MATERI
MATERI
Konsep atom secara ilmiah pertama kali dikemukakan oleh John Dalton
(1803). Sejak itu dilakukan berbagai penelitian untuk mengungkapkan atom.
Berikut ini uraian tentang model-model atom yang dikembangkan oleh para
ilmuwan setelah Demokritus dan model atom modern yang diyakini pada masa
kini.
1
Gambar 1.1 Model Atom Dalton seperti Bola Pejal
2
3. Model Atom Ernest Rutherford
Pada tahun 1911, Ernest Rutherford mengemukakan bahwa seluruh
muatan positif terletak di pusat atom dan dinamakan inti atom. Selain inti atom,
terdapat elektron yang bermuatan negatif dan mengitari inti atom dengan
kecepatan tinggi. Muatan inti atom dan muatan elektron berjumlah sama.
Model atom Rutherford menggambarkan atom terdiri atas inti atom yang
bermuatan positif dan terletak pada pusat atom, serta elektron bergerak melintasi
inti atom. Model atom Rutherford memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat
menerangkan penyebab elektron tidak jatuh ke inti atom akibat gerakannya yang
mengitari inti atom.
3
Energi yang dibebaskan saat elektron berpindah ke tingkat energi yang
lebih rendah dapat diamati sebagai pancaran cahaya dengan panjang gelombang
tertentu.
Elektron
Membebaskan
Energi
Inti
Atom
Elektron
Menyerap
Energi
Gambar 1.4 Model Atom Bohr
4
Gambar 1.5 Model Atom Mekanika Kuantum
Massa Muatan
Relatif Relatif
Partikel Dalam Dalam
terhadap terhadap
Gram Coulomb
Proton Proton
1
Proton (p) 1,67 x 10−24 1,60 x 10−19 +1
1
Neutron (n) 1,67 x 10−24 0 0
1
Elektron (e) 9,11 x 10−28 −1,60 x 10−19 −1
1.836
5
Proton bermassa 1,67 x 10−24 gram. Dalam menyatakan massa partikel
dasar, massa proton dan neutron dinyatakan sama dengan 1. Massa elektron
1
1.836
kali massa proton. Oleh karena massa elektron jauh lebih kecil daripada
massa proton, maka massa elektron dapat diabaikan terhadap proton. Proton
bermuatan 1,60 x 10−19 Coulomb. Dalam menyatakan muatan partikel dasar,
muatan proton dinyatakan sama dengan +1. Besarnya muatan elektron adalah
sama, tetapi berlawanan tanda dengan muatan proton. Oleh karena itu, muatan
elektron dinyatakan sama dengan −1. Sementara itu, neutron merupakan partikel
tidak bermuatan.
a. Elektron
Pada tahun 1897, J. J. Thomson melakukan suatu eksperimen dengan
mengamati dua pelat elektroda dalam tabung vakum. Ketika dua pelat tersebut
dihubungkan dengan sumber tegangan tinggi, dari elektroda negatif (katoda)
dijalarkan sinar menuju ke elektroda positif (anoda). Sinar yang keluar dari katoda
dibelokkan oleh muatan listrik ke arah kutub positif. Kesimpulannya, sinar katoda
yang dibelokkan oleh muatan listrik ke arah kutub positif adalah partikel yang
bermuatan listrik negatif.
0
−1 e
Keterangan:
e = lambang elektron
−1 = muatan
0 = massa
Pada tahun 1911, Robert Andrew Milikan, seorang ahli fisika Amerika,
melakukan eksperimen tetes minyak. Dari eksperimen tersebut dapat ditentukan
6
muatan listrik elektron, yaitu −1,60 x 10−19 Coulomb, dan massa sebuah elektron,
yaitu 9,11 x 10−28 gram.
b. Proton
Pada tahun 1886, Eugene Goldstein, ahli fisika bangsa Jerman,
melakukan eksperimen dengan tabung sinar katoda yang telah dimodifikasi, yaitu
memberi lubang di tengah keping katoda. Ternyata ada seberkas sinar berbeda
dengan sinar katoda yang melewati lubang katoda dan bergerak ke arah anoda.
Sinar itu disebut sinar terusan atau sinar saluran atau sinar anoda atau sinar
positif. Kemudian pada tahun 1920 partikel tersebut dinamakan proton oleh
Rutherford.
1
+1 p
Keterangan:
p = lambang proton
+1 = muatan
1 = massa
c. Neutron
Pada tahun 1932, James Chadwick, ahli fisika kebangsaan Inggris,
melakukan eksperimen untuk membuktikan hipotesis Rutherford. Pada tahun
1920, Rutherford mengajukan hipotesis bahwa dalam inti atom terdapat partikel
tidak bermuatan yang massanya hampir menyerupai massa proton.
