. Menguraikan etiologi dari masing-masing komplikasi kronis Diabetes Melitus
c. Menguraikan manifestasi klinis dari masing-masing komplikasi kronis
Diabetes Melitus
2
d. Menguraikan WOC (Web of Caution) dari komplikasi kronis Diabetes Melitus
e. Menguraikan pemeriksaan diagnostik dari masing-masing komplikasi kronis
Diabetes Melitus
f. Menguraikan asuhan keperawatan pada komplikasi kronis Diabetes Melitus
1.4 Manfaat
1.4.1 Menguraikan asuhan keperawatan pada komplikasi kronis Diabetes Melitus
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kerusakan vaskuler merupakan gejala yang khas sebagai akibat DM, dan dikenal
dengan nama angiopati diabetika. Makro- angiopati (kerusakan makrovaskuler) biasanya
muncul sebagai gejala klinik berupa penyakit jantung iskemik dan pembuluh darah perifer.
Adapun mikro- angiopati (kerusakan mikrovaskuler) memberikan manifestasi retinopati,
nefropati dan neuropati. (Sony Arsono, Progam studi Magister Epidemiologi Universitas
Diponegoro Semarang).
2.1.1 Definisi
4
2.1.2 Etiologi
a. Hiperinsulinemia
2.1.4 Patofisiologi
5
Pada anyaman kapiler pembuluh darah, hiperglikemia dapat menyebabkan
glikosilasi (AGEs) yang mengganggu protein dan fungsi enzim, termasuk
diantaranya adalah fungsi enzim untuk mengatur pengeluaran zat yang menyebabkan
vasodilatasi dan adhesi sel-sel di dalam pembuluh darah. Hiperglikemia juga
menghasilkan AGEs yang bersifat toksik terhadap sel endotel sehingga terjadi
kerusakan pembuluh darah.
Mekanisme atherosklerosis menjelaskan adanya ruptur plak dan menekankan
adanya faktor inflamasi pada proses komplikasi plak atheroma fibrous. Ruptur plak
ini membentuk trombus dan dapat menyumbat pembuluh darah sehingga
menurunkan perfusi jaringan yang diperdarahinya. Manifestasi klinis yang terjadi
tergantung pada jaringan mana gangguan perfusi terjadi. Jika pembuluh darah
koroner yang tersumbat, maka terjadilah iskemia hingga infark pada jaringan otot
jantung yang merupakan patofisiologi terjadinya penyakit jantung koroner. Jika arteri
karotis interna arteri vertebrobasiler yang tersumbat, maka dapat terjadi iskemia
hingga infark pada jaringan otak yang merupakan patofisiologi terjadinya stroke. Jika
pembuluh-pembuluh darah di iliofemoris maupun arter-arteri kecil di tungkai bawah
yang tersumbat, maka dapat terjadi iskemia jaringan yang merupakan predisposisi
terjadinya gangren atau diabetic foot.
6
untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran arteri karotis interna dan
arteri vertebralis timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa:
- Pusing, sinkop
- Hemiplegia: parsial atau total
- Afasia sensorik dan motorik
- Keadaan pseudo-dementia
c. Penyakit pembuluh darah
Penyakit pembuluh darah pada diabetes biasanya mengenai arteri distal
(di bawah lutut). Faktor-faktor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati
yang disertai infeksi merupakan faktor utama terjadinya proses gangrene diabetik.
Pada penderita dengan gangrene dapat mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai
faktor pencetus koma, ataupun kematian.
a. Stroke
2.1.7 Komplikasi
7
2.1.8 Prognosis
A. Definisi
Organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2004 melaporkan bahwa 4,8 persen
penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopati diabetic. Dalam urutan
penyebab kebutaan secara global. Retinopati diabetik menempati urutan ke-4 setelah
katarak, glaucoma, dan degenerasi macula (AMD=Age-related Makular
Degeneration).
