Anda di halaman 1dari 22

Konsep Pendampingan & Pembiayaan Bank Wakaf Mikro

Dalam Menggerakan Ekonomi di Sekitar Masjid & Pesantren

Oleh:
Wusda H Ribawa (219111009)
PARAMADINA GRADUATE SCHOOL OF BUSINESS

Diajukan kepada Program Studi Magister Management Paramadina,


Jurusan Bisnis dan Keuangan Islam
Untuk memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Genap,
Mata Kuliah Metode Riset Bisnis
JAKARTA 2020

BAB I

1|Page
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penduduk Indonesia yang berjumlah 270 juta ditahun 2019 merupakan tantangan bagi
sebuah bangsa untuk bisa mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat dengan merata. Selalu
saja ada ketimpangan yang terjadi. Islam sebagai ajaran yang lengkap, mempunyai konsep
ekonomi untuk mensejahterakan umat. Salah satu sistem ekonomi islam yang mempunyai
peranan penting bagi pengembangan kesejahteraan masayarakat adalah ZISWAF (zakat, infaq,
shodaqoh dan waqaf). Ziswaf sendiri memiliki fungisi (umum) tujuan ekonomi yaitu sebagai
mendistribusikan kesejahteraan, dari muslim yang berkeukupan kepada mereka yang
membutuhkan bantuan.
Ketika spesifik berbicara tentang wakaf, maka pemahaman kebanyakan masyarakat
mengarah pada suatu benda yang tidak bergerak, misalnya wakaf tanah untuk pendidikan,
wakaf bahan bangunan, wakaf sumur, waqaf alat pertanian dan lain - lain untuk diambil
manfaatnya. Pemahaman kebanyakan masyarakat inilah yang menjadi salah satu penyebab
kurang optimalnya fungsi wakaf sebagai sarana pengembangan syiar Islam dan pemberdayaan
umat Islam.
Muslich (2017), sementara kalau kita menengok kembali sejarah Islam, amat nyata
(1)

bahwa kemajuan Umat Islam dan pengembangan wilayah Islam tidak dapat dilepaskan dari
peranan zakat, infaq (wakaf) dan shadaqah yang dilakukan oleh umat Islam sejak zaman
Nabi Muhammad SAW. Bahkan di masa Rasulullah, umat Islam sudah melaksanakan
wakaf benda yang tidak bergerak seperti: Kholid telah mewakafkan alat-alat pertanian,
senjata dan baju besinya serta Al- Zahri telah mewakafkan uang sebesar seribu dinar sebagai
modal berdagang ( Al-Asqalani, Tt./V, : 405)
M. Athoillah (2014:2), mengungkapkan beberapa hal terkait belum meratanya
pemahaman dan paradigma baru wakaf (UU No 41 Th 2014) dan jenis -jenis wakaf
ditengah masyarakat; belum optimalnya pengelolaan wakaf secara produktif, masih
banyaknya Nazhir yang belum professional, belum tersedianya data base tentang wakaf,
dan belum optimalnya pemberdayaan dan pengembangan wakaf uang.(2)

(1) Muslich, Ahmad. Peluang dan Tantangan dalam Pengelolaan Wakaf. Muaddib : Studi Kependidikan dan Keislaman,
[S.l.], v. 6, n. 2, p. 200-218, jan. 2017. ISSN 2540-8348.
2) Aini, Q. (2016). Urgensi Manajemen Zakat Dan Wakaf Bagi Peningkatan Kesejahteraan
Masyarakat. ZISWAF: Jurnal Zakat dan Wakaf, 1(2), 1-25.

Disisi lain potensi wakaf di Indonesia adalah ; total aset senilai Rp 2.000 triliun dan potensi
wakaf uang mencapai Rp 188 triliun per tahun. Bilamana konsep wakaf bisa diterapkan secara

2|Page
optimal dan benar maka wakaf (uang) produktif bisa menjadi solusi bagi pengentasan
kemiskinan melalui program pemberdayaan usaha mikro.

1. Potensi Usaha Mikro Kecil

Jika melihat angka total UMKM di Indonesia tahun 2017 jumlahnya sangatlah besar.
Yakni hampir 63 juta pelaku usaha. Diurut dari komposisnya ; usaha mikro (98,7%), usaha kecil
(1,2%) dan menengah (0,09%). Dari total tersebut sektor UMKM mampu menyerap 97% dari
seluruh total angkatan kerja yang ada di Indonesia. Itu artinya 90% lebih tenaga kerja di
indonesia berada di sektor informal. Seharusnya ini menjadi perhatian besar bangsa ini.
Jika saja Indonesia memiliki program pembinaan/pemberdayaan yang baik hingga bisa
menaik kelas kan usaha-usaha yang mikro menjadi kecil, usaha kecil menjadi menengah dan
seterusnya. Maka secara tidak langsung akan terjadi lompatan yang luar biasa. Sebagai contoh,
jika 10% saja pengusaha mikro menjadi usaha sekala kecil, yang semula punya 1 karyawan
kmenjadi punya 3-5 karyawan. Maka akan bisa menyerap sekitar 31 juta angkatan kerja baru.

http://www.depkop.go.id/uploads/laporan/1549946778_UMKM%202016-2017%20rev.pdf

Usaha mikro walau nominal angkanya kecil bila dibanding korporasi, namun usah mikro
kecil inilah garda terdepan dalam penyelamatan ekonomi bangsa. Sudah terbukti pada masa
krisis 1998, 2008 dan saat ini krisis 2020. Saat krisis banyak korprasi yang tumbang, namun lain
hal dengan pelaku UMKM yang bergerak di sektor real.

Namun sangat disayangkan UMKM justru harus mengalami kesulitan-kesulitan yang


jarang dijumpai oleh korporasi. Seperti kita tau umumnya lembaga perbankan tidak berani
memberikan pembiyaan kepada usah mikro dan kecil, karena lembaga perbankan mensyaratkan
agunan / jaminan serta harus ada laporan keuangan serta adminisrasi yang lengkap. Hal-hal
3|Page
inilah yang menjdikan usaha mikro kecil menjadi unbankable. Sehingga sulit mendapatkan
pembiyaan dilembaga perbankan. Andaipun ada lembaga keuangan yang mau memberikan
bantuan pembiayaan, namun memberikan bunga yang jauh lebih tinggi daripada bunga yang
diberikan kepada korporasi. Kendala usaha mikro tidak hanya soal akses modal, namun usaha
mikro kecil juga terkendala soal akses pasar, akses ilmu bisnis, akses suplai hingga akses
teknologi.

