Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kekurangan gizi merupakan masalah kesehatan tertinggi di dunia, terutama di negara-
negara berkembang. Data statistik daripada United Nation Foods and Agriculture Organization
(FAO), menyatakan bahwa kekurangan gizi di dunia mencapai 1,02 milyar orang yaitu kira-kira
15% populasi dunia dan sebagian besar berasal dari negara berkembang. Anak-anak adalah
golongan yang sering mengalami masalah kekurangan gizi. Kira-kira setengah daripada 10,9 juta
anak yaitu kira-kira 5 juta anak meninggal setiap tahun akibat kekurangan gizi.1
Menurut data dari pada World Hunger Organization, terdapat empat jenis masalah kekurangan
gizi utama dan berpengaruh pada golongan berpendapatan rendah di negara
berkembang.Masalah gizi utama tersebut adalah KurangEnergi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi
(AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) (World
Hunger Organization,2009). Masalah malnutrisi pada anak usia bawah lima tahun dapat
mengganggu proses tumbuh kembang secara fisikal maupun mental dan ini dapat memberikan
dampak yang negatif pada sumber daya manusia pada masa mendatang. Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (riskesdas) Nasional, Departemen KesehatanRepublik Indonesia tahun 2007
menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk nasional berdasarkan presentase berat badan per umur
(BB/U) pada anak balita mencapai 5,4% dan gizi kurang sebesar 13 (Laporan Riset Kesehatan
Dasar Nasional,2007). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi balita gizi buruk
dan kurang di Indonesia mencapai 19,6 persen. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan
data Riskesdas 2010 sebesar 17,9 persen dan Riskesdas 2007 sebesar 18,4%.2
Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk,
oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.Salah satu cara untuk
menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah dengan menjadikan tatalaksana gizi
buruk sebagai upaya menangani setiap kasus yang ditemukan. Pada saat ini seiring dengan
perkembangan ilmu dan teknologi tatalaksana gizi buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat
ditangani dengan dua pendekatan. Gizi buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat,
anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah
sakit, Puskesmas perawatan, Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Center
(TFC), sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan. Penanganan
gizi buruk secara rawat jalan dan rawat inap merupakan jawaban terhadap pelaksanaan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Perbaikan Gizi, yaitu setiap anak gizi buruk yang ditemukan
harus mendapatkan perawatan sesuai dengan standar. Untuk melakukan penanganan anak gizi
buruk secara rawat jalan dan rawat inap diperlukan buku pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk.3

Daftar pustaka

- Food and Agriculture Organization of the Uninited Station (FAO). 2010. FAO Yearbook.
Fishery and Aquculture Statistics. http://www.fao.org/fishery/ publication/yearbook/en.
2. Tambipi S.ENAM PROVINSI SULIT KELUAR DARI PERMASALAHAN KEMISKINAN
DAN PREVALENSI GIZI KURANg
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2014/03/ENAM-PROVINSI-SULIT-KELUAR-
DARI-MISKIN-DAN-GIKUR.pdf

Anda mungkin juga menyukai