Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CLOSE FRAKTUR RADIUS

DI BANGSAL CEMPAKA 2 RSUD SLEMAN

DI SUSUN OLEH:
NAMA : FAJAR NURDIYANINGSIH
PRODI :PENDIDIKAN PROFESI NERS

Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
2022
ASUHAN KEBERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CLOSE FRAKTUR RADIUS DI
ANGSAL CEMPAKA 2 RSUD SLEMAN

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN

A. TINJAUN TEORI
1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari struktur tulang, tulang
rawan dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non
trauma. Tidak hanya keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih
sering mengakibatkan kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah.
Tulang relatif rapuh, namun memiliki kekuatan dan kelenturan untuk menahan
tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera atau trauma langsung dan
berupa trauma tidak langsung, stres yang berulang, kelemahan tulang yang
abnormal atau disebut juga fraktur patologis ((Desiartama & Aryana, 2017).
Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan close fraktur adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan dan lempeng
pertumbuhan tulang yang disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak
langsung, dan tidak menyebabkan robekan kulit.

Penyebab/Faktor predisposisi Menurut (Watson. 2012) fraktur dapat di


sebabkan beberapa hal antara lain yaitu:

a. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik


terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patahan melintang atau miring

b. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh


dari tempat terjadinya kecelakaan. Biasanya bagian patah adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

c. Kekerasan akibat tarikan otot


Patah tulang akibat tarikan otot sengat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, serta penarikan.

2 Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera,
sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang.
Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi
berdasarkan keparahannya:
a. Derajar 1 : Luka kurang dari 1cm, kontaminasi minimal
b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
c. Derajat 3 : luka melebihi 6 hingga 8 cm ada kerusakan luas pada jaringan
lunak, saraf, tendok, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan derajat 3
harus segera ditangani karena resiko infeksi.
Menurut (Asrizal, 2014; Rahmawati et al., 2018) fraktur dapat dibagi
kedalam tiga jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup Fraktur tertutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai
dengan luka pada bagian luar perukaan kulit sehingga bagian tulang yang
patah tidak berhubungan dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang
dengan adanya luka pada daerah yang patah, sehingga bagian tulang
berhubungan dengan udara luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan
yang banyak. Tulang yang patah juka ikut menonjol keluar dari permukaan
kulit, namun tidak semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol kelluar.
Fraktur terbuka memerluka pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi
dan faktor penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas Fraktur jenis in iterjadi pada dua keadaan yaitu pada
bagian ekstremitas terjadi patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi
dislokasi
3 Klasifikasi frakture ektremitas atas
a. Fraktur antebrachii, yaitu fraktur pada kedua tulang radius dan ulna
b. Fraktur ulna (nightstick fractur), yaitu fraktur hanya pada tulang ulna

c. Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang disertai dengan


dislokasi sendi Radioulna proksimal

d. Fraktur radius, yaitu fraktur hanya pada tulang radius

e. Fraktur Galeazzi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan dislokasi


sendi radioulna distal
4 Patofisiologi
Patofisiologi fraktur menurut (Watson. 2012) Fraktur biasanya
disebabkan karena cedera/trauma/ruda paksa dimana penyebab utamanya
adalah trauma langsung yang mengenai tulang seperti kecelakaan mobil, olah
raga, jatuh/latihan berat. Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang
menyebabkan fraktur. Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit
terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja bukan patah. Selain itu
fraktur juga bisa akibat stress fatique (kecelakaan akibat tekanan berulang) dan
proses penyakit patologis.
Perubahan fragmen tulang yang menyebabkan kerusakan pada jaringan
dan pembuluh darah mengakibatkan pendarahan yang biasanya terjadi
disekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut,
maka dapat terjadi penurunan volume darah dan jika COP menurun maka
terjadilah perubahan perfusi jaringan. Selain itu perubahan perfusi perifer
dapat terjadi akibat dari edema di sekitar tempat patahan sehingga pembuluh
darah di sekitar mengalami penekanan dan berdampak pada penurunan perfusi
jaringan ke perifer. Akibat terjadinya hematoma maka pembuluh darah vena
akan mengalami pelebaran sehingga terjadi penumpukan cairan dan
kehilangan leukosit yang berakibat terjadinya perpindahan, menimbulkan
inflamasi atau peradangan yang menyebabkan pembengkakan di daerah
fraktur yang menyebabkan terhambatnya dan berkurangnya aliran darah ke
daerah distl yang berisiko mengalami disfungsi neuromuskuler perifer yanng
ditandai dengan warna jaringan pucat, nadi lemah, sianosis, kesemutan di
daerah distal.
Nyeri pada fraktur juga dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau
tertutup yang mengenai serabut saraf sehingga menimbulkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi
neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Kerusakan pembuluh darah kecil atau besar pada waktu terjadinya
fraktur mengakibatkan terjadinya perdarahan hebat yang menyebabkan
tekanan darah menjadi turun, begitu pula dengan suplay darah ke otak
sehingga kesadaran pun menurun yang berakibat syokk hipovolemik. Ketika
terjadi fraktur terbuka yang mengenai jaringan lunak sehingga terdapat luka
dan kman akan mudah masuk sehingga kemungkinan dapat terjadi infeksi
dengan terkontaminasinya dengan udara luar dan lama kelamaan akan
berakibat delayed union dan mal union sedangkan yang tidak terinfeksi
mengakibatkan non union. Selain itu, akibaat dari kerusakan jaringan lunak
akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritasa kulit. Sewaktu tulang
patah, perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan kedalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel
darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan
aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisasisa sel mati
dimulai. Ditempat patahan terbentuk fibrin (hematoma fraktur) yang berfungsi
sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
5 Manefistsi klinis
a. Nyeri hebat di tempat fraktur Nyeri akan timbul selama fragmen tulang
belum diimobilisasi. Nyeri ini timbul karena ketika tulang tersebut
patah, otot akan mengalami spasme.
b. Adanya pemendekan tulang Hal ini diakibatkan oleh kontraksi otot
yang melekat di atas dan di bawah fraktur.
c. Pembengkakan dan Perubahan Warna Hal ini terjadi karena adanya
respon inflamasi. Saat terjadi fraktur, fragmen tulang yang patah akan
turut melukai jaringan sekitarnya sehingga terjadi respon inflamasi
yang diawali dengan vasodilatasi pembuluh darah dan pelepasan
mediator-mediator.
d. Hilangnya fungsi radius-ulna
e. Deformitas
f. Krepitasi

Bila ditemukan adanya deformitas dan kripitasi lakukan pemeriksaan

a. Look: pada fase awal trauma, klien akan meringis kesakitan. Terlihat
adanya deformitas pada lengan bawah klien. Apabila didapatkan nyeri
dan deformitas pada lengan bawah maka perlu dikaji adanya
perubahan nadi, perfusi yang tidak baik(akral dingin pada lesi), dan
CRT >3 detik dimana hal ini merupakan tanda-tanda peringatan
tentang terjadinya kompartemen sindrom. Sering didapatkan kasus
fraktur radius-ulna dengan komplikasi lebih lanjut.
b. Feel: adanya keluhan nyeri misal skala 6, nyeri tekan dan krepitasi,
sensasi masih terasa di area distal.
c. Move:gerak fleksi ekstensi elbow terbatas, pronasi supinasi terbatas .
6 Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi menggunakan sinar rongen (x-ray) digunakan
untuk mendapatkan gambaran spesifik terkait keadaan dan kedudukan
tulang, maka digunakan kedudukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral.Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan karena
adanya patologi yang dicari berupa superposisi. Permintaan x-ray
harus didasari pada adanya permintaan pemeriksaan penunjang. Pada
pemeriksan ini didapatkan adanya garis patah pada tulang batang
humerus pada foto polos.
b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien fraktur yaitu HB Hematokrit
rendah akibat pendarahan, Lanju Endap Darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas dan hitung darah lengkap
7 Komplikasi
a. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya
nadi,CRT (capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal,
hematom melebar dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh
tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada bagian yang sakit,
tindakan reduksi dan pembedahan.
b. Sindrome kompartemen
Kompikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf,
pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini di sebabkan oleh edem atau
perdarahan yang menekan otot, sraf, pembuluh darah atau tekanan luar
seperti gips, pembebatan dan penyangga. Perubahan fisiologis sebagai
akibat dari peningkatan tekanan kompartemen yang seringkali terjadi
adalah iskemi dan edema.
c. Fat embolism syndrome (FES)
Fat embolism syndrome merupakan suatu sindrom yang
mengakibatkan komplikasi serius pada fraktur tulang panjang, terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke
aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun.
Ditandai dengan adanya gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi,
takipnea dan demam.
d. Infeksi
Biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka tetapi dapat terjadi juga
pada penggunaan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF dan
OREF) dan plat yang tepasang didalam tulang. Sehingga pada kasus
fraktur resiko infeksi yang terjadi lebih besar baik karena penggunaan
alat bantu maupun prosedur invasif.

B. Pathway
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1 Pengkajian
a. Pre operasi
1) Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
- Kegiatan yang beresiko cidera.
- Riwayat penyakit yang menyebabkan jatuh.
- Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan.
2) Pola nutrisi metabolik
- Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.
- Observasi terjadinya perdarahan pada luka dan perubahan
warna kulit di sekitar luka, edema.
3) Pola eliminasi
- Konstipasi karena imobilisasi
4) Pola aktivitas dan latihan
- Kesemutan, baal
- Ada riwayat jatuh atau terbentur ketika sedang beraktivitas
- Tidak kuat menahan beban berat
- Keterbatasan mobilisasi
- Berkurangnya atau tidak terabanya denyut nadi pada daerah
distal injury, lambatnya kapiler refill tim
5) Pola tidur dan istirahat
- Tidak bisa tidur karena kesakitan
- Sering terbangun karena kesakitan
6) Pola persepsi kognitif
- Nyeri pada daerah fraktur
- Kesemutan dan baal pada bagian distal fraktur
- Paresis, penurunan atau kehilangan sensasi
7) Pola persepsi dan konsep diri
-Rasa khawatir akan dirinya karena tidak dapat beraktivitas
seperti keadaan sebelumnya h
8) Pola peran dan hubungan dengan sesama
- Merasa tidak ditolong
- Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti biasanya
b. Post operasi
1) Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
- Kegiatan yang beresiko cidera.
- Pengetahuan pasien tentang perawatan luka di rumah
2) Pola nutrisi metabolik
- Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.
3) Pola eliminasi
- Konstipasi karena imobilisasi
4) Pola aktivitas dan latihan
- Keterbatasan beraktivitas
- Hilangnya gerakan atau sensasi spasme otot
- Baal atau kesemutan
- Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera
- Perdarahan, perubahan warna
5) Pola tidur dan istirahat
- Tidak bisa tidur karena kesakitan luka operasi
- Sering terbangun karena kesakitan
6) Pola persepsi kognitif
- Keluhan lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri
- Nyeri pada luka operasi
- Tidak adanya nyeri akibat kerusakan saraf
- Pembengkakan, perdarahan, perubahan warna
7) Pola persepsi dan konsep diri
- Rasa khawatir akan dirinya Karena tidak dapat beraktivitas
seperti keadaan sebelumnya
8) Pola peran dan hubungan dengan sesama
- Merasa tidak tertolong
- Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti
2 Diagnosa keperawatan
a. Pre Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur)
2) Cemas berhubungan dengan proses operasi
b. Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan post pembedahan.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan
post pembedahan.
3 Rencana Tindakan Keperawatan

DIAGNOSA DEFINISI PENYEBAB OUTCOME INTERVENSI


KEPERAWATAN
NYERI AKUT Pengalaman 1. Agen pencedera TINGKAT . MANAJEMEN NYERI (I.
(D.0077) sensorik atau fisiologis (mis. NYERI 08238)
emosional yang Inflamasi, iskemia, MENURUN 1. Observasi
berkaitan dengan neoplasma) (L.08066)  lokasi, karakteristik,
kerusakan jaringan 2. Agen pencedra kimiawi durasi, frekuensi,
aktual atau (mis. Terbakar, bahan kualitas, intensitas nyeri
fungsional, dengan kimia iritan)  Identifikasi skala nyeri
onset mendadak 3. Agen pencidra fisik  Identifikasi respon nyeri
atau lambat dan (mis. Abses, trauma, non verbal
berintensitas ringan amputasi, terbakar,  Identifikasi faktor yang
hingga berat yang terpotong, mengangkat memperberat dan
berlangsung kurang berat,prosedur memperingan nyeri
dari 3 bulan. operasi,trauma, latihan  Identifikasi pengetahuan
fisik berlebihan dan keyakinan tentang
nyeri
 Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
 Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
 Control lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan
tidur
 Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
B. PEMBERIAN ANALGETIK
(I.08243)
 Krisis situasional 1. Observasi
 Kebutuhan tidak  Identifikasi karakteristik
terpenuhi nyeri (mis. Pencetus,
 Krisis maturasional pereda, kualitas, lokasi,
 Ancaman terhadap intensitas, frekuensi,
konsep diri durasi)
 Ancaman terhadap  Identifikasi riwayat
kematian alergi obat
 Kekhawatiran  Identifikasi kesesuaian
mengalami kegagalan jenis analgesik (mis.
 Disfungsi sistem Narkotika, non-
keluarga narkotika, atau NSAID)
 Hubungan orang tua- dengan tingkat
anak tidak memuaskan keparahan nyeri
 Faktor keturunan  Monitor tanda-tanda
(temperamen mudah vital sebelum dan
teragitasi sejak lahir) sesudah pemberian
 Penyalahgunaan zat analgesik
 Terpapar bahaya  Monitor efektifitas
lingkungan (mis. toksin, analgesik
polutan, dan lain-lain) 2. Terapeutik
 Kurang terpapar  Diskusikan jenis
informasi analgesik yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal, jika
perlu
 Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target
efektifitas analgesic
untuk mengoptimalkan
respon pasien
 Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic
dan efek yang tidak
diinginkan
3. Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik, sesuai
ANXIETAS Tingkat indikasi
(D.0080) Kondisi emosi dan Ansietas
pengalaman menurun
subyektif individu
terhadap objek
yang tidak jelas A. EDUKSI ANXIETAS
dan spesifik akibat (I.09314)
antisipasi bahaya
yang 1.  Observasi
memungkinkan  Identifikasi saat tingkat
individu anxietas berubah (mis.
melakukan Kondisi, waktu,
tindakan untuk stressor)
menghadapi  Identifikasi kemampuan
ancaman. mengambil keputusan
 Monitor tanda anxietas
(verbal dan non verbal)
2. Terapeutik
 Ciptakan suasana 
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
 Temani pasien untuk
mengurangi
kecemasan , jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang
membuat anxietas
 Dengarkan dengan
penuh perhatian
 Gunakan pedekatan
yang tenang dan
meyakinkan
 Perubahan sirkulasi  Motivasi
 Perubahan status nutrisi mengidentifikasi situasi
(kelebihan atau yang memicu
kekurangan) kecemasan
 Kekurangan/kelebihan  Diskusikan
volume cairan perencanaan  realistis
 Penurunan mobilitas tentang peristiwa yang
 Bahan kimia iritatif akan datang
 Suhu lingkungan yang 3. Edukasi
ekstrem  Jelaskan prosedur,
 Faktor mekanis  (mis. termasuk sensasi yang
Penekanan pada mungkin dialami
tonjolan tulang,  Informasikan secara
gesekan) atau faktor factual mengenai
elektris diagnosis, pengobatan,
(elektrodiatermi, energi dan prognosis
listrik bertegangan  Anjurkan keluarga
tinggi) untuk tetap bersama
 Efek samping terapi pasien, jika perlu
radiasi  Anjurkan melakukan
 Kelembaban kegiatan yang tidak
 Proses penuaan kompetitif, sesuai
 Neuropati perifer kebutuhan
 Perubahan pigmentasi  Anjurkan
 Perubahan hormonal mengungkapkan
 Kurang terpapar perasaan dan persepsi
informasi tentang upaya  Latih kegiatan
memperthankan/melind pengalihan, untuk
ungi integritas jaringan mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
 Latih teknik relaksasi
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
obat anti anxietas, jika
perlu
B. TERAPI RELAKSASI
1. Observasi
 Identifikasi penurunan
tingkat energy,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau
gejala lain yang
menganggu kemampuan
kognitif
 Identifikasi teknik
relaksasi yang pernah
efektif digunakan
 Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
 Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu
sebelum dan sesudah
latihan
 Monitor respons
terhadap terapi relaksasi
2. Terapeutik
 Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
 Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
 Gunakan pakaian
longgar
 Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
 Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan
jenis, relaksasi yang
tersedia (mis. music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi
GANGGUAN yang dipilih
INTEGRITAS  Anjurkan mengambil
KULIT/JARINGA psosisi nyaman
N (D.0129) Integritas Kulit  Anjurkan rileks dan
Dan Jaringan merasakan sensasi
Kerusakan kulit meningkat relaksasi
(dermis dan/atau (L.14125)  Anjurkan sering
epidermis) atau mengulang atau melatih
jaringan (membran teknik yang dipilih’
mukosa, kornea,  Demonstrasikan dan
fasia, otot, tendon, latih teknik relaksasi
tulang, kartilago, (mis. napas dalam,
kapsul sendi pereganganm atau
dan/atau ligamen). imajinasi terbimbing )
A. PERAWATAN
INTEGRITAS KULIT
(I.11353)

1. Observasi
 Identifikasi penyebab
gangguan integritas
kulit (mis. Perubahan
sirkulasi, perubahan
status nutrisi,
peneurunan
kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)
2. Terapeutik
 Ubah posisi setiap 2 jam
jika tirah baring
 Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang,
jika perlu
 Bersihkan perineal
dengan air hangat,
terutama selama periode
diare
 Gunakan produk
berbahan petrolium
atau minyak pada kulit
kering
 Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada
kulit sensitif
 Hindari produk
berbahan dasar alkohol
pada kulit kering
3. Edukasi
 Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotin,
serum)
 Anjurkan minum air
yang cukup
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkat
asupan buah dan saur
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
 Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal
30 saat berada diluar
rumah

B. PERAWATAN
LUKA( I.14564

1. Observasi
 Monitor karakteristik
luka (mis:
drainase,warna,ukuran,b
au
 Monitor tanda –tanda
inveksi
1. Terapiutik
 lepaskan balutan dan
plester secara perlahan
 Cukur rambut di sekitar
daerah luka, jika perlu
 Bersihkan dengan
cairan NACL atau
pembersih non
toksik,sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan
nekrotik
 Berika salep yang sesuai
di kulit /lesi, jika perlu
 Pasang balutan sesuai
jenis luka
 Pertahan kan teknik
seteril saaat perawatan
luka
 Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
 Jadwalkan perubahan
posisi setiap dua jam
atau sesuai kondisi
pasien
 Berika diet dengan
kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen
vitamin dan mineral
(mis vitamin A,vitamin
C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
 Berikan terapi
TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika
perlu
2. Edukasi
 Jelaskan tandan dan
gejala infeksi
 Anjurkan mengonsumsi
makan tinggi kalium
dan protein
 Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
3. Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur
debridement(mis:
enzimatik biologis
mekanis,autolotik), jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Wahyudi, A. S., & Wahid, A. (2016). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Mitra
Wacana Media

Suratun. 2012. Anatomi Muskuloskeletal, Program Studi Anatomi Fakultas Kedokteran


Universitas Airlangga / RSUD. dr. Soetomo

Watson. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 4. Jakarta : EGC

Desiartama, D., & Aryana, A. (2017). Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Femur akibat
Kecelakaan Lalu Lintas pada Orang Dewasa di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
Tahun 2013. E-Jurnal Medika

Rahmawati, R., Arif, M., & Yuliano, A. (2018). Pengaruh Pembidaian terhadap Penurunan
Skala Nyeri pada Pasien Fraktur Tertutup di Ruangan IGD RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi Tahun 2018. Stikes Perintis Padang

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. ( 2017)Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia .

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. ( 2019)Jakarta Standar Luaran Keperawatan Indonesia . Jakarta

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.( 2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia . Jakarta

Anda mungkin juga menyukai