Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pasar modal merupakan salah satu tonggak penting dalam perekonomian dunia saat ini.
Pasar modal itu sendiri adalah kegiatan yang berkaitan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek
atau bisa dikatakan tempat memperdagangkan surat berharga (efek) sebagai instrumen keuangan
jangka panjang. Lembaga pasar modal yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip-
prinsip syariah disebut pasar modal syariah. Instrumen pasar modal syariah pada prinsipnya
adalah semua surat-surat berharga (efek) yang umum diperjual belikan melalui pasar modal.

Yang menjadi instrumen pasar modal itu sendiri adalah Pertama, saham. Saham dapat
diartikan sebagai sertifikat penyertaan modal dari seseorang atau badan hukum terhadap suatu
perusahaan. Kedua, yang merupakan instrumen pasar modal adalah obligasi atau sukuk.
Mengenai obligasi syariah atau sukuk, baik itu tentang pengertian, landasan hukum, prinsip-
prinsip obligasi syariah, dan lain sebagainya, disini penulis akan membahasnya satu persatu
dalam bentuk makalah.

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian obligasi syariah?

2. Sebutkan prinsip-prinsip obligasi syariah!

3. Jelaskan sejarah tentang obligasi syariah!

4. Buatlah profil obligasi syariah yang ada disekitar Anda!

5. Jelaskan mekanisme operasional obligasi syariah!

6. Apa saja yang menjadi landasan hukum obligasi syariah!

7. Sebutkan jenis-jenis produk obligasi syariah!

8. Apa saja perbedaan antara obligasi syariah dan obligasi konvensional!

1
9. Bagaimana peran obligasi syariah dalam pengembangan ekonomi syariah!

C. Tujuan

1. Agar dapat mengetahui tentang pengertian obligasi syariah.

2. Agar dapar mengetahui prinsip-prinsip obligasi syariah.

3. Agar dapat mengetahui sejarah tentang obligasi syariah.

4. Agar dapat membuat contoh profil obligasi syariah yang ada disekitar kita.

5. Agar dapat menjelaskan mekanisme operasional obligasi syariah.

6. Agar dapat mengetahui landasan hukum obligasi syariah.

7. Agar dapat mengetahui jenis-jenis produk obligasi syariah.

8. Agar dapat mengetahui perbedaan antara obligasi syariah dan obligasi konvensional.

9. Agar dapat mengetahui peran obligasi syariah dalam pengembangan ekonomi syariah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian obligasi syariah

Instrumen pasar modal selain diwujudkan dalam bentuk saham, juga dapat diwujudkan
dalam bentuk obligasi (sukuk). Kata obligasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu obligate atau
obligaat, yang berarti kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan atau surat hutang suatu pinjaman
negara atau daerah atau perseroan dengan bunga tetap.[1] Dalam Islam obligasi dikenal dengan
nama sukuk. Pengertian obligasi (sukuk) dalam pasar modal syariah memiliki makna lebih luas,
yaitu memiliki beberapa akad yang dapat digunakan.

Kata sukuk merupakan istilah Arab yang dapat diartikan sertifikat. Berdasarkan Peraturan
No.IX.A.13 hasil keputusan Bapepam-LK Nomor: KEP-130/BL/2006 tentang penerbitan efek
syariah, pengertian Sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemlikan yang
bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau terbagi atas:

1) Kepemilikan aset berwujud tertentu.

2) Nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.

3) Kepemilkan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.[2]

Pada pratiknya sukuk secara umum diidentikan sebagai ‘’obligasi’’ yang penerapannya
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No:32/DSN-
MUI/IX/2002, pengertian obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang
berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan kepada emiten kepada pemegang obligasi syariah
yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa
bagi hasil/margin/fee serta membayar dana obligasi pada saat jatuh tempo.[3]

-->

3
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa obligasi syariah merupakan
surat pengakuan kerjasama yang memiliki ruang lingkup yang lebih beragam dibandingkan
hanya sekedar surat pengakuan utang. Kebergaman tersebut dipengaruhi oleh beberapa akad
yang telah digunakan. Seperti akad mudhorobah, murabahah, salam, istishna, dan ijarah.