B. Klasifikasi
1. Derajat I, terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus
okuli.
2. Derajat II, terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan atau
tanpa eksudat lemak pada fundus okuli.
8
3. Derajat III, terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak terdapat
neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli.
C. Etiologi
2. Hiperlipoproteinemi
D. Patofisiologi
Pada penderita diabetes, terjadi peningkatan kadar gula darah di atas nilai
normal. Penderita diabetes kurang dapat mengontrol masukan glukosa dalam tubuh
disertai terganggunya fungsi pankreas dalam sekresi hormon insulin, sehingga proses
mengubah gula darah (glukosa) yang harusnya dapat diubah menjadi gula otot
(glukagon) tidak dapat berlangsung secara maksimal. Akibatnya gula darah tidak
terkontrol. Jika keadaan ini berlangsung lama, maka akan timbul berbagai komplikasi
salah satunya adalah gangguan pembuluh darah kapiler pada retina mata. Komplikasi ini
dapat menimbulkan kebutaan, yang sebenarnya dapat dihindari (avoidable blindness)
dengan manajemen diabetes yang baik.
Manifestasi yang umumnya timbul pada penderita retinopati diabetikum antara lain
meliputi adanya bintik mengambang (floater) pada lapangan pandang, Titik gelap pada
bagian tengah lapangan pandang, Kesulitan melihat di malam hari, penglihatan kabur,
atau bahkan terjadi kebutaan.
a. Retinopati nonproliferatif
b. Retinopati proliferatif
F. Pemeriksaan diagnostik
G. Komplikasi
1. Shunt arteri vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler.
2. Pelebaran vena, lumennya tidak teratur, berkelok kelok, terjadi akibat kelainan
sirkulasi. Dapat disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
3. Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas
mikroaneurisma atau karena pecahnya kapiler.
4. Akibat proliferasi sel-sel endotel, timbul neovaskularisasi, tampak sebagai
pembuluh darah yang berkelok kelok, yang merupakan tanda awal dari penyakit
yang berat. Mula-mula terdapat pada retina, kemudian menjalar ke preretina untuk
kemudian masuk kedalam badan kaca. Bila neovaskularisasi ini pecah dapat
menimbulkan perdarahan di retina, preretina, dan juga didalam badan kaca.
5. Neovaskularisasi preretina diikuti pula dengan proliferasi sel glia.
6. Edema makula, kondisi ini merupakan penyebab utama dari gangguan penglihatan
pada pasien pasien diabetes . Dalam setahunnya di Amerika , didapatkan 75.000
kasus baru.
H. Prognosis
Angka kejadian retinopati diabetik dipengaruhi tipe DM dan durasi penyakit.
Pada DM tipe I, yang disebabkan oleh kerusakan sel beta pada pankreas, umumnya
pasien berusia muda (kurang dari 30 tahun), retinopati diabetik ditemukan pada 13
persen kasus yang sudah menderita DM selama kurang dari 5 tahun, yang meningkat
hingga 90 persen setelah DM diderita lebih dari 10 tahun.
11
Sedangkan pada DM tipe 2, yang disebabkan oleh resistennya berbagai organ
tubuh terhadap insulin (biasanya menimpa usia 30 tahun atau lebih), retinopati
diabetik ditemukan pada 24-40 persen pasien penderita DM kurang dari 5 tahun, yang
meningkat hingga 53-84 persen setelah menderita DM selama 15-20 tahun.
A. Definisi
B. Etiologi
Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari penyakit
DM dipercaya paling banyak menyebabkan secara langsung terjadinya Nefropati
Diabetika. Hipertensi yang tak terkontrol dapat meningkatkan progresifitas untuk
mencapai fase Nefropati Diabetika yang lebih tinggi (Fase V Nefropati Diabetika).
C. Faktor resiko
Tidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan Nefropati Diabetika. Dari
studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor resiko antara lain:
12
1. Hipertensi dan prediposisi genetika
2. Kepekaan (susceptibility) Nefropati Diabetika
a. Antigen HLA (human leukosit antigen)
Beberapa penelitian menemukan hubungan Faktor genetika tipe antigen HLA
dengan kejadian Nefropati Diabetik. Kelompok penderita diabetes dengan
nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-B9
b. Glukose trasporter (GLUT)
Setiap penderita DM yang mempunyai GLUT 1-5 mempunyai potensi untuk
mendapat Nefropati Diabetik.
3. Hiperglikemia, resistensi insulin
4. Konsumsi protein hewani
5. Kolesterol, merokok, peningkatan usia
D. Patofisiologi
13
harusnya tidak berpengaruh sama antara arteriola afferen dan efferen. Vasokonstriksi
yang lebih dominan pada efferen berpotensi meningkatkan hipertensi glomerulus.
Tingginya kadar glukosa, hiperglikemia dan hipertensi intraglomerulus
menyebabkan denaturasi protein. Hal ini akan membuat struktur ginjal berubah
sehingga fungsinyapun ikut berubah (rusak), termasuk fungsi ginjal dalam menyaring.
Kelainan glomerulus, terjadi pada membran basalis glomerulus dengan proliferasi dari
sel-sel mesangium. Keadaan ini akan menyebabkan glomerulosklerosis dan
berkurangnya aliran darah, sehingga terjadi perubahan-perubahan pada permeabilitas
membran basalis glomerulus yang ditandai dengan timbulnya albuminuria.
Dalam keadaan normal protein tidak tersaring dan tidak melewati
glomerulus karena ukuran protein yang besar tidak dapat melewati lubang-lubang
glomerulus yang kecil. Dengan demikian adanya protein dalam urin dapat
menunjukkan pasien DM mengalami komplikasi (gangguan) pada ginjalnya, dan pada
awalnya ditunjukkan dengan mikroalbuminuria, yaitu molekul-molekul besar seperti
protein dapat lolos ke dalam kemih. Sehingga sindroma klinis dari nefropati diabetik
ditandai oleh albuminuria persisten (>300mg/hari atau >22ug/menit) yang telah
diperiksa minimal 2 kali engan interval 3-6 bulan, penurunan Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG), dan peningkatan tekanan darah arteri.
E. Manifestasi klinis
14
Awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap yang selanjutnya mulai menurun
Mikroalbuminuria 20 sampai 200ug/min yang setara dengan eksresi protein 30-
300mg/24j.
Awal Hipertensi.
4. Stadium IV (Overt Nephroathy Stage)
Proteinuria menetap(>0,5gr/24j).
Hipertensi
Penurunan laju filtrasi glomerulus.
5. Stadium V (End Stage Renal Failure)
Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan dijumpai
fibrosis ginjal. Rata-rata dibutuhkan waktu 15-17 tahun untuk sampai pada stadium
IV dan 5-7 tahun kemudian akan sampai stadiumV. Ada perbedaan gambaran
klinik dan patofisiologi Nefropati Diabetika antara diabetes mellitus tipe I dan tipe
II. Mikroalbuminuria seringkali dijumpai pada tipe II saat diagnosis ditegakkan dan
keadaan ini serigkali reversibel dengan perbaikan status metaboliknya. Adanya
mikroalbuminuria pada DM tipe II merupakan prognosis yang buruk.
Diagnosis Nefropati Diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti:
1. DM
2. Retinopati Diabetika
3. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa penyebab
proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan plus kadar kreatinin serum
>2,5mg/dl.
