Anda di halaman 1dari 54

STRUKTUR ATOM

1.1 Perkembangan Teori Atom


Beberapa abad sebelum masehi, para filsafat Yunani telah berpendapat
mengenai materi. Democritus (464 SM) berpendapat bahwa materi bersifat
diskontinu, artinya jika zat dibagi terus-menerus, maka akan diperoleh bagian
terkecil yang disebut atom (tidak dapat dibelah/dipecah lagi). Aristoteles (384
SM) berpendapat bahwa materi bersifat kontinu, artinya zat dapat dibagi terus-
menerus sampai tidak terhingga.

Konsep atom secara ilmiah pertama kali dikemukakan oleh John Dalton
(1803). Sejak itu dilakukan berbagai penelitian untuk mengungkapkan atom.
Berikut ini uraian tentang model-model atom yang dikembangkan oleh para
ilmuwan setelah Demokritus dan model atom modern yang diyakini pada masa
kini.

1. Model Atom Dalton


Kata “atom” berasal dari bahasa Yunani yang berarti tidak dapat dipecah
lagi. Pada tahun 1803, John Dalton mengemukakan konsep atom dari berbagai
hasil eksperimennya dan dikenal sebagai teori atom Dalton. Teori atom Dalton
disimpulkan sebagai berikut:
a. Unsur tersusun dari partikel kecil yang disebut atom.
b. Atom digambarkan sebagai bola pejal yang sangat kecil, suatu unsur memiliki
atom-atom yang identik dan berbeda untuk unsur yang berbeda.
c. Atom dari satu unsur dapat bergabung dengan atom dari unsur lainnya untuk
membentuk senyawa.
d. Atom tidak dapat diciptakan, dibagi menjadi partikel yang lebih kecil, atau
dihancurkan. Reaksi hanya mengubah susunan atom-atom.

1
Gambar 1.1 Model Atom Dalton seperti Bola Pejal

Teori atom Dalton memiliki kelemahan, misalnya kesalahan menentukan


rumus molekul air sebagai H2O sehingga tidak sesuai dengan data percobaan.
Pernyataan semua atom dari unsur yang sama adalah identik ternyata salah. Hal
ini diketahui setelah penemuan isotop unsur. Pernyataan bahwa atom tidak dapat
dibagi, diciptakan, atau dihancurkan juga salah. Hal ini diketahui setelah
penemuan reaksi inti. Dalton juga membuat lambang unsur kimia supaya mudah
untuk mengingatnya. Namun, semakin bertambahnya jumlah atom yang
ditemukan menyebabkan lambang-lambang yang dibuat oleh Dalton sukar untuk
diingat sehingga lambang tersebut tidak digunakan lagi.

2. Model Atom J. J. Thomson


Pada tahun 1897, J. J. Thomson menemukan adanya elektron dalam atom
melalui percobaan menggunakan tabung sinar katoda. Thomson menyatakan
“atom merupakan awan yang bermuatan positif. Pada tempat tertentu di dalam
awan tersebut terdapat elektron yang bermuatan negatif”. Penggambarannya sama
seperti kismis dalam roti kismis. Jumlah muatan positif sama dengan jumlah
muatan negatif sehingga atom bermuatan netral. Teori atom Thomson diketahui
kurang tepat setelah penemuan inti atom oleh Rutherford. Muatan positif tidak
tersebar sebagai awan, tetapi berada pada inti atom yang sangat kecil.

Gambar 1.2 Model Atom Thomson seperti Roti Kismis

2
3. Model Atom Ernest Rutherford
Pada tahun 1911, Ernest Rutherford mengemukakan bahwa seluruh
muatan positif terletak di pusat atom dan dinamakan inti atom. Selain inti atom,
terdapat elektron yang bermuatan negatif dan mengitari inti atom dengan
kecepatan tinggi. Muatan inti atom dan muatan elektron berjumlah sama.

Gambar 1.3 Model Atom Rutherford seperti Tata Surya

Model atom Rutherford menggambarkan atom terdiri atas inti atom yang
bermuatan positif dan terletak pada pusat atom, serta elektron bergerak melintasi
inti atom. Model atom Rutherford memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat
menerangkan penyebab elektron tidak jatuh ke inti atom akibat gerakannya yang
mengitari inti atom.

4. Model Atom Niels Bohr


Bohr memiliki pendapat sebagai berikut:
a. Elektron beredar mengelilingi inti atom dengan tingkat-tingkat energi
tertentu. Semakin dekat ke inti atom, tingkat energi semakin rendah. Dan
sebaliknya, semakin jauh dari inti atom, tingkat energi semakin tinggi.
Tingkat-tingkat energi ini membentuk lintasan (orbit) elektron yang berupa
lingkaran. Peredaran elektron dalam lintasannya tersebut tidak membebaskan
energi sehingga bersifat stabil.
b. Perpindahan elektron dapat terjadi melalui dua cara, yaitu;
 Menyerap energi sehingga elektron tersebut berpindah ke tingkat energi
yang lebih tinggi atau lintasan yang lebih luar.
 Membebaskan energi sehingga elektron tersebut berpindah ke tingkat
energi yang lebih rendah atau lintasan yang lebih dalam.

3
Energi yang dibebaskan saat elektron berpindah ke tingkat energi yang
lebih rendah dapat diamati sebagai pancaran cahaya dengan panjang gelombang
tertentu.

Elektron

Membebaskan
Energi

Inti
Atom

Elektron

Menyerap
Energi
Gambar 1.4 Model Atom Bohr

5. Model Atom Mekanika Kuantum


Dasar pertama model atom mekanika kuantum adalah hipotesis Louis de
Broglie. Menurutnya, elektron bukan hanya merupakan partikel, melainkan dapat
juga dipandang sebagai gelombang. Gerakan elektron dalam lintasannya juga
merupakan gelombang.

Dasar kedua adalah asas ketidakpastian Warner Heisenberg. Menurutnya,


kedudukan elektron tidak dapat ditentukan secara pasti. Yang dapat ditentukan
hanyalah kebolehjadian atau peluang ditemukannya elektron pada suatu posisi.
Lintasan bergeraknya elektron bukan merupakan sebuah garis yang pasti,
melainkan sebuah ruang.

4
Gambar 1.5 Model Atom Mekanika Kuantum

1.2 Struktur Atom


1. Partikel Dasar Penyusun Atom
Awal abad ke-20 para ahli meyakini kebenaran bahwa model atom yang
menggambarkan atom terdiri atas inti atom yang berukuran kecil dan elektron-
elektron yang berada sebagai awan di seputar inti atom. Inti atom terdiri atas
proton dan neutron, sehingga dapat dikatakan bahwa partikel penyusun atom
adalah sebagai berikut:
1. Atom terdiri atas tiga macam partikel dasar, yaitu proton, neutron, dan
elektron.
2. Proton dan neutron berada dalam inti atom.
3. Elektron berada dalam ruang seputar inti.

Massa dan muatan masing-masing partikel dasar tersebut dapat dilihat


pada tabel berikut.
Tabel 1.1 Massa dan Muatan Partikel Dasar Penyusun Atom

Massa Muatan
Relatif Relatif
Partikel Dalam Dalam
terhadap terhadap
Gram Coulomb
Proton Proton
1
Proton (p) 1,67 x 10−24 1,60 x 10−19 +1
1
Neutron (n) 1,67 x 10−24 0 0
1
Elektron (e) 9,11 x 10−28 −1,60 x 10−19 −1
1.836

5
Proton bermassa 1,67 x 10−24 gram. Dalam menyatakan massa partikel
dasar, massa proton dan neutron dinyatakan sama dengan 1. Massa elektron
1
1.836
kali massa proton. Oleh karena massa elektron jauh lebih kecil daripada
massa proton, maka massa elektron dapat diabaikan terhadap proton. Proton
bermuatan 1,60 x 10−19 Coulomb. Dalam menyatakan muatan partikel dasar,
muatan proton dinyatakan sama dengan +1. Besarnya muatan elektron adalah
sama, tetapi berlawanan tanda dengan muatan proton. Oleh karena itu, muatan
elektron dinyatakan sama dengan −1. Sementara itu, neutron merupakan partikel
tidak bermuatan.

a. Elektron
Pada tahun 1897, J. J. Thomson melakukan suatu eksperimen dengan
mengamati dua pelat elektroda dalam tabung vakum. Ketika dua pelat tersebut
dihubungkan dengan sumber tegangan tinggi, dari elektroda negatif (katoda)
dijalarkan sinar menuju ke elektroda positif (anoda). Sinar yang keluar dari katoda
dibelokkan oleh muatan listrik ke arah kutub positif. Kesimpulannya, sinar katoda
yang dibelokkan oleh muatan listrik ke arah kutub positif adalah partikel yang
bermuatan listrik negatif.

Partikel yang bermuatan listrik negatif tersebut oleh J. J. Thomson disebut


dengan elektron dan diberi lambang:

0
−1 e

Keterangan:
e = lambang elektron
−1 = muatan
0 = massa

Pada tahun 1911, Robert Andrew Milikan, seorang ahli fisika Amerika,
melakukan eksperimen tetes minyak. Dari eksperimen tersebut dapat ditentukan

6
muatan listrik elektron, yaitu −1,60 x 10−19 Coulomb, dan massa sebuah elektron,
yaitu 9,11 x 10−28 gram.

b. Proton
Pada tahun 1886, Eugene Goldstein, ahli fisika bangsa Jerman,
melakukan eksperimen dengan tabung sinar katoda yang telah dimodifikasi, yaitu
memberi lubang di tengah keping katoda. Ternyata ada seberkas sinar berbeda
dengan sinar katoda yang melewati lubang katoda dan bergerak ke arah anoda.
Sinar itu disebut sinar terusan atau sinar saluran atau sinar anoda atau sinar
positif. Kemudian pada tahun 1920 partikel tersebut dinamakan proton oleh
Rutherford.

Eksperimen ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Elektron-elektron dalam


gerakannya dari katoda menuju anoda bertumbukan dengan atom-atom atau
molekul-molekul gas. Atom atau molekul itu melepas elektron dan kembali
menjadi bermuatan positif. Partikel positif ini tertarik ke arah katoda dan sebagian
lolos melalui lubang pada katoda tersebut menjadi sinar anoda. Partikel yang
bermuatan positif disebut ion positif yang dinamakan proton dan diberi lambang:

1
+1 p

Keterangan:
p = lambang proton
+1 = muatan
1 = massa

c. Neutron
Pada tahun 1932, James Chadwick, ahli fisika kebangsaan Inggris,
melakukan eksperimen untuk membuktikan hipotesis Rutherford. Pada tahun
1920, Rutherford mengajukan hipotesis bahwa dalam inti atom terdapat partikel
tidak bermuatan yang massanya hampir menyerupai massa proton.

Dua belas tahun kemudian, hipotesis Rutherford berhasil dibuktikan oleh


James Chadwick melalui eksperimen yang dilakukannya. Caranya yaitu dengan

7
menembaki atom berilium dengan sinar alfa (α). Dari hasil penembakan itu
terdeteksi adanya partikel tidak bermuatan yang mempunyai massa hampir sama
dengan proton. Karena sifatnya netral, partikel tersebut dinamakan neutron dan
tergolong partikel dasar karena semua atom mengandung partikel tersebut, kecuali
isotop hidrogen 11 H yang hanya mempunyai proton dan tidak mempunyai neutron.