2. Potensi Wakaf
Wakaf merupakan ibadah amaliyah yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan.
Sebuah harta benda yang diwakafkan, nilai dari wakafnya adalah tetap, namun hasil dari wakaf
selalu memberikan manfaat dari waktu ke waktu. Untuk itu diperlukan sebuah sistem
pengelolaan secara profesional agar manfaat wakaf terus berlipat ganda.
Potensi besarnya wakaf di Indonesia, senada dengan besarnya jumlah muslim di
Indonesia. Upaya penyegaran wakaf yang teredukasi baik, memungkinkan jumlah umat Islam
yang berwakaf meningkat pesat. Sehingga kedepannya wakaf bukan lagi sekadar wakaf kuburan
ataupun wakaf tanah.
Tidak ayal apabila tahun-tahun kedepan, puluhan ribu hektar lahan produktif, ribuan
rumah sakit, sekolah, dan beragam kegiatan ekonomi Islam dijalankan melalui wakaf produktif
yang secara embrio telah dilakukan oleh para sahabat nabi 1.400 tahun silam.
Pengelolaan wakaf kontemporer di beberapa negara muslim sekarang ini mengalami
(3)

perkembangan yang pesat. Wakaf merupakan salah satu penopang aktivitas dakhwah Islam
dan bahkan menjadi penopang kemajuan negara dan perekonomian rakyat.
Di Singapura yang bukan negara Islam dan penduduknya bukan mayoritas muslim,
namun wakaf yang dikelola Majlis Ulama Islam Singapura memiliki, asset wakaf produktif
berupa: 114 ruko, dan 30 perumahan dan 12 gedung apartemendan perkantoran (Muslich,
2015: 12).
Di Arab Saudi, wakaf memiliki bentuk yang bermacam-macam seperti hotel, tanah,
bangunan (rumah) untuk penduduk, toko, kebun dan tempat ibadah. Diantaranya ada yang
diwakafkan untuk dua kota suci yakni kota Makkah dan Madinah. Dengan pengertian lain,
bahwa segala manfaat yang diperoleh dari wakaf itu diperuntukkan bagi pembangunan
kedua kota suci itu, seperti membangun perumahan penduduk, membangun
sejumlah hotel di sekitar Masjidil Haram, masjid Nabawi dan fasilitas lain yang diniatkan
untuk melayani kebutuhan jamaah haji dan umroh (M. Athoillah, 2014 : 37-38).

(3) Muslich, Ahmad. Peluang dan Tantangan dalam Pengelolaan Wakaf. Muaddib : Studi Kependidikan dan Keislaman,
[S.l.], v. 6, n. 2, p. 200-218, jan. 2017. ISSN 2540-8348.

Di Mesir, menurut Sukron Kamil dalam (2014: 41) pemanfaatan hasil wakaf
diberikan untuk bidang dakwah Islam, antara lain untuk para khotib, takmir masjid, para
penghafal Al-Qur’an dan penerjemah Al-Qur’an. Bidang pendidikan dan layanan antara lain
untuk pendidikan yatim piatu dan beasiswa bagi sebagian mahasiswa Al Azhar, penghaji

4|Page
Islam, baik dalam maupun luar negeri. Dalam bidang pendidikan, keberadaan Universitas Al
Azhar tidak diragukan dihidupi oleh wakaf. Di bidang sosial, seperti bantuan ekonomi bagi yang
tidak mampu dan bantuan kesehatan dan juga bidang penyebaran budaya Islam seperti
penerbitan buletin Islam, percetakan buku-buku dan ensiklopedia Islam serta naskah kuno
Islam.
Di Indonesia, peran wakaf mulai tampak dengan dibangunnya rumah sakit haji, hotel
dan asrama haji dan rumah sakit-rumah sakit Islam sebagian mendapatkan dana dari Badan
Wakaf Indonesia (BWI). Demikian juga dengan hampir semua pendidikan Islam baik berupa
pesantren, sekolah dan perguruan tinggi bagi negeri maupun swasta banyak dibiayai dari
dana wakaf. Pondok pesantren Gontor bisa berkembang salah satunya karena banyaknya
tanah-tanah yang diwakafkan di pondok pesantren tersebut.
Menurut Romdlon Hidayat, Direktur Utama Inisiatif Wakaf (iWakaf), wakaf di tidak
(4)

bisa dilepaskan dari intrumen pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Hal ini dilihat dari
potensi aset wakaf di Indonesia yang mencapai Rp2.000 triliun, dan potensi wakaf uang
mencapai Rp188 triliun per tahun. Jadi, wakaf punya kemampuan untuk berkontribusi pada
pembangunan bangsa ini, baik aspek infrastruktur, pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, ataupun
aspek sosial keagamaan lainnya.
Namun pada tahun 2017, total penghimpunan dana wakaf baru mencapai Rp 400 miliar.
Belum optimalnya potensi wakaf tersebut dapat dikorelasikan dengan masih rendahnya literasi
masyarakat tentang wakaf dimana hal ini tentu menjadi tantangan kita bersama. Misalnya
bagaimana masyarakat dipahamkan akan konsep wakaf yang tidak melulu dalam bentuk aset
tidak bergerak (tanah) serta terbatas peruntukannya untuk pembangunan masjid,
madrasah/sekolah atau lahan pemakaman saja namun juga dapat berbentuk aset bergerak (uang,
saham, surat berharga). Oleh karena itu diperlukan suatu terobosan dan manuver yang kuat
dalam melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat secara lebih massif dan terstruktur.
(Komite National Keuangan Syariah, 2019)

(4) https://nasional.sindonews.com/read/1272072/15/potensi-aset-wakaf-di-indonesia-capai-rp2000-triliun-1515446944
diakses 30 Desember 2019

Potensi umat islam dalam pertumbuhan ekonomi sebenarnya sangat besar, namun
kenyataannya umat islam dalam bidang ekonomi selalu termarginalkan. Indonesia dengan
jumlah penduduk muslim terbesar di dunia menjadikannya sebagai Negara yang memiliki
potensi wakaf yang sangat tinggi. Bila diasumsikan 50 juta dari 210 juta penduduk muslim
Indonesia mau berwakaf uang Rp100 ribu per bulan, maka wakaf uang yang bisa dikumpulkan
per tahun mencapai Rp 60 triliun per tahun.

5|Page
Bayangkan dengan wakaf senilai 60 triliun rupiah, setiap tahunnya kita dapat
membangun Rumah Sehat Modern seharga 50 miliar sebanyak 1.200 unit, 6.000 Sekolah Islam
Terpadu, mengaktivasi belasan ribu hektar lahan, dan berbagai manfaat lainnya demi
menciptakan peradaban dunia yang lebih baik (Global Wakaf, 2020) . Dan bilamana 60 Triliun
diberikan kepada usaha mikro dalam bentuk dana bergilir masing-masing 10 juta, maka akan ada
6 juta usah mikro yang terbantukan. Jika 90% dana kembali dan digulirkan maka tahun
berikutnya ada 5,4 juta usaha mikro bisa terbantukan.

