Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan
bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala,
salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau
kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.
Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata sangat berair.
Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai kedua mata.
Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan.
Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga
akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga berlebihan
sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah konjungtivitis yang disebabkan
oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal, banyak
kotoran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis virus
biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Walaupun demikian,
beberapa dokter tetap akan memberikan larutan astringen agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi
sekunder oleh bakteri tidak terjadi dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa tidak
nyaman di mata.
Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati konjungtivitis bakteri.
Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi di bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis
bakteri atau virus, dapat dilakukan kompres hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Tablet
atau tetes mata antihistamin cocok diberikan pada konjungtivitis alergi. Selain itu, air mata buatan
juga dapat diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus melindungi mata dari paparan alergen,
atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata. Untuk konjungtivitis papiler raksasa,
pengobatan utama adalah menghentikan paparan dengan benda yang diduga sebagai penyebab,
misalnya berhenti menggunakan lensa kontak. Selain itu dapat diberikan tetes mata yang berfungsi
untuk mengurangi peradangan dan rasa gatal di mata.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi vaskular, infiltrasi selular
dan eksudasi.1, 3

2.2 Klasifikasi

A. Konjungtivitis karena agen infeksi

B. Konjungtivitis Imunologik (Alergik)

C. Konjungtivitis akibat Penyakit Autoimun

D. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif

E. Konjungtivitis yang Penyebabnya tidak Diketahui

F. Konjungtivitis yang Berhubungan dengan Penyakit Sistemik

G. Konjungtivitis pada Dakriosistitis atau Kanalikulitis

2.3 Konjungtivitis karena agen infeksi

2.3.1 Konjungtivitis Bakterial

Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakterial: akut (dan subakut) dan menahun. Penyebab
konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus, dan Haemophilus.
Konjungtivitis bakterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme
seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan
memadai.

Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari sekian
antibakterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis
purulen yang disebabkan Neisseria gonorrhoeae atau Neisseria meningitides dapat
menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini

A. Tanda dan Gejala


- Iritasi mata,
- Mata merah,
- Sekret mata,
- Palpebra terasa lengket saat bangun tidur
- Kadang-kadang edema palpebra
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi dapat
menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti seprei, kain, dll. 1,5
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakterial, organism dapat diketahui dengan
pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram atau
Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear. 1,2,3 Kerokan konjungtiva
untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika
penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik,
namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada,
tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.
C. Komplikasi dan Sekuel
Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtiva stafilokokus kecuali pada pasien
sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi pada konjungtivitis
pseudomembranosa dan pada kasus tertentu yang diikuti ulserasi kornea dan perforasi. Ulserasi
kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorroeae, N konchii, N meningitides, H aegyptus, S
gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk camera anterior, dapat timbul iritis toksik. 1,3
D. Terapi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen mikrobiologiknya.
Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan terapi topical antimikroba. Pada
setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N
gonorroeae, dan N meningitides. Terapi topical dan sistemik harus segera dilaksanakan setelah materi
untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus dibilas dengan
larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit
ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara khusus hygiene perorangan.
E. Perjalanan dan Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat berlangsung selama
10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus (yang dapat
berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis gonokokus
(yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat
menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis
meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4
Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah
pengobatan yang menyulitkan.

2.3.2 Konjungtivitis Virus

1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut


a). Demam Faringokonjungtival
Ø Tanda dan gejala
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 ⁰C, sakit tenggorokan, dan
konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering sangat mencolok pada kedua
konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang
sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan). 1
Ø Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang –
kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi.
Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara serologic dengan
meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih
praktis.1,3,6
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang
tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa dan sukar
menular di kolam renang.1,3,6
Ø Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam sekitar
10 hari. 1
b). Keratokonjungtivitis Epidemika
Ø Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu mata saja,
dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang
dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan
subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema
palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan
konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti
parut datar atau pembentukan symblepharon. 1,3,4
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel terutama terdapat
di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa
meninggalkan parut. 1
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata. Namun,
pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan,
otitis media, dan diare.
Ø Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37 (subgroub
D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan
tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk
pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil. 1
Ø Penyebaran
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui jari-jari
tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian larutan yang
terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat ujung penetes
obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu,
yang menjadi sumber penyebaran. 1,3
Ø Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai penetes steril
pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara teratur di antara
pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya tonometer
juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian
dibilas dengan air steril dan dikeringkan dengan hati-hati.  4,6
Ø Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi beberapa
gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang keterlibatan kornea
sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial.  1

c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks


Ø Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil, adalah
keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, bertahi mata
mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang umumnya
menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak (dendritik).
Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra,
disertai edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika
ditekan. 1,3

Ø Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika konjungtivitisnya
folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika pseudomembran, reaksinya terutama
polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel
konjungtiva dan kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat
dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya sel – sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai
diagnostic.3

Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering di atas
konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan. 3

Ø Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa, umunya
sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local maupun sistemik harus
diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen
kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus,
dan menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 – 10 hari: trifluridine
setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes
setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula
diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg
lima kali sehari selama 7 hari.3

Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah pemakaian
vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid
dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit
dari proses sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat.  1,3

d). Konjungtivitis Hemoragika Akut


Ø Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic besar
konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di Ghana dalam tahun 1969.
Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam)
dan berlangsung singkat (5-7 hari). 5

Ø Tanda dan Gejala


Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata, merah,
edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi kemosis. Hemoragi
subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik pada awalnya, dimulai di
konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah. Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati
preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam,
malaise, mialgia, umum pada 25% kasus. 1,5

Ø Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite seperti sprei,
alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari

Ø Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.

2. Konjungtivitis Virus Menahun


a). Blefarokonjungtivitis

Molluscum Contagiosum

Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat menimbulkan
konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan mungkin
menyerupai trachoma. Reaksi radang yang mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma),
dengan lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat, adalah khas molluscum
kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi seluruh
sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu sisi. 3

Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau krioterapi
akan menyembuhkan konjungtivitisnya.

b). Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster

Ø Tanda dan gejala


Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler khas sepanjang
penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas herpes zoster.
Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel
temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal
penyakit. parut pada palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah adalah sekuele.  1

Ø Laboratorium
Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra mengandung sel raksasa dan
banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan konjungtiva pada varicella dan zoster mengandung sel
raksasa dan monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan jaringan sel – sel embrio manusia.  1

Ø Terapi
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10 hari), jika diberi pada
awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi dan menghambat penyakit.  1

c). Keratokonjungtivitis Morbilli

Ø Tanda dan gejala


Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari
diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis
eksudatif dengan secret mukopurulen, dan saat muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik pada
konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus. 1,3

Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya meninggalkan sedikit atau


sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien kurang gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini
seringkali disertai infeksi HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S pneumonia, H influenza, dan
organism lain. Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea dan
penurunan penglihatan yang berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi kornea berat dengan
perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang gizi di Negara berkembang.  1,3

Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali jika ada


pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa mengandung sel-sel raksasa. Karena
tidak ada terapi spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali jika ada infeksi
sekunder. 1

2.4 Konjungtivitis Imunologik (Alergik)

Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung

2.4.1 Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)

Ø Tanda dan gejala


Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami (rhinitis
alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan, dan lainnya. Pasien
mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah, dan sering mengatakan bahwa matanya
seakan-akan “tenggelam dalam jaringan sekitarnya”. Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada
palpebra dan konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang
menjadi sebab “tenggelamnya” tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah
mengucek matanya.

Ø Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva
Ø Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000 yang diberikan
secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30 menit). Kompres dingin
membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung
terhadap pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.

2.4.2 Konjungtivitis Vernalis

Ø Definisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai “catarrh musim semi” dan “konjungtivitis musiman” atau
“konjungtivitis musim kemarau”, adalah penyakit alergi bilateral yang jarang. 1,3 Penyakit ini lebih
jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini hamper selalu lebih parah
selama musim semi, musim panas dan musim gugur daripada musim gugur.

Ø Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 – 10 tahun. Penyakit ini
lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. 5

Ø Tanda dan gejala


Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat. Biasanya terdapat
riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya). Konjungtiva tampak putih seperti susu,
dan terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior
sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal, dengan
atap rata, dan mengandung berkas kapiler.1,2,3

Ø Laboratorium
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan
granula eosinofilik bebas. 1

Ø Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya member
hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. steroid sisremik, yang mengurangi
rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek sampingnya (glaucoma,
katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan. Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang
baik untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada
manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik
adalah pindah ke tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong
bahkan dapat sembuh total. 1,3
2.4.2 Konjungtivitis Atopik

Ø Tanda dan gejala


Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra
eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun
papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering
terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal,
yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan
lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul keratitis
perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea
tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan. 1,3

Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien atau
keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi. Parut pada
lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan.
Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan sering
mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini
cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.

Ø Laboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang terlihat
sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1

Ø Terapi
Antihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg
empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg)
ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac
dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat,
plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea
berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman
penglihatannya. 1,3

Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat

2.5.1 Phlyctenulosis

Ø Definisi
Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat terhadap protein
mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp, Candida albicans, Coccidioides
immitis, Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, dan L3. 1

Ø Tanda dan Gejala


Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah, menimbul, dan
dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks mengarah ke kornea.
Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari.
Phlyctenule pertama pada pasien dan pada kebanyakan kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada
juga yang di kornea, bulbus, dan sangat jarang di tarsus.  1

Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata, namun
phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat. Phlyctenulosis sering dipicu oleh
blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan defisiensi diet.

Ø Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi sistemik lain
berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi reduksi sebagian besar gejala dalam
24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya. Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk
blefarikonjungtivitis stafilokokus aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab,
dan steroid bila efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang
menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi.  1

2.5.2 Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontak

Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotika spectrum luas, dan
medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis infiltrate ringan yang menimbukan hyperemia,
hipertropi papiler ringan, bertahi mata mukoid ringan, dan sedikit iritasi. Pemeriksaan kerokan
berpulas giemsa sering hanya menampakkan sedikit sel epitel matim, sedikit sel polimorfonuklear dan
mononuclear tanpa eosinofil. 1

Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan menghilangkannya. Blefaritis


kontak dengan cepat membaik dengan kortikosteroid topical, namun pemakaiannya harus dibatasi.
Penggunaan steroid jangka panjang pada palpebra dapat menimbulkan glaucoma steroid dan atropi
kulit dengan telangiektasis yang menjelekkan.

2.6 Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun

2.6.1 Keratokonjungtivitis Sicca


Berkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj. sika, xerostomia, artritis).

Ø Gejala:
- khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak sebanding dengan tanda-
tanda radang.

- Dimulai dengan konjungtivitis kataralis

- Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi menjelang siang atau
malam hari rasa sakit semakin hebat.

- Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal)

- Pewarnaan Rose bengal  uji diagnostik.

Ø Pengobatan:
- air mata buatan , vitamin A topikal

- obliterasi pungta lakrimal.

2.7 Konjungtivitis Kimia atau Iritatif


2.7.1 Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang
diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin, miotika,
idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam bahanpengawet atau
vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam
saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika
produksi air mata berkurang akibat iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan
cedera karena tidak ada pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan
kedalam saccus conjungtivae.

Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa


neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri atas
menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau sama
sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau
berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.

2.7.2 Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans


Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk ke
saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah
pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai
asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab
utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan
secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang
permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara
menahun. 1

Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek
langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam
jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus
merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar
alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra
dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah
alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran
pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat
diungkapkan.

Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau larutan
garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik. Jangan
memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin selama
20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik
bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok.
Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin
memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan
kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai
segera, parut yang terbentuk akan minim dan prognosisnya lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000


2. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
3. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 1998
4. www.dcmsonline.org, tentang conjunctivitis
5. www.eyepathologisyt.com/disease
6. www.aafp.org/afp//AFPprinter/980215ap/morrow.html

Anda mungkin juga menyukai