Utang obligasi terjadi apabila perusahaan memenuhi kebutuhan tambahan modal kerja

dengan cara mengeluarkan surat obligasi. Surat obligasi adalah sebuah kontrak yang
memuat janji untuk membayar sejumlah uang pada tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan,
dan bunga periodik dengan tingkat tertentu dari nilai nominal. Harga jual obligasi tergantung
pada tarif bunga obligasi. Semakin besar bunganya, harga jual obligasi tersebut akan semakin
tinggi dan sebaliknya semakin rendah tingkat bunga obligasi harga jualnya akan semakin rendah.

B. Prinsip obligasi syariah

Setelah perusahaan menerbitkan obligasi syariah, maka perusahaan tersebut harus


menjalankan prinsip-prinsip yang mengatur obligasi syariah tersebut. Prinsip obligasi syariah
antara lain:

1. Pembiayaan hanya untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan usaha yang spesifik, dimana
harus dapat diadakan pembukuan yang terpisah untuk menentukan manfaat yang timbul.

2. Hasil investasi yang diterima pemilik dana merupakan fungsi dari manfaat yang diterima
perusahaan dari dana hasil penjualan obligasi, bukan dari kegiatan usaha yang lain.

3. Tidak boleh memberikan jaminan hasil usaha yang semata-mata merupakan fungsi waktu
dari uang (time value of money).

4. Obligasi tidak dapat dipakai untuk menggantikan hutang yang sudah ada (bay al dayn bi al
dayn).

5. Bila pemilik dana tidak harus menanggung rugi, maka pemilik usaha harus mengikat diri
(aqad jaiz).

6. Pemilik dana dapat menerima pembagian dari pendapatan (revenue sharing), dimana pemilik
usaha (emiten) mengikat diri untuk membatasi penggunaan pendapatan sebagai biaya usaha.

7. Obligasi dapat dijual kembali, baik kepada pemilik dana lainnya ataupun kepada emiten
(bila sesuai dengan ketentuan).

4
8. Obligasi dapat dijual dibawah nilai pari (modal awal) kalau perusahaan mengalami kerugian.

9. Perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah hutang.[4]

C. Sejarah obligasi syariah

Obligasi syariah atau sukuk mulai dipergunakan oleh para pedagang Islam pada masa
abad pertengahan dalam konteks perdagangan internasional seba

gai dokumen yang menunjukan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan
aktivitas komersial lainnya. Sejumlah penulis barat menyatakan bahwa sukuk inilah yang
menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim
dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan kontemporer.

Dalam perkembangannya, the Islamic Jurispudence Councel (IJC) kemudian


mengeluarkan fatwa yang mendukung berkembangnya sukuk. Hal tersebut mendorong Otoritas
Moneter Bahrain (BMA- Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan salam sukuk berjangka
waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001. Kemudian Malaysia pada tahun
yang sama meluncurkan Global Corporate sukuk di pasar keuangan Islam internasional. Inilah
sukuk global yang pertama kali muncul di pasar internasional.

Selanjutnya, penerbitan sukuk di pasar internasional terus bermunculan dengan sangat


pesat. Suburnya perkembangan sukuk ini membuat pemerintahan di dunia Islam pun mulai
tertarik pada hal tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 2002 pemerintah Malaysia menerbitkan
sukuk denag nilai 600 juta dolar AS dan terserap habis oleh pasar dengan cepat, bahkan sampai
terjadi over subscribe. Begitu pula pada Desember 2004, pemerintah Pakistan menerbitkan sukuk
di pasar global dengan nilai 600 juta dolar AS dan langsung terserap habis oleh pasar. Dan masih
banyak lagi contohnya.[5]

Di Indonesia secara resmi pasar modal syariah diluncurkan pada tahun 2003, namun
instrument pasar modal syariah telah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan
peluncuran Danareksa Syariah pada 3 juli 1997 oleh PT. Danareksa Investment Management.
Selanjutnya Bursa Efek bekerja sama dengan Danareksa Investment Management meluncurkan

5
Jakarta Islamic Indeks pada tanggal 3 juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang
ingin menanamkan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut maka para pemodal
telah disediakan saham-saham dan obligasi yang dapat dijadikan sarana berinvestasi dengan
penerapan prinsip syariah. Maka munculah harapan bahwa pasar modal yang didasari prinsip
syariah dapat berkembang lebih besar lagi. Pasar modal syariah diharapkan dapat mendorong
pertumbuhan institusi-institusi lembaga keuangan syariah. Salah satu institusi tersebut adalah
obligasi syariah. Perkembangan selanjutnya, instrument investasi syariah di pasar modal terus
bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk, pada awal september 2002.
Instrument ini merupakan obligasi syariah yang pertama dan dilanjutkan dengan penerbitan
obligasi syariah lainnya. Pada tahun 2004, terbit untuk pertama kali obligasi syariah dengan akad
sewa atau dikenal dengan obligasi syariah ijarah. Selanjutnya, pada tahun 2006 muncul
instrument baru yaitu reksadana indeks dimana indeks yang dijadikan underlying adalah Indeks
Jakarta Islamic Indeks (JII).[6]

D. Profil obligasi syariah

PEMERINTAH "REPROFILLING" OBLIGASI REKAPITALISASI RP174,61 TRILIUN

Jakarta, 18/9 (Fiscal News). Pemerintah akan melakukan "reprofilling" atau merubah profil jatuh
tempo obligasi rekapitalisasi sebesar Rp174,61 triliun dari total obligasi rekap di empat bank
BUMN yang akan jatuh tempo sebesar Rp231,61 triliun. Demikian data rencana reprofilling
obligasi Pemerintah pada empat bank seperti disampaikan Ketua Pusat Manajemen Obligasi
Negara (PMON) Depkeu Fuad Rachmani di Jakarta, Rabu. Perubahan jatuh tempo dilakukan
pada obligasi yang jatuh tempo mulai 2004 sampai 2009, menjadi jatuh tempo mulai 2010
hingga 2020. Obligasi rekap bank BUMN yang akan jatuh tempo pada tahun 2004 sebesar
Rp24,71 triliun dan akan direprofilling sebesar Rp22,75 triliun, sehingga Pemerintah pada tahun
itu hanya akan membayar obligasi jatuh tempo (termasuk obligasi rekap di non bank BUMN)

sebesar Rp25,93 triliun.

Tahun 2005, yang jatuh tempo Rp22,98 triliun, yang direprofilling Rp14,16 triliun, sehingga
obligasi yangharus dibayar Pemerintah tahun itu Rp30,22 triliun.

Tahun 2006, yang jatuh tempo Rp35,94 triliun, yang direprofilling Rp28,93 triliun, sehingga
obligasi jatuh tempo yang harus dibayar Pemerintah tahun itu Rp30,10 triliun.

Tahun 2007, yang jatuh tempo Rp41,20 triliun, yang direprofilling Rp31,39 triliun, sehingga
obligasi jatuh tempo yang harus dibayar Pemerintah tahun itu

6
Rp36,61 triliun.

Tahun 2008, yang jatuh tempo Rp47,87 triliun, yang direprofilling Rp33,21 triliun, sehingga
obligasi jatuh tempo yang harus dibayar Pemerintah tahun itu

Rp45,80 triliun.

Tahun 2009, yang jatuh tempo Rp57,99 triliun, yang direprofilling Rp44,07 triliun, sehingga
obligasi jatuh tempo yang harus dibayar Pemerintah tahun itu

Rp37,56 triliun.

Dengan pemindahan waktu jatuh tempo ini, berarti pada tahun 2010 Pemerintah masih harus
membayar obligasi jatuh tempo sebesar Rp22,60 triliun, tahun 2011 Rp16,15 triliun, tahun 2012
Rp14,67 triliun, tahun 2013 Rp23,71 triliun, tahun 2014 Rp5,28 triliun.

Sementara tahun 2015 Rp9,02 triliun, tahun 2016 Rp13,70 triliun, tahun 2017 Rp16,82 triliun,
tahun 2018 Rp16,61 triliun, tahun 2019 Rp16,61 triliun dan tahun 2020 Rp20,35 triliun.

Sebelumnya Menkeu Boediono mengatakan rencanareprofilling ini sudah disepakati oleh empat
bank pemilik obligasi tersebut yaitu BTN, BRI, BNI dan Bank Mandiri.

Kesediaan empat bank tersebut, lanjut Boediono dengan konsekuensi Pemerintah harus
menaikkan suku bunga obligasi tersebut, yang rata-rata mencaai Rp824 miliar per tahun dan
dibayarkan mulai tahun 2003.

E. Jenis produk obligasi syariah

1. Jenis-jenis obligasi syariah berdasarkan akadnya terbagi menjadi:

a. Obligasi Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau kad ijarah dimana
suatu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas
suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode disepakati, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sukuk ijarah dibedakan menjadi Ijarah Al-Muntahiya.
Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan
kepemilikan. Ketentuan akad ijarah sebagai berikut:

7
1) Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta perdagangan)
maupun berupa jasa.

2) Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah
pihak.

3) Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.

4) Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau
sewa/upah.

5) Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek
tetap terjaga.

6) Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.

b. Obligasi mudhorobah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
mudhorobah dimana suatu pihak menyediakan modal dan satu pihak lainnya menyediakan dan
pihak lain menyediakan tenaga atau keahlian, keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi
berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan
ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal.

c. Obligasi musyarokah yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mus)
yarokah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun
proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha.
Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi
modal masing-masing pihak.

d. Obligasi istisna’, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna’
dimana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang.
Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu
berdasarkan kesepakatan.

2. Jenis-jenis obligasi syariah berdasarkan institusi yang menerbitakan terbagi menjadi:

8
a. Obligasi korporasi (perusahaan), yaitu obligasi syariah yang diterbitkan oleh suatu
perusahaan yang memenuhi prinsip syariah. Dalam penerbitannya terdapat beberapa pihak yang
terlibat yaitu:

1Obligor, yaitu emiten yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal
obligasi yang diterbitkan sampai dengan jatuh tempo.

2) Wali amanat, yaitu untuk mewakili kepentingan investor.

3) Investor, yaitu pemegang obligasi yang memiliki hak atas imabalan, margin, dan nilai
nominal obligasi sesuai partisipasi masing-masing.

b. Surat berharga syariah negara selanjutnya disebut SBSN, yaitu merupakan surat berharga
negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan aset
SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Karakteristik SBSN:

1) Sebagai bukti kepemilikan aset berwujud atau hak bermanfaat : pendapatan berupa imbalan,
margin, dan bagi hasil sesuai jenis akad yang digunakan.

2) Terbebas dari unsur riba, gharar, dan maysir.

3) Penerbitannya melalui wali amanat berupa spesial purpose vehicle (SPV).

4) Memerlukan underlying aset (sejumlah tertentu aset yang jadi objek perjanjian. Berfungsi
untuk menghindari riba, sebagai persyaratan untuk dapat diperdagangkannya obligasi di pasar
sekunder, dan akan menentukan jenis struktural obligasi.

5) Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah.

Dalam penerbitannya terdapat beberapa yang terlibat yaitu:

1) Obligor, yaitu emiten yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal
obligasi yang diterbitkan sampai dengan jatuh tempo.

2) Investo, yaitu pemegang obligasi yang memilik hak imabalan, amrgin, dan nilai nominal
obligasi sesuai partisipasi masing-masing.

3) Special Purpose Vehicle (SPV), yaitu badan hukum yang didirikan khusus untuk penerbitan
obligasi dengan fungsi (i) sebagai penerbit obligasi, (ii) menjadi counterpart pemerintah dalam

9
transaksi pengalihan aset. (iii) bertindak sebagai wali amanat untuk mewakili kepentingan
investor.[7]

F. Mekanisme operasional obligasi syariah

Mekanisme operasional obligasi selalu berkaitan dengan pasar modal, yang mana pasar
modal berperan sebagai tempat bertemunya antara dua pihak yang memiliki kelebihan dana dan
pihak yang memerlukan dana. Investor yang memiliki modal dan ingin berinvestasi, sebelum
melakukan transaksi obligasi, emiten harus menerbitkan obligasinya, langkah-langhanya adalah
sebagai berikut: Pertama,menyiapkan dokumen-dokumen, antara lain:

1. Laporan keuangan.

2. Legal opini.

3. Legal audit.

4. Prospektus singkat.

5. Prospektus awal.

6. Surat-surat pernyataan.

7. Surat keterangan fiscal.

8. Perjanjian-perjanjian.

9. Rating.

10. Bursa.

11. KSEI : custodian sentral efex Indonesia.

12. Tax Clearance.

13. Surat Dewan Syariah.

Kedua, setelah melengkapi kelengkapan administrasi kemudian mendaftar ke BAPEPAM dan


menunggu konfirmasi apakah dinyatakan layak atau tidak menerbitkan obligasi. Setelah

10
diterbitkan maksimum 10 hari kerja, emiten melakukan portofolio, penawaran obligasi, dan
penjatahan bagi investor yang berminat dengan obligasi perusahaan tersebut.

1. Mekanisme untuk SBSN

a. SPV dan obligator melakukan transaksi jual beli aset, disertai dengan purchase and sell
undertaking dimana pemerintah menjamin untuk membeli kembali aset dari SPV, dan SPV wajib
menjual kembali aset pemerintah, pada saat obligasi jatuh tempo atau dalam hal terjadi default.
SPV menerbitkan obligasi untuk membiayai pembelian aset dengan melakukan perjanjian sewa
dengan SPV untuk periode yang sama dengan tenor obligasi yang diterbitkan. Berdasarkan
servicing agency agreement, pemerintah ditunjuk sebagai agen yang bertanggung jawab atas
perawatan aset.

b. Obligator membayar sewa (imbalan) secara periodic kepada SPV selama masa sewa.
Imbalan dapat bersifat tetap ataupun mengambang. SPV mealui agen yang ditunjuk akan
mendistribusikan imabalan kepada para investor.

c. Penjualan kembali aset oleh SPV kepada obligator sebesar nilai nominal obligasi syariah
pada saat jatuh tempo. Hasil penjualan aset digunakan oleh SPV untuk melunasi obligator pada
investor.

2. Mekanisme untuk obligasi korporasi

Setelah diterbitkan maksimum 10 hari kerja, emiten melakukan portofolio, penawaran


obligasi, dan penjatahan bagi investor yang berminat dengan obligasi perusahaan tersebut.
Dengan bekerja sama dengan wali amanat, guarantor, dan paying agent, sesuai dengan tugasnya
masing-masing. Untuk pembayaran dam pemberian imbalan atau bagi hasil dapat diberikan
sesuai perjanjian.

Dalam hal terjadi perubahan jenis akad syariah, isi akad syariah, kegiatan usaha, dan atau
aset tertentu yang mendasari penerbitan sukuk sehingga bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah di pasar modal, maka sukuk tersebut menjadi batal demi hukum (fasakh) dan emiten
wajib menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada pemegang sukuk. Emiten dan wali amanat
wajib melaksanakan seluruh ketentuan yang diatur dalam perjanjian perwaliamanatan. Emiten

11
wajib menggunakan dana hasil penawaran umum sukuk untuk membiayai kegiatan atau investasi
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal.

G. Landasan hukum obligasi syariah

1. Surat Al-Maidah ayat 1.

2. Surat Al-Isra’ ayat 34.

3. Fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah.

4. Fatwa DSN MUI No. 33/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah Mudharobah.

5. Fatwa DSN MUI No. 41/DSN-MUI/IX/2004, tentang Obligasi Syariah Ijarah.

6. Fatwa DSN MUI No. 59/DSN-MUI/IX/2007, tentang Obligasi Syariah Mudharobah


Konversi.

7. UU No:19 tahun 2008, tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).[8]

H. Perbedaan obligasi syariah dengan obligasi konvensional

1. Tingkat pendapatan dalam obligasi syariah berdasarkan kepada tingkat rasio bagi hasil
(nisbah) yang besarnya telah disepakati oleh pihak emiten dan investor, sedangkan pada obligasi
konvensional menekankan pendapatan investasi berdasarkan tingkat suku bunga.

2. Sistem pengawasan obligasi syariah selain diawasi oleh pihak wali amanat, mekanismenya
juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (di bawah Majelis Ulama Indonesia) sejak dari
penerbitan obligasi sampai akhir dari masa penerbitan obligasi tersebut. Dengan ada sistem ini,
maka prinsip kehati-hatian pada perlindungan kepada investor obligasi syariah diharapkan bisa
lebih terjamin, sedangkan obligasi konvensional pengawasannya hanya dilakukan oleh pihak
wali amanat.

3. Jenis industri yang dikelola oleh emiten obligasi syariah serta hasil pendapatan perusahaan
penerbit obligasi harus terhindar dari unsur nonhalal, dan harus bersifat berdasarkan transaksi
riil, mengandung asas manfaat, dengan dasar uang bukan komoditas, serta tidak mengenal time
value og money. Sedangkan pada obligasi konvensional tidak terdapat batasan apakah industri
yang dikelola penerbit sesuai syariah atau tidak, tidak diharuskan berdasarkan transaksi riil,

12
berdasar atas asas utilitas, serta uang menjadi komoditas, dan menganut time value of money dan
opportunity cost.[9]

Contoh Soal Obligasi : 1


PT ABC menerbitkan 20.000 lembar (surat tanda utang) obligasi nominal 5.000. Jangka waktu 5
tahun, yaitu mulai tanggal 1 Januari 2011 s.d 1 Januari 2016. Bunga obligasi 8% per tahun
dibayar setiap tanggal 1 januari dan 1 juli (4% per 6 bulan)
Tingkat suku bunga efektif (pasar) adalah 10% atau 5% per 6 bulan.

Jawab :
i = 5%, n = 10 (1tahun 2x pembayaran, jadi kalau 5 tahun sama saja 10x pembayaran)
Present value nominal = (20.000 x 5.000) x 1/(1+5%)^10 = 61.391.000
Present value bunga = (4%x20.000×5.000) x (1-1(1+5%)^10)/5% = 30.837.000
Nilai Obligasi = 61.391.000 + 30.837.000 = 92.278.000 (lebih rendah dari 100.000.000) -
>  DISKONTO

Kas 92.278.000
Utang Obligasi 92.278.000

Tabel Amortisasi Diskonto Obligasi


Beban Diskonto
Kas/Utang Bunga 5% Obligasi Nilai Buku
Tanggal Bunga (K) (D) (K) Obligasi
01 Januari 2011 92.278.000
01 Juli 2011 4.000.000 4.613.900 613.900 92.891.900

01 Januari 2012 4.000.000 4.644.595 644.595 93.536.495

13
01 Juli 2012 4.000.000 4.676.825 676.825 94.213.320
01 Januari 2013 4.000.000 4.710.666 710.666 94.923.986
01 Juli 2013 4.000.000 4.746.199 746.199 95.670.185
01 Januari 2014 4.000.000 4.783.509 783.509 96.453.694
01 Juli 2014 4.000.000 4.822.685 822.685 97.276.379
01 Januari 2015 4.000.000 4.863.819 863.819 98.140.198
01 Juli 2015 4.000.000 4.907.010 907.010 99.047.208
01 Januari 2016 4.000.000 4.952.360 952.792 100.000.000

Jurnal pada tanggal 1 Juli 2011 :


Beban Bunga 4.613.900
Utang Obligasi 613.900
Kas 4.000.000
Jurnal pada saat pelunasan :
Utang Obligasi 100.000.000
Kas 100.000.000

Contoh : 2

Pada tanggal 1 Januari 2016, PT Gogo menerbitkan obligasi dengan nilai nominal
Rp100.000.000 dan tingkat bunga kupon 10% yang dibayar semesteran tiap tanggal 1 Januari
dan 1 Juli. Tingkat bunga efektif adalah 8%. Obligasi tersebut jatuh tempo pada tanggal 1
Januari 2021. PVIF (4%,10) anuitas = 8,1109 an PVIF (4%, 10) single sum = 0,6756.