7
menembaki atom berilium dengan sinar alfa (α). Dari hasil penembakan itu
terdeteksi adanya partikel tidak bermuatan yang mempunyai massa hampir sama
dengan proton. Karena sifatnya netral, partikel tersebut dinamakan neutron dan
tergolong partikel dasar karena semua atom mengandung partikel tersebut, kecuali
isotop hidrogen 11 H yang hanya mempunyai proton dan tidak mempunyai neutron.
1
0 n
Keterangan:
n = lambang neutron
0 = muatan
1 = massa
A
Z X
Keterangan:
X = lambang atom atau unsur
A = nomor massa = jumlah proton + jumlah neutron
Z = nomor atom = jumlah proton
8
elektronnya, maka atom tidak akan bersifat netral, tetapi akan bermuatan positif
atau negatif. Atom yang bermuatan disebut ion.
Keterangan:
% = persentase kelimpahan isotop
A1 = nomor massa isotop 1
A2 = nomor massa isotop 2
b. Isobar
Atom-atom dari unsur-unsur berbeda (nomor atom (Z) berbeda) dapat
mempunyai nomor massa yang sama. Atom-atom demikian disebut isobar.
Contoh, atom unsur hidrogen 1H3 dan atom unsur helium 2He3 merupakan isobar.
c. Isoton
Atom-atom dari unsur berbeda (nomor atom (Z) berbeda) dapat
mempunyai jumlah neutron (n) yang sama. Atom-atom demikian disebut isoton.
Contoh, atom hidrogen 1H3 dan atom unsur helium 2He4 merupakan isoton.
9
1.3 Massa Atom Relatif dan Massa Molekul Relatif
Atom dan molekul merupakan partikel penyusun zat yang berukuran
sangat kecil. Massa satu atom atau molekul terlalu kecil untuk digunakan dalam
perhitungan. Untuk memudahkan, massa atom dan molekul dinyatakan dengan
1
satuan massa atom (sma). Satu sma didefinisikan sebagai kali massa sebuah
12
atom karbon-12.
1
1 sma= × massa satu atom 126C
12
Untuk unsur yang memiliki lebih dari satu isotop, Ar merupakan nilai
rata-rata dari setiap massa isotop. Penentuan Ar tersebut dengan memperhitungkan
kelimpahannya. Misalnya, untuk suatu unsur yang memiliki dua macam isotop,
berlaku persamaan berikut:
P 1 × ( massaisotop 1 ) + P2 ×(massaisotop 2)
Ar =
P1+ P2
10
Massa molekul relatif adalah perbandingan massa satu molekul unsur
1
atau senyawa terhadap kali massa sebuah atom karbon-12.
12
massa molekul X
Mr X=
1
×massa satu atomC−12
12
M r= ∑ A r
2
2n
11
L 2 2 (2)2 = 8
M 3 2 (3)2 = 18
N 4 2 (4)2 = 32
O 5 2 (5)2 = 50
P 6 2 (6)2 = 72
Q 7 2 (7)2 = 98
Kulit
Nomor Atom (Jumlah Elektron)
K L M N O P Q
1 1
3 2 1
4 2 2
11 2 8 1
15 2 8 5
19 2 8 8 1
20 2 8 8 2
54 2 8 18 18 8
88 2 8 18 32 18 8 2
K L M N
2 8 9
12
tetapi,
2 8 8 1
2. Elektron Valensi
Elektron valensi menunjukkan jumlah elektron pada kulit paling luar dari
suatu atom netral. Cara menentukan elektron valensi, yaitu dengan menuliskan
konfigurasi elektron. Jumlah elektron pada kulit yang paling luar merupakan
jumlah elektron valensi. Atom-atom yang memiliki elektron valensi sama akan
memiliki sifat kimia yang mirip. Elektron valensi menentukan sifat kimia suatu
atom. Hal ini dikarenakan elektron valensi menentukan cara atom bereaksi dengan
atom lain dan membentuk ikatan. Elektron valensi juga digunakan untuk
menentukan letak golongan suatu atom pada tabel sistem periodik unsur. Tabel
berikut ini menunjukkan contoh penentuan elektron valensi dari beberapa atom:
2He 2 2 2
5 B 5 2 3 3
9F 9 2 7 7
15 P 15 2 8 5 5
18 Ar 18 2 8 8 8
34 Se 34 2 8 18 6 6
37 Rb 37 2 8 18 8 1 1
13
SISTEM PERIODIK UNSUR
2.1 Sejarah Perkembangan Sistem Periodik
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, makin banyak juga jumlah
unsur yang ditemukan. Untuk memudahkan mengenali sifat unsur, para ilmuwan
berupaya mencari sistem yang mudah dalam mempelajari karakteristik unsur-
unsur tersebut. Sistem penggolongan unsur-unsur berdasarkan sifat-sifat tertentu
unsur disebut sistem pariodik unsur.
14
3. Triad Dobereiner
Pada tahun 1829, Johann Wolfgang Dobereiner mengelompokkan unsur-
unsur berdasarkan kemiripan sifat-sifatnya. Tiap kelompok beranggotakan tiga
unsur, sehingga disebut triad.
Dalam satu triad, massa atom relatif unsur yang terletak di tengah
merupakan harga rata-rata massa atom relatif unsur yang pertama dan yang
ketiga. Penemuan Dobereiner disebut Hukum Triad.
15
Tabel 2.3 Pengelompokan Unsur Menurut Oktaf Newlands
1H 2 Li 3Be 4 B 5C 6 N 7O
8 F 9Na 10 Mg 11Al 12 Si 13 P 14 S
15 Cl 16 K 17 Ca 18Cr 19 Ti Mn
20 21 Fe
22Co & Ni 23 Cu 24 Zn 25 Y 26 In 27 As 28 Se
16
belum ditemukan. Di kemudian hari ramalan itu terbukti dengan ditemukannya
unsur-unsur yang mempunyai sifat-sifat yang mirip sesuai ramalannya.
17
Tabel periodik modern disebut juga tabel periodik bentuk panjang.
Tabel periodik bentuk panjang terdiri atas lajur vertikal dan horizontal.
1. Periode
Lajur-lajur horizontal dalam sistem periodik disebut periode.
Penempatan unsur dalam periode disusun berdasarkan kenaikan nomor atomnya.
Sistem periodik modern terdiri atas 7 periode.
2. Golongan
Kolom-kolom vertikal dalam sistem periodik disebut golongan.
Penempatan unsur dalam golongan berdasarkan kemiripan sifat. Sistem periodik
modern terdiri atas 18 kolom vertikal. Ada dua cara penamaan golongan, yaitu:
a. Sistem 8 Golongan
Menurut cara ini, sistem periodik dibagi menjadi 8 golongan yang masing-
masing terdiri atas golongan utama (golongan A) dan golongan tambahan
(golongan B). Unsur-unsur golongan B disebut unsur transisi. Nomor
golongan ditulis dengan angka Romawi. Golongan B terletak antara golongan
IIA dan IIIA. Golongan VIIIB terdiri atas 3 kolom vertikal.
b. Sistem 18 Golongan
Menurut cara ini, sistem periodik dibagi ke dalam 18 golongan, yaitu
golongan 1 sampai 18, dimulai dari kolom paling kiri. Unsur-unsur transisi
terletak pada golongan 3-12.
18
Lantanida, yang beranggotakan unsur dengan nomor atom 57-70. Ke-14
unsur ini mempunyai sifat yang mirip dengan lantanium (La), sehingga
disebut lantanoida atau lantanida.
Aktinida, yang beranggotakan unsur dengan nomor atom 89-102. Ke-14
unsur ini mempunyai kemiripan sifat dengan aktinium (Ac), sehingga
disebut aktinoida atau aktinida.
Cs 55 2 8 18 18 8 1
Fr 87 2 8 18 32 18 8 1
19
2.3 Sifat-Sifat Keperiodikan Unsur
1. Jari-Jari Atom
Jari-jari atom adalah jarak dari inti atom ke elektron di kulit terluar dari
suatu atom bebas.
a. Dalam satu golongan, dari atas ke bawah jari-jari atom semakin besar karena
dalam satu golongan dari atas ke bawah jumlah kulit atom bertambah,
sehingga jari-jari atom juga bertambah besar.
b. Dalam satu periode, dari kiri ke kanan jari-jari atom semakin kecil karena dari
kiri ke kanan jumlah kulit tetap tetapi muatan inti (nomor atom) dan jumlah
elektron pada kulit bertambah, sehingga gaya tarik-menarik antara inti dengan
kulit elektron semakin besar menyebabkan jari-jari atom semakin kecil.
2. Energi Ionisasi
Energi ionisasi adalah energi minimum yang diperlukan untuk
melepaskan elektron dari suatu atom netral dalam wujud gas.
a. Dalam satu golongan, dari atas ke bawah energi ionisasi semakin berkurang
karena dari atas ke bawah dalam satu golongan jari-jari atom bertambah
sehingga daya tarik inti terhadap elektron terluar semakin kecil. Elektron
semakin mudah dilepas dan energi yang diperlukan untuk melepaskannya
semakin kecil.
b. Dalam satu periode, dari kiri ke kanan energi ionisasi cenderung bertambah
karena dari kiri ke kanan dalam satu periode daya tarik inti terhadap elektron
semakin besar sehingga elektron semakin sukar dilepas. Energi yang
diperlukan untuk melepaskan elektron tentunya semakin besar.