3. Regulasi Wakaf Uang

Kata Wakaf atau waqf berasal dari bahasa Arab, yaitu Waqafa yang berarti menahan,
berhenti atau berdiam di tempat atau tetap berdiri. Wakaf menurut hukum Islam dapat juga
berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau nadzir
(penjaga wakaf) baik berupa perorangan maupun berupa badan pengelola dengan ketentuan
bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan syariat Islam.(5)
Diantara wakaf benda bergerak yang ramai diperbincangkan belakangan adalah wakaf
uang yang dikenal dengan Cash Waqf. Hukum wakaf uang telah menjadi perhatian para
fuqaha. Beberapa sumber menyebutkan bahwa wakaf uang telah dipraktekkan oleh masyarakat
yang menganut mazhab Hanafi. Cara melakukan wakaf uang dengan menjadikannya
modal usaha dengan salah satu caranya mudharabah. Sedangkan keuntungannya
disedekahkan kepada pihak wakaf.
Menurut Lembaga Zakat Nasional Indonesia, wakaf dibagi kedalam beberapa jenis.
1. Berdasarkan Peruntukan
 Wakaf ahli (wakaf Dzurri/wakaf ’alal aulad) yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi
kepentingan & jaminan sosial dalam lingkungan keluarga, dan lingkungan kerabat
sendiri.
 Wakaf Khairi (kebajikan) adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama
(keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum)

Sakni, A. S. (2016). Konsep Ekonomi Islam Dalam Mengentaskan Kesenjangan Sosial: Studi Atas Wacana
(5)

Filantropi Islam Dalam Syari'at Wakaf. Jurnal Ilmu Agama UIN Raden Fatah, 14(1), 151-166.
2. Berdasarkan Jenis Harta
 Benda tidak bergerak:
Hak atas tanah : hak milik, strata title, HGB/HGU/HP
Bangunan atau bagian bangunan atau satuan rumah susun
Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah
Benda tidak bergerak lain
 Benda bergerak selain uang, terdiri dari:
Benda dapat berpindah

6|Page
Benda dapat dihabiskan dan yang tidak dapat dihabiskan
Air dan Bahan Bakar Minyak
Benda bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan
Surat berharga, saham dan sejenisnya
Hak Atas Kekayaan Intelektual:
Hak atas benda bergerak lainnya.
 Benda bergerak berupa uang (Wakaf tunai, cash waqf)

Perkembangan regulasi wakaf uang di Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 2002,
yaitu setelah keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Wakaf Uang. Dalam
fatwa tersebut, MUI memutuskan bahwa hukum wakaf uang hukum adalah jawaz (boleh). 6
Sejak itulah terdapat beberapa lembaga yang mulai mengimplementasikan fatwa tersebut dengan
melakukan penghimpunan wakaf uang, karena secara syariat, lembaga-lembaga tersebut telah
mendapatkan legitimasi dari fatwa MUI. Wakaf uang (cash waqf/waqf al-nuqud) adalah wakaf
yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga, atau badan hukum dalam bentuk uang.
Dengan kata lain, wakaf uang merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya yang berupa uang untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu, sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariat.
(Huda, 2017) Upaya atau ikhtiar untuk lebih menformilkan wakaf uang pada akhirnya
membuahkan hasil dengan disyahkan nya UU No 41 tahun 2004 tentang wakaf yang mengatur
antara lain wakaf uang (cash waqf). Lahirnya Undang-Undang tentang wakaf diarahkan untuk
memberdayakan wakaf yang merupakan salah satu instrumen dalam membangun kehidupan
sosial ekonomi umat Islam. Kehadiran Undang-undang wakaf ini menjadi momentum
pemberdayaan wakaf secara produktif, sebab di dalamnya terkandung pemahaman yang
komprehensif dan pola manajemen pemberdayaan potensi wakaf secara modern. Apabila dalam
perundang-undangan sebelumnya, PP No.28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik,
konsep wakaf identik dengan tanah milik, maka dalam Undang-Undang Wakaf yang baru ini
konsep wakaf mengandung dimensi yang sangat luas.
6
Fatwa MUI 2002 “fatwa majelis ulama indonesia(mui) 11 mei 2002 tentang wakaf uang (studi normatif
menurut mazhab syafi’i)”

Undang-undang baru ini mencakup harta tidak bergerak maupun yang bergerak, termasuk wakaf
uang yang penggunaannya sangat luas, tidak terbatas untuk pendirian tempat ibadah dan sosial
keagamaan. Formulasi hukum yang demikian, jelas suatu perubahan yang sangat revolusioner
dan jika dapat direalisasikan akan memiliki akibat yang berlipat ganda atau multiplier effect,
terutama dalam kaitannya dengan pemberdayaan ekonomi umat Islam. Namun usaha ke arah itu
jelas bukan pekerjaan yang mudah. Umat Islam Indonesia selama ratusan tahun sudah terlanjur
mengidentikkan wakaf dengan (dalam bentuk) tanah, dan benda bergerak yang sifatnya
bendanya tahan lama. Dengan demikian, UU No. 41 tahun 2004 diproyeksikan sebagai sarana
rekayasa sosial (social engineering), melakukan perubahan-perubahan pemikiran, sikap dan

7|Page
perilaku umat Islam agar senafas dengan semangat UU tersebut. Salah satu regulasi baru dalam
Undang-Undang Wakaf tersebut adalah Wakaf Uang.

Dalam UU No 41 tahun 2004 pasal 11 huruf d, nazhir mempunyai tugas melaporkan


pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia. Sementara itu pada pasal 13 disebutkan
bahwa nazhir memperoleh pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.

Pada pasal 22 disebutkan bahwa dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta
benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi:
a. sarana dan kegiatan ibadah;
b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
e. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan
peraturan perundang-undangan.
Sementara itu pada pasal 28 diatur bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak
berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri dan pasal 30
mewajibkan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda
wakaf berupa uang kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya
Sertifikat Wakaf Uang.
Berdasarkan regulasi tersebut asumsinya pengelolaan wakaf uang dilapangan telah tertata
rapih dengan manajemen yang baik dan data perkembangan wakaf uang dapat diakses dan
dianalisis dengan mudah, baik terkait perkembangan dalam jumlah aset maupun pemanfaatan
wakaf uang dalam rangka kemajuan dan peningkatan ekonomi umat

4. Realisasi Wakaf Uang di Lapangan

Pemerintah Indonesia telah berusaha menggerakkan ekonomi masyarakat melalui


pemberdayaan wakaf uang, hal ini ditandai dengan inisiatif pemerintah bersama Majelis Ulama
Indonesia untuk menghimpun modal ‘uang” melalui wakaf uang dengan diterbitkannya Undang-
Undang tentang Wakaf, yaitu UU No. 41 tahun 2004. 7 yang diantaranya mengatur tentang wakaf
uang sebagaimana tercantum dalam Bagian Keenam, tentang Harta Benda Wakaf yang
dijelaskan dalam Pasal 16 ayat (3) yang meliputi uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan,
hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan
syariah dan peraturan perundang-undangan yang syah. Lebih jauh lagi undang-undang tentang
wakaf tersebut telah mengatur tatakelola perwakafan secara rinci dan lengkap.
Lebih jauh lagi, Undang-Undang tentang Wakaf, yaitu UU No. 41 tahun 2004 dalam
BAB VI mengatur tentang Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang salah satu tugasnya sebagai
8|Page
mana tertera pada pasal 49 ayat (1) huruf b adalah melakukan pengelolaan dan pengembangan
harta wakaf bersekala nasional dan internasional. Seusai Pencanangan Gerakan Nasional Wakaf
Uang oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 8 Januari 2010 di Istana Negara, animo
masyarakat untuk menjadi nazhir (penghimpun dan pengelola) wakaf uang semakin meningkat.
Banyak sekali yayasan atau lembaga sosial yang mengajukan kepada Badan Wakaf Indonesia
(BWI) untuk menjadi nazhir wakaf uang.

Setelah 16 tahun undang-undang tentang wakaf uang digulirkan, tercatat di BWI (Badan
Wakaf Indonesia) baru ada 224 instani yang terdaftar resmi sebagai pengelola dana wakaf uang.
Bahkan Dompet Duafa yang pada akhir tahun 2019 berhasil mengumpulkan dana umat (ziswaf)
lebih dari 300 milyar, baru terdaftar sebagai Nadzir wakaf uang di bulan februari 2020. (Dompet
Duafa, 2020). Semoga dengan bergabungnya Dompet Duafa sebagai penghimpun dan pengelola
dana wakaf uang bisa membuat edukasi wakaf produktif bisa lebih besar lagi.

Sementara itu di awal tahun 2020 juga (Direktorat Jendral Pengelolaan Pembiayaan dan
Resiko Kementrian Keuangan, 2020) memberikan lapran bahwa pemerintah untuk pertama
kalinya telah melaksanakan penerbitan Sukuk Wakaf (CWLS) dengan cara private
placement pada tanggal 10 Maret 2020 dengan nilai nominal sebesar Rp50.849.000.000,00 (lima
puluh miliar delapan ratus empat puluh sembilan juta rupiah). Penerbitan Sukuk Wakaf tersebut
merupakan salah satu bentuk komitmen Pemerintah untuk mendukung pengembangan  investasi
sosial dan pengembangan wakaf produktif di Indonesia. Melalui Sukuk Wakaf, Pemerintah
memfasilitasi para pewakaf uang baik yang bersifat temporer maupun permanen agar dapat
menempatkan wakaf uangnya pada instrumen investasi yang aman dan produktif.

7 ------- Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf, Kementrian Agama RI Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Tahun 2013.

Jika dilihat dari visi Badan Wakaf Indonesia (BWI) bahwa mereka sangat menginginkan
adanya percepatan sosialisasi dan pemanfaatan wakaf uang. Seiring dengan program sejuta
nazhir wakaf uang, Edwin, wakil ketua BWI mengharapkan akan ada banyak organisasi dan
badan hukum yang mendaftarkan diri menjadi nazhir wakaf uang. Mereka bisa berbentuk
lembaga Pesantren, Koperasi, Yayasan, dan lain sebagainya. Asal bukan perorangan. Menurut
wakil ketua BWI, untuk menjadi nazhir wakaf uang tidaklah sulit. Hanya saja harus berbadan
hukum atau berbentuk organisasi dan harus mengerti pengelolaan keuangan. (Badan Wakaf
Indonesia, 2013)
Salah satu elemen masyarakat yang memiliki fungsi strategis dalam pendampingan untuk
mendorong perekonomian masyarakat adalah Pesantren.;
• Dengan potensi 28.194 pesantren tercatat pada data Kementerian Agama Republik Indonesia,
pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berbasis agama ini memilliki potensi yang besar
untuk memberdayakan umat dan berperan dalam mengikis kesenjangan ekonomi dan
mengentaskan kemiskinan, khususnya masyarakat di sekitar Pesantren.

9|Page
• OJK melihat adanya kebutuhan untuk mempertemukan antara pihak yang memiliki kelebihan
dana untuk didonasikan kepada masyarakat dengan masyarakat yang membutuhkan pembiayaan
untuk usaha dengan imbal hasil yang sangat rendah.
• Oleh karena itu, OJK memfasilitasi pembuatan model bisnis Bank Wakaf Mikro dengan
platform Lembaga Keuangan Mikro Syariah.

5. KONSEP BANK WAQAF MIKRO

Bank Wakaf Mikro sendiri adalah sebuah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS),
berbadan hukum koperasi, yang berfokus pada pembiayaan masyarakat kecil, dan dalam hal ini,
OJK bekerja sama dengan Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas) dalam membentuk LKMS.
Skema permodalan dari Bank Wakaf Mikro juga terbilang unik. Setiap LKMS akan menerima
sekitar Rp3 miliar sampai Rp4 miliar yang berasal dari donatur, dimana donatur bisa berasal dari
semua kalangan atau Perusahaan dengan biaya awal Rp 1 juta per orang. Tetapi, dana yang
diterima LKMS tersebut tidak akan disalurkan semuanya menjadi pembiayaan, karena sebagian
akan diletakkan dalam bentuk deposito di bank umum syariah.(8)
Dalam ajaran Islam, Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis
harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini
searah dengan tujuan dari pendirian BWM ini, yaitu sebagai komitmen besar OJK bersama
Pemerintah untuk terus memperluas penyediaan akses keuangan masyarakat, khususnya bagi
masyarakat menengah dan kecil, yang belum terhubung dengan lembaga keuangan formal
khususnya di lingkungan pondok pesantren.
(8) https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/10435, diakses 10 desember 2019

Keberhasilan bank wakaf mikro tentu sangat membutuhkan peran aktif seluruh elemen
masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi umat. Salah satu elemen masyarakat tersebut adalah
pesantren. Mengapa pesantren yang digunakan sebagai basis penyelenggaraan bank wakaf
mikro? Berdasarkan data Kementerian Agama tercatat sebanyak 28.194 pesantren yang tersebar
di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya potensi yang besar untuk
pemberdayaan umat guna mengentaskan kemiskinan dan mengikis kesenjangan ekonomi dalam
masyarakat. Selain itu Lembaga pesantren juga dianggap memiliki infrastruktur, culture maupun
SDM yang cukup untuk mengaplikasikan dan mengoperasionalkan konsep Bank Wakaf Mikro.
Sebagai lembaga keuangan non-bank berbentuk mikro syariah, bank wakaf mikro tidak
berada di bawah naungan Bank Indonesia, tetapi OJK. Sebab itu, pemberian izin pendirian BWM
menjadi kewenangan OJK, termasuk dalam pengawasannya. Sementara dalam operasionalnya,
OJK bekerjasama dengan Lembaga Amil Zakat, pesantren dan juga tokoh masyarakat termasuk
dalam pembinaan dan pendampingan kepada nasabah.
Karakteristik dari Bank Wakaf Mikro terletak pada proses pendampingannya. Bank
Wakaf Mikro pertama-tama akan mengadakan seleksi untuk para calon Nasabah, lalu akan
10 | P a g e
dilakukan pelatihan dan pendampingan serta pola pembiayaan yang dibuat per kelompok atau
“tanggung renteng”. Skema pembiayaan melalui BWM adalah pembiayaan tanpa agunan
dengan nilai maksimal Rp3 juta dan margin bagi hasil setara 3%.

Untuk menjalankan model bisnis Bank Wakaf Mikro, dibutuhkan Nasabah dengan Kriteria
yakni, Masyarakat Miskin Produktif :

1. Masyarakat miskin yang telah mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk kelangsungan
hidupnya

2. Masyarakat miskin yang sudah memiliki usaha produktif atau memiliki kemauan dan
semangat untuk bekerja

3. Masyarakat miskin yang memiliki komitmen untuk mengikuti program pemberdayaan

Dengan target nasabah pembiayaan adalah masyarakat miskin produktif yang tidak dapat
mengakses lembaga keuangan formal, model bisnis Bank Wakaf Mikro (BWM) hadir sebagai
incubator untuk dapat mempersiapkan nasabah menuju sektor lembaga keuangan formal seperti
Perbankan syariah, Lembaga Pembiayaan Syariah, Ventura Syariah dan lembaga keuangan
dengan struktur kompleksitas sejenis.

11 | P a g e
Bank Wakaf Mikro tidak mengelola dana masyarakat, baik berupa simpanan, tabungan,
deposito dan produk sejenisnya. BWM fokus pada pemberdayaan masyarakat miskin produktif
melalui pendampingan dan pembiayaan mikro. Sumber pendapatan Bank Wakaf Mikro berasal
dari bagi hasil deposito syariah, imbal hasil dari pembiayaan (3%), dan pendapatan jasa lainnya.

6. KONSEP PEMBINAAN USAHA MIKRO & KECIL

Pada pembahasan bagian ini penulis mencoba memaparkan pengalaman penulis yang
selama 16 tahun menjadi praktisi UMKM dan selama 7 tahun sebagai pendiri SBM proindonesia,
gerakan 1juta UMKM naik kelas yang sudah tersebar di 40 kota. Berdasarkan pengalaman
tersebut penulis berkesimpulan bahwa selain modal, hal terpenting yang dibutuhkan oleh pelaku
UMKM adalah pengetahuan dan kapasitas. Yang tampak dipermukaan adalah seolah-olah usaha
rintisan atau usaha kecil kambing hitam masalah utamanya adalah modal. Namun setelah digali,
dicoaching dan didiagnosa lebih dalam ternyata lebih banyak masalah utama pengusaha kecil
yakni di kapasitas, pengetahuan, dan mindset.
Berdasarkan pengalaman penulis melakukan pendampingan usaha kecil bersama penggiat
Gerakan UMKM, mencoba menganalisis ada 7 masalah utama UMKM:
1. Kurangnya pengetahuan bisnis
2. Mindest yang keliru
3. Kesulitan akses Pasar
4. Ketidakmampuan mengelola tim
5. Tidak punya keahlian
6. Gagal mengelola cashflow
7. Kesulitan modal

12 | P a g e
Problem-problem mendasar UMKM inilah yang belum banyak tersentuh program
pemerintah maupun swasta (CSR), BUMN (PKBL) dan lain sebagainya. Umumnya program-
tersebut lebih bersifat ceremonial, event organizing dan pameran. Setelah pameran usai, para
pelaku usaha mikro kembali dibingung dengan urusan operasional sehari-hari.
Penulis coba merangkumkan beberapa ketimpangan yang terjadi pada program pembinaan
UMKM :

1. Event berbentuk seminar singkat (1/2 hari), isinya motivasi dan tidak menyentuh tataran
mendasar, hal teknis dan fundamental bisnis.
2. Pelatihan workshop bersifat parsial, tidak konprehensif. Misal Pelatihan budidaya ikan lele,
pelatihan budidaya jagung, menjahit, membuat kerajinan dsb, namun peserta tidak diajarkan
cara menjual, mengelola SDM, mengatur keuangan dan lain sebagainya.
3. Program pembinaan jangka pendek, sehingga tidak ada monitoring dan evaluasi.
4. Program pembinaan tidak memiliki kurikulum yang berkesinambungan, setiap pemateri
punya agenda dan materi masing-masing.
5. Program pembinaan lebih sering menekankan hard skill, kurang mengedepankan soft skill.
Contohnya; soft skill berupa integritas (sidik), kejujuran (amanah), profesionalisme
(fatonah) dan skill komunikasi (tablig)
6. Jarang ditemukan program pembinaan yang mengangkat isu leadership. Sebagai pemilik
bisnis (mikro) berarti sebagai pemimpin diperusahaanya. Hal ini menjadi sangat krusial.
7. Pelatih UMKM lebih sering dari kalangan ASN dan akademisi yang bukan praktisi.
8. Eavaluasi program hanya sebatas mengetahui jumlah UMKM yang hadir, siapa saja yang
mendapat bantuan ini dan itu. Hasil kemajuan program pembinaan UMKM tidak diketahui
atau sulit dipetakan.
9. Model pendampingan satu arah (seminar & loka karya), dua arah (training, workshop &
consulting). Masih sedikit progam pembinaan dengan format coaching (minimal 3 bulan).

Dengan hadirnya konsep BWM di pertengahan 2017 yang mengadopsi konsep Grameen
Bank (Bangladesh) digabungkan dengan konsep ekonomi islam yakni mengangkat asas sosial
saling membantu (ta’awun), diharapkan bisa membawa angin segar bagi kebuntuan program-
program pemberdayaan usaha mikro. Karena tidak banyak lembaga keuangan yang mau ambil
resiko. Tidak hanya itu BWM juga menghadirkan pendampingan dengan format Halmi (halaqoh
mingguan) dimana para peserta yang mendapat pinjaman akan di pantau, dievaluasi dan
diberikan ilmu setiap minggunya.
Di atas kertas seharusnya konsep BWM bisa menjawab tantangan-tantangan yang ada
dalam hal pemberdayaan dan pembinaan ekonomi mikro. Namun dalam pelaksanaanya masih
ada kekurangan terutama dalam hal pola pembinaan serta aktor yang terlibat dalam program
pembinaan. Pembinaan secara agama, akhlak dan integritas mungkin bisa didapatkan, namun
pembinaa dalam hal operasional usaha perlu di petakan lebih dalam lagi. Penulis mencoba
membuat komparasi program pembinan UMKM yang ada di Indonesia.

13 | P a g e
KOMPARASI PROGRAM PEMBINAAN UNTUK UMKM

AKTOR SYARAT & SUMBER PROGRAM & KETERANGAN


OBJEKTIF MODAL TARGET
Peme - Melaksanakan amanat Pajak yang - Target Jumlah UMKM - lebih sering
rintah undang undang dipungut harus banyak ceremonial
- Menunaikan GCG, SDGs Pemerintah, - Penyaluran dana -birokratif
- Mengejar target anggaran harus habis -ASN dijadikan
pembangunan, penyerapan Bantuan atau - sering bikin event Pembina UMKM
tenaga kerja hingga grant dari pameran dan bangun -mengguakan
perolehan pajak UMKM negara lain dan sentra-sentra produksi perangkat kerja
NGO asing, - Seringnya bikin didaerah
Seminar,
BUMN - Menerapkan GCG (Good BUMN dan - sering bikin event - lebih sering
Corporate Governance), & stakeholder pameran dan bangun ceremonial
SDGs (sustainable nya. sentra-sentra produksi -birokratif
development goals) - Seringnya bikin - kerjasama denga
Seminar (short term) komunitas
entrepreneur

Swasta - Jenis UMKM yang Perusahaan - menggugurkan - Hanya pemenang


(CSR) diberdayakan harus selaras Swasta. kewajiban CSR kompetisi yang
dengan bisnis corporasi. - Publikasi (media mendapat
(komplementer / subtitusi) Sharing buget coverage) lebih besar pendampingan
- Harus ada KOMPETISI dengan daripada operasional
atau event awarding. perusahaan CSR. - CSR bagian dari
lain. Branding dan PR
Sponshorship - Program umumnya (public relation)
short term
Komunitas - Umumnya UMKM harus - urunan - Bikin group Biztalk - pengurus adalah
terdaftar sebagai member peserta (business talk) volunteer
komunitas member -kopidarat,silaturahmi -program sering
- focus dan peduli pada komunitas dan sharing. terhambat karena
peningkatan kesejahteraan - bikin modul atau kekurangan biaya
anggotanya Sponsorship kurikulum
-jenis UMKM tidak dibatasi pendampingan
Partnership - program umumnya
longterm
BWM - Ta’awun dan Tabaru - Halmi (halaqoh - Mengutamakan
- Menjadi incubator usaha Dana wakaf mingguan) setiap softskill seperti
mikro dari para pertemuan setor cicilan. akhlak, sidiq, amanah
- Tidak perlu agunan Donatur - Pendampingan group dst.
- Tidak perlu legal usaha sharing ekonomi rumah - masih minim materi
- Mau dibina dan bersedia Laznas tangga bisnis
sistem kelompok (tanggung - Program jangka - Program dijalankan
renteng) panjang oleh santri dan
ustad/guru

14 | P a g e
Jika melihat pola pendampingan yang dilakukan oleh institusi BWM ternyata cukup lebih
baik ketimbang lembaga-lembaga lain yang sering bikin program pendampingan jangka pendek.
Dan pola pendampingan bukan model pendampingan satu arah melainka dua arah. Enggament
yang terjalin selama pendampingan sangat tinggi karena antara pembina dan nasabah sangat
intens ketemuan setiap minggu. Namun yang menjadi pertanyaan apakah kuantiti intensitas
tersebut juga selaras dengan kualitas proses pendampingannya. Dan sebarapa besar efektifitas
dan dampak dari setiap pertemuan pendampingan di BWM.

B. FOKUS PENELITIAN

Berdasarkan pemaparan di atas, bahwa pengelolaan wakaf uang akan sangat memberikan
dampak luar biasa bagi pemerataan ekonomi. Melihat fungsi wakaf yang lebih kepada sosial
maka penyaluran dana wakaf menjadi lebih flexible dari sisi syarat, ketimbang mengelola dana
nasabah yang disimpan di lembaga perbankan yang komersil. Penyaluran dana wakaf tidak
mewajibkan profit seperti pembiayaan komersil, penyaluran dana wakaf tidak memerlukan
agunan/jaminan, penyaluran dana wakaf bisa bergulir dan pemanfaatan profitnya bisa
dikembalikan kemasyarakat untuk keperluan sosial.

Pengembangan wakaf produktif memerlukan dukungan yang tidak hanya social driven
(bottom up) namun juga diperlukan government driven (dukungan pemerintah) sebagaimana
dilakukan oleh Malaysia yang terlebih dahulu memiliki sistim pengembangan wakaf yang lebih
modern dan lebih baik daripada Indonesia. Oleh sebab itu, perlu untuk dilakukan kajian secara
elaboratif dalam perspektif ekonomi melalui penelitian berkaitan dengan implementasi wakaf
uang, dalam hal persepsi umat Islam, khsusunya pengaplikasian Bank Wakaf Mikro yang sudah
berjalan di 52 pesantren yang dijadikan prototype sejak tahun 2017.

Permasalahan pokok dalam penilitian ini adalah ingin mengukur potensi, serta hambatan
dan kendala yang terjadi pada pemanfaatan wakaf uang khususnya di pilot project BWM.
Penelitian juga bermaksud ingin mengidentifikasi variable-variable apa saja yang menjadi faktor
kesuksesan program Bank Wakaf Mikro. Penilitian tidak hanya melihat dari sisi transaksi dana
yang tersalurkan dan dana yang kembali. Namun juga melihat efek dari pendampingan usaha
yang dilakukan oleh lembaga Bank Wakaf Mikro.

Hasil penilitian ini diharapakan bisa menjadi rekomendasi bagi Laznas, OJK serta
pemerintah agar bisa segera membuat duplikasi program seperti BWM dengan kondisi
lingkungan yang baru yakni di luar lingkungan pesantren, Yakni lingkungan sekitar masjid
dengan pengelolaan DKM (Dewan Keluarga Masjid) yang cukup porfesional sehingga bisa
mengoperasikan konsep pemanfaatan dana wakaf sekaligus konsep pendampingan.

Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka ada beberapa pertanyaan yang ingin
diperoleh jawabannya dari penilita ini, yaitu:

15 | P a g e
1. Bagaimana potensi dan dampak ekonomi dari pemanfaatan wakaf uang yang disalurkan
pada sektor usaha mikro di sekitar wilayah kantor BWM.
2. Bagaimana pengelolaan wakaf uang dan bagaimana pola pendampingan yang ada di
lembaga Bank Wakaf Mikro, khususnya dilingkungan pesantren.
3. Apa saja tantangan dan kendala yang dihadapi management di Bank Wakaf Mikro
4. Apa saja yang dibutuhkan untuk membuat model organisasi dan sistem operasional yang
lebih baik dari BWM pilot project.
5. Bagaimana potensi pengembangan bisnis model BWM jika diduplikasi pada lingkungan
berbeda, diluar pesantren.

C. Tujuan Penelitian Tesis


1. Mengetahui potensi pemanfaatan wakaf uang serta mengetahui respon masyarakat
terhadap program pembiayaan mikro di BWM.
2. Mengindentifikasi tantangan dan hambatan pada manajemen operasional di Bank Wakaf
Mikro, serta mengetahui model organisasi (BWM).
3. Mengetahui bagaimana dana wakaf uang dikelola oleh lembaga institusi BWM?
4. Untuk mengidentifikasi tantangan dan hambatan pola pembinaan pengusaha mikro di
lembaga BWM?
5. Mengevaluasi secara detail aspek apa saja yang membuat program wakaf bergilir cukup
berhasil di lingkungan pesantren.

Manfaat Tesis.
1. Mendapatkan dokumentasi yang terperinci perihal model organisasi untuk pengembangan
ekonomi mikro umat Islam di BWM.
2. Mendapatkan alat ukur variabel dari model pembiayaan mikro umat, agar bisa
diaplikasikan di kondisi lingkungan dan situasi berbeda.
3. Mendapatkan model organisasi yang tepat agar konsep pengembangan ekonomi umat
seperti BWM bisa diduplikasi di luar lingkungan pesantren.
4. Mendapatkan teori untuk mengatasi kendala yang ada pada proses pendampingan usaha
mikro di BWM pilot project .
5. Diharapakan teori yang dikembangkan bisa lebih mengoptimalkan pemanfaatan wakaf
uang serta berkembangnya aset wakaf uang.

D. Lingkup Penelitian
Penilitian akan dilakukan dengan menggunakan beberapa sumber primer yakni
mewawancarai beberapa pengurus BWM yang ada di Ponpes (pondok pesantren) An Nawawi
Tanara di Serang mewakili wilayah Banten. BWM Berkah Bersama Baiturahman di Bandung
dan LKM Syariah KHAS KEMPEK di Cirebon yang mewakili wilayah Jawa Barat dan BWM
16 | P a g e
yang ada di Ponpes Tebu Ireng Jombang yang ada di Jawa Timur serta LKM Syariah Alumna
Berkah Mandiri di Jogjakarta. Untuk mengkonfirmasi terkait managemen dan pengelolaan BWM
apakah sudah sesuai dengan juknis dan juklak yang di berikan oleh OJK. Dan untuk mengevalusi
kinerja masing-masing kantor cabang untuk mencari tau hal-hal teknis apa yang membuat
keberhasilan disuatu cabang namun tidak berhasil dicabang lainya.
Penilitan juga ingin mengindentifikasi kendala dan hambatan yang dialami oleh
management serta kendala yang dialami oleh nasabah. Tentunya dari pihak nasabah juga akan
ada beberapa yang diwawancara dan disurvei. Dalam survei juga akan digali prihal seberapa
besar dampak program wakah uang di BWM terhadap perekonomian keluarga mereka.
Selai aspek teknis, penelitian juga akan mencoba mencari hipotesa baru untuk menguji
apakah model organisasi BWM bisa diterapkan di luar lingkungan pondok pesantren (ponpes).
Penulis melakukan hal ini karena melihat ada potensi wakaf uang yang bisa dikelola nadzir
diluar lingkungan ponpes. Penilitian coba mengkaji dan mencari variable dependen dan
independen dengan cara mengambungkan data dilapangan dengan data sekunder lainya yang
diambil dari literasi buku-buku management human resource dan model organisasi.

E. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan dalam pembahasan pada penelitian ini dibagi menjadi lima bab,
dimana pada masing-masing bab terdiri atas sub-sub bab yang merupakan penjabaran dari bab-
bab yang bersangkutan sehingga membentuk satu kesatuan dengan susunan sebagai berikut :
1. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan
sistematika pembahasan.
2. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU DAN KERANGKA
TEORI
Pada bab ini akan membahas tentang kajian terdahulu. Kajian terdahulu merupakan hasil-hasil
penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan tema yang dibahas pada tesis ini, dengan bahan ini
maka diharapkan akan didapat hipotesa baru sehingga didapat hasil yang saling melengkapi dan
aplikasi wakaf uang bisa berkembang maju. Sedangkan kerangka teori merupakan kerangka
berfikir yang relevan dengan tema penelitian.
3. BAB III METODE PENELITIAN
Membahas tentang jenis penelitian dan pendekatan, sumber data, seleksi sumber, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bab ini mencoba menggabungkan aspek penerapan
dilapangan di korelasikan degan aspek teori dan eksperience penulis dalam hal pendampingan
UMKM.
4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

17 | P a g e
Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan analisis penelitian terkait dengan konsep wakaf
uang yang ada sekarang serta tingkat kemajuan dan respon yang ada dari masyarakat. Bab ini
juga membahas jawaban atas pertanyaan yang terkait dengan rumusan dan tujuan penelitian.
Berdasarkan hasil analisis pada bab ini kemudian akan disimpulkan pada bab penutup.
5. BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab yang memuat kesimpulan dan saran-saran tentang konsep pengelolaan
wakaf uang kedepan, dimana diharapkan didapat konsep yang dapat mengembangkan wakaf
uang baik dari aspek aset, manajemennya maupun upaya pembinaan usaha mikro nya.

BAB II KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU DAN KERANGKA TEORI

A. Kajian Penelitian Terdahulu


Seajuh ini penulis sudah mencari banyak artikel, jurnal dan tesis atas studi kasus BWM
diberbagai literatur, namun belum banyak yang membahas secara fokus kepada management,
18 | P a g e
dan pengelolaan wakaf uang di BWM. Begitu juga belum banyak yang membahas aspek teknis
pola pendampingan terhadap usaha mikro yang dibina. Ada banyak penelitian tentang wakaf
uang namun lebih banyak terkonsentrasi membahas potensi dan regulasi prihal wakaf uang.
penelitian-penelitian yang sudah ada tidak fokus pada pembahasan model bisnis dan model
organisasi Bank Wakaf Mikro nya.
Oleh karenanya, penulis akan membahas model bisnis dan model organisasi secara lebih
luas bukan mendalam. Untuk mendapatkan hipotesa general issue agar bisa melihat dari
berbagai aspek.

B. Matriks Orisinalitas Penelitian

C. Kerangka Teori
1. Teori Wakaf
2. Teori wakaf uang
3. Business model dan Standar Operasional Procedure BWM
4. Definisi dan Business Model UMKM
5. Pemberdayaan UMKM (Pendampingan); Teori Coaching, Training dan Mentoring.
6. Theory of Change
7. Teori Kemitraan
8. Penelitian terdahulu tentang pemberdayaan ekonomi umat disekitar masjid

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Pendekatan


1. Evaluation Research
2. Action Research
3. Social Impact Assesment

19 | P a g e
Metodologi yang digunakan pada makalah ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Mencoba mengurai data dan menghasikan hipotesa melalui cara deduktif dan induktif. Dengan
mengumpulkan data dari berbagai sumber; jurnal, berita media masa, dan data sekunder dari
pemerintah.
Untuk memudahkan memahami konsep pembiayaan Bank Wakaf Mikro penulis
mencoba menggunakan metode komparasi dengan beberapa pembiayaan sejenis. Metode yang
sama juga digunakan untuk menghadirkan gambaran jelas perbedaan pola pendampingan
UMKM yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, LKB (Lembaga Keuangan Bank), LKBB
(Lembaga Keuangan Bukan Bank), BWM dan pembinaan oleh komunitas penggerak UMKM
diberbagai kota.

B. Lokasi Penelitian
1. BWM Serang (kunjungan, observasi interiew dan survei)
2. BWM Ciamis (olah data sekunder) (Nurjamil, 2019)
3. BWM Bandung (kunjungan, observasi interiew dan survei)
4. BWM Cirebon (interview via telephon)
5. BWM Jombang (interview via telephon dan olah data sekunder) (Maulana Asegaf, 2020)

C. Informan Penelitian
Penulis melakukan observasi dan wawancara langsung baik ke pengelola harian Bank
Wakaf Mikro (BWM), Direktur BWM, praktisi Bank Muamalat, analis Bank Syariah Mandiri,
praktisi BPRS / BMT, dan pelaku UMKM serta coach Pembina UMKM.
Proses observasi, dan analisa kepada pelaku usaha mikro dan kecil, dimulai lebih awal
yakni sejak penulis berkecimpung dalam SBM Proindonesia, Gerakan 1 Juta UMKM Naik Kelas
di tahun 2013 hingga sekarang. Penulis sempat bertemu langsung dengan pelaku usaha di
Jabodetabek, Bandung, Garut, Kuningan, Cirebon, Jogja, Malang, Surabaya, Sidoarjo, Bali,
Padang, Jambi, Pekanbaru, dan Medan. Saat aktifitas pembinaan UMKM tersebut penulis juga
bertukar pikiran dengan para Coach Pembina UMKM dan sempat bersinggungan dengan
program pemerintah yang ada di daerah masing-masing.
Tidak hanya itu, secara tidak langsung penulis juga mendapatkan data dan insight /
wawasan dari pelaksanaan pembinaan UMKM di 40 kota lainya, dimana organisasi SBM
Proindonesia memiliki pengurus / perwakilanya di kota-kota tersebut. Memang pengalaman
tersebut dilakukan tidak dimaksudkan untuk fokus membahas tema tesis ini, namun setidaknya
penulis mendapatkan gambaran besar tentang permasalahan pembinaan yang ada di UMKM.
Sedangkan untuk observasi dan wawancara kepada pengurus BWM baru dilakukan bulan
desember 2019. Penulis berkunjung ke Kantor BWM cabang pertama, yang didirikan tahun 2017
yang diresmikan oleh Presiden dan Wakil Presiden Republik Indoneisa. BWM An Nawawi Tara
yang berlokasi di Serang, Banten adalah contoh sukses pilot project yang berhasil menjalankan
konsep Bank Wakaf Mikro selama tiga tahun ini dan sering dijadikan percontohan oleh BWM
lainya dan dijadikan bahan kajian ilmiah oleh para mahasiswa S2 di seluruh Indonesia.

20 | P a g e
D. Teknik Penentuan Informan
Sebelum melakukan kunjungan ke BWM An Nawawi, penulis mengumpulkan data-data
sekunder melalui jurnal, media masa dan bahan makalah presentasi sosialisasi BWM di 42
cabang. Serta penulis mewawancara Bapak Ansharullah praktisi di Bank Muamalat sebagai
pengelola risk management dan penanganan kredit mace, serta Bapak Wawan selaku analis
usaha mikro di BSM. Hal ini perlu dilakukan guna mendapatkan pandangan mendetail dan
pertanyaan yang tajam (teknis) yang ditujukan untuk pengelola BWM. Wawancara dilokasi
bertemu dengan 6 orang pengurus BWM yang sedang bertugas, sedangkan kepada Direktur
BWM Ibu Lik Faiqoh hanya dilakukan via telephon. Sementara wawancara kepada nasabah
belum sempat dilakukan.

E. Teknik Pengumpulan Data


1. Wawancara dan Observas
2. Survei mengisi kuisioner
3. Grounded Reserach

F. Keabsahan Data

G. Teknik Analisis Data

DAFTAR PUSTAKA

Badan Wakaf Indonesia. (2013, sept 24). Program Sejuta Nazhir Wakaf Uang untuk Melecut
Perkembangan Wakaf Uang. Dipetik april 9, 2020, dari www.bwi.go.id:
https://www.bwi.go.id/983/2013/09/berita/berita-wakaf/program-sejuta-nazhir-wakaf-uang-
untuk-melecut-perkembangan-wakaf-uang/

Direktorat Jendral Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko Kementrian Keuangan. (2020, Maret).
Penerbitan Sukuk Wakaf (Cash Waqf Linked Sukuk - CWLS) Seri SW001 Pada Tanggal 10 Maret
2020 Dengan Cara Private Placement. Dipetik april Kamis, 2020, dari
www.djppr.kemenkeu.go.id: https://www.djppr.kemenkeu.go.id/page/load/2736/penerbitan-
sukuk-wakaf--cash-waqf-linked-sukuk--cwls--seri-sw001-pada-tanggal-10-maret-2020-dengan-
cara-private-placement

21 | P a g e
Dompet Duafa. (2020, February). Dipetik April 10, 2020, dari www.dompetdhuafa.org:
http://www.dompetdhuafa.org/id/berita/detail/Dompet-Dhuafa-Peroleh-Izin-Nadzir-Wakaf-
Uang

Global Wakaf. (2020, April 10). Wakaf Produktif. Dipetik April 10, 2020, dari
https://www.globalwakaf.com/: https://www.globalwakaf.com/

Huda, S. (2017). Kontribusi Wakaf Uang Bagi Pertumbuhan Ekonomi Umat di Yogyakarta. Tesis UIN
Jogjakarta.

Komite National Keuangan Syariah. (2019). Optimalisasi Wakaf Produktif untuk Kesejahteraan Umat.
Jakarta: insight.

Maulana Asegaf, K. M. (2020). PELAKSANAAN WAKAF PRODUKTIF DI BANK WAKAF MIKRO SYARIAH
DENANYAR JOMBANG. Mazawa (Management of Zakat adn Waqaf) vol 1 No.1 (2019), 66-78.

Nurjamil, S. N. (2019). MODEL PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT MISKIN MELALUI AKSES


PEMBIAYAAN BANK WAKAF MIKRO BERBASIS PESANTREN (STUDI KASUS LKM SYARIAH RANAH
INDAH DARUSSALAM CIAMIS). Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol 1 No.1, 45-57.

22 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai