1. DEFINISI
Hidung berdarah (Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis) atau mimisan adalah satu
keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung.
Sering ditemukan sehari-hari, hampir sebagian besar dapat berhenti sendiri. Harus diingat
epitaksis bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu kelainan.
Ada dua tipe pendarahan pada hidung:
Dalam kasus tertentu, darah dapat berasal dari sinus dan mata. Selain itu pendarahan yang
terjadi dapat masuk ke saluran pencernaan dan dapat mengakibatkan muntah.
2. ETIOLOGI
Secara Umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu Lokal dan Sistemik
Lokal
Penyebab lokal terutama trauma, sering karena kecelakaan lalulintas, olah raga, (seperti
karena pukulan pada hidung) yang disertai patah tulang hidung (seperti pada gambar di halaman
ini), mengorek hidung yang terlalu keras sehingga luka pada mukosa hidung, adanya tumor di
hidung, ada benda asing (sesuatu yang masuk ke hidung) biasanya pada anak-anak, atau lintah
yang masuk ke hidung, dan infeksi atau peradangan hidung dan sinus (rinitis dan sinusitis)
Sistemik
Penyebab sistemik artinya penyakit yang tidak hanya terbatas pada hidung, yang sering
meyebabkan mimisan adalah hipertensi, infeksi sistemik seperti penyakit demam berdarah
dengue atau cikunguya, kelainan darah seperti hemofili, autoimun trombositipenic purpura.
Selain itu ada juga penyebab lainnya, diantaranya:
Trauma, Perdarahan hidung dapat terjadi setelah trauma ringan, misalnya mengeluarkan
ingus secara tiba-tiba dan kuat, mengorek hidung, dan trauma yang hebat seperti terpukul, jatuh
atau kecelakaan. Selain itu juga dapat disebabkan oleh iritasi gas yang merangsang, benda asing
di hidung dan trauma pada pembedahan.
Infeksi , Infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rhinitis atau sinusitis juga dapat
epitaksis.
Kongenital , Penyakit turunan yang dapat menyebabkan epitaksis adalah
arteriosklerosis, sirosis, sifilis dan penyakit gula dapat menyebabkan terjadinya epitaksis karena
pecahnya pembuluh darah.
1. Kelainan Darah
2. Trombositopenia, hemophilia, dan
leukemia 3. Infeksi sistemik
4. Demam berdarah, Demam tifoid, influenza dan sakit
morbili 5. Perubahan tekanan atmosfer
6. Caisson disease (pada penyelam)
3. KLASIFIKASI
Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.
A. Epistaksis Anterior (Mimisan Depan)
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut
'mimisan depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini.
Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun lendir dan
pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik
melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang
menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau tengadah.
Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat
hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.
Mimisan depan akibat :
Mengorek-ngorek hidung
Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau
ruangan berAC
Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti sendiri
dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan
mengompres hidung dengan air dingin.
Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:
1) Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan.
Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari
jantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke
depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke
lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat menimbulkan
gagal napas dan kematian.
2) Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung.
Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai masa 10
menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut.
3) Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin
membantu mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.
4) Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan
menghembuskan napas lewat hidung terlalu kuat sedikitnya dalam 3
jam.
5) Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa
ke rumah sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke
dalam rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya
tetap duduk dengan posisi tunduk sedikit kedepan.
B. Epistaksis Posterior (Mimisan Belakang)
Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah
rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya.
Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan
juga mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami perlukaan
adalah pembuluh darah yang cukup besar.
Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan
masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus,
darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
Hipertensi
Demam berdarah
Dan lain-lain
Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus
segera dibawa ke puskesmas atau RS.
Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter
dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik
keluar melalui mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon. Ujung
kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik dan
menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan perdarahan berhenti.
Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah lain yang
mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah yang menyebabkan
perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi.
4. PATOFISIOLOGI
Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior. Pada epistaksis
anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang paling sering terjadi dan biasanya
pada anak-anak) yang merupakan anastomosis cabang arteri ethmoidakis anterior, arteri sfeno-
palatina, arteri palatine ascendens dan arteri labialis superior.
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis
posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi,
arteriosclerosis, atau penyakit kardiovaskuler. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti
spontan.
Perdarahan yang hebat dapat menimbulkan syok dan anemia, akibatnya dapat timbul
iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga dapat menimbulkan
kematian. Oleh karena itu pemberian infuse dan tranfusi darah harus cepat dilakukan.