3. Afinitas Elektron
Afinitas elektron adalah energi yang menyertai pertambahan 1 elektron
pada satu atom netral dalam wujud gas membentuk ion bermuatan −1. Beberapa
hal berikut ini perlu diperhatikan untuk memahami afinitas elektron.
a. Penyerapan elektron ada yang disertai pelepasan energi, ada pula yang
disertai penyerapan energi.
b. Jika penyerapan elektron disertai pelepasan energi, maka afinitas elektronnya
dinyatakan dengan tanda negatif.
20
c. Jika penyerapan elektron disertai penyerapan energi, maka afinitas
elektronnya dinyatakan dengan tanda positif.
d. Unsur yang mempunyai afinitas elektron bertanda negatif mempunyai daya
tarik atau afinitas elektron yang lebih besar daripada unsur yang afinitas
elektronnya bertanda positif. Semakin negatif nilai afinitas elektron, semakin
besar kecenderungannya menarik elektron membentuk ion negatif.
e. Unsur yang mempunyai afinitas elektron bertanda negatif berarti ion negatif
yang dibentuknya lebih stabil daripada atom netralnya.
f. Sebaliknya, unsur yang mempunyai afinitas elektron bertanda positif berarti
ion negatif yang dibentuknya kurang stabil daripada atom netralnya.
Dalam satu golongan, dari atas ke bawah afinitas elektron cenderung
berkurang. Hal ini dikarenakan meski muatan inti bertambah positif,
namun jumlah elektron di kulit dalam semakin banyak. Keadaan ini
menyebabkan gaya tarik-menarik inti terhadap elektron yang
ditambahkan semakin lemah. Akibatnya, afinitas elektron semakin
berkurang.
Dalam satu periode, dari kiri ke kanan afinitas elektron cenderung
bertambah. Hal ini dikarenakan muatan inti bertambah positif dan jari-
jari atom berkurang. Keadaan ini menyebabkan gaya tarik-menarik inti
terhadap elektron yang ditambahkan akan semakin kuat. Akibatnya,
afinitas elektron semakin bertambah.
4. Keelektronegatifan
Keelektronegatifan adalah suatu bilangan yang menggambarkan
kecenderungan relatif suatu unsur menarik elektron ke pihaknya dalam suatu
ikatan kimia.
a. Dalam satu golongan, dari atas ke bawah keelektronegatifan semakin
berkurang. Hal ini dikarenakan meski muatan inti bertambah positif, namun
jumlah elektron di kulit dalam semakin banyak. Akibatnya, jari-jari atom
bertambah besar dan kemampuan inti untuk menarik elektron menjadi lemah.
b. Dalam satu periode, dari kiri ke kanan keelektronegatifan semakin bertambah.
Hal ini dikarenakan muatan inti bertambah positif dan jari-jari atom
berkurang. Keadaan ini menyebabkan gaya tarik-menarik inti terhadap
21
elektron semakin kuat. Akibatnya, kemampuan atom untuk menarik elektron
menjadi semakin besar.
5. Kereaktifan
Kereaktifan suatu unsur bergantung pada kecenderungan melepas atau
menarik elektron. Dari kiri ke kanan dalam satu periode, mula-mula kereaktifan
menurun kemudian bertambah hingga golongan VIIA. Golongan VIIIA tidak
reaktif.
Secara umum, keteraturan sifat logam unsur dalam tabel periodik adalah
sebagai berikut.
a. Dalam satu periode, sifat logam unsur berkurang dari kiri ke kanan. Nilai
energi ionisasi unsur meningkat dari kiri ke kanan. Oleh karena itu, semakin
sulit bagi unsur untuk melepas elektron sehingga sifat logam unsur akan
berkurang. Demikian pula, nilai afinitas elektron unsur semakin meningkat
dari kiri ke kanan. Jadi, semakin mudah bagi unsur menarik elektron sehingga
sifat nonlogam bertambah.
b. Dalam satu golongan, sifat logam unsur bertambah dari atas ke bawah. Nilai
energi ionisasi unsur berkurang dari atas ke bawah. Oleh karena itu, semakin
mudah bagi unsur untuk melepas elektron sehingga sifat logam unsur akan
bertambah. Demikian pula, nilai afinitas elektron berkurang dari atas ke
bawah. Jadi, semakin sulit bagi unsur menarik elektron sehingga sifat
nonlogam berkurang. (Keteraturan ini tidak berlaku untuk unsur-unsur logam
transisi)
22
2.4 Beberapa Golongan Unsur dalam Sistem Periodik
1. Golongan VIIIA (Gas Mulia)
Unsur-unsur golongan VIIIA, yaitu helium, neon, argon, kripton, xenon,
dan radon disebut gas mulia karena semuanya berupa gas yang sangat stabil,
sangat sukar bereaksi dengan unsur lain. Unsur gas mulia terdapat di alam sebagai
gas monoatomik. Hal ini disebabkan kulit terluarnya yang sudah terisi penuh. Gas
mulia mempunyai titik cair dan titik didih yang sangat rendah; titik didihnya
hanya beberapa derajat di atas titik lelehnya.