F. Pemeriksaan diagnostik
15
Pemeriksaan untuk mengetahui nefropati diabetik harus dimulai pada saat
pasien DM tipe 2 didiagnosis menderita DM, sedangkan untuk pasien DM tipe 1
disarankan pemeriksaan dimulai 5 tahun setelah didiagnosis DM. Dalam pemeriksaan
tersebut dilakukan pemeriksaan urin untuk mengetahui adanya mikroalbuminuria
(disebut mikroalbuminuria jika terdapat lebih dari 30-300 mg albumin dalam
pemeriksaan pengumpulan urin 24 jam atau terdapat lebih dari 30-300 mg albumin per
gram kreatinin pada pengumpulan urin semalam atau pengukuran rasio albumin-
kreatinin pada pengumpulan urin acak). Jika mikroalbuminuria tidak tampak
pemeriksaan diulang setiap satu tahun satu kali baik untuk pasien DM tipe 1 maupun
tipe 2.
Penderita diabetes tipe 1 setidaknya melakukan tes nefropati diabetik sekali setahun
setelah menderita diabetes selama 5 tahun.
Anak - anak dengan diabetes dianjurkan juga menjalani tes nefropati diabetik saat
mereka memulai masa puber.
Penderita diabetes tipe 2 dianjurkan untuk menjalani tes pemeriksaan nefropati
diabetik ketika dididagnosa pertama kali dan setahun setelah itu.
G. Komplikasi
Akibat nefropati diabetika yang tidak bisa ditangani dengan baik, mak dapat timbul
kegagalan ginjal yang progresif.
16
Kadar glukosa darah yang tinggi pada penderita DM akan merusak saraf penderita
terlebih lagi apabila prosesnya berlangsung lama. Kelainan saraf akibat DM ini disebut
neuropati diabetik (Misnadiarly, 2006).
B. Klasifikasi
Menurut perjalanan penyakitnya, neuropati diabetik dibagi menjadi:
1. Neuropati fungsional/subklinis, yaitu gejala timbul sebagai akibat perubahan
biokimiawi. Pada fase ini belum ada kelainan patologik sehingga masih reversibel.
2. Neuropati struktural/klinis, yaitu gejala timbul sebagai akibat kerusakan struktural
serabut saraf. Pada fase ini masih ada komponen yang reversibel.
3. Kematian neuron atau tingkat lanjut, yaitu terjadi penurunan kepadatan serabut
saraf akibat kematian neuron. Pada fase ini ireversibel. Kerusakan serabut saraf
pada umumnya dimulai dari distal menuju ke proksimal, sedangkan proses
perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh karena itu lesi distal paling banyak
ditemukan, seperti polineuropati simetris distal.
C. Etiologi
D. Patofisiologi
1. Faktor Metabolik
17
akibatnya menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan
edema saraf.
2. Kelainan Vaskuler
Hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan
mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskuler tersebut dapat melalui
penebalan membrana basalis; trombosis pada arteriol intraneura; peningkatan
agregasi trombosit dan berkurangnya deformitas eritrosit; berkurangnya aliran
darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular; stasis aksonal, pembengkakan dan
demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut.
3. Mekanisme Imun
Mekanisme patogeniknya ditemukan adanya antineural antibodies pada
serum sebagian penyandang Diabetes Melitus. Autoantibodi yang beredar ini
secara langsung dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bisa
dideteksi dengan imunoflorensens indirek dan juga adanya penumpukan antibodi
dan komplemen pada berbagai komponen saraf suralis.
4. Peran Nerve Growth Factor (NGF)
NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan
saraf. Pada penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan
berhubungan dengan derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen
Substance P dan Calcitonin-Gen-Regulated peptide (CGRP). Peptide ini
mempunyai efek terhadap vasodilatasi, motilisasi intestinal dan nosiseptif, yang
kesemuanya itu mengalami gangguan pada neuropati diabetik.