5. MANIFESTASI KLINIS
Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang bersangkutan.
Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam
keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat ditolong. Sumber
perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang hidung.
Epitaksis anterior (depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a. etmoid
anterior. Pleksus kieselbach ini sering menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak dan
biasanya dapat sembuh sendiri.
Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a. etmoid posterior.
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan
hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung. Pemeriksaan yang diperlukan
adalah darah Lengkap dan fungsi hemostasis.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menilai keadaan umum penderita, sehingga
pengobatan dapat cepat dan untuk mencari etiologi. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
adalah pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi hemostatis, uji faal hati dan faal ginjal. Jika
diperlukan pemeriksaan radiologik hidung, sinus paranasal dan nasofaring dapat dilakukan
setelah keadaan akut dapat diatasi.
7. KOMPLIKASI
Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat terjadi syok
atau anemia, turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan infark serebri,
insufisiensi koroner, atau infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini
harus segera diberi pemasangan infus untuk membantu cairan masuk lebih cepat. Pemberian
antibiotika juga dapat membantu mencegah timbulnya sinusitis, otitis media akibat pemasangan
tampon.
Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang. Namun, jika disebabkan
kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat melalui hidung dan
sulit untuk disembuhkan. Tindakan pemberian tekanan, vasokonstriktor kurang efektif.
Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri maksillaris (yang dapat merusak saraf wajah)
adalah solusi satu-satunya.
Komplikasi yang dapat timbul:
Sinusitis
Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
8. PENATALAKSANAAN
a) Kolaborasi
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan
darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi
kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk
ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan
selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan
biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang,
jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan.
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung,
biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari. Jika
disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah
(vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon hidung
dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari.
Jika pasien dalam keadaan gawat seperti syok atau anemia lebih baik diperbaiki dulu
keadaan umum pasien baru menanggulangi perdarahan dari hidung itu sendiri.
1) Menghentikan perdarahan
Menghentikan perdarahan secara aktif dengan menggunakan kaustik atau tampon jauh
lebih efektif daripada dengan pemberian obat-obat hemostatik dan menunggu darah berhenti
dengan sendirinya. Jika pasien datang dengan perdarahan maka pasien sebaiknya diperiksa
dalam keadaan duduk, jika terlalu lemah pasien dibaringkan dengan meletakan bantal di
belakang punggung pasien. Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk
membersihkan hidung dari bekuan darah, kemudian dengan menggunakan tampon kapas yang
dibasahi dengan adrenalin 1/10000 atau lidokain 2 % dimasukan ke dalam rongga hidung untuk
menghentikan perdarahan atau mengurangi nyeri, dapat dibiarkan selama 3-5 menit.
2) Perdarahan Anterior
Dapat menggunakan alat kaustik nitras argenti 20-30% atau asam triklorasetat 10% atau
dengan elektrokauter. Bila perdarahan masih berlangsung maka dapat digunakan tampon
anterior (kapas dibentuk dan dibasahi dengan adrenalin + vaseline) tampon ini dapat digunakan
sampai 1- 2 hari.
3) Perdarahan Posterior
Perdarahan biasanya lebih hebat dan lebih sukar dicari, dapat dilihat dengan menggunakan
pemeriksaan rhinoskopi posterior. Untuk mengurangi perdarahan dapat digunakan tampon
Beelloqk.
KONSEP ASKEP
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang
rapuh. 2. Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan nersihan jalan nafas tidak efektif.
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung.
1) Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang
rapuh. a. Tujuan : meminimalkan perdarahan
b. Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
Monitor keadaan umum pasien
Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. R/ Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.
4) Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa
hidung.
a. Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
b. Kriteria hasil :
Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang.
Klien tidak menyeringai kesakitan.
INTERVENSI
Kaji tingkat nyeri klien. R/ Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan
tindakan selanjutnya.
Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya. R/ Dengan sebab dan akibat
nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri.
Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi. R/ Klien mengetahui tehnik distraksi dan
relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri.
• Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien. R/ Mengetahui keadaan umum dan
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/124760472/Epistaksis
http://askepdoumbojo.blogspot.com/2011/02/asuhan-keperawatan-klien-dengan.html
http://medlinux.blogspot.com/2012/02/epistaksis.html
http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/06/klasifikasi-epistaksis.html
http://keperawatanku.blogspot.com/2010/10/epistaksis-hidung-berdarah.html
Diposkan olehi
Asuhan Keperawatan
sebagai bahan sharing bagi seluruh mahasiswa kesehatan By : Yohanes Oda Teda Ona widarma
1. PENGERTIAN EPISTAKSIS
Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang
hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi
di tempat lain dari tubuh. Mimisan terjadi pada hidung karena hidung punya banyak
pembuluh darah, terutama di balik lapisan tipis cupingnya. Mimisan sendiri bukan merupakan
suatu
penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit, itu artinya mimisan bisa terjadi karena
bermacam sebab dari yang ringan sampai yang berat. Pada umumnya ini terjadi pada anak-anak
karena pembuluh darahnya masih tipis dan sensitif, selain karena pilek. Gangguan mimisan
umumnya berkurang sesuai dengan pertambahan usia. Semakin tambah usia, pembuluh darah
dan selaput lendir di hidungnya sudah semakin kuat, hingga tak mudah berdarah. Epistaksis
bukan suatu penyakit melainkan gejala suatu kelainan.
Klasifikasi
Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.
Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti
sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan
mengompres hidung dengan air dingin.
Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung. Tindakan
ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke depan agar
darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke
lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat
menimbulkan gagal napas dan kematian.
2. Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung.
Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai
masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut.
3. Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu mengerutkan
Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke rumah sakit,
karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke dalam rongga hidung
atau tindakan kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan
posisi tunduk sedikit kedepan.
Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah
rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya.
Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan
juga mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami
perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar.
1. Hipertensi
2. Demam berdarah
Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus
segera dibawa ke puskesmas atau RS.
Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter
dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik
keluar melalui mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon. Ujung
kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik dan
menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan perdarahan berhenti.
Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah
lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah yang
menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi.
Anatomi hidung
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung. Piramid
hidung terdiri dari :
Fisiologi hidung
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang
hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual,
muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh
darah
besar sehingga perdarahan lebih hebat.
Dua faktor yang paling penting dari epistaksis pada anak-anak adalah :
Trauma minor : mengorek hidung, menggaruk, bersin, batuk atau mengedan
Mukosa hidung yang rapuh : terdapat infeksi saluran napas atas, pengeringan mukosa,
penggunaan steroid inhalasi melalui hidung
Penyebab epistaksis lainnya adalah adanya benda asing di dalam rongga hidung, polip
hidung, kelainan darah, kelainan pembuluh darah dan tumor pada daerah nasofaring.
Perdarahan hi dung
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas)
interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan
hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat
anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri
labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (little’s area)
3. ETIOLOGI EPISTAKSIS
Beberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi etiologi lokal dan sistemik.
Etiologi lokal
1. Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek hidung, fraktur
pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan karsinoma
nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau ingus.
3. Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang pada anak
dan remaja.
Ketiga diatas ini merupakan penyebab lokal tersering.
Etiologi lainnya
iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada mukosa hidung;
Keadaan lingkungan yang sangat dingin
Tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba tiba
Iatrogenik akibat operasi
Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama
Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksi ringan unilateral clsertai Ingus berbau
busuk.
Etiologi sistemik
1. Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis. Hipertensi yan
disertai atau anpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering pada usia 60-70
lahun,
perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang
baik, 2. Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia
dll.
3. Infeksi, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demam tifoid dll.
4. PATOFISIOLOGI
Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri
karotis eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui percabangannya
arteri fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior merupakan salah satu cabang
terminal dari arteri fasialis. Arteri ini memberikan vaskularisasi ke nasal arterior dan septum
anterior sampai ke percabangan septum. Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa
pterigomaksilaris dan memberikan enam percabangan : a.alveolaris posterior superior,
a.palatina desenden , a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal dan a. pharyngeal.
Arteri palatina desenden turun melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai dinding
nasal lateral, kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan di foramen incisivus
untuk menyuplai darah ke septum anterior.
Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke dalam
tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa percabangan. Arteri
etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen etmoidalis anterior. Arteri etmoidalis
posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke foramen etmoidalis posterior, pada lokasi 2-9 mm
anterior dari kanalis optikus. Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan memasuki fossa
kranial anterior, lalu turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk ke percabangan
lateral dan untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan septum.
Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan “little area” berada diseptum kartilagenous
anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis anterior. Sebagian besar arteri
yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini.
Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di “little area”. Bagian septum nasi anterior
inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini menyebabkan mudah
terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada pembuluh darah tersebut.
Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti menggosok-gosok hidung
dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya trauma ringan pada pembuluh darah
sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada membran mukosa yang
sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi akibat dari infeksi saluran pernafasan atas, alergi atau
sinusitis.
Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang bersangkutan.
Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam
keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat ditolong. Sumber
perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang hidung. Epitaksis anterior
(depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a. etmoid anterior. Pleksus kieselbach
ini sering menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak dan biasanya dapat sembuh
sendiri.
Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a etmoid posterior.
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan
hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung.
6. TEST DIAGNOSTIK
- Pemeriksaan Laboratorium
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.
Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis
epistaksis.
- Pemeriksaan darah tepi lengkap.
- Fungsi hemostatis
- EKG
- Tes fungsi hati dan ginjal
- Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
- CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan
neoplasma.
7. KOMPLIKASI
Sinusitis
Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
Deformitas (kelainan bentuk) hidung
Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
Kerusakan jaringan hidung infeksi
Komplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumonia
Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septum
Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok toksik,
Perforasi septum, tuba eustachius tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau lidokain )
Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas,
paralisis fasialis, infark miokard.
Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard.
Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat terjadi syok
atau anemia, turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan infark serebri,
insufisiensi koroner, atau infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini
harus segera diberi pemasangan infus untuk membantu cairan masuk lebih cepat. Pemberian
antibiotika juga dapat membantu mencegah timbulnya sinusitis, otitis media akibat pemasangan
tampon.
Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang. Namun, jika
disebabkan kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat melalui
hidung dan sulit untuk disembuhkan. Tindakan pemberian tekanan, vasokonstriktor kurang
efektif.
Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri maksillaris (yang dapat merusak saraf wajah) adalah
solusi satu-satunya.
8. PENCEGAHAN
5. Gunakan tetes hidung NaCl atau air garam steril untuk membasahi hidung.
6. Oleskan vaselin atau pelembab ke bagian dalam hidung sebelum tidur, untuk
mencegah kering.
7. Hindari benturan pada hidung
9. PENANGANAN
A. Penanganan umum
1. Pasien dengan perdarahan hidung biasa mengontrol hal tersebut dengan melakukan
kehilangan darah dan perlu tidaknya transfusi. Penyakit yang mendasari juga harus dicari
dan diobati secara tepat.
5. Pada kasus trauma, penanganan tepat dan segera terhadap setiap kondisi yang
membahayakan jiwa diprioritaskan terlebih dahulu. Manajemen terhadap jalan napas (airway)
dan penggantian cairan tubuh sangat penting, dan di saat yang sama juga dibutuhkan tindakan
emergensi untuk mengontrol epistaksis dan melindungi jalan napas. Untuk tujuan ini biasanya
dilakukan pemasangan folley catheter yang diinflasikan di daerah nasofaring (area di belakang
hidung) dan ditarik dari lubang hidung depan untuk menekan area perdarahan potensial di
bagian
belakang hidung sekaligus melindungi jalan napas.
B. Penanganan khusus
1. Pendekatan lainnya adalah dengan melakukan ligasi pembuluh darah yang mensuplai
darah ke hidung. Pilihan untuk ligasi dilakukan jika penanganan melalui kauterisasi maupun
tampon hidung gagal.Pertimbangan lainnya dari intervensi vaskuler secara dini ini adalah
kenyamanan pasien, masa perawatan di rumah sakit, dan kefektivan secara keseluruhan.
Secara umum ligasi A. maksilaris lebih efektif dibandingkan A. karotis eksterna, mengingat
ligasi pada A. karotis eksterna masih memungkinkan suplai darah ke lokasi perdarahan
melalui sistem vaskularisasi kolateral, di samping komplikasi serius yang mungkin timbul,
seperti stroke dan trauma vaskuler.
2. Pendekatan terkini dari intervensi vaskuler secara langsung adalah
penting adalah kehati-hatian dalam mengevaluasi kondisi penderita, serta identifikasi letak
perdarahan secara akurat. Dan pilihan yang diambil… apapun itu, harus benar -benar
dipertimbangkan berdasarkan kondisi yang ada, resiko maupun keuntungan dari setiap tindakan.