Neutron dilambangkan dengan:

1
0 n
Keterangan:
n = lambang neutron
0 = muatan
1 = massa

2. Menghitung Jumlah Proton, Elektron, dan Neutron Suatu Atom


Berdasarkan hasil penelitian, setiap materi tersusun atas partikel atom
dan setiap atom tersusun atas partikel proton, neutron, dan elektron. Hal yang
paling esensi yang membedakan satu atom dengan atom lainnya adalah jumlah
protonnya. Proton dan neutron terdapat di inti atom yang disebut nukleon. Jumlah
proton dalam inti disebut nomor atom (Z), sedangkan jumlah proton dan neutron
dalam atom disebut nomor massa (A). Di dalam tabel periodik unsur, atom-atom
dilambangkan dengan notasi sebagai berikut:

A
Z X

Keterangan:
X = lambang atom atau unsur
A = nomor massa = jumlah proton + jumlah neutron
Z = nomor atom = jumlah proton

Proton dan elektron memiliki muatan yang berlawanan. Jika jumlah


proton dalam suatu atom sama dengan jumlah elektronnya, maka atom akan
bersifat netral. Jika jumlah proton dalam suatu atom tidak sama dengan jumlah

8
elektronnya, maka atom tidak akan bersifat netral, tetapi akan bermuatan positif
atau negatif. Atom yang bermuatan disebut ion.

3. Isotop, Isobar, dan Isoton


a. Isotop
Atom-atom dari satu unsur yang sama selalu memiliki nomor atom (Z)
yang sama. Akan tetapi, atom tersebut dapat mempunyai nomor massa (A) yang
berbeda (jumlah neutron yang beda). Atom-atom yang mempunyai nomor atom
sama tetapi nomor massa berbeda disebut isotop. Contoh, tiga isotop dari unsur
hidrogen (Z = 1) yakni 1H1, 1H2, dan 1H3.

Beberapa isotop mempunyai sifat radioaktif. Teknologi yang


memanfaatkan radioaktif dikenal dengan istilah teknologi nuklir, sedangkan isotop
yang bersifat radioaktif disebut radioisotop. Radioisotop digunakan dalam bidang
kesehatan, pertanian, peternakan, makanan, arkeologi, dan kelistrikan. Adanya
unsur yang memiliki isotop mempengaruhi perhitungan massa atom relatif. Massa
atom relatif unsur-unsur tersebut dihitung menggunakan rumus:

Ar Unsur = (% x A1) + (% x A2)

Keterangan:
% = persentase kelimpahan isotop
A1 = nomor massa isotop 1
A2 = nomor massa isotop 2

b. Isobar
Atom-atom dari unsur-unsur berbeda (nomor atom (Z) berbeda) dapat
mempunyai nomor massa yang sama. Atom-atom demikian disebut isobar.
Contoh, atom unsur hidrogen 1H3 dan atom unsur helium 2He3 merupakan isobar.

c. Isoton
Atom-atom dari unsur berbeda (nomor atom (Z) berbeda) dapat
mempunyai jumlah neutron (n) yang sama. Atom-atom demikian disebut isoton.
Contoh, atom hidrogen 1H3 dan atom unsur helium 2He4 merupakan isoton.

9
1.3 Massa Atom Relatif dan Massa Molekul Relatif
Atom dan molekul merupakan partikel penyusun zat yang berukuran
sangat kecil. Massa satu atom atau molekul terlalu kecil untuk digunakan dalam
perhitungan. Untuk memudahkan, massa atom dan molekul dinyatakan dengan
1
satuan massa atom (sma). Satu sma didefinisikan sebagai kali massa sebuah
12
atom karbon-12.

1
1 sma= × massa satu atom 126C
12

massa satu atom karbon = 1,993 x 10−23 g


jadi,
1
1 sma= × ( 1,993 x 10−23 g )=1,66 ×10−24 g
12

1. Massa Atom Relatif (Ar)


Massa atom relatif (Ar) suatu unsur adalah perbandingan massa rata-rata
1
satu atom unsur tersebut terhadap kali massa sebuah atom karbon-12.
12

massa rata−rata satu atom X


Ar X=
1
× massa satu atomC−12
12

Untuk unsur yang memiliki lebih dari satu isotop, Ar merupakan nilai
rata-rata dari setiap massa isotop. Penentuan Ar tersebut dengan memperhitungkan
kelimpahannya. Misalnya, untuk suatu unsur yang memiliki dua macam isotop,
berlaku persamaan berikut:

P 1 × ( massaisotop 1 ) + P2 ×(massaisotop 2)
Ar =
P1+ P2

2. Massa Molekul Relatif (Mr)

10
Massa molekul relatif adalah perbandingan massa satu molekul unsur
1
atau senyawa terhadap kali massa sebuah atom karbon-12.
12

massa molekul X
Mr X=
1
×massa satu atomC−12
12

Berdasarkan pengertian bahwa molekul merupakan gabungan atom-atom


maka Mr merupakan penjumlahan Ar atom-atom penyusunnya.

M r= ∑ A r

1.4 Konfigurasi Elektron dan Elektron Valensi


1. Konfigurasi Elektron
Konfigurasi elektron adalah penataan elektron dalam atom. Konfigurasi
elektron ditentukan oleh jumlah elektron. Elektron bergerak mengelilingi inti pada
lintasan yang disebut kulit. Kulit pertama disebut kulit K, kulit kedua disebut kulit
L, dan seterusnya hingga kulit terakhir, yaitu Q.

Pengaturan pengisian jumlah elektron per kulit berdasarkan pengisian


jumlah elektron maksimum yang dirumuskan Pauli adalah:

2
2n

di mana n menunjukkan nomor kulit.

Berdasarkan rumusan Pauli tersebut, berikut ini tabel yang menunjukkan


jumlah elektron pada kulit K sampai dengan kulit Q:

Tabel 1.2 Jumlah Elektron pada Kulit K Sampai Q

Kulit Nomor Kulit (n) Jumlah Elektron Maksimum


K 1 2 (1)2 =2

11
L 2 2 (2)2 = 8
M 3 2 (3)2 = 18
N 4 2 (4)2 = 32
O 5 2 (5)2 = 50
P 6 2 (6)2 = 72
Q 7 2 (7)2 = 98

Pengisian elektron per kulit berdasarkan aturan Aufbau, yaitu dimulai


dari tingkat energi terendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Elektron disusun
sedemikian rupa pada masing-masing kulit dan diisi maksimum sesuai dengan
daya tampung pada kulit tersebut maka diletakkan pada kulit selanjutnya. Berikut
ini tabel yang menjelaskan contoh pengisian elektron beberapa unsur:

Tabel 1.3 Konfigurasi Beberapa Unsur

Kulit
Nomor Atom (Jumlah Elektron)
K L M N O P Q
1 1
3 2 1
4 2 2
11 2 8 1
15 2 8 5
19 2 8 8 1
20 2 8 8 2
54 2 8 18 18 8
88 2 8 18 32 18 8 2

Perhatikan konfigurasi elektron pada unsur dengan nomor atom 19.


Konfigurasi elektronnya bukanlah

K L M N
2 8 9

12
tetapi,
2 8 8 1

Hal ini dapat dijelaskan bahwa elektron paling luar maksimum 8,


sehingga sisanya harus 1 di kulit terluar.

2. Elektron Valensi
Elektron valensi menunjukkan jumlah elektron pada kulit paling luar dari
suatu atom netral. Cara menentukan elektron valensi, yaitu dengan menuliskan
konfigurasi elektron. Jumlah elektron pada kulit yang paling luar merupakan
jumlah elektron valensi. Atom-atom yang memiliki elektron valensi sama akan
memiliki sifat kimia yang mirip. Elektron valensi menentukan sifat kimia suatu
atom. Hal ini dikarenakan elektron valensi menentukan cara atom bereaksi dengan
atom lain dan membentuk ikatan. Elektron valensi juga digunakan untuk
menentukan letak golongan suatu atom pada tabel sistem periodik unsur. Tabel
berikut ini menunjukkan contoh penentuan elektron valensi dari beberapa atom:

Tabel 1.4 Elektron Valensi Beberapa Unsur

Jumlah Konfigurasi Elektron Elektron


Atom
Elektron K L M N O Valensi

2He 2 2 2
5 B 5 2 3 3
9F 9 2 7 7
15 P 15 2 8 5 5
18 Ar 18 2 8 8 8
34 Se 34 2 8 18 6 6
37 Rb 37 2 8 18 8 1 1

13
SISTEM PERIODIK UNSUR
2.1 Sejarah Perkembangan Sistem Periodik
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, makin banyak juga jumlah
unsur yang ditemukan. Untuk memudahkan mengenali sifat unsur, para ilmuwan
berupaya mencari sistem yang mudah dalam mempelajari karakteristik unsur-
unsur tersebut. Sistem penggolongan unsur-unsur berdasarkan sifat-sifat tertentu
unsur disebut sistem pariodik unsur.

1. Pengelompokan Unsur Berdasarkan Logam dan Nonlogam


a. Ahli Kimia dari Arab dan Persia
Para ahli kimia Arab dan Persia awalnya mengelompokkan zat-zat
berdasarkan sifat fisis yang mudah dikenali, yakni sifat logam dan nonlogam.
Tabel 2.1 Sifat Logam dan Nonlogam

Sifat Logam Sifat Non Logam


Mengkilap Tidak mengkilap
Umumnya berupa padatan pada suhu Dapat berupa padatan, cairan, dan
kamar gas pada suhu ruang
Mudah ditempa/dibentuk Sulit dibentuk dan rapuh
Penghantar panas yang baik Bukan penghantar panas yang baik

b. Antoine Lavoisier (1789)


Lavoisier mengelompokkan zat-zat yang dipercaya sebagai unsur berdasarkan
sifat kimianya menjadi gas, logam, non logam, dan tanah.

2. John Dalton (1808)


Dalton mengelompokkan zat-zat yang berupa unsur-unsur berdasarkan
kenaikan masa atomnya. Hal ini didasarkan pada teorinya bahwa unsur yang
berbeda mempunyai atom-atom dengan sifat dan massa yang berbeda.

14
3. Triad Dobereiner
Pada tahun 1829, Johann Wolfgang Dobereiner mengelompokkan unsur-
unsur berdasarkan kemiripan sifat-sifatnya. Tiap kelompok beranggotakan tiga
unsur, sehingga disebut triad.

Dalam satu triad, massa atom relatif unsur yang terletak di tengah
merupakan harga rata-rata massa atom relatif unsur yang pertama dan yang
ketiga. Penemuan Dobereiner disebut Hukum Triad.

Tabel 2.2 Beberapa Contoh Triad

Massa Atom Rata-Rata Massa Atom Unsur


No. Triad
Relatif Pertama dan Ketiga
Li 7
7+39
1 Na 23 =23
2
K 39
Ca 40
40+137
2 Sr 88,5 =88,5
2
Ba 137
Cl 35,5
35,5+127
3 Br 80 =81,25
2
I 127

4. Hukum Oktaf Newlands


Pada tahun 1864, seorang ahli kimia dari Inggris bernama A. R Newlands
mengumumkan penemuannya yang disebut hukum Oktaf. Newlands menyusun
unsur berdasarkan kenaikan massa atom relatifnya. Ternyata unsur yang berselisih
1 oktaf (unsur ke-1 dan ke-8, unsur ke-2 dan ke-9, dan seterusnya) menunjukkan
kemiripan sifat.

Kecendrungan tersebut dinyatakan sebagai hukum Oktaf Newlands,


yaitu: Jika unsur-unsur disusun berdasarkan kenaikan massa atom maka sifat
unsur tersebut akan berulang setelah unsur kedelapan.

15
Tabel 2.3 Pengelompokan Unsur Menurut Oktaf Newlands

1H 2 Li 3Be 4 B 5C 6 N 7O
8 F 9Na 10 Mg 11Al 12 Si 13 P 14 S
15 Cl 16 K 17 Ca 18Cr 19 Ti Mn
20 21 Fe
22Co & Ni 23 Cu 24 Zn 25 Y 26 In 27 As 28 Se

Hukum Oktaf Newlands ternyata hanya berlaku untuk unsur-unsur


ringan, kira-kira sampai dengan kalsium (Ar = 40). Jika diteruskan, ternyata
kemiripan sifat terlalu dipaksakan.

5. Sistem Periodik Meyer


Pada tahun 1864, Lothar Meyer melakukan pengamatan hubungan antara
kenaikan massa atom dengan sifat unsur. Meyer menyusun unsur-unsur ke dalam
suatu tabel berdasarkan kenaikan massa atom secara vertikal membentuk kolom.
Penyusunan pada kolom akan berhenti dan berganti pada kolom berikutnya jika
terjadi pengulangan sifat unsur. Unsur-unsur dengan sifat yang mirip akan
membentuk baris. Penyusunan tersebut menghasilkan pengulangan/keperiodikan
sifat fisis dan kimia unsur. Oleh karenanya, tabel ini disebut juga tabel periodik
atau sistem periodik.

6. Sistem Periodik Mendeleev


Tahun 1869, Dmitri Ivanovich Mendeleev, berdasarkan pengamatannya
terhadap 63 unsur yang sudah dikenal ketika itu, menyimpulkan bahwa sifat-sifat
unsur merupakan fungsi periodik dari massa atom relatifnya. Artinya, jika unsur-
unsur disusun menurut kenaikan massa atom relatifnya, maka sifat tertentu akan
terulang secara periodik. Mendeleev menempatkan unsur-unsur yang memiliki
kemiripan sifat dalam satu lajur vertikal, yang disebut golongan. Lajur-lajur
horizontal, yaitu lajur tempat unsur-unsur disusun berdasarkan kenaikan massa
atom relatifnya disebut periode.

Mendeleev mengosongkan beberapa tempat dalam tabel periodik. Hal itu


dilakukannya untuk menetapkan kemiripan sifat dalam golongan. Tempat-tempat
kosong ini yang kemudian diramalkan akan diisi unsur-unsur yang waktu itu

16
belum ditemukan. Di kemudian hari ramalan itu terbukti dengan ditemukannya
unsur-unsur yang mempunyai sifat-sifat yang mirip sesuai ramalannya.

Gambar 2.1 Sistem Periodik Mendeleev

2.2 Sistem Periodik Modern


Tahun 1914, Henry G. J. Moseley menemukan bahwa urutan unsur
dalam tabel periodik sesuai kenaikan nomor atom. Sistem periodik modern
disusun berdasarkan hukum periodik modern yang menyatakan bahwa sifat-sifat
unsur merupakan fungsi periodik dari nomor atomnya. Artinya, jika unsur-unsur
disusun berdasarkan kenaikan nomor atomnya, maka sifat-sifat tertentu akan
terulang secara periodik.

Gambar 2.2 Sistem Periodik Modern

17
Tabel periodik modern disebut juga tabel periodik bentuk panjang.
Tabel periodik bentuk panjang terdiri atas lajur vertikal dan horizontal.

1. Periode
Lajur-lajur horizontal dalam sistem periodik disebut periode.
Penempatan unsur dalam periode disusun berdasarkan kenaikan nomor atomnya.
Sistem periodik modern terdiri atas 7 periode.

2. Golongan
Kolom-kolom vertikal dalam sistem periodik disebut golongan.
Penempatan unsur dalam golongan berdasarkan kemiripan sifat. Sistem periodik
modern terdiri atas 18 kolom vertikal. Ada dua cara penamaan golongan, yaitu:

a. Sistem 8 Golongan
Menurut cara ini, sistem periodik dibagi menjadi 8 golongan yang masing-
masing terdiri atas golongan utama (golongan A) dan golongan tambahan
(golongan B). Unsur-unsur golongan B disebut unsur transisi. Nomor
golongan ditulis dengan angka Romawi. Golongan B terletak antara golongan
IIA dan IIIA. Golongan VIIIB terdiri atas 3 kolom vertikal.

b. Sistem 18 Golongan
Menurut cara ini, sistem periodik dibagi ke dalam 18 golongan, yaitu
golongan 1 sampai 18, dimulai dari kolom paling kiri. Unsur-unsur transisi
terletak pada golongan 3-12.

3. Unsur Transisi dan Transisi Dalam


a. Unsur Transisi
Unsur-unsur yang terletak pada golongan-golongan B, yaitu IIIB hingga IIB
(golongan 3-12) disebut unsur transisi atau unsur peralihan. Unsur-unsur
tersebut merupakan peralihan dari IIA ke IIIA.

b. Unsur Transisi Dalam


Dua baris unsur yang ditempatkan di bagian bawah tabel periodik disebut
unsur transisi dalam, yaitu terdiri dari:

18
 Lantanida, yang beranggotakan unsur dengan nomor atom 57-70. Ke-14
unsur ini mempunyai sifat yang mirip dengan lantanium (La), sehingga
disebut lantanoida atau lantanida.
 Aktinida, yang beranggotakan unsur dengan nomor atom 89-102. Ke-14
unsur ini mempunyai kemiripan sifat dengan aktinium (Ac), sehingga
disebut aktinoida atau aktinida.

4. Hubungan Konfigurasi Elektron dengan Sistem Periodik


Sistem periodik disusun berdasarkan pengamatan terhadap sifat-sifat
unsur. Para ahli menemukan bahwa sifat-sifat unsur bergantung pada konfigurasi
elektronnya. Kemiripan sifat di antara unsur-unsur segolongan terjadi karena
unsur-unsur tersebut mempunyai elektron valensi yang sama.
Nomor
Unsur K L M N O P Q
Atom
H 1 1
Li 3 2 1
Na 11 2 8 1
K 19 2 8 8 1
Rb 37 2 8 18 8 1

Cs 55 2 8 18 18 8 1

Fr 87 2 8 18 32 18 8 1

Hubungan antara letak unsur dalam sistem periodik dengan konfigurasi


elektronnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Nomor periode sama dengan jumlah kulit.
b. Nomor golongan sama dengan elektron valensi.

Berdasarkan hubungan tersebut, maka letak unsur dalam sistem periodik


dapat ditentukan berdasarkan konfigurasi elektronnya.

19
2.3 Sifat-Sifat Keperiodikan Unsur
1. Jari-Jari Atom
Jari-jari atom adalah jarak dari inti atom ke elektron di kulit terluar dari
suatu atom bebas.
a. Dalam satu golongan, dari atas ke bawah jari-jari atom semakin besar karena
dalam satu golongan dari atas ke bawah jumlah kulit atom bertambah,
sehingga jari-jari atom juga bertambah besar.
b. Dalam satu periode, dari kiri ke kanan jari-jari atom semakin kecil karena dari
kiri ke kanan jumlah kulit tetap tetapi muatan inti (nomor atom) dan jumlah
elektron pada kulit bertambah, sehingga gaya tarik-menarik antara inti dengan
kulit elektron semakin besar menyebabkan jari-jari atom semakin kecil.

2. Energi Ionisasi
Energi ionisasi adalah energi minimum yang diperlukan untuk
melepaskan elektron dari suatu atom netral dalam wujud gas.
a. Dalam satu golongan, dari atas ke bawah energi ionisasi semakin berkurang
karena dari atas ke bawah dalam satu golongan jari-jari atom bertambah
sehingga daya tarik inti terhadap elektron terluar semakin kecil. Elektron
semakin mudah dilepas dan energi yang diperlukan untuk melepaskannya
semakin kecil.
b. Dalam satu periode, dari kiri ke kanan energi ionisasi cenderung bertambah
karena dari kiri ke kanan dalam satu periode daya tarik inti terhadap elektron
semakin besar sehingga elektron semakin sukar dilepas. Energi yang
diperlukan untuk melepaskan elektron tentunya semakin besar.

3. Afinitas Elektron
Afinitas elektron adalah energi yang menyertai pertambahan 1 elektron
pada satu atom netral dalam wujud gas membentuk ion bermuatan −1. Beberapa
hal berikut ini perlu diperhatikan untuk memahami afinitas elektron.
a. Penyerapan elektron ada yang disertai pelepasan energi, ada pula yang
disertai penyerapan energi.
b. Jika penyerapan elektron disertai pelepasan energi, maka afinitas elektronnya
dinyatakan dengan tanda negatif.

20
c. Jika penyerapan elektron disertai penyerapan energi, maka afinitas
elektronnya dinyatakan dengan tanda positif.
d. Unsur yang mempunyai afinitas elektron bertanda negatif mempunyai daya
tarik atau afinitas elektron yang lebih besar daripada unsur yang afinitas
elektronnya bertanda positif. Semakin negatif nilai afinitas elektron, semakin
besar kecenderungannya menarik elektron membentuk ion negatif.
e. Unsur yang mempunyai afinitas elektron bertanda negatif berarti ion negatif
yang dibentuknya lebih stabil daripada atom netralnya.
f. Sebaliknya, unsur yang mempunyai afinitas elektron bertanda positif berarti
ion negatif yang dibentuknya kurang stabil daripada atom netralnya.
 Dalam satu golongan, dari atas ke bawah afinitas elektron cenderung
berkurang. Hal ini dikarenakan meski muatan inti bertambah positif,
namun jumlah elektron di kulit dalam semakin banyak. Keadaan ini
menyebabkan gaya tarik-menarik inti terhadap elektron yang
ditambahkan semakin lemah. Akibatnya, afinitas elektron semakin
berkurang.
 Dalam satu periode, dari kiri ke kanan afinitas elektron cenderung
bertambah. Hal ini dikarenakan muatan inti bertambah positif dan jari-
jari atom berkurang. Keadaan ini menyebabkan gaya tarik-menarik inti
terhadap elektron yang ditambahkan akan semakin kuat. Akibatnya,
afinitas elektron semakin bertambah.