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis Neuropati Diabetik bergantung dari jenis serabut saraf yang
mengalami lesi. Mengingat jenis serabut saraf yang terkena lesi bisa yang kecil atau
besar, lokasi proksimal atau distal, fokal atau difus, motorik atau sensorik atau
autonom, maka manifestasi klinisnya menjadi bervariasi, diantaranya :
- Kesemutan
- Kebas
- Tebal
- Mati rasa
18
- Rasa terbakar
- Seperti ditusuk, disobek, ataupun ditikam
(a) Kardiovaskuler
Tiga manifestasi neuropati pada sistem kardiovaskuler adalah frekuensi denyut
jantung yang meningkat tetapi menetap, hipotensi ortostatik, dan infark
miokard tanpa nyeri atau “silent infark”.
(b) Pencernaan
Kelambatan pengosongan lambung dapat terjadi dengan gejala khas, seperti
perasaan cepat kenyang, kembung, mual dan muntah. Konstipasi atau diare
diabetik (khususnya diare nokturia) juga menyertai neuropati otonom
gastrointestinal.
(c) Perkemihan
Retensi urine penurunan kemampuan untuk merasakan kandung kemih yamg
penuh dan gejala neurologik bladder memiliki predisposisi untuk mengalami
19
infeksi saluran kemih. Hal ini terjadi pada pasien dengan diabetes yang tidak
terkontrol, mengingat keadaan hiperglikemia akan mengganggu resistensi
terhadap infeksi.
(d) Kelenjar Adrenal (“Hypoglikemik Unawarenass”)
Neuropati otonom pada medulla adrenal menyebabkan tidak adanya atau
kurangnya gejala hipoglikemia. Ketidakmampuan klien untuk mendeteksi
tanda-tanda peringatan hipoglikemia akan membawa mereka kepada resiko
untuk mengalami hipogllikemi yang berbahaya.
(e) Disfungsi Seksual
Disfungsi Seksual khususnya impotensi pada laki-laki merupakan salah satu
komplikasi diabetes yang paling ditakuti. Efek neuropati otonom pada fungsi
seksual wanita tidak pernah tercatat dengan jelas
F. Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari, sangat
bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya
dengan jawaban tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup untuk mengeluarkan
kemungkinan adanya neuropati. Evaluasi yang perlu dilakukan, diantaranya:
1. Refleks motorik
2. Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa
getar (biotesiometer) dan rasa tekan (estesiometer dengan filamen mono Semmes-
Weinstein)
3. Fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu
4. Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan hantar saraf dapat
dikerjakan elektromiografi.
G. Pencegahan
Pencegahan kaki diabetes tidak terlepas dari pengendalian (pengontrolan)
penyakit secara umum mencakup pengendalian kadar gula darah, status gizi, tekanan
darah, kadar kolesterol, dan pola hidup sehat.
H. Komplikasi
21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
22
5. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
a. B1 (Breath) : -
b. B2 (Blood) : perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, hipertensi
c. B3 (Brain) : terjadi penurunan sensoris, parasthesia, letargi
d. B4 (Bladder) : oliguri, albuminuria
e. B5 (Bowel) :-
f. B6 (Bone) : nyeri kepala, nyeri dada, nyeri pada luka
Kriteria Hasil:
Intervensi Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Kolaborasi tindakan Laser 1. Menambal pembuluh darah yang
Photocoagulation dan vitrectomy bocor dan membentuk gores luka
kecil pada retina yang berfungsi
mengurangi pertumbuhan pembuluh
darah baru sehingga TIO menurun
24
2. Mengajarkan tehnik relaksasi 2. Akan melancarkan peredaran darah,
(bernapas perlahan, teratur atau dan dapat mengalihkan perhatian
napas dalam, mandi air hangat, nyerinya ke hal-hal yang
masase) dan metode distraksi menyenangkan
(mendengarkan musik, membaca
buku)
Kriteria Hasil :
Berpartisipasi dalam program pengobatan
Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap pengobatan
Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
Intervensi Rasional
1. Kolaborasi tindakan Laser 1. Menambal pembuluh darah yang bocor
Photocoagulation dan vitrectomy dan membentuk gores luka kecil pada
retina yang berfungsi mengurangi
pertumbuhan pembuluh darah baru
sehingga mengurangi perdarahan.