23
5. Unsur-Unsur Transisi
Unsur-unsur transisi adalah unsur-unsur yang terdapat di bagian tengah
sistem periodik, yaitu unsur-unsur golongan tambahan. Unsur-unsur transisi
mempunyai sifat-sifat khas yang membedakannya dari unsur golongan utama, di
antaranya adalah:
a. Semua unsur transisi tergolong logam
b. Mempunyai kekerasan, titik leleh, dan titik didih yang relatif tinggi.
c. Banyak di antaranya membentuk senyawa-senyawa berwarna.
24
IKATAN KIMIA
3.1 Kaidah Oktet dan Duplet
1. Konfigurasi Elektron Gas Mulia
Unsur-unsur gas mulia terletak pada golongan VIIIA dalam sistem
periodik. Unsur-unsur gas mulia merupakan unsur yang inert (sukar bereaksi).
Dari keseluruhan unsur gas mulia, hanya tiga unsur yang diketahui dapat bereaksi
dengan unsur lain. Tiga unsur gas mulia tersebut adalah Kripton (Kr), Xenon
(Xe), dan Radon (Rn).
Konfigurasi Elektron
Unsur Lambang Nomor Atom
Elektron Valensi
Helium He 2 2 2
Neon Ne 10 28 8
Argon Ar 18 288 8
Kripton Kr 36 2 8 18 8 8
Xenon Xe 54 2 8 18 18 8 8
Radon Rn 86 2 8 18 32 18 8 8
25
H), IIA, dan IIIA, memiliki kecenderungan mengikuti kaidah oktet. Unsur-unsur
tersebut melepaskan elektron valensi untuk membentuk ion positif. Unsur yang
yang memiliki kecenderungan membentuk ion positif disebut unsur elektropositif.
Jumlah Konfigurasi
Konfigurasi
Elektron Bentuk Elekton Ion Gas Mulia
Atom Elektron
yang Ion (Konfigurasi yang Sesuai
Atom
Dilepas Oktet)
Na
11 281 1 Na+ 28 10 Ne
19 K 2881 1 K+ 288 18 Ar
12 Mg 282 2 Mg2+ 28 10 Ne
20 Ca 2882 2 Ca2+ 288 18 Ar
13 Al 283 3 Al3+ 28 10 Ne
26
Tabel 3.3 Pembentukan Ion Negatif Beberapa Unsur
Jumlah Konfigurasi
Konfigurasi
Elektron Bentuk Elekton Ion Gas Mulia
Atom Elektron
yang Ion (Konfigurasi yang Sesuai
Atom
Diterima Oktet)
9 F 27 1 F- 28 10 Ne
17 Cl 287 1 Cl- 288 18 Ar
8O 26 2 O2- 28 10 Ne
16 S 286 2 S2- 288 18 Ar
7N 25 3 N3- 28 10 Ne
15 P 285 3 P3- 288 18 Ar
Na (2 8 1) → Na+ (2 8) + e−
Cl (2 8 7) + e− → Cl− (2 8 8)
Ikatan antara ion Na+ dan ion Cl- disebabkan adanya gaya elektrostatik
antara muatan positif dan muatan negatif. Ikatan yang terbentuk disebut ikatan
ion.
27
Gambar 3.1 Atom Na Memberikan Sebuah Elektron Di Kulit Terluar Ke Atom Cl
Tabel 3.4 Beberapa Perbedaan Antara Senyawa Ion dengan Senyawa Kovalen
28
Apabila yang digunakan bersama dua pasang atau tiga pasang, maka akan
terbentuk ikatan kovalen rangkap dua atau rangkap tiga. Jumlah elektron valensi
yang digunakan untuk berikatan tergantung pada kebutuhan tiap atom untuk
mencapai konfigurasi elektron seperti gas mulia (kaidah duplet dan oktet).
1. Struktur Lewis
Penggunaan bersama pasangan elektron dalam ikatan kovalen dapat
dinyatakan dengan struktur Lewis. Struktur Lewis menggambarkan jenis atom-
atom dalam molekul dan bagaimana atom-atom tersebut terikat satu sama lain.
Untuk jelasnya, simak struktur Lewis dari molekul Cl2.
Gambar 3.2 Penulisan Lambang dan Struktur Molekul dari Molekul Cl2
Dari struktur Lewis di atas, terlihat adanya sejumlah pasangan elektron. Pasangan
elektron dapat dibedakan menjadi 2, yakni:
a. Pasangan elektron ikatan (PEI) adalah pasangan elektron yang digunakan
bersama.
b. Pasangan elektron bebas (PEB) adalah pasangan elektron yang tidak
digunakan bersama.
29
Gambar 3.3 Struktur Lewis Molekul H2
b. Molekul CH4
Molekul CH4 terdiri dari 1 atom C dan 4 atom H.
Atom C (Z = 6) dengan konfigurasi elektron (2 4) memerlukan 4 elektron
tambahan untuk mencapai konfigurasi elektron Ne (2 8). (Aturan Oktet)
Atom H (Z = 1) dengan konfigurasi elektron (1) memerlukan 1 elektron
tambahan untuk mencapai konfigurasi elektron He (2). (Aturan Duplet)
Aturan oktet dan duplet dapat dipenuhi apabila 1 atom C bergabung
dengan 4 atom H membentuk 4 ikatan kovalen C—H.
1H = 1
9F
= 2, 7
30
H⋅ + ∗ F ¿¿ ¿¿
F
¿
¿ ∗¿ → H ¿
¿ ¿
∗
¿
∗
¿ ¿
¿ ¿
¿∗¿ ¿
Rumus kimia = HF
8
O
= 2, 6
⋅¿
¿ +
¿
¿
O ¿
⋅
¿ ¿
¿
O ¿
∗ ∗
∗
¿
∗
¿
¿ ¿ → ¿ ¿
¿⋅¿ ¿ ¿⋅¿ ¿
7N
= 2, 5
31
elektron sebanyak 3. Kedua atom N saling meminjamkan 3
elektronnya, sehingga kedua atom N tersebut akan menggunakan 3
pasang elektron secara bersama.
Gambar 3.8 Contoh Senyawa yang Tidak Mencapai Aturan Oktet, BCl3
32
Gambar 3.9 Contoh Senyawa dengan Jumlah Elektron Valensi Ganjil
33
keelektronegatifan, sedangkan bentuk molekul dari atom-atom yang berikatan
akan menentukan sifat kepolaran molekulnya.
Pada senyawa NH3 terdapat sebuah PEB dan pada senyawa H2O terdapat
dua buah PEB sehingga keempat molekul tersebut menjadi tidak simetris dan
bersifat polar.
34
Ikatan kovalen koordinasi adalah ikatan yang terbentuk dengan cara
penggunaan bersama pasangan elektron yang berasal dari salah satu atom yang
berikatan [Pasangan Elektron Bebas (PEB)], sedangkan atom yang lain hanya
menerima pasangan elektron yang digunakan bersama. Adapun atom/ion/molekul
lain hanya menyediakan orbital kosong. Pasangan elektron ikatan (PEI) yang
menyatakan ikatan semipolar digambarkan dengan tanda anak panah kecil yang
arahnya dari atom donor menuju ke akseptor pasangan elektron.
BF 3−NH 3
merupakan satu di antara beberapa senyawa yang memiliki
ikatan kovalen koordinasi dengan pembentukan senyawa sebagai berikut:
atau
35
ke atom yang lain. Mobilitas elektron dalam logam sedemikian bebas sehingga
elektron valensi logam mengalami delokalisasi, yaitu suatu keadaan di mana
elektron valensi tersebut tidak tetap posisinya pada satu atom, tetapi senantiasa
berpindah-pindah dari satu atom ke atom yang lain.
36
Sifat fisis senyawa sangat bergantung pada jenis ikatan antaratomnya.
Jenis ikatan tersebut dapat diperkirakan dengan memperhatikan jenis atom yang
berikatan, termasuk atom unsur logam atau nonlogam.
37
STOIKIOMETRI
4.1 Tata Nama Senyawa Sederhana
1. Tata Nama Senyawa Anorganik
a. Senyawa Molekul (Senyawa Kovalen) Biner
Senyawa biner adalah senyawa yang hanya terdiri dari dua jenis unsur,
misalnya air (H2O), amonia (NH3), dan karbon dioksida (CO2).
● Rumus senyawa: Unsur yang terdapat lebih dahulu dalam urutan berikut,
ditulis di depan.
B – Si – C – Sb – As – P – N – H – S – I – Br – Cl – O – F
Contoh: Rumus kimia amonia lazim ditulis sebagai NH3, bukan H3N; dan
rumus kimia air lazim ditulis sebagai H2O, bukan OH2.
38
Contoh:
CO : karbon monoksida
CO2 : karbon dioksida
N2O : dinitrogen oksida
NO : nitrogen monoksida
N2O3 : dinitrogen trioksida
● Senyawa yang sudah umum dikenal tidak perlu mengikuti aturan di atas.
Contoh:
H2O : air
NH3 : amonia
CH4 : metana
39
Tabel 4.2 Beberapa Jenis Anion
40
● Nama senyawa: Nama senyawa ion adalah rangkaian nama kation (di
depan) dan nama anionnya, angka indeks tidak disebut.
Contoh:
NaCl : natrium klorida
CaCl2 : kalsium klorida
Na2SO4 : natrium sulfat
Jika unsur logam mempunyai lebih dari sejenis bilangan oksidasi, maka
senyawa-senyawanya akan dibedakan dengan menuliskan bilangan
oksidasinya yang ditulis dalam tanda kurung dengan angka Romawi di
belakang nama unsur logam itu.
Contoh:
FeCl2 : besi(II) klorida
FeCl3 : besi(III) klorida
Fe2S3 : besi(III) sulfida
SnO : timah(II) oksida
SnO2 : timah(IV) oksida
Rumus molekul dan nama dari beberapa asam yang lazim ditemukan dalam
laboratorium atau kehidupan sehari-hari:
HCl : asam klorida (dalam getah lambung)
H2SO4 : asam sulfat (dalam aki)
41
HNO3 : asam nitrat
H3PO4 : asam fosfat
CH3COOH : asam asetat (asam cuka)
42
4.2 Hukum-Hukum Dasar Kimia
1. Hukum Lavoisier (Hukum Kekekalan Massa)
Antoine Laurent Lavoisier telah menyelidiki massa zat sebelum dan
sesudah reaksi. Lavoisier menimbang zat sebelum bereaksi kemudian menimbang
hasil reaksinya. Ternyata massa zat sebelum dan sesudah reaksi selalu sama.
Lavoisier menyimpulkan hasil penemuannya dalam suatu hukum yang disebut
Hukum Kekekalan Massa: “Dalam sistem tertutup, massa zat sebelum dan
sesudah reaksi adalah sama”.
43
2H2(g) + O2(g) → 2H2O(l)
44
2. Menuliskan Persamaan Reaksi
Penulisan persamaan reaksi harus dilakukan secara akurat, khususnya
menyangkut rumus kimia dari zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Penulisan
persamaan reaksi dapat dilakukan dengan tiga langkah, sebagai berikut.
a. Menuliskan persamaan kata-kata yang terdiri dari nama dan keadaan zat (zat-
zat) pereaksi serta nama dan keadaan zat (zat-zat) hasil reaksi.
b. Menuliskan persamaan rumus yang terdiri dari rumus kimia zat (zat-zat)
pereaksi dan zat (zat-zat) hasil reaksi, lengkap dengan keterangan tentang
wujud/keadaannya.
c. Menyetarakan, yaitu memberi koefisien yang sesuai sehingga jumlah atom
setiap unsur sama pada kedua ruas.
Contoh:
Aluminium bereaksi dengan larutan asam sulfat membentuk larutan aluminium
sulfat dan gas hidrogen.
Langkah 1: menuliskan persamaan kata-kata.
Aluminium + larutan asam sulfat → larutan aluminium sulfat + gas hidrogen
Langkah 3: penyetaraan.
2Al(s) + 3H2SO4(aq) → Al2(SO4)3(aq) + 3H2(aq) (setara)
45
b. Setarakan terlebih dahulu unsur yang terkait langsung dengan zat yang diberi
koefisien 1 itu.
c. Setarakan unsur lainnya. Biasanya akan membantu jika atom O disetarakan
paling akhir.
Contoh:
Reaksi aluminium dengan larutan asam klorida membentuk larutan aluminium
klorida dan gas hidrogen.
46
4.4 Hukum Gay Lussac dan Hipotesis Avogadro
1. Hukum Gay Lussac
Gay Lussac menyimpulkan penemuannya dalam suatu hukum yang
disebut Hukum Perbandingan Volum sebagai berikut: “Bila diukur pada suhu
dan tekanan yang sama, volum gas yang bereaksi dan gas hasil reaksi berbanding
sebagai bilangan bulat dan sederhana.”
2. Hipotesis Avogadro
Avogadro dapat menjelaskan hukum perbandingan volum dengan
mengajukan hipotesis sebagai berikut: Pada suhu dan tekanan sama, semua gas
bervolum sama mengandung jumlah molekul yang sama pula. Jadi, perbandingan
volum gas-gas itu juga merupakan perbandingan jumlah molekul yang terlibat
dalam reaksi. Dengan kata lain, perbandingan volum gas-gas yang bereaksi
sama dengan koefisien reaksinya.
Kata mol berasal dari bahasa Latin, moles, yang artinya sejumlah massa.
Mol merupakan suatu satuan jumlah yang menyatakan banyaknya partikel dari
suatu zat. Jumlah partikel-partikel atom, molekul, atau ion dalam 1 mol zat akan
47
sama dengan jumlah partikel-partikel dalam 1 mol zat lainnya. Namun, massa
setiap zat dalam 1 mol tidaklah sama.
