Anda di halaman 1dari 5

MANAJEMEN SUMBER DAYA LAHAN

A. Kelas Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk


penggunaan tertentu. Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian pengelompokan
suatu kawasan tertentu. Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian dan
pengelompokan suatu kawasan tertentu dari lahan dalam hubungannya dengan penggunaan
yang dipertimbangkan (FAO, 1976) dalam Sitorus (1998).Struktur dari kesesuaian lahan
menurut metode FAO (1976) yang terdiri dari empat kategori yaitu :

(1) Ordo : menunjukkan jenis/macam kesesuaian atau keadaan kesesuaian secara


umum.

(2) Kelas : menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.

(3) Sub-kelas : menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan di
dalam kelas.

(4) Unit : menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam


pengelolaan di dalam sub-kelas.

Ordo

Tingkat ini menunjukkan apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan
tertentu. Oleh karena itu ordo kesesuaian lahan dibagi dua, yaitu :

a. Ordo S : Sesuai

Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan untuk suatu
penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap
sumber daya lahannya. Keuntungan yang diharapkan dari hasil pemanfaatan lahan ini akan
melebihi masukan yang diberikan.

b. Ordo N : Tidak Sesuai

Lahan yang termasuk ordo ini mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga
mencegah suatu penggunaan secara lestari.
Kelas

Ada tiga kelas dari ordo tanah yang sesuai dan dua kelas untuk ordo tidak sesuai, yaitu :

-Kelas S1 : Sangat Sesuai

Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan secara lestari atau
hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap
produksinya serta tidak akan menaikkan masukan dari apa yang telah biasa diberikan.

-Kelas S2 : Cukup Sesuai

Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari.
Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan sehingga akan meningkatkan
masukan yang diperlukan.

-Kelas S3 : Sesuai Marjinal

Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang
lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan
masukan yang diperlukan.

-Kelas N1 : Tidak Sesuai pada saat ini

Lahan yang mempunyai pembatas yang lebih berat, tetapi masih mungkin diatasi.

-Kelas N2 : Tidak Sesuai selamanya

Lahan yang mempunyai pembatas yang permanen, mencegah segala kemungkinan


penggunaan lahan.

Sub Kelas

Sub kelas kesesuaian lahan menggambatkan jenis faktor pembatas. Sub kelas
ditunjukkan oleh huruf jenis pembatas yang ditempatkan sesudah simbol S2, S3, atau N
sedangkan S1 tidak mempunyai sub kelas karena tidak mempunyai faktor pembatas.

Beberapa jenis pembatas yang menentukan sub kelas kesesuaian lahan, yaitu :

a. Pembatas iklim (c)

b. Pembatas topografi (t)

c. Pembatas kebasahan (w)

d. Pembatas faktor fisik tanah (s)

e. Pembatas faktor kesuburan tanah (f)


f. Pembatas salinitas dan alkalinitas (n)

B. Pengelolahan Lahan Kering

1. Pengertian Lahan Kering

Lahan kering adalah bagian dari ekosistem teresterial yang luasnya relatif luas
dibandingkan dengan lahan basah (Odum, 1971).
Menurut Hidayat dkk (2000) lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah
digenangi air atau tergenang air pada sebagian waktu selama setahun.
Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan
menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan.

2. Contoh Lahan Kering

Berdasarkan Iklim
a. Lahan kering iklim basah (LKIB) yaitu daerah yang memiliki curah hujan diatas 2500
mm/tahun.
b. Lahan kering iklim kering (LKIK) yaitu daerah yang memiliki curah hujan dibawah 2000
mm/tahun.

3. Pemanfaatan Lahan Kering


Nursyamsi (1996) mengemukakan bahwa teknologi utama dalam pengelolaan tanah masam
adalah:
a. Pengapuran.
b. Pemupukan.
c. Pemberian bahan organik.
d. Penggunaan tanaman yang toleran terhadap aluminium.

Safuan (2002) menyimpulkan bahwa untuk meningkatkan peroduktifitas sistem pertanian


lahan kering masam di daerah tropika secara berkelanjutan dapat dilakukan melalui:
a. Pemulsaan dan pengolahan tanah.
b. Penambahan bahan organik, kapur dan pupuk NPK.
c. Optimalisasi pola tanam.
d. Konservasi tanah.

4. Kendala Lahan Kering


Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan lahan kering antara lain : 
a. Tingkat kesuburan tanah relatif rendah.
b. Mudah tererosi.
c. Ketersediaan air terbatas.
d. Topografi umumnya tidak datar.

5. Solosi Untuk Lahan Kering


Adapun solosi untuk lahan kering :
a. Perlunya pengolahan tanah yang baik.
b. Pemberian pupuk organik pada lahan kering.
c. Pembuatan teras, agar permukaan tanah yang miring menjadi bertingkat-tingkat untuk
mengurangi kecepatan air yang meresap kedalam tanah.
d. Melakukan konservasi secara kultur teknis.
e. Penggunaan varietas unggul yang tahan terhadap kekeringan.
f. Melakukan pola tanam yang efektif.

B. Pengelolahan Tanah Sawah

Pengolahan tanah sawah dalam usaha budidaya padi bertujuan untuk menciptakan
keadaan tanah olah yang siap tanam baik secara fisis, kimia, maupun biologis sehingga
tanaman yang dibudidayakan akan tumbuh dengan baik. Agar memberikan hasil maksimal,
lahan sawah harus diolah secara baik.
Pengolahan lahan yang baik sebelum padi ditanami adalah salah satu kunci utama
dari keberhasilan panen. Pengolahan lahan untuk tanaman padi sangat penting untuk
diperhatikan. Karena lahan sawah merupakan tempat mengambil cadangan hara yang
dibutuhkan tanaman padi. Oleh karena itu, pertumbuhan tanaman padi di antaranya akan
dipengaruhi oleh sejauh mana proses pengolahan yang dilakukan sebelum ditanami.
Selain itu, pengolahan tanah juga bertujuan untuk memperoleh struktur tanah yang
dibutuhkan bagi pertumbuhan benih atau akar. Struktur remah diperlukan guna
memungkinkan peresapan yang cepat dan ketahanan terhadap hujan, untuk mendapatkan
kandungan dan pertukaran udara yang cukup di dalam tanah, dan untuk memperkecil
hambatan terhadap penembusan akar. Sebaliknya, suatu persemaian yang baik umumnya
membutuhkan partikel yang lebih halus dan kepadatan yang lebih tinggi di sekitar benih.
Kegiatan pengolahan tanah yang baik dibagi dalam dua tahap, yaitu: Pengolahan tanah
pertama (pembajakan), dan pengolahan tanah kedua (penggaruan). Dalam pengolahan tanah
pertama, tanah dipotong, kemudian dibalik agar sisa tanaman dan gulma yang ada di
permukaan tanah terpotong dan terbenam.
Kedalaman pemotongan dan pembalikan tanah umumnya antara 15 sampai 20 cm.
Dalam proses ini sebaiknya ditambahkan pupuk organik, seperti Petroganik agar kandungan
hara dan pertumbuhan mikroba dalam tanah dapat meningkat. Disamping itu, penggunaan
pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah serta faktor-faktor
pertumbuhan lainnya yang biasanya tidak disediakan oleh pupuk anorganik.
Pengolahan tanah kedua, bertujuan menghancurkan bongkah tanah hasil pengolahan tanah
pertama yang besar menjad lebih kecil dan sisa tanaman dan gulma yang terbenam dipotong
lagi menjadi lebih halus sehingga akan mempercepat proses pembusukan. Dalam pengolahan
kedua ini dilakukan proses penggemburan atau proses pencampuran antara bahan organik
dengan tanah.
Proses ini dimaksudkan agar bahan organik dapat menyatu dengan lapisan olah
tanah. Usahakan selama pengolahan ini pasokan air agar mencukupi. Jangan terlalu kering
dan jangan terlalu basah. Proses pencampuran ini dilakukan sampai bahan organik benar-
benar menyatu dan melumpur dengan lapisan olah tanah. Setelah ini tanah disiapkan untuk
ditanami benih padi. 
C. Pengelolahan Tanah Gambut

Lahan gambut merupakan lahan marginal untuk pertanian karena kesuburannya yang
rendah, pH sangat masam, dan keadaan drainasenya yang jelek. Akan tetapi karena
keterbatasan lahan bertanah mineral, ekstensifikasi pertanian ke lahan gambut tidak dapat
dihindari. Lahan gambut yang penduduknya relatif jarang, menarik bagi investor karena
konflik hak atas penguasaan lahan gambut relatif lebih sedikit. Dewasa ini lahan gambut
digunakan untuk berbagai komoditas pertanian, termasuk kelapa sawit, karet, buah-buahan
dan sayur-sayuran. Dengan tingkat pengelolaan dan input tinggi, produktivitas lahan gambut
bisa lebih tinggi dari lahan mineral.

Luas lahan gambut Indonesia diperkirakan berkisar antara 17 - 21 juta ha. Data yang
akurat mengenai luas lahan gambut sulit ditemui karena terbatasnya survei dan pemetaan
tanah gambut, terutama di Provinsi Papua dan Papua Barat. Dengan luasan yang cukup besar
yaitu berkisar 9-11% dari luas daratan di Indonesia, maka sulit dihindari pengembangan
lahan pertanian ke lahan marginal ini, terutama di kabupaten dan provinsi yang luas lahannya
didominasi lahan gambut, seperti Provinsi Riau dan Kalimantan Tengah.

Anda mungkin juga menyukai