25
3. Dapat mengetahui sejauh mana
3. Evaluasi lapang pandang terjadinya retinopaty dan kerusakan
penglihatan sesuai dengan indikasi. pada mata.
Intervensi Rasional
Oliguri
1. Kolaborasi obat ACE inhibitors 1. Untuk mengontrol tekanan darah
sehingga tidak memperparah
2. Catat frekuensi dan jumlah berkemih sklerosis glomerulus
tiap 24 jam. 2. Memberikan informasi dari fungsi
kandung kemih.
Albuminuria
1. Kolaborasi obat ACE inhibitors 1. Untuk mengontrol tekanan darah
sehingga tidak memperparah
2. Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian sklerosis glomerulus
diet tinggi protein 3-4 gram/kg 2. Mencegah terjadinya hipoalbumin.
BB/hari.
3. Kolaborasi terapi albumin melalui IV 3. Mengatasi kekurangan volume
intravaskular.
26
Kriteria hasil: Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan nyaman dan tidak ada
cidera.
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
1. Memberi informasi mengenai 1. Membantu agar pasien tidak
diabetes mellitus beserta beberapa berpikir dampak yang berlebihan
komplikasi terkait komplikasi.
2. Memotivasi klien untuk ikut serta 2. Klien dapat mengetahui rencana
dalam perencanaan pengobatan perawatan sehingga membantu
dan perawatan. perawat dalam proses
penyembuhan.
Intervensi Rasional
1. Menganjurkan klien untuk 1. Meningkatkan rasa percaya diri
mnemakai kacamata. klien.
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
28
Diabetes Melitus merupakan penyakit yang disebabkan akibat gangguan sekresi
insulin, yang umumnya terdapat berbagai macam komplikasi dan penyakit-penyakit
penyerta. Komplikasi kronis dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu komplikasi
makrovaskuler dan komplikasi mikrovaskuler. Komplikasi makrovaskuler lebih
disebabkan karena kelainan kadar lipid darah. Komplikasi makrovaskuler adalah
komplikasi yang mengenai pembuluh darah arteri yang lebih besar sehingga
menyebabkan atherosklerosis.
Komplikasi mikrovaskuler meliputi retinopati diabetika, nefropati diabetika dan
neuropati diabetika. dimana gejala-gejalanya sangat berpengaruh terhadap sistem
fisiologis manusia yang antara lain dapat berupa menurunnya kemampuan
penglihatan, albuminuria, oliguri, neuropati, luka gangren, serta berbagai macam
manifestasi lain, dimana sangat perlu pengetahuan yang lebih kompeten pada diri
perawat agar dapat memberikan perawatan dan meminimalkan bertambahnya
keparahan pada kasus komplikasi kronis diabetes mellitus.
1.2 Saran
1. Kepada masyarakat khususnya penderita diabetes melitus, agar selalu melakukan
pemeriksaan atau kontrol tekanan darah, dan kadar kolesterol total secara rutin
serta menjaganya pada kondisi yang normal.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Jual. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi 6.
Jakarta: EGC
29
Doengoes, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geiser. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk perencanaan dan Pendokumentasian
perwatan Pasien. Jakarta: EGC
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
W. Sudoyo, Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/komplikasi-diabetes-melitus-tipe-ii.html,
diakses 26 september 2010
http://www.mep.undip.ac.id/tesis/59-diabetes-melitus-sebagai-faktor-risiko-kejadian-
gagal-ginjal-terminal, diakses 26 september 2010
http://imsj.globalkrching.com/peranan-advanced-glycation-end-products-ages-dalam-
komplikasi-diabetes-mellitus/, diakses 26 september 2010
http://yosefw.wordpress.com/2007/12/28/penggunaan-antihipertensi-penghambat-enzim-
pengubah-angiotensin-pada-nefropati-diabetik/, diakses 26 september 2010
30