2. Standar Mol
Massa atom dan molekul yang sangat kecil menjadikannya sulit untuk
ditentukan dengan menggunakan timbangan. Karena itu, untuk memudahkan
penentuannya, digunakanlah suatu standar. Di sisi lain, mol juga didefinisikan
sebagai sejumlah massa zat yang mengandung partikel sebanyak atom yang
terdapat dalam 12 gram C-12. Jadi, standar mol adalah 12 gram C-12.
Jumlah partikel atom karbon yang terdapat dalam 12 gram atom C-12
merupakan suatu bilangan yang sangat besar dan disebut tetapan Avogadro
(dilambangkan dengan L). Melalui berbagai percobaan, para ahli menemukan
bahwa jumlah partikel dalam 1 mol zat adalah 6,0204696 x 1023 (≈ 6,02 x 1023).
Berikut penjelasannya:
Jadi, dalam 1 mol atom C-12 terdapat 6,02 x 1023 atom C-12. Berdasarkan hal
tersebut, dapat disimpulkan bahwa 1 mol suatu zat (unsur atau senyawa) adalah
sejumlah zat tersebut yang mengandung 6,02 x 1023 partikel (atom, molekul, atau
ion). Misalnya,
48
3. Hubungan Mol dengan Jumlah Partikel
Dari kesimpulan pada pembahasan sebelumnya, sebenarnya sudah dapat
dirumuskan hubungan antara jumlah mol (n) dengan jumlah partikel (x), yaitu:
x=n × L
m=n× m m
Volum molar gas (dilambangkan dengan Vm) adalah volum per mol gas.
Jadi, pada suhu dan tekanan yang sama, volum gas hanya bergantung pada jumlah
molnya.
49
V =n× V m
Volum molar gas bergantung pada suhu dan tekanan. Berikut ini
merupakan beberapa kondisi yang biasa dijadikan acuan penentuan volum gas.
a. Keadaan Standar
Keadaan standar adalah keadaan dengan suhu 0°C dan tekanan 1 atm.
Keadaan ini dinyatakan dengan STP (Standard Temperature and Pressure).
Pada keadaan STP, volum molar gas adalah 22,4 L mol−1.
b. Keadaan Kamar
Keadaan kamar adalah keadaan dengan suhu 25°C dan tekanan 1 atm.
Keadaan ini dinyatakan dengan RTP (Room Temperature and Pressure).
Volum molar gas pada keadaan RTP adalah 24 L mol−1.
nRT
PV =nRT → V =
P
50
7. Kemolaran Larutan
Larutan adalah campuran homogen dari dua jenis atau lebih zat terlarut.
Banyak-sedikitnya zat terlarut dalam larutan menentukan kepekatan larutan.
Larutan yang mengandung banyak zat terlarut disebut larutan pekat, sedangkan
yang mengandung sedikit zat terlarut disebut larutan encer. Salah satu cara
menyatakan kepekatan larutan yang digunakan dalam ilmu kimia adalah dengan
kemolaran (M). Salah satu keuntungan yang diperoleh jika konsentrasi larutan
dinyatakan dalam kemolaran adalah kemudahan untuk mengetahui jumlah mol zat
terlarut dalam volum tertentu larutan.
Kemolaran menyatakan jumlah mol zat yang terlarut dalam tiap Liter
larutan.
n
M=
V
Satuan kemolaran adalah mol L−1. Sebagai contoh, larutan NaCl 0,2 M berarti
dalam tiap Liter larutan itu terdapat 0,2 mol (= 11,7 gram) NaCl.
51
Tabel 4.4 Rumus Molekul dan Rumus Empiris dari Beberapa Senyawa
52
kimia senyawa menyatakan perbandingan mol atom unsur penyusunnya. Dari
perbandingan atom dapat ditentukan perbandingan massa dan kadar (% massa)
unsur-unsur penyusun senyawa.
x × Ar
Kadar= ×100 %
Mr
di mana x adalah jumlah atom unsur dalam 1 molekul senyawa = indeks dari
unsur yang bersangkutan dalam rumus kimia senyawa.
53
3. Pereaksi Pembatas
a. Pengertian Pereaksi Pembatas
Jika kita mereaksikan dua atau lebih pereaksi dengan jumlah sembarang,
maka akan terdapat peluang sebagian pereaksi akan habis lebih dahulu dan
sebagian pereaksi yang lain tersisa. Pereaksi yang habis dahulu dibandingkan
pereaksi yang lain dinamakan pereaksi pembatas.
Dalam suatu reaksi kimia, jika satu dari zat yang bereaksi habis, maka
otomatis reaksi akan terhenti. Oleh karena itu, pereaksi pembatas adalah zat
yang menentukan seberapa banyak zat yang bereaksi dan seberapa banyak zat
yang dihasilkan.
Dua sifat hidrat di atas dapat digunakan untuk menentukan jumlah molekul air
dari suatu hidrat.
54