Harga obligasi:

Nilai sekarang dari pokok utang:

Rp100.000.000 x 0,6756 Rp67.560.000

Nilai sekarang dari bunga:

(Rp100.000.000 x 10% x 6/12) x 8,1109 Rp40.554.000

Total Rp108.114.000

14
Obligasi dijual pada harga premium:

Kas 108.114.000

Utang obligasi 100.000.000

Premium obligasi 8.114.000

BAB III

PENUTUP

Obligasi syariah merupakan surat pengakuan kerjasama yang memiliki ruang lingkup
yang lebih beragam dibandingkan hanya sekedar surat pengakuan utang. Kebergaman tersebut
dipengaruhi oleh beberapa akad yang telah digunakan. Seperti akad mudhorobah, murabahah,
salam, istishna, dan ijarah. Prinsip obligasi syariah salah satunya adalah Pembiayaan hanya
untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan usaha yang spesifik, dimana harus dapat diadakan
pembukuan yang terpisah untuk menentukan manfaat yang timbul. Obligasi syariah atau sukuk
mulai dipergunakan oleh para pedagang Islam pada masa abad pertengahan dalam konteks
perdagangan internasional sebagai dokumen yang menunjukan kewajiban finansial yang timbul
dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya.

Jenis-jenis obligasi syariah. Jenis-jenis obligasi syariah berdasarkan akadnya terbagi


menjadi empat, yaitu obligasi ijarah, obligasi mudhorobah, obligasi musyarokah, obligasi
istisna’. Sedangkan jenis-jenis obligasi syariah berdasarkan institusi yang menerbitkannya
terbagi menjadi dua, yaitu obligasi korporasi (perusahaan), dan Surat berharga syariah negara.
Mekanisme operasional obligasi syariah yaitu sebelum melakukan transaksi obligasi, emiten
harus menerbitkan obligasinya terlebih dahulu. Dalam mekanisme operasional obligasi syariah
terdiri dari mekanisme SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) dan mekanisme untuk obligasi
korporasi.

Landasan hukum obligasi syariah antara lain yaitu: Surat Al-Maidah ayat 1, Surat Al-
Isra’ ayat 34, Fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah, Fatwa
DSN MUI No. 33/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah Mudharobah, Fatwa DSN MUI
No. 41/DSN-MUI/IX/2004, tentang Obligasi Syariah Ijarah, Fatwa DSN MUI No. 59/DSN-

15
MUI/IX/2007, tentang Obligasi Syariah Mudharobah Konversi, UU No:19 tahun 2008, tentang
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Perbedaan antara obligasi syariah dan obligasi konvensional yang paling menonjol salah
satunya adalah Sistem pengawasan obligasi syariah selain diawasi oleh pihak wali amanat,
mekanismenya juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (di bawah Majelis Ulama Indonesia)
sejak dari penerbitan obligasi sampai akhir dari masa penerbitan obligasi tersebut. Dengan ada
sistem ini, maka prinsip kehati-hatian pada perlindungan kepada investor obligasi syariah
diharapkan bisa lebih terjamin, sedangkan obligasi konvensional pengawasannya hanya
dilakukan oleh pihak wali amanat.

DAFTAR PUSTAKA

1] Nurul Huda dan Mustofa Edwin Nasution, Current Issues Lembaga Keuangan Syariah,
(Jakarta:Prenada Media, 2009), hal:314

[2] Burhanuddin. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010).
Hal: 140-141

[3] Nurul Huda dan Mustofa Edwin Nasution. Investasi Pada Pasar Modal Syariah. (Jakarta:
Kencana, 2007). Hal: 85-86

[4] Obligasi syariah@hendrakholik.net

[5] http://ekonomi-indonesia-bisnis . infogue.com/obligasi syariah

[6] Andri Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. (Jakarta: Prenada Media, 2009),
hal:116

16
[7] Sapto Raharjo,. Panduan Investasi Obligasi. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003).
Hal:143

[8] Andri Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. (Jakarta: Prenada Media, 2009),
hal:116

[9] Nurul Huda dan Mustofa Edwin Nasution. Current Issues Lembaga Keuangan Syariah.
( Jakarta: Kencana, 2009). Hal: 316

http://ryzchacha.blogspot.co.id/2014/11/utang-jangka-panjang-dan-obligasi.html

17

Anda mungkin juga menyukai