10. PENATALAKSANAN
Kolaborasi
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan
darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi
kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan mencegahnya
masuk ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan
selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan
biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang,
jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan.
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung,
biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari. Jika
disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah
(vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon hidung
dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari.
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epitaksis adalah:
Mencegah komplikasi yang timbul akibat perdarahan seperti syok atau infeksi
Mencegah berulangnya epitaksis
Jika pasien dalam keadaan gawat seperti syok atau anemia lebih baik diperbaiki dulu keadaan
umum pasien baru menanggulangi perdarahan dari hidung itu sendiri.
Tenangkan penderita, jika penderita khawatir perdarahan akan bertambah hebat, sumbat
hidung dengan kapas dan cuping hidung dijepit sekitar 10 menit.
Penderita sebaiknya duduk tegak agar tekanan vaskular berkurang dan mudah membatukkan
darah dari tenggorokan, menggunakan apron plastik serta memegang suatu wadah
berbentuk ginjal untuk melindungi pemakainya.
Kompres dingin pada daerah tengkuk leher dan juga pangkal hidung.
Pemberian cairan elektrolit pada perdarahan hebat, dan keadaan pasien lemah.
Terapi Lokal
Medika Mentosa
Pembedahan
o Ligasi Arteri
Ligasi arteri etmoid anterior dilakukan bila dengan tampon anterior perdarahan masih
terus berlangsung. Ligasi dilakukan dengan membuat sayatan mulai dari bagian medial alis
mata,lalu melengkung ke bawah melalui pertengahan antara pangkal hidung dan daerah kantus
media. Insisi langsung diteruskan ke tulang, dimana periosteum diangkat dengan hari-hari dan
periorbita dilepaskan, lalu bola mata ditarik ke lateral, arteri etmoid anterior merupakan
cabang arteri optalmika terletak pada sutura frontomaksilolaksimal. Pembuluh ini dijepit
dengan suatu klip hemostatik, atau suatu ligasi tunggal.
o Septal dermatoplasty pada pasien osler-weber-rendu-syndrome mukosa septum diambil dan
kartilago diganti dengan skin graft.6,7,9
Follow up
Cegah perdarahan ulang dengan menggunakan nasal spray, salep Bactroban nasal
Berikan antibiotika oral dan topikal untuk mencegah rinosinusitis
Hindari aspirin dan NSAID lainnya
Kontrol masalah medis lainnya seperti hipertensi, defesiensi vitamin k melalui konsultasi dengan
ahli spesialis lainnya
Edukasi pasien
Menghentikan perdarahan
Menghentikan perdarahan secara aktif dengan menggunakan kaustik atau tampon jauh
lebih efektif daripada dengan pemberian obat-obat hemostatik dan menunggu darah berhenti
dengan sendirinya. Jika pasien datang dengan perdarahan maka pasien sebaiknya diperiksa
dalam keadaan duduk, jika terlalu lemah pasien dibaringkan dengan meletakan bantal di
belakang punggung pasien. Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk
membersihkan hidung dari bekuan darah, kemudian dengan menggunakan tampon kapas yang
dibasahi dengan adrenalin 1/10000 atau lidokain 2 % dimasukan ke dalam rongga hidung untuk
menghentikan perdarahan atau mengurangi nyeri, dapat dibiarkan selama 3-5 menit.
Dapat menggunakan alat kaustik nitras argenti 20-30% atau asam triklorasetat 10% atau
dengan elektrokauter. Bila perdarahan masih berlangsung maka dapat digunakan tampon
anterior (kapas dibentuk dan dibasahi dengan adrenalin + vaseline) tampon ini dapat digunakan
sampai 1- 2 hari.
Tampon Beelloqk
Mandiri
Pada epitaksis, gejala yang utama adalah perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai
dengan etiologi yang bersangkutan. Oleh sebab itu pada tindakan penanganan mandiri perawat,
yang harus diperhatikan adalah penanganan pada:
Risiko infeksi.
Perawatan
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan
darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi
kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan mencegahnya
masuk ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan
selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan
biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang,
jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan.
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung,
biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari.
Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan
pembuluh darah (vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon
hidung. Tampon hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari.
Kematian akibat
pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang.