Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Dosen Pengampu : Prof., Dr., Wahidin., M.Pd

Disusun oleh :
Piljah Khodijah (202154060)
Luthfia Rahmi (202154016)

Kelompok 3
Kelas Belajar dan Pembelajaran A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji
serta Syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Teori Belajar Humanistik” secara tepat waktu. Dan kami ucapkan terimakasih kepada
dosen pengampu mata kuliah Belajar dan Pembelajaran yaitu Bapak Prof., Dr., Wahidin.,
M.Pd., yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat menambah koleksi studi pustaka pada
materi Belajar dna Pembelajaran. Kami menyadari bahwa makalah ini masih benyak
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan
makalah ini kedepannya, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun. Terimaksih.

Tasikmalaya, 13 september 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1
BAB 2.....................................................................................................................................4
PEMBAHASAN....................................................................................................................4
2.1 Pengertian Teori Humanistik........................................................................................4
2.1.1 Definisi Pendidikan Humanistik............................................................................5
2.1.2 Tokoh-Tokoh Teori Humanistik............................................................................5
2.1.3 Model Pembelajaran Humanistik...........................................................................7
2.1.4 Implikasi Teori Belajar Humanistik......................................................................8
2.1.5 Aplikasi Teori Humanistik terhadap Pembelajaran Siswa.....................................9
2.1.6 Penerapan Teori Belajar Humanistik...................................................................10
2.1.7 Teori Belajar Humanistik dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa.............10
BAB 3...................................................................................................................................12
PENUTUP............................................................................................................................12
3.1 Penutup...................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam


dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu
pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala pendidikan. Dalam artikel
“What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau
guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan
bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai
pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.

Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist”


Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut
Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya.
Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus
pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud.
Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia
membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif
ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik
biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.

Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang
terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang
hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran,
memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal
lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan
sehari-hari. Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang
beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak
didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai
pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi.
Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai
perilaku manusia. Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik,
tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan.

1
Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara
humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah
karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik.
Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama
dengan mengabaikansalah satu potensi terbesar manusia.
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai suatu usaha
untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manuisa atau dengan freudian yang melihat motivasi
sebagai berbagai macam kebutuhan seksual, humanistik melihat perilaku manusia sebagai
campuran antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah
satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia,
bukan spesies lain.

Akan sangat jelas perbedaan antara motivasi manusia dan motivasi yang dimiliki
binatang. Hirarki kebutuhan motivasi maslow menggambarkan motivasi manusia yang
berkeinginan untuk bersama manusia lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri
sekaligus juga menggambarkan motovasi dalam level yang lebih rendah seperti kebutuhan
fisiologis dan keamanan. Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat
kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini.

Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami


untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar. Jadi sekoah harus berhati-hati
supaya tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum
mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum
mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan. Dalam hal ini peran guru adalah
sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih
tinggi, bukan sebagai konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti
pada behaviorisme.
Secara singkatnya, penedekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada
perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan
menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut.
Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri
yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat.

2
Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting
dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar
lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri
mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-
potensi yang ada dalam diri mereka.

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Humanistik

Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.


proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Aplikasi dari teori humanistik belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses
belajar bersifat eklektik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai
aktualisasi diri. Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan
siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan
siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi,
membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatny
masingmasing di depan kelas.
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang mengerti
terhadap materi yang diajarkan. Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok
untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian,
hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari
keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar
dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Pendidikan humanistik sebagai sebuah nama pemikiran/teori pendidikan
dimaksudkan sebagai pendidikan yang menjadikan humanisme sebagai pendekatan. Dalam
istilah/nama pendidikan humanistik, kata “humanistik” pada hakikatnya adalah kata sifat
yang merupakan sebuah pendekatan dalam pendidikan (Mulkhan, 2002). Teori pendidikan
humanistik yang muncul pada tahun 1970-an bertolak dari tiga teori filsafat, yaitu:
pragmatisme, progresivisme dan eksistensisalisme. Ide utama pragmatisme dalam
pendidikan adalah memelihara keberlangsungan pengetahuan dengan aktivitas yang
dengan sengaja mengubah lingkungan (Dewey, 1966).
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.
proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu

4
mencapai aktualisasi diri dengan sebaikbaiknya. Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya
(Arbayah, 2013).

2.1.1 Definisi Pendidikan Humanistik

Pembelajaran humanistik memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka


untuk menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri
dan juga atas hidup orang lain. Pendidikan yang humanistik menekankan bahwa
pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan
relasi personal antara pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas
sekolah.

Relasi ini berkembang dengan pesat dan menghasilkan buah-buah pendidikan jika
dilandasi oleh cinta kasih antar mereka. Pribadi-pribadi hanya berkembang secara optimal
dan relatif tanpa hambatan jika berada dalam suasana yang penuh cinta, hati yang penuh
pengertian (understanding heart) serta relasi pribadi yang efektif (personal relationship).

2.1.2 Tokoh-Tokoh Teori Humanistik


Pendapat-pendapat para pakar psikologi tentang pendidikan humanistik:
1. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak
perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang
sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak
tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan
terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya.
Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang
untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru
harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut
sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau
pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi
bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana
mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting

5
ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-
peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
2. Abraham Maslow
Dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa
manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang
sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki
Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai
dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi
diri).
Hierarchy of needs (hirarki kebutuhan) dari Maslow menyatakan bahwa manusia
memiliki 5 macam kebutuhan yaitu physiological needs (kebutuhan fisiologis), safety and
security needs (kebutuhan akan rasa aman), love and belonging needs (kebutuhan akan
rasa kasih sayang dan rasa memiliki), esteem needs (kebutuhan akan harga diri), dan self-
actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri). Sehingga pendidikan humanistik haruslah
pendidikan yang mencakup 5 kebutuhan tersebut.
3. Carl Rogers
Adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling
menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapis) dalam membantu individu
mengatasi masalahmasalah kehidupannya. Carl Rogers menyakini bahwa berbagai
masukan yang ada pada diri seseorang tentang dunianya sesuai dengan pengalaman
pribadinya. Masukan-masukan ini mengarahkannya secara mutlak ke arah pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan dirinya.
Rogers menegaskan, dalam pengembangan diri seorang pribadi akan berusaha
keras demi aktualisasi diri (self actualisation), pemeliharaan diri (self maintenance), dan
peningkatan diri (self inhancement). Dari catatan di atas terlihat bahwa para psikolog
humanis melihat pribadi manusia sebagai wujud yang sepenuhnya terpusat kepada dirinya
sendiri. Setiap orang adalah sosok yang tunggal dan bukan dalam bentuk individu-individu

6
dari satu spesis yang sama. Karena itu, setiap individu terkonsentrasi sepenuhnya kepada
dirinya sendiri, bahkan dalam hal yang menyangkut tatanan nilai yang menguasai
perilakunya. Perspektif para humanis terlihat juga menempatkan sebab pelaku (‘illaf
fai’iliah) dan sebab tujuan (‘illah ghayah) di dalam diri manusia sehingga individu bisa
mengaktualisasikan segenap potensi dirinya tidak hanya dalam bentuk yang terasing dari
sebab-sebab di luar, tetapi bahkan juga dalam posisi yang mengemban tujuan dari
perwujudan dirinya, dan individu ini sepenuhnya bertumpu pada dirinya sendiri dalam
proses aktualisasi diri, pemeliharaan diri, dan peningkatan diri.

2.1.3 Model Pembelajaran Humanistik


Model pembelajaran humanistik memandang siswa sebagai subjek yang bebas
untuk menentukan arah hidupnya. Siswa diarahkan untuk dapat bertanggungjawab penuh
atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Beberapa pendekatan yang layak
digunakan dalam metode ini adalah pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif.
Pendekatan dialogis mengajak siswa untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif.

Pendidikan humanistik menekankan bahwa pendidikan pertamatama dan yang


utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi
dan antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah. Mendidik tidak sekedar
mentransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada para siswa, namun
merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuh kembangkan dirinya
secaraoptimal sesuai dengan esensi pendidikan sendiri.
Berikut ini dijelaskan secara ringkas beberapa model pembelajaran humanistik :
a. Humanizing of the classroom Pendidikan model ini bertumpu pada tiga hal, yakni
menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah,
mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran.
b. Active learning Menjelaskan bahwa belajar membutuhkan keterlibatan mental dan
tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu aktif, siswa melakukan sebagian besar
pekerjaan belajar. Mereka mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah
dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Dalam active learning, cara belajar dengan
mendengarkan saja akan cepat lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat
sedikit, dengan cara mendengarkan, melihat, dan mendiskusikan dengan siswa lain akan
paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh

7
pengetahuan dan ketrampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus adalah
dengan mengajarkan. Belajar aktif cenderung bersifat, menyenangkan, menarik, dan
menuntut siswa untuk cepat.
c. Quantum learning Merupakan cara pengubahan bermacam-macam interaksi, hubungan
dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Dalam prakteknya, quantum
learning mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan
emosinya secarabaik, maka mereka akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak
bisa terduga sebelumnya dengan hasil mendapatkan prestasi bagus. Salah satu konsep
dasar dari metode ini adalah belajar itu harus mengasyikkan dan berlangsung dalam
suasana gembira.
d. The accelerated learning Merupakan pembelajaran yang berlangsung secara cepat,
menyenangkan, dan memuaskan. Dalam model ini, guru diharapkan mampu mengelola
kelas menggunakan pendekatan Somatic, Auditory, Visual, dan Intellectual (SAVI).
Somatic dimaksudkan sebagai learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan
berbuat). Auditory adalalah learning by talking and hearing (belajar dengan berbicara dan
mendengarkan). Visual diartikan learning by observing and picturing (belajar dengan
mengamati dan mengambarkan). Intellectual maksudnya adalah learning by problem
solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi).

2.1.4 Implikasi Teori Belajar Humanistik


Guru Sebagai Fasilitator Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai
fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan
berbagai kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa
(petunjuk):
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi
kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan
di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling
luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.

8
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok
6.. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima
baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan menanggapi dengan cara
yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok dan mencoba untuk
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok,
dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu
andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

2.1.5 Aplikasi Teori Humanistik terhadap Pembelajaran Siswa


Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center)
yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami
potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri
yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun
proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur
dan positif.
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri

9
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri
5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak
menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko
perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya 8. Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.

2.1.6 Penerapan Teori Belajar Humanistik


Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-
materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap,
dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas,
berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma ,
disiplin atau etika yang berlaku. Ciri-ciri guru yang baik menurut Humanistik Guru yang
baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih
demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar.Ruang kelads
lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan.

2.1.7 Teori Belajar Humanistik dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa


Belajar juga merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku menuju perubahan
tingkah laku yang baik, dimana perubahan tersebut terjadi melalui latihan atau
pengalaman. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar tersebut menyangkut
berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian,
pemecahan suatu masalah/berfikir, keterampilan, kecakapan ataupun sikap (Sudarwan
Darnim, 2011).
Belajar dan pembelajaran merupakan aktivitas utama dalam proses pendidikan.
Pendidikan merupakan sebuah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

10
dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan baik untuk diri peserta didik
itu sendiri maupun untuk masyarakat, bangsa dan Negara (Hanafy, 2014).
Berdasarkan hal tersebut di atas pendidikan diharapkan mampu menjadikan anak
didik sebagai pelaku pendidikan sehingga mampu membentuk pribadi yang unggul, pribadi
utuh dan pribadi yang memiliki ketangguhan dan kesiapan dalam menghadapi era
persaingan global dan nilainilai daya saing yang tinggi dan kritis terhadap berbagai
permasalahan (Haryu, 2006).
Dengan terwujudnya cita-cita pendidikan di atas diharapkan siswa mampu
meningkatkan prestasi belajarnya yang mana hal tersebut bisa dijadikan sebuah symbol
kesuksesan dari proses pembelajaran dalam dunia pendidikan. Sebagaimana telah tersebut
di atas beberapa factor meningkatnya prestasi belajar, maka di perlukan sebuah kerjasama
berbagai pihak yang terkait

11
BAB 3
PENUTUP

3.1 Penutup
Pendidikan saat ini cenderung bersifat pragmatism, yang mana siswa dianggap
sebagai sebuah gelas yang kosong yang hanya bisa diisi tanpa peduli terhadap potensi yang
dimilikinya. Hal ini bisa memasung potensi yang tertanam dala diri siswa. Pembelajaran
humanistik memandang siswa sebagai subjek yang bebas untuk menentukan arah
hidupnya. Siswa diarahkan untuk dapat bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan
juga atas hidup orang lain. Dalam pembelajaran humanistic seorang guru tidak bertindak
sebagai guru yang hanya memberikan asupan materi yang dibutuhkan siswa secara
keseluruhan, namun guru hanya berperan sebagai fasilitator dan partner dialog.
Menurut teori belajar humanistic tujuan belajar adalah untuk memanusiakan
manusia, yang mana proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar
lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Jika teori tersebut
telah diimplementasikan, maka siswa diharapkan mampu meningkatkan prestasi
belajarnya. Prestasi belajar merupakan buah dari proses belajar. Maka, dengan
meningkatnya prestasi belajar sebuah proses belajar dapat dikatakan berhasil yang
kemudian disertai dengan perubahan dalam diri siswa.

12
DAFTAR PUSTAKA

Qodir, A. (2017). Teori Belajar Humanistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar


Siswa. Pedagogik: Jurnal Pendidikan, 4(2).

Arbayah, A. (2013). Model Pembelajaran Humanistik. Dinamika Ilmu: Jurnal


Pendidikan, 13(2).
Solichin, M. M. (2018). Teori Belajar Humanistik Dan Aplikasinya Dalam Pendidikan
Agama Islam. Jurnal Islamuna, 5(1).
Sumantri, B. A., & Ahmad, N. (2019). Teori Belajar Humanistik Dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Fondatia, 3(2), 1-18.
Perni, N. N. (2019). Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran. Adi Widya:
Jurnal Pendidikan Dasar, 3(2), 105-113.
Qodir, A. (2017). Teori Belajar Humanistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Siswa. Pedagogik: Jurnal Pendidikan, 4(2).
Suprobo, N. (2008). Teori Belajar Humanistik. Diakses di http://novinasuprobo.
wordpress. Com/2008/06/15/teori-belajar-humanistik/tanggal, 12.

13

Anda mungkin juga menyukai