4. Keelektronegatifan
Keelektronegatifan adalah suatu bilangan yang menggambarkan
kecenderungan relatif suatu unsur menarik elektron ke pihaknya dalam suatu
ikatan kimia.
a. Dalam satu golongan, dari atas ke bawah keelektronegatifan semakin
berkurang. Hal ini dikarenakan meski muatan inti bertambah positif, namun
jumlah elektron di kulit dalam semakin banyak. Akibatnya, jari-jari atom
bertambah besar dan kemampuan inti untuk menarik elektron menjadi lemah.
b. Dalam satu periode, dari kiri ke kanan keelektronegatifan semakin bertambah.
Hal ini dikarenakan muatan inti bertambah positif dan jari-jari atom
berkurang. Keadaan ini menyebabkan gaya tarik-menarik inti terhadap

21
elektron semakin kuat. Akibatnya, kemampuan atom untuk menarik elektron
menjadi semakin besar.

5. Kereaktifan
Kereaktifan suatu unsur bergantung pada kecenderungan melepas atau
menarik elektron. Dari kiri ke kanan dalam satu periode, mula-mula kereaktifan
menurun kemudian bertambah hingga golongan VIIA. Golongan VIIIA tidak
reaktif.

6. Sifat Logam dalam Sistem Periodik


Sifat logam dalam sistem periodik terkait dengan dua sifat atomik, yaitu
energi ionisasi dan afinitas elektron.
a. Unsur logam memiliki energi ionosasi kecil sehingga mudah melepas
elektron membentuk ion positif.
b. Unsur nonlogam memiliki afinitas elektron yang besar sehingga mudah
menarik elektron membentuk ion negatif.

Secara umum, keteraturan sifat logam unsur dalam tabel periodik adalah
sebagai berikut.
a. Dalam satu periode, sifat logam unsur berkurang dari kiri ke kanan. Nilai
energi ionisasi unsur meningkat dari kiri ke kanan. Oleh karena itu, semakin
sulit bagi unsur untuk melepas elektron sehingga sifat logam unsur akan
berkurang. Demikian pula, nilai afinitas elektron unsur semakin meningkat
dari kiri ke kanan. Jadi, semakin mudah bagi unsur menarik elektron sehingga
sifat nonlogam bertambah.
b. Dalam satu golongan, sifat logam unsur bertambah dari atas ke bawah. Nilai
energi ionisasi unsur berkurang dari atas ke bawah. Oleh karena itu, semakin
mudah bagi unsur untuk melepas elektron sehingga sifat logam unsur akan
bertambah. Demikian pula, nilai afinitas elektron berkurang dari atas ke
bawah. Jadi, semakin sulit bagi unsur menarik elektron sehingga sifat
nonlogam berkurang. (Keteraturan ini tidak berlaku untuk unsur-unsur logam
transisi)

22
2.4 Beberapa Golongan Unsur dalam Sistem Periodik
1. Golongan VIIIA (Gas Mulia)
Unsur-unsur golongan VIIIA, yaitu helium, neon, argon, kripton, xenon,
dan radon disebut gas mulia karena semuanya berupa gas yang sangat stabil,
sangat sukar bereaksi dengan unsur lain. Unsur gas mulia terdapat di alam sebagai
gas monoatomik. Hal ini disebabkan kulit terluarnya yang sudah terisi penuh. Gas
mulia mempunyai titik cair dan titik didih yang sangat rendah; titik didihnya
hanya beberapa derajat di atas titik lelehnya.

2. Golongan VIIA (Halogen)


Unsur-unsur golongan VIIA merupakan kelompok unsur nonlogam yang
sangat reaktif. Halogen dengan logam membentuk garam. Contohnya, NaF, NaCl,
NaBr, dan NaI. Oleh karena itu pula unsur golongan VIIA disebut halogen yang
artinya pembentuk garam. Kereaktifan unsur halogen berkurang dari F ke I.
Semua unsur halogen berupa molekul diatomik, berwarna, dan bersifat racun.

3. Golongan IA (Logam Alkali)


Unsur-unsur golongan IA, kecuali hidrogen, disebut logam alkali karena
unsur tersebut membentuk basa yang larut dalam air. Semua logam alkali
tergolong logam yang lunak dan ringan. Logam alkali mempunyai satu elektron
valensi yang mudah lepas, sehingga merupakan kelompok logam yang paling
aktif, dapat terbakar di udara, dan bereaksi hebat dengan air. Kereaktifan logam
alkali bertambah dari litium ke fransium.

4. Golongan IIA (Logam Alkali Tanah)


Unsur-unsur golongan IIA disebut logam alkali tanah karena dapat
membentuk basa, tetapi senyawa-senyawanya kurang larut dalam air. Unsur alkali
tanah umumnya ditemukan dalam bentuk senyawa berupa deposit (endapan)
dalam tanah. Logam alkali tanah juga tergolong logam aktif, tetapi keaktifannya
kurang dibandingkan logam alkali seperiode, dan hanya akan terbakar di udara
bila dipanaskan. Kecuali berilium, logam alkali tanah larut dalam air membentuk
basa.

23
5. Unsur-Unsur Transisi
Unsur-unsur transisi adalah unsur-unsur yang terdapat di bagian tengah
sistem periodik, yaitu unsur-unsur golongan tambahan. Unsur-unsur transisi
mempunyai sifat-sifat khas yang membedakannya dari unsur golongan utama, di
antaranya adalah:
a. Semua unsur transisi tergolong logam
b. Mempunyai kekerasan, titik leleh, dan titik didih yang relatif tinggi.
c. Banyak di antaranya membentuk senyawa-senyawa berwarna.

24
IKATAN KIMIA
3.1 Kaidah Oktet dan Duplet
1. Konfigurasi Elektron Gas Mulia
Unsur-unsur gas mulia terletak pada golongan VIIIA dalam sistem
periodik. Unsur-unsur gas mulia merupakan unsur yang inert (sukar bereaksi).
Dari keseluruhan unsur gas mulia, hanya tiga unsur yang diketahui dapat bereaksi
dengan unsur lain. Tiga unsur gas mulia tersebut adalah Kripton (Kr), Xenon
(Xe), dan Radon (Rn).

Tabel 3.1 Konfigurasi Elektron Gas Mulia

Konfigurasi Elektron
Unsur Lambang Nomor Atom
Elektron Valensi
Helium He 2 2 2
Neon Ne 10 28 8
Argon Ar 18 288 8
Kripton Kr 36 2 8 18 8 8
Xenon Xe 54 2 8 18 18 8 8
Radon Rn 86 2 8 18 32 18 8 8

Menurut G. N. Lewis dan W. Kossel, kestabilan unsur gas mulia


disebabkan oleh elektron valensinya yang berjumlah delapan, kecuali He yang
hanya memiliki dua elektron. Setiap atom dalam pembentukan senyawa
membentuk konfigurasi elektron gas mulia yang stabil, yaitu konfigurasi oktet.
Oleh karena itu, kaidah ini disebut konfigurasi oktet dan untuk helium disebut
kaidah duplet.

2. Konfigurasi Elektron dari Atom dengan Kecenderungan Melepaskan


Elektron
Atom unsur yang memiliki elektron valensi dalam jumlah sedikit di
dalam pembentukan senyawa, misalnya unsur-unsur golongan IA (kecuali atom

25
H), IIA, dan IIIA, memiliki kecenderungan mengikuti kaidah oktet. Unsur-unsur
tersebut melepaskan elektron valensi untuk membentuk ion positif. Unsur yang
yang memiliki kecenderungan membentuk ion positif disebut unsur elektropositif.

Tabel 3.2 Pembentukan Ion Positif Beberapa Unsur

Jumlah Konfigurasi
Konfigurasi
Elektron Bentuk Elekton Ion Gas Mulia
Atom Elektron
yang Ion (Konfigurasi yang Sesuai
Atom
Dilepas Oktet)
Na
11 281 1 Na+ 28 10 Ne
19 K 2881 1 K+ 288 18 Ar
12 Mg 282 2 Mg2+ 28 10 Ne
20 Ca 2882 2 Ca2+ 288 18 Ar
13 Al 283 3 Al3+ 28 10 Ne

Atom-atom unsur yang cenderung melepas elektron memiliki energi


ionisasi relatif kecil. Unsur-unsur ini merupakan unsur-unsur logam (unsur
elektropositif).

3. Konfigurasi Elektron dari Atom dengan Kecenderungan Menerima


Elektron
Atom unsur yang memiliki elektron valensi dalam jumlah banyak di
dalam pembentukan senyawa, misalnya unsur-unsur golongan IVA, VA, VIA dan
VIIA, memiliki kecenderungan mengikuti kaidah oktet dengan cara menerima
elektron untuk membentuk ion negatif. Unsur yang yang memiliki kecenderungan
membentuk ion negatif disebut unsur elektronegatif.

26
Tabel 3.3 Pembentukan Ion Negatif Beberapa Unsur

Jumlah Konfigurasi
Konfigurasi
Elektron Bentuk Elekton Ion Gas Mulia
Atom Elektron
yang Ion (Konfigurasi yang Sesuai
Atom
Diterima Oktet)
9 F 27 1 F- 28 10 Ne
17 Cl 287 1 Cl- 288 18 Ar
8O 26 2 O2- 28 10 Ne
16 S 286 2 S2- 288 18 Ar
7N 25 3 N3- 28 10 Ne
15 P 285 3 P3- 288 18 Ar

Atom-atom unsur yang cenderung menerima elektron memiliki afinitas


elektron dan keelektronegatifan yang relatif besar. Unsur-unsur ini merupakan
unsur-unsur nonlogam.

3.2 Ikatan Ion


Ikatan ion terbentuk antara atom yang mudah melepas elektron (atom
logam) dan atom lain yang mudah menerima elektron (atom nonlogam).
Misalnya, ikatan ion pada NaCl. NaCl terbentuk dari atom Na dan Cl. Atom 11Na
yang memiliki konfigurasi elektron: 2 8 1, cenderung melepas sebuah elektron
valensinya sehingga membentuk ion Na+ (2 8). Atom 17Cl yang berkonfigurasi
elektron: 2 8 7, cenderung menerima sebuah elektron sehingga membentuk ion
Cl− (2 8 8).

Na (2 8 1) → Na+ (2 8) + e−
Cl (2 8 7) + e− → Cl− (2 8 8)

Ikatan antara ion Na+ dan ion Cl- disebabkan adanya gaya elektrostatik
antara muatan positif dan muatan negatif. Ikatan yang terbentuk disebut ikatan
ion.

27
Gambar 3.1 Atom Na Memberikan Sebuah Elektron Di Kulit Terluar Ke Atom Cl

Tabel 3.4 Beberapa Perbedaan Antara Senyawa Ion dengan Senyawa Kovalen

No. Sifat Senyawa Ion Senyawa Kovalen


1. Titik didih Tinggi Rendah
2. Titik leleh Tinggi Rendah
Padat pada suhu
3. Wujud Padat,cair,gas pada suhu kamar
kamar
Padat = isolator Padat = isolator
Daya hantar
4. Lelehan = konduktor Lelehan = isolator
listrik
Larutan = konduktor Larutan = ada yang konduktor
Kelarutan
5. Umumnya larut Umumnya tidak larut
dalam air
Kelarutan
dalam
6. Tidak larut Larut
trikloroetana
(CHCl3)

3.3 Ikatan Kovalen


Ikatan kovalen adalah ikatan yang terjadi antara unsur nonlogam dengan
unsur nonlogam yang lainnya dengan cara pemakaian bersama pasangan elektron.
Ikatan kovalen terjadi akibat ketidakmampuan salah satu atom yang akan
berikatan untuk melepaskan elektron (terjadi pada atom-atom nonlogam).
Adakalanya dua atom dapat menggunakan lebih dari satu pasang elektron.

28
Apabila yang digunakan bersama dua pasang atau tiga pasang, maka akan
terbentuk ikatan kovalen rangkap dua atau rangkap tiga. Jumlah elektron valensi
yang digunakan untuk berikatan tergantung pada kebutuhan tiap atom untuk
mencapai konfigurasi elektron seperti gas mulia (kaidah duplet dan oktet).

1. Struktur Lewis
Penggunaan bersama pasangan elektron dalam ikatan kovalen dapat
dinyatakan dengan struktur Lewis. Struktur Lewis menggambarkan jenis atom-
atom dalam molekul dan bagaimana atom-atom tersebut terikat satu sama lain.
Untuk jelasnya, simak struktur Lewis dari molekul Cl2.

Gambar 3.2 Penulisan Lambang dan Struktur Molekul dari Molekul Cl2

Dari struktur Lewis di atas, terlihat adanya sejumlah pasangan elektron. Pasangan
elektron dapat dibedakan menjadi 2, yakni:
a. Pasangan elektron ikatan (PEI) adalah pasangan elektron yang digunakan
bersama.
b. Pasangan elektron bebas (PEB) adalah pasangan elektron yang tidak
digunakan bersama.

Beberapa contoh penulisan struktur Lewis diberikan sebagai berikut ini.


a. Molekul H2
Molekul H2 terdiri atas dua atom H. Atom H (Z = 1) memiliki konfigurasi
elektron (1). Atom H memerlukan 1 elektron tambahan untuk mencapai
konfigurasi He (2). Aturan duplet dapat dipenuhi apabila 1 atom H bergabung
dengan 1 atom H lain membentuk 1 ikatan kovalen H—H.

29
Gambar 3.3 Struktur Lewis Molekul H2

b. Molekul CH4
Molekul CH4 terdiri dari 1 atom C dan 4 atom H.
 Atom C (Z = 6) dengan konfigurasi elektron (2 4) memerlukan 4 elektron
tambahan untuk mencapai konfigurasi elektron Ne (2 8). (Aturan Oktet)
 Atom H (Z = 1) dengan konfigurasi elektron (1) memerlukan 1 elektron
tambahan untuk mencapai konfigurasi elektron He (2). (Aturan Duplet)
 Aturan oktet dan duplet dapat dipenuhi apabila 1 atom C bergabung
dengan 4 atom H membentuk 4 ikatan kovalen C—H.

Gambar 3.4 Struktur Lewis Molekul CH4

2. Macam-Macam Ikatan Kovalen


a. Ikatan Kovalen Tunggal
Contoh: Ikatan yang terjadi antara atom H dengan atom F membentuk
molekul HF. Konfigurasi elektronnya adalah:

1H = 1

9F
= 2, 7

Atom H memiliki 1 elektron valensi, sedangkan atom F memiliki 7


elektron valensi. Agar atom H dan F memiliki konfigurasi elektron
yang stabil, maka atom H dan atom F masing-masing memerlukan 1
elektron tambahan (sesuai dengan konfigurasi elektron He dan Ne).
Jadi, atom H dan F masing-masing meminjamkan 1 elektronnya
untuk dipakai bersama.

30
H⋅ + ∗ F ¿¿ ¿¿
F
¿

¿ ∗¿ → H ¿
¿ ¿

¿


¿ ¿

¿ ¿

¿∗¿ ¿

Gambar 3.5 Pembentukan Ikatan Kovalen Tunggal pada Senyawa HF

Rumus struktur = H−F

Rumus kimia = HF

b. Ikatan Kovalen Rangkap Dua


Contoh: Ikatan yang terjadi antara atom O dengan atom O membentuk
molekul O2. Konfigurasi elektronnya adalah:

8
O
= 2, 6

Atom O memiliki 6 elektron valensi. Agar diperoleh konfigurasi


elektron yang stabil, tiap-tiap atom O memerlukan tambahan
elektron sebanyak 2. Kedua atom O saling meminjamkan 2
elektronnya sehingga kedua atom O tersebut akan menggunakan 2
pasang elektron secara bersama.
O ¿
¿ O ¿¿ ¿
¿ ¿

⋅¿
¿ +
¿

¿
O ¿

¿ ¿
¿
O ¿

∗ ∗

¿


¿

¿ ¿ → ¿ ¿

¿⋅¿ ¿ ¿⋅¿ ¿

Gambar 3.6 Pembentukan Ikatan Kovalen Rangkap Dua pada Senyawa O2

Rumus struktur : O=O


Rumus kimia : O2

c. Ikatan Kovalen Rangkap Tiga


Contoh: Ikatan yang terjadi antara atom N dengan atom N membentuk
molekul N2. Konfigurasi elektronnya adalah:

7N
= 2, 5

Atom N memiliki 5 elektron valensi. Agar diperoleh konfigurasi


elektron yang stabil, tiap-tiap atom N memerlukan tambahan

31
elektron sebanyak 3. Kedua atom N saling meminjamkan 3
elektronnya, sehingga kedua atom N tersebut akan menggunakan 3
pasang elektron secara bersama.

Gambar 3.7 Pembentukan Ikatan Kovalen Rangkap Tiga pada Senyawa N2

Rumus struktur : N≡N


Rumus kimia : N2

3. Penyimpangan Kaidah Oktet


Kaidah oktet sangat bermanfaat untuk meramalkan senyawa yang akan
dibentuk oleh unsur-unsur. Namun, terdapat pengecualian dan kegagalan aturan
Oktet serta penyimpangannya. Kedua hal tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pengecualian Aturan Oktet
● Senyawa yang Tidak Mencapai Aturan Oktet
Meliputi senyawa kovalen biner sederhana dari Be, B dan Al, yaitu atom-
atom yang elektron valensinya kurang dari empat.
Contoh: BeCl2, BCl3 (lihat gambar di bawah) dan AlBr3.

Gambar 3.8 Contoh Senyawa yang Tidak Mencapai Aturan Oktet, BCl3

● Senyawa dengan Jumlah Elektron Valensi Ganjil


Contoh: NO2 mempunyai jumlah elektron valensi (5 + 6 + 6) = 17.
Kemungkinan rumus Lewis untuk NO2 adalah pada gambar di
bawah ini.

32
Gambar 3.9 Contoh Senyawa dengan Jumlah Elektron Valensi Ganjil

● Senyawa dengan Oktet Berkembang


Unsur-unsur periode 3 atau lebih dapat membentuk senyawa yang
melampaui aturan oktet pada kulit terluar (karena kulit terluarnya M, N,
dst. dapat menampung 18 elektron atau lebih).
Contoh: PCl5, SF6, ClF3, IF7 dan SbCl5.
Perhatikan rumus Lewis ClF3 berikut ini.

Gambar 3.10 Contoh Senyawa dengan Oktet Berkembang

b. Kegagalan Aturan Oktet


Aturan oktet gagal meramalkan rumus kimia senyawa dari unsur transisi
maupun postransisi.
Contoh:
 Atom Sn mempunyai 4 elektron valensi, tetapi senyawanya lebih banyak
dengan tingkat oksidasi +2.
 Atom Bi mempunyai 5 elektron valensi, tetapi senyawanya lebih banyak
dengan tingkat oksidasi +1 dan +3.

3.4 Kepolaran Ikatan Kovalen


Ikatan kovalen dapat berupa ikatan kovalen polar dan ikatan kovalen
nonpolar. Sifat kepolaran ikatan ini dipengaruhi oleh beberapa perbedaan

33
keelektronegatifan, sedangkan bentuk molekul dari atom-atom yang berikatan
akan menentukan sifat kepolaran molekulnya.

1. Pengaruh Perbedaan Keelektronegatifan terhadap Kepolaran Ikatan


Kovalen
Jika suatu ikatan kovalen terbentuk dari dua buah atom nonlogam yang
memiliki perbedaan keelektronegatifan yang besar, maka pasangan elektron akan
lebih tertarik ke arah atom yang memiliki keelektronegatifan lebih besar.
Akibatnya, atom yang elektronegatif cenderung memiliki kelebihan muatan
negatif (δ−), sedangkan atom yang kurang elektronegatif cenderung memiliki
kelebihan muatan positif (δ+). Adanya dua kutub dengan muatan yang berlawanan
dalam molekul tersebut menyebabkan terbentuknya suatu dipol. Semakin besar
perbedaan keelektronegatifan atom-atom dalam suatu molekul menyebabkan
ikatan pada molekul tersebut bersifat semakin polar.

2. Pengaruh Bentuk Molekul terhadap Kepolaran Molekul


Senyawa akan bersifat polar jika pada atom pusat dari molekul senyawa
tersebut terdapat pasangan elektron bebas sehingga bentuk molekulnya tidak
simetris. Senyawa apa sajakah yang bersifat polar? Perhatikan struktur Lewis
untuk senyawa NH3 dan H2O berikut.

Pada senyawa NH3 terdapat sebuah PEB dan pada senyawa H2O terdapat
dua buah PEB sehingga keempat molekul tersebut menjadi tidak simetris dan
bersifat polar.

Gambar 3.11 PEB pada Senyawa NH3 dan H2O


Molekul CH4 tidak memiliki PEB dan bentuk molekulnya simetris
sehingga molekulnya bersifat nonpolar.

3.5 Ikatan Kovalen Koordinasi

34
Ikatan kovalen koordinasi adalah ikatan yang terbentuk dengan cara
penggunaan bersama pasangan elektron yang berasal dari salah satu atom yang
berikatan [Pasangan Elektron Bebas (PEB)], sedangkan atom yang lain hanya
menerima pasangan elektron yang digunakan bersama. Adapun atom/ion/molekul
lain hanya menyediakan orbital kosong. Pasangan elektron ikatan (PEI) yang
menyatakan ikatan semipolar digambarkan dengan tanda anak panah kecil yang
arahnya dari atom donor menuju ke akseptor pasangan elektron.

BF 3−NH 3
merupakan satu di antara beberapa senyawa yang memiliki
ikatan kovalen koordinasi dengan pembentukan senyawa sebagai berikut:

atau

Gambar 3.12 Pembentukan Ikatan Kovalen Koordinasi pada Senyawa BF3NH3

3.6 Ikatan Logam


Ikatan logam adalah ikatan yang terbentuk akibat adanya gaya tarik-
menarik yang terjadi antara muatan positif dari ion-ion logam dengan muatan
negatif dari elektron-elektron yang bebas bergerak. Atom-atom logam dapat
diibaratkan seperti bola pingpong yang terjejal rapat satu sama lain. Atom logam
mempunyai sedikit elektron valensi, sehingga sangat mudah untuk dilepaskan dan
membentuk ion positif. Maka dari itu, kulit terluar atom logam relatif longgar
(terdapat banyak tempat kosong) sehingga elektron dapat berpindah dari satu atom

35
ke atom yang lain. Mobilitas elektron dalam logam sedemikian bebas sehingga
elektron valensi logam mengalami delokalisasi, yaitu suatu keadaan di mana
elektron valensi tersebut tidak tetap posisinya pada satu atom, tetapi senantiasa
berpindah-pindah dari satu atom ke atom yang lain.

Gambar 3.5 Ikatan Logam

Elektron-elektron valensi tersebut berbaur membentuk awan elektron


yang menyelimuti ion-ion positif logam. Struktur logam seperti gambar di atas,
dapat menjelaskan sifat-sifat khas logam yaitu :
1. Berupa zat padat pada suhu kamar. Hal ini akibat adanya gaya tarik-
menarik yang cukup kuat antara elektron valensi (dalam awan elektron)
dengan ion positif logam.
2. Dapat ditempa (tidak rapuh), dapat dibengkokkan, dan dapat
direntangkan menjadi kawat. Hal ini akibat kuatnya ikatan logam sehingga
atom-atom logam hanya bergeser, sedangkan ikatannya tidak terputus.
3. Penghantar/konduktor listrik yang baik. Hal ini akibat adanya elektron
valensi yang dapat bergerak bebas dan berpindah-pindah.

3.7 Memprediksi Jenis Ikatan

36
Sifat fisis senyawa sangat bergantung pada jenis ikatan antaratomnya.
Jenis ikatan tersebut dapat diperkirakan dengan memperhatikan jenis atom yang
berikatan, termasuk atom unsur logam atau nonlogam.

Ikatan ion terjadi antara logam golongan IA (kecuali H) dan atom


nonlogam, seperti golongan VIA atau VIIA. Ikatan ion juga terbentuk antara atom
logam golongan IIA dan atom nonlogam golongan VIA atau VIIA. Ikatan-ikatan
kovalen terjadi antara atom H dan atom golongan IVA, VA, VIA, atau VIIA. Jika
senyawa ionik dilarutkan dalam air, maka ikatan antara ion positif dan ion negatif
akan putus sehingga senyawa tersebut akan larut dalam bentuk ion-ion yang dapat
menghantarkan arus listrik. Adapun senyawa kovalen terbentuk oleh pasangan
elektron bersama sehingga molekul senyawa kovalen tidak mengandung muatan.
Akibatnya, lelehan senyawa kovalen tidak dapat menghantarkan arus listrik.

Dalam bentuk larutannya, senyawa kovalen ada yang mengalami ionisasi


dan ada yang tidak. Senyawa kovalen yang mengalami ionisasi dalam larutannya
dapat menghantarkan arus listrik. Senyawa-senyawa tersebut umumnya
merupakan senyawa kovalen polar.

37
STOIKIOMETRI
4.1 Tata Nama Senyawa Sederhana
1. Tata Nama Senyawa Anorganik
a. Senyawa Molekul (Senyawa Kovalen) Biner
Senyawa biner adalah senyawa yang hanya terdiri dari dua jenis unsur,
misalnya air (H2O), amonia (NH3), dan karbon dioksida (CO2).
● Rumus senyawa: Unsur yang terdapat lebih dahulu dalam urutan berikut,
ditulis di depan.
B – Si – C – Sb – As – P – N – H – S – I – Br – Cl – O – F
Contoh: Rumus kimia amonia lazim ditulis sebagai NH3, bukan H3N; dan
rumus kimia air lazim ditulis sebagai H2O, bukan OH2.

● Nama senyawa: Nama senyawa kovalen biner adalah rangkaian nama


kedua jenis unsur dengan akhiran —ida pada nama unsur yang kedua.
Contoh:
HCl : hidrogen klorida
H2S : hidrogen sulfida

Jika pasangan unsur yang bersenyawa membentuk lebih dari sejenis


senyawa, maka senyawa-senyawa itu akan dibedakan dengan
menyebutkan angka indeksnya dalam bahasa Yunani. Indeks satu tidak
perlu disebutkan, kecuali untuk karbon monoksida.
1 = mono 6 = heksa
2 = di 7 = hepta
3 = tri 8 = okta
4 = tetra 9 = nona
5 = penta 10 = deka

38
Contoh:
CO : karbon monoksida
CO2 : karbon dioksida
N2O : dinitrogen oksida
NO : nitrogen monoksida
N2O3 : dinitrogen trioksida

● Senyawa yang sudah umum dikenal tidak perlu mengikuti aturan di atas.
Contoh:
H2O : air
NH3 : amonia
CH4 : metana

b. Tata Nama Senyawa Ion


Senyawa ion terdiri atas suatu kation dan suatu anion. Kation umumnya
adalah suatu ion logam, sedangkan anion dapat berupa anion tunggal atau
suatu anoin poliatom.

Tabel 4.1 Beberapa Jenis Kation

No. Rumus Nama Ion No. Rumus Nama Ion


1. Na+ Natrium 13. Pb2+ Timbel (II)
2. K+ Kalium 14. Pb4+ Timbel (IV)
3. Mg2+ Magnesium 15. Fe2+ Besi (II)
4. Ca2+ Kalsium 16. Fe3+ Besi (III)
5. Sr2+ Stronsium 17. Hg+ Raksa (I)
6. Ba2+ Barium 18. Hg2+ Raksa (II)
7. Al3+ Aluminium 19. Cu+ Tembaga (I)
8. Zn2+ Zink 20. Cu2+ Tembaga (II)
9. Ni2+ Nikel 21. Au+ Emas (I)
10. Ag+ Perak 22. Au3+ Emas (III)
11. Sn2+ Timah (II) 23. Pt4+ Platina (IV)
12. Sn4+ Timah (IV) 24. NH4+ Amonium

39
Tabel 4.2 Beberapa Jenis Anion

No. Rumus Nama Ion No. Rumus Nama Ion


1. OH− Hidroksida 16. SO42− Sulfat
2. O2— Oksida 17. PO33− Fosfit
3. F− Florida 18. PO43− Fosfat
4. Cl− Klorida 19. AsO33− Arsenit
5. Br− Bromida 20. AsO43− Arsenat
6. I− Iodida 21. SbO33− Antimonit
7. CN− Sianida 22. SbO43− Antimonat
8. S2− Sulfida 23. ClO− Hipoklorit
9. CO32− Karbonat 24. ClO2− Klorit
10. SiO32− Silikat 25. ClO3− Klorat
11. C2O42− Oksalat 26. ClO4− Perklorat
12. CH3COO− Asetat 27. MnO4− Permanganat
13. NO2− Nitrit 28. MnO42− Manganat
14. NO3− Nitrat 29. CrO42− Kromat
15. SO32− Sulfit 30. Cr2O72− Dikromat

● Rumus senyawa: Kation ditulis di depan.


Contoh: Rumus kimia natrium klorida ditulis NaCl, bukan ClNa.

Rumus senyawa ion ditentukan oleh perbandingan muatan kation dan


anionnya. Kation dan anion diberi indeks sedemikian rupa sehingga
senyawa bersifat netral (∑ muatan positif = ∑ muatan negatif).

Tabel 4.3 Beberapa Contoh Rumus Senyawa Ion

Kation Anion Rumus Garam Nama Garam


Na+ NO3− NaNO3 Natrium nitrat
Ca2+ NO3− Ca(NO3)2 Kalsium nitrat
Al3+ SO42− Al2(SO4)3 Aluminium sulfat
Sn4+ SO42− Sn(SO4)2 Timah(IV) sulfat
Cu2+ S2− CuS Tembaga(II) sulfida

40
● Nama senyawa: Nama senyawa ion adalah rangkaian nama kation (di
depan) dan nama anionnya, angka indeks tidak disebut.
Contoh:
NaCl : natrium klorida
CaCl2 : kalsium klorida
Na2SO4 : natrium sulfat

Jika unsur logam mempunyai lebih dari sejenis bilangan oksidasi, maka
senyawa-senyawanya akan dibedakan dengan menuliskan bilangan
oksidasinya yang ditulis dalam tanda kurung dengan angka Romawi di
belakang nama unsur logam itu.
Contoh:
FeCl2 : besi(II) klorida
FeCl3 : besi(III) klorida
Fe2S3 : besi(III) sulfida
SnO : timah(II) oksida
SnO2 : timah(IV) oksida

c. Tata Nama Asam


Asam adalah senyawa hidrogen yang di dalam air mempunyai rasa masam.
Rumus kimia asam umumnya terdiri dari atom hidrogen (umumnya ditulis di
depan, dapat dilepas sebagai ion H+) dan suatu anion yang disebut sisa asam.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa asam adalah senyawa molekul, bukan
senyawa ion. Nama anion sisa asam sama dengan asam yang bersangkutan
tanpa kata asam.
Contoh: H3PO4
Nama asam : asam fosfat
Rumus sisa asam : PO43−

Rumus molekul dan nama dari beberapa asam yang lazim ditemukan dalam
laboratorium atau kehidupan sehari-hari:
HCl : asam klorida (dalam getah lambung)
H2SO4 : asam sulfat (dalam aki)

41
HNO3 : asam nitrat
H3PO4 : asam fosfat
CH3COOH : asam asetat (asam cuka)

d. Tata Nama Basa


Basa adalah senyawa ion dari suatu logam dengan ion hidroksida (OH−).
Larutan basa bersifat kaustik, jika terkena kulit akan terasa licin seperti
bersabun. Tata nama basa sama dengan tata nama senyawa ion yang telah
dibahas di atas.
Contoh:
NaOH : natrium hidroksida (soda kaustik)
Ca(OH)2 : kalsium hidroksida (kapur sirih)
Al(OH3) : aluminium hidroksida (dalam obat maag)
Fe(OH)2 : besi(II) hidroksida

2. Tata Nama Senyawa Organik


Senyawa organik adalah senyawa-senyawa karbon dengan sifat-sifat
tertentu. Senyawa organik mempunyai tata nama khusus. Berikut ini adalah nama
lazim dari beberapa senyawa organik tersebut.
CH4 : metana (gas rawa, gas alam, atau gas tambang)
CO(NH2)2 : urea (ureum)
CH3COOH : asam cuka (asam asetat)
C6H12O6 : glukosa (gula darah, gula anggur)
C12H22O11 : sukrosa (gula tebu)
HCHO : formaldehida (bahan formalin)
CHCl3 : kloroform (suatu bahan pembius)
CHI3 : iodoform (suatu antiseptik)
CH3CH2OH : etanol (alkohol)
CH3COCH3 : aseton (digunakan sebagai pembersih kuteks)

42
4.2 Hukum-Hukum Dasar Kimia
1. Hukum Lavoisier (Hukum Kekekalan Massa)
Antoine Laurent Lavoisier telah menyelidiki massa zat sebelum dan
sesudah reaksi. Lavoisier menimbang zat sebelum bereaksi kemudian menimbang
hasil reaksinya. Ternyata massa zat sebelum dan sesudah reaksi selalu sama.
Lavoisier menyimpulkan hasil penemuannya dalam suatu hukum yang disebut
Hukum Kekekalan Massa: “Dalam sistem tertutup, massa zat sebelum dan
sesudah reaksi adalah sama”.

2. Hukum Proust (Hukum Perbandingan Tetap)


Pada tahun 1799, Joseph Louis Proust menemukan satu sifat penting dari
senyawa, yang disebut Hukum Perbandingan Tetap. Berdasarkan penelitian
terhadap berbagai senyawa yang dilakukannya, Proust menyimpulkan bahwa
perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu senyawa adalah tertentu dan tetap.
Senyawa yang sama, meskipun berasal dari daerah yang berbeda atau dibuat
dengan cara-cara yang berbeda, ternyata mempunyai komposisi yang sama.

3. Hukum Dalton (Hukum Kelipatan Berganda)


Hukum Kelipatan Berganda berkaitan dengan pasangan unsur yang
dapat membentuk lebih dari satu jenis senyawa. Contohnya adalah pasangan
karbon dengan oksigen yang dapat membentuk dua jenis senyawa, yaitu karbon
monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). Menurut Dalton, jika massa dari
salah satu unsur dalam kedua senyawa tersebut adalah sama, maka
perbandingan massa unsur yang satu lagi dalam kedua senyawa itu merupakan
bilangan bulat dan sederhana.

4.3 Persamaan Reaksi


1. Pengertian
Reaksi kimia mengubah zat-zat asal (pereaksi = reaktan) menjadi zat-zat
baru (produk). Perubahan yang terjadi dapat dipaparkan dengan menggunakan
rumus kimia zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Cara pemaparan ini kita sebut
persamaan reaksi. Misalnya, reaksi antara gas hidrogen dengan gas oksigen
membentuk air dipaparkan sebagai berikut.

43
2H2(g) + O2(g) → 2H2O(l)

Tanda panah menunjukkan arah reaksi dan dapat dibaca sebagai


“membentuk” atau “bereaksi menjadi”, atau istilah lain yang sesuai. Huruf kecil
miring dalam tanda kurung yang mengikuti rumus kimia zat dalam persamaan
reaksi menyatakan wujud atau keadaan zat yang bersangkutan. Huruf g berarti
gas, l berarti cairan (liquid), s berarti padatan (solid), dan aq berarti larutan dalam
air (aqueous, baca: akues). Bilangan yang mendahului rumus kimia zat dalam
persamaan reaksi disebut koefisien reaksi. Pada contoh di atas, koefisien reaksi
hidrogen adalah 2, koefisien reaksi oksigen adalah 1, dan koefisien reaksi air
adalah 2. Koefisien reaksi 1 tidak perlu ditulis.

Koefisien reaksi menyatakan perbandingan partikel zat yang terlibat


dalam reaksi. Untuk contoh di atas, koefisien reaksi menunjukkan bahwa tiap dua
molekul hidrogen bereaksi dengan satu molekul oksigen membentuk dua molekul
air. Oleh karena koefisien reaksi merupakan angka perbandingan, maka koefisien
reaksi haruslah bilangan bulat paling sederhana.

Pemberian koefisien reaksi sesuai dengan teori atom Dalton yang


menyatakan bahwa dalam reaksi kimia atom-atom tidak dimusnahkan, tidak
diciptakan, dan tidak diubah menjadi atom lain, melainkan hanya mengalami
penataan ulang. Oleh karena itu, jenis dan jumlah atom sebelum dan sesudah
reaksi harus sama. Pada contoh di atas, dapat kita lihat bahwa jumlah atom H di
ruas kiri = ruas kanan = 4; demikian juga jumlah atom O di ruas kiri = ruas kanan
= 2. Persamaan reaksi yang sudah diberi koefisien yang sesuai disebut persamaan
setara. Istilah “persamaan” digunakan dalam “persamaan reaksi” karena
kesetaraan atom-atom sebelum dan sesudah reaksi.

Persamaan reaksi yang sudah setara juga mencerminkan hukum


kekekalan massa atau hukum Lavoisier. Jika jenis dan jumlah atom sebelum dan
sesudah reaksi telah sama, maka massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi tentu
akan sama.

44
2. Menuliskan Persamaan Reaksi
Penulisan persamaan reaksi harus dilakukan secara akurat, khususnya
menyangkut rumus kimia dari zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Penulisan
persamaan reaksi dapat dilakukan dengan tiga langkah, sebagai berikut.
a. Menuliskan persamaan kata-kata yang terdiri dari nama dan keadaan zat (zat-
zat) pereaksi serta nama dan keadaan zat (zat-zat) hasil reaksi.
b. Menuliskan persamaan rumus yang terdiri dari rumus kimia zat (zat-zat)
pereaksi dan zat (zat-zat) hasil reaksi, lengkap dengan keterangan tentang
wujud/keadaannya.
c. Menyetarakan, yaitu memberi koefisien yang sesuai sehingga jumlah atom
setiap unsur sama pada kedua ruas.

Contoh:
Aluminium bereaksi dengan larutan asam sulfat membentuk larutan aluminium
sulfat dan gas hidrogen.
Langkah 1: menuliskan persamaan kata-kata.
Aluminium + larutan asam sulfat → larutan aluminium sulfat + gas hidrogen

Langkah 2: menuliskan persamaan rumus.


Al(s) + H2SO4(aq) → Al2(SO4)3(aq) + H2(aq) (belum setara)

Langkah 3: penyetaraan.
2Al(s) + 3H2SO4(aq) → Al2(SO4)3(aq) + 3H2(aq) (setara)

3. Menyetarakan Persamaan Reaksi


Telah disebutkan bahwa pada reaksi kimia atom-atom mengalami
penataan ulang, tetapi jenis dan jumlah atom sebelum dan sesudah reaksi adalah
sama. Untuk menyamakan jenis dan jumlah atom tersebut, maka reaksi perlu
disetarakan, yaitu dengan memberi koefisien yang tepat. Banyak reaksi yang
dapat disetarakan dengan jalan menebak, akan tetapi sebagai permulaan, ikutilah
langkah berikut ini.
a. Tetapkan koefisien salah satu zat, biasanya zat yang rumusnya paling
kompleks, sama dengan 1, sedangkan zat lain diberikan koefisien sementara
dengan huruf.

45
b. Setarakan terlebih dahulu unsur yang terkait langsung dengan zat yang diberi
koefisien 1 itu.
c. Setarakan unsur lainnya. Biasanya akan membantu jika atom O disetarakan
paling akhir.

Contoh:
Reaksi aluminium dengan larutan asam klorida membentuk larutan aluminium
klorida dan gas hidrogen.

Al(s) + HCl(aq) → AlCl3(g) + H2(g) (belum setara)

a. Tetapkan koefisien AlCl3 = 1, sedangkan zat lainnya dengan koefisien


sementara.

aAl(s) + bHCl(aq) → 1AlCl3(g) + cH2(g)

b. Setarakan atom Al dan Cl.


Penyetaraan atom Al : Jumlah atom Al di ruas kiri = a, sedangkan di ruas
kanan = 1, berarti a = 1.
Penyetaraan atom Cl : Jumlah atom Cl di ruas kiri = b, sedangkan di ruas
kanan = 3, berarti b = 3.

1Al(s) + 3HCl(aq) → 1AlCl3(g) + cH2(g)

c. Setarakan H: Jumlah atom H di ruas kiri = 3, di ruas kanan = 2c, berarti 2c =


3, atau c = 1,5.

1Al(s) + 3HCl(aq) → 1AlCl3(g) + 1,5H2(g)

Akhirnya, untuk membulatkan pecahan setengah, semua koefisien dikalikan


dua:

2Al(s) + 6HCl(aq) → 2AlCl3(g) + 3H2(g) (setara)

46
4.4 Hukum Gay Lussac dan Hipotesis Avogadro
1. Hukum Gay Lussac
Gay Lussac menyimpulkan penemuannya dalam suatu hukum yang
disebut Hukum Perbandingan Volum sebagai berikut: “Bila diukur pada suhu
dan tekanan yang sama, volum gas yang bereaksi dan gas hasil reaksi berbanding
sebagai bilangan bulat dan sederhana.”

2. Hipotesis Avogadro
Avogadro dapat menjelaskan hukum perbandingan volum dengan
mengajukan hipotesis sebagai berikut: Pada suhu dan tekanan sama, semua gas
bervolum sama mengandung jumlah molekul yang sama pula. Jadi, perbandingan
volum gas-gas itu juga merupakan perbandingan jumlah molekul yang terlibat
dalam reaksi. Dengan kata lain, perbandingan volum gas-gas yang bereaksi
sama dengan koefisien reaksinya.

3. Stoikiometri Reaksi-Reaksi Gas


Hukum Gay Lussac dan hipotesis Avogadro menjadi dasar bagi
stoikiometri reaksi-reaksi gas. Jika pengukuran dilakukan pada suhu dan tekanan
sama, maka perbandingan volum gas yang terlibat dalam reaksi akan sama dengan
koefisien reaksinya. Oleh karena itu, jika volum salah satu komponen diketahui,
maka volum komponen lainnya dapat ditentukan.

4.5 Konsep Mol


1. Pengertian Mol
Setiap zat yang ada di alam tersusun atas partikel-partikel dalam bentuk
atom, molekul, dan ion. Ukuran dan massa dari partikel-partikel ini sangatlah
kecil, namun jumlahnya sangat banyak sehingga kita kesulitan untuk
mengukurnya. Karena alasan inilah muncul suatu istilah yang disebut dengan mol.

Kata mol berasal dari bahasa Latin, moles, yang artinya sejumlah massa.
Mol merupakan suatu satuan jumlah yang menyatakan banyaknya partikel dari
suatu zat. Jumlah partikel-partikel atom, molekul, atau ion dalam 1 mol zat akan

47
sama dengan jumlah partikel-partikel dalam 1 mol zat lainnya. Namun, massa
setiap zat dalam 1 mol tidaklah sama.

2. Standar Mol
Massa atom dan molekul yang sangat kecil menjadikannya sulit untuk
ditentukan dengan menggunakan timbangan. Karena itu, untuk memudahkan
penentuannya, digunakanlah suatu standar. Di sisi lain, mol juga didefinisikan
sebagai sejumlah massa zat yang mengandung partikel sebanyak atom yang
terdapat dalam 12 gram C-12. Jadi, standar mol adalah 12 gram C-12.

Jumlah partikel atom karbon yang terdapat dalam 12 gram atom C-12
merupakan suatu bilangan yang sangat besar dan disebut tetapan Avogadro
(dilambangkan dengan L). Melalui berbagai percobaan, para ahli menemukan
bahwa jumlah partikel dalam 1 mol zat adalah 6,0204696 x 1023 (≈ 6,02 x 1023).
Berikut penjelasannya:

1 sma = 1,661 x 10−24 gram


Massa 1 atom C-12 = 12 sma = 12 x 1,661 x 10 −24 gram = 1,9932 x 10−23
gram
Jumlah partikel atom C-12 dalam 12 gram unsur C-12 =
12 gram
−23 −1
=6,0204696× 1023 atomC−12
1,9932×10 gram .atom
23
≈ 6,02 ×10 atomC−12

Jadi, dalam 1 mol atom C-12 terdapat 6,02 x 1023 atom C-12. Berdasarkan hal
tersebut, dapat disimpulkan bahwa 1 mol suatu zat (unsur atau senyawa) adalah
sejumlah zat tersebut yang mengandung 6,02 x 1023 partikel (atom, molekul, atau
ion). Misalnya,

1 mol unsur Fe mengandung 6,02 x 1023 atom Fe.


1 mol senyawa H2O mengandung 6,02 x 1023 molekul H2O.
1 mol ion Na+ atau Cl− mengandung 6,02 x 1023 ion Na+ atau Cl−.

48
3. Hubungan Mol dengan Jumlah Partikel
Dari kesimpulan pada pembahasan sebelumnya, sebenarnya sudah dapat
dirumuskan hubungan antara jumlah mol (n) dengan jumlah partikel (x), yaitu:

x=n × L

di mana L adalah tetapan Avogadro.

4. Massa Molar (mm)


Meskipun mempunyai jumlah mol yang sama, baik atom maupun
molekul mempunyai massa yang berbeda, bergantung pada jenisnya. Massa 1 mol
zat sama dengan Ar atau Mr-nya dalam satuan gram. Dengan kata lain, Ar atau Mr
zat menyatakan massa (gram) dari 1 mol zat itu. Massa 1 mol zat inilah yang
disebut dengan massa molar (dilambangkan dengan mm) dan satuannya adalah
gram mol−1. Dengan demikian, hubungan antara jumlah mol (n) dengan massa
suatu zat (m) dapat dirumuskan sebagai:

m=n× m m

di mana mm = massa molar

5. Volum Molar Gas (Vm)


Hukum Avogadro menyatakan bahwa gas-gas bervolum sama
mengandung jumlah molekul yang sama pula, asal diukur pada suhu dan tekanan
yang sama. Ini berarti bahwa gas-gas dengan jumlah molekul sama akan
mempunyai volum yang sama pula. Oleh karena 1 mol setiap gas mempunyai
jumlah molekul sama (yaitu 6,02 x 1023 molekul), maka pada suhu dan tekanan
yang sama, 1 mol setiap gas akan mempunyai volum yang sama. Jadi, volum gas
tidak bergantung pada jenisnya, tetapi hanya pada jumlah mol serta suhu dan
tekanan pengukuran. Misalnya, jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama,
maka volum 1 mol gas O2 akan sama dengan volum 1 mol gas CO2.

Volum molar gas (dilambangkan dengan Vm) adalah volum per mol gas.
Jadi, pada suhu dan tekanan yang sama, volum gas hanya bergantung pada jumlah
molnya.

49
V =n× V m

di mana V = volum gas


n = jumlah mol
Vm = volum molar

Volum molar gas bergantung pada suhu dan tekanan. Berikut ini
merupakan beberapa kondisi yang biasa dijadikan acuan penentuan volum gas.

a. Keadaan Standar
Keadaan standar adalah keadaan dengan suhu 0°C dan tekanan 1 atm.
Keadaan ini dinyatakan dengan STP (Standard Temperature and Pressure).
Pada keadaan STP, volum molar gas adalah 22,4 L mol−1.

Pada keadaan STP: Vm = 22,4 L mol−1

b. Keadaan Kamar
Keadaan kamar adalah keadaan dengan suhu 25°C dan tekanan 1 atm.
Keadaan ini dinyatakan dengan RTP (Room Temperature and Pressure).
Volum molar gas pada keadaan RTP adalah 24 L mol−1.

Pada keadaan RTP: Vm = 24 L mol−1

6. Persamaan Gas Ideal


Volum gas pada suhu dan tekanan tertentu dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan gas ideal:

nRT
PV =nRT → V =
P

di mana P = tekanan gas (dalam atm; 1 atm = 76 cmHg)


V = volum gas (dalam Liter)
n = jumlah mol gas
R = tetapan gas (0,082 L atm mol−1 K−1)
T = suhu mutlak gas (dalam Kelvin = 273 + suhu dalam Celcius)

50
7. Kemolaran Larutan
Larutan adalah campuran homogen dari dua jenis atau lebih zat terlarut.
Banyak-sedikitnya zat terlarut dalam larutan menentukan kepekatan larutan.
Larutan yang mengandung banyak zat terlarut disebut larutan pekat, sedangkan
yang mengandung sedikit zat terlarut disebut larutan encer. Salah satu cara
menyatakan kepekatan larutan yang digunakan dalam ilmu kimia adalah dengan
kemolaran (M). Salah satu keuntungan yang diperoleh jika konsentrasi larutan
dinyatakan dalam kemolaran adalah kemudahan untuk mengetahui jumlah mol zat
terlarut dalam volum tertentu larutan.

Kemolaran menyatakan jumlah mol zat yang terlarut dalam tiap Liter
larutan.

n
M=
V

di mana M = kemolaran larutan


n = jumlah mol zat terlarut
V = volum larutan

Satuan kemolaran adalah mol L−1. Sebagai contoh, larutan NaCl 0,2 M berarti
dalam tiap Liter larutan itu terdapat 0,2 mol (= 11,7 gram) NaCl.

4.6 Stoikiometri Senyawa


Konsep mol dapat digunakan untuk menentukan rumus kimia suatu
senyawa yang belum diketahui. Rumus kimia suatu senyawa dapat menjelaskan
atau menyatakan jumlah relatif atom yang terdapat dalam senyawa tersebut.
Terdapat 2 jenis rumus kimia, yaitu rumus molekul dan rumus empiris. Rumus
molekul dan rumus empiris dari beberapa senyawa dapat dilihat pada tabel berikut
ini.

51
Tabel 4.4 Rumus Molekul dan Rumus Empiris dari Beberapa Senyawa

Senyawa Rumus Molekul Rumus Empiris


Etuna C2H2 CH
Benzena C6H6 CH
Etana C2H6 CH3
Etena C2H4 CH2
Air H2O H2O

1. Menentukan Rumus Empiris


Rumus empiris atau rumus perbandingan suatu senyawa menyatakan
perbandingan paling sederhana dari atom-atom unsur penyusun senyawa. Jadi,
pada penetapan rumus empiris suatu senyawa, hal yang harus diupayakan adalah
menentukan jumlah mol atau perbandingan mol unsur-unsur penyusun senyawa
tersebut. Data yang diperlukan untuk penentuan rumus empiris adalah:
a. Jenis unsur penyusun senyawa (ditentukan dengan analisis kualitatif)
b. Perbandingan massa antarunsur dalam senyawa (ditentukan dengan analisis
kuantitatif)

2. Menentukan Rumus Molekul


Dikenal beberapa senyawa dengan rumus empiris CH2O, antara lain:
a. Formaldehida, HCHO atau (CH2O); Mr = 30.
b. Asam asetat, CH3COOH atau (CH2O)2; Mr = 60.
c. Glukosa, C6H12O6 atau (CH2O)6; Mr = 180.

Ketiga senyawa tersebut dapat dinyatakan sebagai (CH 2O)n, dengan n = 1


untuk formaldehida, 2 untuk asam asetat, dan 6 untuk glukosa. Secara umum, jika
rumus empiris senyawa adalah RE, maka rumus molekulnya dapat dinyatakan
sebagai (RE)n; adapun harga n bergantung pada massa molekul relatif (Mr) dari
senyawa yang bersangkutan.

3. Menentukan Kadar Unsur dalam Senyawa


Rumus empiris senyawa dapat ditentukan jika kadar unsur-unsurnya
diketahui. Hal sebaliknya tentu dapat berlaku. Seperti telah diketahui, rumus

52
kimia senyawa menyatakan perbandingan mol atom unsur penyusunnya. Dari
perbandingan atom dapat ditentukan perbandingan massa dan kadar (% massa)
unsur-unsur penyusun senyawa.

Rumus untuk menghitung kadar unsur dalam suatu senyawa adalah


sebagai berikut:

x × Ar
Kadar= ×100 %
Mr

di mana x adalah jumlah atom unsur dalam 1 molekul senyawa = indeks dari
unsur yang bersangkutan dalam rumus kimia senyawa.

4.7 Stoikiometri Reaksi


Stoikiometri reaksi berkaitan dengan aspek kuantitatif zat-zat yang
terlibat dalam reaksi.

1. Koefisien Reaksi sebagai Dasar Stoikiometri Reaksi


Koefisien reaksi menyatakan perbandingan mol dari zat-zat yang terlibat
dalam reaksi. Dari koefisien reaksi, kita dapat menentukan massa suatu zat yang
diperlukan untuk suatu reaksi. Teknisnya, mol salah satu zat harus diketahui. Oleh
karena 1 mol setiap zat mengandung jumlah partikel yang sama, maka koefisien
reaksi juga merupakan perbandingan jumlah mol zat yang terlibat dalam reaksi.

2. Hitungan Kimia Sederhana


Yang tergolong sebagai hitungan kimia sederhana adalah menghitung
jumlah suatu zat yang diperlukan atau dihasilkan dalam suatu reaksi di mana
jumlah salah satu zat dalam reaksi diketahui. Hitungan kimia sederhana dapat
diselesaikan menurut 4 langkah berikut:
a. Menuliskan persamaan reaksi setara.
b. Menyatakan jumlah mol zat yang diketahui.
c. Menentukan jumlah mol zat yang ditanya berdasarkan perbandingan
koefisien reaksi.
d. Menyesuaikan jawaban dengan pertanyaan.

53
3. Pereaksi Pembatas
a. Pengertian Pereaksi Pembatas
Jika kita mereaksikan dua atau lebih pereaksi dengan jumlah sembarang,
maka akan terdapat peluang sebagian pereaksi akan habis lebih dahulu dan
sebagian pereaksi yang lain tersisa. Pereaksi yang habis dahulu dibandingkan
pereaksi yang lain dinamakan pereaksi pembatas.

Dalam suatu reaksi kimia, jika satu dari zat yang bereaksi habis, maka
otomatis reaksi akan terhenti. Oleh karena itu, pereaksi pembatas adalah zat
yang menentukan seberapa banyak zat yang bereaksi dan seberapa banyak zat
yang dihasilkan.

b. Menentukan Pereaksi Pembatas


Seringkali tidak mudah menentukan pereaksi mana yang merupakan pereaksi
pembatas. Berikut ini merupakan prosedur yang dapat dilakukan untuk
mempermudah menentukan pereaksi pembatas:
● Tuliskan persamaan reaksi yang telah disetarakan.
● Tentukan jumlah mol setiap pereaksi.
● Bagi mol setiap pereaksi dengan koefisien pereaksinya.
- Hasil bagi terkecil merupakan pereaksi pembatas.
- Hasil bagi lainnya merupakan pereaksi yang tersisa.
● Gunakan mol pereaksi pembatas sebagai patokan untuk menghitung
jumlah pereaksi yang habis, jumlah pereaksi yang tersisa, dan jumlah zat
hasil reaksi yang terbentuk.

4. Menentukan Rumus Kimia Hidrat


Hidrat adalah zat padat yang mengikat beberapa molekul air sebagai
bagian dari struktur kristalnya. Jika suatu hidrat dilarutkan dalam air, maka air
kristalnya akan lepas.

CuSO4.5H2O(s) → CuSO4(aq) + 5H2O(l)

Dua sifat hidrat di atas dapat digunakan untuk menentukan jumlah molekul air
dari suatu hidrat.

54

Anda mungkin juga menyukai