Anda di halaman 1dari 11

UJMER 6 (1) (2017) 48 - 58

Unnes Journal of Mathematics Education Research


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujmer

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dalam Problem Based Learning


dengan Strategi Scaffolding Ditinjau dari Adversity Quotient

Anik Ismawati, Mulyono, Nathan Hindarto

1.
SMA Negeri 1 Pecangaan, Indonesia
2.
Prodi Pendidikan Matematika, Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik SMA Negeri 1 Pecangaan masih rendah.
Diterima 4 Februari 2017 Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan strategi scaffolding digunakan untuk mengatasi
Disetujui 6 April 2017 permasalahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas pembelajaran PBL dengan strategi
scaffolding dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan menganalisis kemampuan
Dipublikasikan 2 Juni
pemecahan masalah matematika ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) peserta didik. Penelitian ini merupakan
2017
penelitian kombinasi kuantitatif dan kualitatif dengan desain concurrent embedded. Sampel penelitian kuantitatif
________________ adalah peserta didik kelas XI MIA4 (kelompok eksperimen) dan XI MIA5 (kelompok kontrol) sementara pada
Keywords: penelitian kualitatif, subjek penelitian diambil dari enam peserta didik yang dipilih dari kelompok eksperimen.
AQ; kemampuan Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran PBL dengan strategi scaffolding sedangkan variabel
terikat kemampuan pemecahan masalah matematika. Pengambilan data dilakukan dengan tes, angket dan
pemecahan masalah; PBL;
wawancara. Data diolah menggunakan uji t dan gain yang ternormalisasi. Hasil yang dicapai menunjukkan
scaffolding.
bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika mencapai ketuntasan dengan rata-rata 77,726 mengalami
peningkatan tinggi dengan gain 0,732 dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika pada
___________________ kelompok eksperimen lebih baik dari kelompok kontrol. Peserta didik yang memiliki AQ kategori climber
mempunyai kemampuan pemecahan masalah matematika tergolong baik, sedangkan peserta didik yang memiliki
AQ kategori camper mempunyai kemampuan pemecahan masalah matematika tergolong cukup baik.
Abstract
___________________________________________________________________
The students ability of mathematics problem solving of SMA Negeri 1 Pecangaan are still low. PBL using
scaffolding strategy is applied to overcome the problems. This study attempts to test the effectivenesss PBL using
scaffolding strategy in enhance and analyzing the ability of mathematics problem solving reviewed from the
students’ adversity quotient. This study using Mix Method Approach Research with concurrent embedded. The
sample of quantitative research of the students of grade XI MIA4 (experiment group) and the students of grade XI
MIA5 (control group) in SMA Negeri 1 Pecangaan in qualitative research, the subject of research is used by six
students that choosed by experiment group. The independent variable in this study is a PBL using scaffolding
strategy while the dependent variable is mathematics problem solving ability. The data were collected by tests,
questionnaires and interviews. The data were processed using the t-test and normalized gain. The results achieved
indicate that the ability of mathematics problem solving has reached the passing grade with an average of 77.726
which means that it increased highly with the gain of 0.732. The increase of mathematics problem solving of
ability of the experiment group is better than the control group. The ability of mathematics problem solving of the
students having AQ of climber category is good. The ability of mathematics problem solving of the student
having AQ of camper category is enough.

© 2017 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi:
p-ISSN 2252-6455
Jl. Raya Pecangaan Kulon, Pecangaan, Pecangaan Kulon,
Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah 59462, Indonesia. e-ISSN 2502-4507
E-mail: ismawatianik@gmail.com

48
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58

PENDAHULUAN Hmelo-Silver (2004) menyatakan


bahwa Problem Based Learning (PBL) adalah
Pembelajaran matematika di SMA model pembelajaran dimana peserta didik
Negeri 1 Pecangaan belum mengoptimalkan belajar melalui suatu masalah untuk
pada kemampuan pemecahan masalah. Hal memecahkan masalah. PBL adalah
ini ditunjukkan dari hasil tes pemecahan pembelajaran yang menggunakan masalah
masalah matematika di kelas X SMA Negeri nyata (autentik) yang tidak terstruktur (ill-
1 Pecangaan yang menunjukkan hanya 28,9 structured) dan bersifat terbuka sebagai
% peserta didik yang memperoleh nilai di konteks bagi peserta didik untuk
atas kriteria ketuntasan minimal (KKM), mengembangkan keterampilan
sedangkan nilai KKM sebesar 66,67. Banyak menyelesaikan masalah dan berpikir kritis
peserta didik yang belum mampu serta sekaligus membangun pengetahuan
merumuskan kemungkinan pemecahan baru (Kemendikbud, 2013). Dalam PBL,
masalah. Berdasarkan keterangan guru situasi atau masalah menjadi titik tolak
matematika SMA Negeri 1 Pecangaan, pembelajaran untuk memahami konsep,
model pembelajaran yang dilakukan selama prinsip dan mengembangkan keterampilan
ini adalah ceramah, pemberian contoh dan memecahkan masalah. Fokus utama PBL
penyelesaian, latihan soal, dan pembahasan yaitu memposisikan guru sebagai perancang
beberapa soal latihan. Peserta didik mampu dan organisator pembelajaran sehingga
menyelesaikan soal yang langkah peserta didik mendapat kesempatan untuk
pengerjaannya sama dengan contoh yang memahami dan memakai matematika
diberikan oleh guru namun ketika diberikan melalui aktivitas belajar (Herman, 2007).
soal yang berbeda langkah pengerjaannya, Pembelajaran PBL dapat meningkatkan
peserta didik kebingungan untuk kemampuan pemecahan masalah
menyelesaikannya. Peserta didik malu matematika peserta didik (Sudarman, 2007).
bertanya pada guru atau temannya yang Suherman (2001) menyatakan bahwa
lebih menguasai materi. Berdasarkan hasil peserta didik dalam kelompok PBL tidak
studi PISA tahun 2012, Indonesia berada menyelesaikan masalah secara sendiri-
pada urutan ke-64 dai 65 negara peserta sendiri dan tidak menyelesaikan hanya salah
(OECD, 2012). Soal-soal yang termuat satu orang di antara mereka. Melalui
dalam PISA merupakan jenis soal bantuan teman dan juga guru, diharapkan
pemecahan masalah, sehingga hasil studi peserta didik dapat menyusun kembali dan
PISA ini juga memberikan informasi bahwa menemukan konsep yang benar dari masalah
masih banyak peserta didik yang tidak dapat yang diberikan. Suatu mekanisme proses
menjawab materi tes matematika yang pengamatan oleh peserta didik yang dibantu
berjenis pemecahan masalah. Peserta didik untuk mencapai potensi pembelajarannya
mudah menyerah. Peserta didik mengalami merupakan scaffolding (Amiripour, 2012).
hambatan dalam memecahkan masalah Anghileri (2006) menggambarkan tingkat
matematika. Berdasarkan wawancara scaffolding meliputi environmental provisions
terhadap guru matematika di SMA Negeri 1 atau penataan lingkungan belajar, explaining
Pecangaan menyatakan bahwa daya juang atau interaksi antara guru dan peserta didik
peserta didik terhadap pemecahan masalah untuk menggali kemampuan peserta didik,
matematika belum mendapat perhatian oleh reviewing atau interaksi peserta didik dengan
guru karena belum adanya pemahaman guru tugas dan restructuring atau interaksi yang
tentang daya juang peserta didik. Guru lebih mendorong refleksi dan klarifikasi, serta
menekankan pada tersampaikan materi developing conceptual thinking atau
secara keseluruhan kepada peserta didik. pengembangan pemikiran konsep. Praktek
scaffolding ini dapat meningkatkan dan

49
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58

mengefektifkan pembelajaran matematika. pemecahan masalah peserta didik dalam


Scaffolding merupakan bantuan yang pembelajaran PBL dengan strategi scaffolding
diberikan kepada peserta didik untuk belajar ditinjau dari AQ dengan level climber, camper
dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut atau quitter? sedangkan penelitian ini
dapat berupa petunjuk, dorongan, bertujuan untuk (1) menguji efektifitas
peringatan, menguraikan masalah ke dalam pembelajaran PBL dengan strategi scaffolding
langkah-langkah pemecahan, memberikan dalam meningkatkan kemampuan
contoh, dan tindakan-tindakan lain yang pemecahan masalah matematika dan
memungkinkan peserta didik itu belajar menganalisis kemampuan pemecahan
mandiri (Cahyono, 2010). Dari model PBL masalah matematika ditinjau dari AQ
dan scaffolding, akan dibuat perpaduan sintak peserta didik, (2) memperoleh gambaran
pembelajaran guna mendukung proses tentang kemampuan pemecahan masalah
pembelajaran. matematika peserta didik dalam
Kemampuan pemecahan masalah pembelajaran PBL dengan strategi scaffolding
sangat berkorelasi dengan kecerdasan, pada peserta didik yang memiliki AQ
kreativitas, kemampuan penalaran, dengan level climber, camper atau quitter.
kemampuan numerik, dan kemampuan
matematika (Pimta, 2009). Adversity Quotient METODE
(AQ) merupakan kecerdasan seseorang
dalam menghadapi kesulitan atau
Penelitian ini merupakan jenis
permasalahan. AQ membantu meningkatkan
penelitian kombinasi kualitatif dan
potensi diri peserta didik. AQ dapat
kuantitatif. Desain yang digunakan dalam
digunakan sebagai pembinaan mental bagi
penelitian ini adalah desain concurrent
peserta didik untuk menghindari masalah
embedded. Populasi dalam penelitian ini
psikologis. Peserta didik mampu melihat dari
adalah peserta didik kelas XI MIA SMA
sisi positif, lebih berani mengambil resiko,
Negeri 1 Pecangaan semester genap tahun
sehingga tuntutan dan harapan dijadikan
pelajaran 2015/2016. Dari lima kelas XI
sebagai dukungan. Keberadaan AQ di kelas
MIA SMA Negeri 1 Pecangaan dipilih dua
membantu peserta didik dalam
kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas
meningkatkan kemampuan dan prestasi
eksperimen yang menerapkan model
belajar yang dicapai. Stoltz (Sudarman,
pembelajaran PBL dengan strategi scaffolding.
2012) menyatakan bahwa bukan hanya
Kedua, kelas kontrol yang menerapkan
Intellegency Quotient ataupun Emotional
model pembelajaran ekspositori. Penentuan
Quotient yang menentukan kesuksesan
sampel penelitian berdasarkan cluster random
peserta didik tetapi AQ juga memiliki
sampling. Untuk mengetahui kelas tersebut
pengaruh yang luar biasa dalam
dalam kondisi awal yang sama perlu
mewujudkan suatu keberhasilan peserta
diadakan beberapa uji prasyarat, antara lain
didik. AQ mempunyai tiga kategori yaitu
uji normalitas, uji homogenitas, dan uji
rendah disebut quitter, sedang disebut camper,
kesamaan rata-rata. Data yang digunakan
dan tinggi disebut climber (Stoltz, 2000).
sebagai uji prasyarat dalam pemilihan
Salah satu tujuan dalam pembelajaran
sampel adalah data hasil ulangan tengah
matematika adalah belajar pemecahan
semester genap. Angket AQ diberikan
masalah. Rumusan masalah dalam
sebelum penelitian. Subjek penelitian
penelitian ini adalah (1) bagaimana
diambil dari peserta didik kelas eksperimen
efektivitas pembelajaran PBL dengan strategi
berdasarkan angket AQ. Pemilihan subjek
scaffolding ditinjau dari AQ dalam
penelitian kualitatif menggunakan teknik
meningkatkan kemampuan pemecahan
purposive sampling yaitu dilakukan dengan
masalah? (2) bagaimana kemampuan
pertimbangan tertentu. Subjek penelitian

50
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58

dipilih dari kelas eksperimen berdasarkan rata-rata data awal peserta didik kelas
AQ peserta didik yaitu kategori climber, kontrol.
camper, dan quitter. Masing-masing kategori Hasil angket AQ peserta didik pada
dipilih tiga peserta didik yang memenuhi kelas eksperimen sebagai berikut: 26 berada
kuartil pertama, kedua, dan ketiga dalam pada kategori camper, dan 13 peserta didik
satu kategori untuk dianalisis kemampuan pada katagori climber. Subjek penelitian yang
pemecahan masalahnya. terpilih untuk diteliti lebih mendalam
Sumber data dalam penelitian ini tentang kemampuan pemecahan masalah
adalah lembar jawaban tes kemampuan matematikanya meliputi (1) tiga peserta
pemecahan masalah (TKPM), angket AQ, didik kategori climber yang memenuhi kuartil
lembar hasil wawancara peserta didik, pertama, kedua dan ketiga dalam satu
wawancara guru, wawancara rekan guru, kategori climber, (2) tiga peserta didik
dan observasi. TKPM diberikan dua kali kategori camper yang memenuhi kuartil
yaitu pre test dan post test. TKPM dilakukan pertama, kedua dan ketiga dalam satu
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. kategori camper dan tidak ada peserta didik
Jawaban peserta didik pada TKPM kategori quitter.
dianalisis dan subjek penelitian Rata-rata hasil nilai pre test dari TKPM
diwawancarai. Data kuantitatif diuji kelas eksperimen adalah 17,825 sementara
menggunakan uji normalitas, uji rata-rata nilai pre test dari TKPM kelas
homogenitas, uji kesamaan rata-rata, uji kontrol sebesar 19,309. Hal ini menunjukkan
ketuntasan, uji beda rata-rata dan uji gain. bahwa pencapaian kedua kelas tersebut
Sedangkan analisis data kualitatif dilakukan hampir berimbang karena memang subjek
dengan cara mereduksi data, menyajikan penelitian ini diambil dari kelas yang
data, dan menarik kesimpulan dari data yang mempunyai karakteristik sama. Rata-rata
telah dikumpulkan dan memverifikasi hasil nilai post test dari TKPM kelas
kesimpulan tersebut. eksperimen adalah 77,726 sementara rata-
rata nilai post test dari TKPM kelas kontrol
HASIL DAN PEMBAHASAN sebesar 68,484. Berdasarkan uji normalitas
dengan SPSS menggunakan uji Kolmogorof-
Smirnov dengan taraf nyata 5%, hasil nilai
Data awal peserta didik kelas
post test TKPM kelas eksperimen dan nilai
eksperimen dan kelas kontrol diperoleh dari
post test kelas kontrol berdistribusi normal.
rata-rata nilai ulangan tengah semester kelas
Berdasarkan uji homogenitas dengan SPSS
eksperimen adalah 54,641 dan rata-rata nilai
menggunakan uji Levene’s Test dengan taraf
ulangan tengah semester kelas kontrol
nyata 5%, varians nilai post test kelas
adalah 54,763. Berdasarkan uji normalitas
eksperimen sama dengan varians nilai post
dengan bantuan SPSS menggunakan uji
test kelas kontrol.
Kolmogorof-Smirnov dengan taraf nyata 5%,
Hasil nilai post test TKPM peserta
data awal kelas eksperimen dan kelas kontrol
didik pada kelas eksperimen diperoleh nilai
berdistribusi normal. Berdasarkan uji
terendah adalah 50,602, dan nilai tertinggi
homogenitas dengan bantuan SPSS
adalah 97,590, sedangkan nilai KKM adalah
menggunakan uji Levene’s Test dengan taraf
70. Jumlah peserta didik yang tuntas adalah
nyata 5%, varians kelas eksperimen sama
34 peserta didik. Dari perhitungan diperoleh
dengan varians kelas kontrol. Berdasarkan
, sedangkan dengan α = 5%
uji kesamaan rata-rata dengan bantuan SPSS
diperoleh . Karena z = 1,757 >
menggunakan Independent Sample T-Test
= 1,64 maka diterima, artinya
dengan taraf nyata 5%, rata-rata data awal
peserta didik kelas eksperimen sama dengan persentase hasil belajar peserta didik kelas
eksperimen yang dikenai PBL dengan

51
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58

strategi scaffolding telah mencapai 74,5%. indikator pemecahan masalah sehingga


Berdasarkan hasil perhitungan uji beda rata- dapat diambil kesimpulan bahwa subjek
rata diperoleh thitung = 3,356 dengan taraf penelitian kategori AQ climber mampu
signifikansi 5% dan dk = 70 diperoleh nilai menguasai semua indikator pemecahan
ttabel = 1,67. Karena thitung > ttabel, dapat masalah. Berdasarkan reduksi data
disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan kemampuan pemecahan masalah
masalah matematika peserta didik pada kelas matematika ketiga subjek kategori AQ
eksperimen lebih baik daripada kemampuan camper yaitu S-4, S-5, dan S-6. Subjek S-4
pemecahan masalah matematika peserta hanya menguasai satu indikator yakni
didik pada kelas kontrol. Berdasarkan uji indikator 1. Subjek S-4 kurang menguasai
gain bahwa 64,103% peserta didik dengan tiga indikator yang lainnya yakni indikator 2,
gain di atas 0,7 dalam kategori tinggi, hanya 3, dan 4. Subjek S-5 hanya menguasai dua
35,897% yang mengalami peningkatan indikator yakni indikator 1 dan 4. Subjek S-5
sedang. Berbeda dengan pembelajaran kurang menguasai dua indikator yang
ekspositori, masih ada 76,316% peserta didik lainnya yakni indikator 2 dan 3. Subjek S-6
yang mengalami peningkatan sedang dan menguasai semua indikator. Dari semua
sebanyak 23,684% peserta didik mengalami data yang dikumpulkan, dianalisis secara
peningkatan tinggi. Rata-rata skor n-gain kualitatif tiap subjek penelitian, peneliti
peserta didik kelas eksperimen adalah 0,732 melakukan reduksi data pada sumber data
(tinggi) lebih dari rata-rata skor n-gain peserta wawancara guru untuk indikator 1 sampai 4
didik kelas kontrol 0,615 (sedang). Hal ini untuk subjek S-6. Subjek S-6 menguasai
memberikan asumsi bahwa peningkatan indikator 3 dan 4 belum sempurna. Hal ini
kemampuan pemecahan masalah diperoleh dari reduksi data berdasarkan
matematika peserta didik kelas eksperimen wawancara, wawancara dengan guru,
lebih tinggi dari kelas kontrol. Sebelum wawancara dengan rekan guru, dan
dilakukan pengujian beda rata-rata hasil data observasi. Jadi subjek penelitian AQ camper
n-gain, terlebih dahulu dilakukan uji mempunyai karakteristik yang sama pada
normalitas dan uji homogenitas varians. kemampuan pemecahan masalah
Berdasarkan hasil perhitungan uji beda rata- matematika yakni mampu menguasai
rata hasil data n-gain diperoleh thitung = 3,726. beberapa indikator pemecahan masalah
Dengan dk = 70 dan taraf nyata 5% maka matematika.
diperoleh ttabel = 1,67. Karena thitung > ttabel Kemampuan pemecahan masalah
maka H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa matematika peserta didik AQ climber dan
peningkatan kemampuan pemecahan AQ camper disajikan dalam tabel 1 dan tabel
masalah matematika peserta didik pada kelas 2 berikut.
eksperimen lebih baik daripada peningkatan
kemampuan pemecahan masalah Tabel 1. Kemampuan Pemecahan Masalah
matematika peserta didik pada kelas kontrol. Matematika Peserta Didik Ditinjau dari AQ
Berdasarkan hasil uji ketiga hipotesis, dapat Climber pada Indikator Pemecahan Masalah
disimpulkan bahwa PBL dengan strategi Indikator Deskripsi Kemampuan
scaffolding efektif terhadap kemampuan Pemecahan Pemecahan Masalah
pemecahan masalah matematika. Masalah Matematika dari Sampel
Berdasarkan reduksi data kemampuan dengan Kategori AQ Climber
pemecahan masalah matematika, ketiga Indikator 1 Peserta didik kategori AQ
subjek penelitian kategori AQ climber yaitu S- climber dapat memahami dan
1, S-2, dan S-3 memiliki karakteristik yang memanfaatkan informasi dari
sama pada kemampuan pemecahan masalah suatu permasalahan untuk
matematika yakni mampu menguasai semua memecahkan masalah.

52
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58

Indikator 2 Peserta didik kategori AQ kehidupan sehari-hari.


climber dapat menyelesaikan Indikator 3 Beberapa peserta didik
masalah matematika dengan kategori AQ camper tidak
memanfaatkan pengetahuan dapat menyelesaikan
prasyarat. masalah dengan
Peserta didik kategori AQ rencana/strategi yang telah
climber dapat menyelesaikan dipilih/ditentukan.
masalah matematika yang Beberapa peserta didik
berhubungan dengan kategori AQ camper tidak
kehidupan sehari-hari. dapat menyusun
Indikator 3 Peserta didik kategori AQ penyelesaian masalah dengan
climber dapat menyelesaikan langkah yang berbeda
masalah dengan Indikator 4 Beberapa peserta didik
rencana/strategi yang telah kategori AQ camper tidak
dipilih/ditentukan. dapat merefleksikan proses
Ada peserta didik kategori AQ pemecahan masalah
climber tidak dapat menyusun menggunakan langkah Polya
penyelesaian masalah dengan dengan baik.
langkah yang berbeda Keterangan :
Indikator 4 Peserta didik kategori AQ Indikator 1 : membangun
climber dapat merefleksikan pengetahuan matematika
baru melalui pemecahan
proses pemecahan masalah
masalah
menggunakan langkah Polya Indikator 2 : memecahkan masalah
dengan baik. dalam berbagai konteks
yang berkaitan dengan
Tabel 2. Kemampuan Pemecahan Masalah matematika
Matematika Peserta Didik Ditinjau dari AQ Indikator 3 : menerapkan berbagai
strategi yang tepat untuk
Camper pada Indikator Pemecahan Masalah memecahkan masalah
Indikator Deskripsi Kemampuan Indikator 4 : merefleksikan proses
Pemecahan Pemecahan Masalah pemecahan masalah
Masalah Matematika dari Sampel matematika
dengan Kategori AQ Climber
Indikator 1 Peserta didik kategori AQ Pembelajaran PBL dengan strategi
camper dapat memahami dan scaffolding diawali dengan kegiatan
memanfaatkan informasi dari pendahuluan. Dalam kegiatan pendahuluan,
suatu permasalahan untuk pertama guru membuka pelajaran dengan
memecahkan masalah. berdoa dilanjutkan menyampaikan materi
Indikator 2 Beberapa peserta didik pokok dan tujuan pembelajaran. Guru
kategori AQ camper tidak memberikan apersepsi dan motivasi melalui
dapat menyelesaikan serangkaian pertanyaan untuk mengingat
masalah matematika dengan kembali materi sebelumnya yaitu statistika
memanfaatkan pengetahuan dan peluang. Pada kegiatan inti melalui lima
prasyarat. tahap, yaitu guru mengorientasi peserta didik
Beberapa peserta didik kepada masalah dengan menjelaskan aspek
kategori AQ camper tidak logistik yang dibutuhkan. Strategi scaffolding
dapat menyelesaikan yang digunakan environmental provision yaitu
masalah matematika yang penataan lingkungan belajar yang dilakukan
berhubungan dengan tanpa intervensi/perlakuan langsung dari

53
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58

guru. Tahap kedua guru mengorganisasikan didistribusikan secara merata pada setiap
peserta didik mengenai tugas-tugas yang kelompok. Scaffolding lebih banyak diberikan
harus diselesaikan. Tahap ketiga guru pada pertemuan pertama dan kedua karena
membimbing penyelidikan individu dan peserta didik belum terbiasa berdiskusi
kelompok dapat berupa dorongan untuk kelompok menyelesaikan masalah
mengumpulkan informasi yang sesuai, matematika, terutama pada tahap
melakukan eksperimen untuk mencerahkan membimbing penyelidikan individu dan
penjelasan dan pemecahan masalah. Strategi kelompok. Guru berkeliling untuk
scaffolding pada tahap kedua dan ketiga yang memonitor kegiatan peserta didik. Dari hasil
diberikan berupa explaining yaitu pemberian pengamatan guru, tampak sebagian peserta
pertanyaan yang sifatnya menggali didik hanya membolak-balikkan Lembar
kemampuan peserta didik dilanjutkan Kegiatan Peserta Didik (LKPD) dan
reviewing yaitu peserta didik terlibat dengan sebagian yang lainnya berbicara, hanya
tugas kemudian restructuring dengan sedikit yang mengerjakan LKPD. Guru
modifikasi/alternatif refleksi dan klarifikasi segera bertindak menanyakan kesulitan yang
sehingga konsep lebih mudah dipahami. dialami peserta didik dan meminta peserta
Tahap keempat guru mengembangkan dan didik memperhatikan masalah dengan
menyajikan hasil karya. Strategi scaffolding seksama dan lebih teliti serta menelaah ulang
yang digunakan adalah developing conceptual materi yang berada pada bahan ajar.
thinking, yaitu interaksi guru diarahkan Scaffolding yang dilakukan adalah explaining.
untuk pengembangan pemikiran konseptual. Peserta didik dengan kategori climber lebih
Tahap kelima guru menganalisa dan sedikit membutuhkan scaffolding atau bahkan
mengevaluasi proses pemecahan masalah. tidak sama sekali dibanding peserta didik
Strategi scaffolding yang diberikan adalah kategori camper. Scaffolding dari guru itu
explaining, reviewing, dan restructuring. Pada banyak dibutuhkan pada tahap membimbing
kegiatan penutup, guru mendorong peserta penyelidikan individual.
didik untuk menyimpulkan materi. Guru Pencapaian ketuntasan belajar secara
mengingatkan peserta didik dapat klasikal dipengaruhi oleh beberapa faktor.
mempersiapkan diri sebelum pertemuan Faktor tersebut adalah PBL merupakan
selanjutnya berlangsung. Guru menutup alternatif pembelajaran untuk meningkatkan
pelajaran dengan doa. Pembelajaran di kelas kemampuan pemecahan masalah peserta
eksperimen maupun kelas kontrol terbagi didik. PBL merupakan suatu pembelajaran
menjadi empat pertemuan dengan materi yang menarik dimana peserta didik tidak
penarikan sampel acak dari suatu populasi, sekedar membaca atau mendengarkan fakta
konsep variabel acak yang mencakup fungsi dan konsep, tetapi peserta didik
peluang dan fungsi distribusi binomial, dan memecahkan masalah nyata yang menjadi
mengevaluasi penarikan kesimpulan melalui permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
uji hipotesis. (Mergendoller, 2006). Menurut Hmelo-Silver
Dalam pembelajaran PBL dengan (2004) bahwa tujuan PBL adalah (1)
strategi scaffolding dibentuk delapan membangun pengetahuan dasar, (2)
kelompok dengan tujuh kelompok terdiri Mengembangkan ketrampilan pemecahan
dari peserta didik kategori climber dan masalah, (3) mengembangkan ketrampilan
camper, satu kelompok terdiri dari peserta belajar sepanjang hayat, (4) menjadikan
didik kategori camper. Pada setiap diskusi, kolaborator yang efektif, dan (5) memotivasi
kelompok yang heterogen lebih aktif belajar secara intrinsik. Menurut Massa
dibanding kelompok yang homogen. Hal ini (2008), dalam PBL peserta didik menjadi
diperkuat oleh Sudarman (2012) yang aktif dalam proses belajarnya sehingga
menyarankan kategori climber dan camper sampai pada situasi yang membingungkan

54
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58

ketika masalah menjadi tidak jelas dan tugas Hal ini sejalan dengan pendapat Ali (2010)
membingungkan seperti masalah dalam yang menyatakan bahwa prestasi peserta
dunia nyata. Guru berperan sebagai didik yang diajar menggunakan pemecahan
penyampai pengetahuan sekaligus fasilitator masalah lebih baik dibanding peserta didik
kepada peserta didik. yang diajar menggunakan metode
Kemampuan pemecahan masalah tradisional. Kemampuan pemecahan
matematika peserta didik pada pembelajaran masalah matematika pada pembelajaran
PBL dengan strategi scaffolding lebih baik PBL di kelas eksperimen mengalami
daripada kemampuan pemecahan masalah peningkatan seperti hasil penelitian Abdullah
matematika peserta didik pada pembelajaran (2008), bahwa hasil belajar peserta didik
ekspositori. Pencapaian yang berbeda pada dalam pembelajaran PBL berdasarkan
kedua kelas dipengaruhi oleh beberapa pelaksanaan tes formatif setiap siklus terjadi
faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya peningkatan dari hasil pre tes ke hasil pos tes
strategi scaffolding dalam PBL. Strategi dengan rata-rata nilai hasil pos tes setiap
pembelajaran yang tepat adalah scaffolding. siklusnya mencapai nilai lebih dari 6.
Peserta didik yang mengalami kesulitan serta Berdasarkan data lengkap, reduksi
mudah menyerah ketika menyelesaikan soal- data, penyajian data yang telah dilakukan,
soal dengan tingkat kesukaran tinggi, dan kemampuan pemecahan masalah peserta
malu bertanya pada teman yang lebih ahli didik kategori AQ climber pada indikator
atau guru. Hal ini disebabkan pembelajaran membangun pengetahuan matematika baru
yang dilakukan guru monoton. Menurut melalui pemecahan masalah, memecahkan
Casem (2013), strategi scaffolding efektif masalah dalam berbagai konteks yang
dalam meningkatkan kinerja matematika berkaitan dengan matematika, menerapkan
dan mempengaruhi sikap peserta didik berbagai strategi yang tepat untuk
terhadap matematika. Scaffolding mampu memecahkan masalah, dan merefleksikan
mendorong peserta didik untuk proses pemecahan masalah matematika
memecahkan masalah yang dihadapi. Hal tergolong baik. Peserta didik kategori AQ
ini diperkuat oleh Amiripour (2012) yang climber dapat memahami masalah dengan
menyimpulkan alasan keberhasilan baik, menyebutkan informasi-informasi yang
scaffolding dalam pembelajaran yaitu proses diketahui dari semua soal yang ditanyakan
scaffolding dapat memotivasi peserta didik dengan tepat dan benar. Pada tahap
untuk memecahkan masalah. Akinmola menyusun rencana pemecahan masalah
(2014) menyatakan bahwa guru dapat beberapa peserta didik kategori AQ climber
mengembangkan kemampuan pemecahan dapat memanfaatkan informasi yang ada
masalah melalui komponen proses, proses untuk menyusun rencana pemecahan
memperoleh dan menerapkan pengetahuan masalah dengan benar. Rencana rumus yang
matematika. akan digunakan juga ditulis dengan benar.
Peningkatan kemampuan pemecahan Beberapa peserta didik kategori AQ climber
masalah matematika peserta didik pada dapat menyusun penyelesaian masalah
pembelajaran PBL dengan strategi scaffolding dengan langkah yang berbeda dan tidak
lebih baik daripada peningkatan kemampuan menemui kendala dalam pengecekan
pemecahan masalah matematika peserta kembali hasil pemecahan masalah. Hal ini
didik pada pembelajaran ekspositori. menunjukkan bahwa beberapa peserta didik
Pencapaian peningkatan yang berbeda pada kategori AQ climber lebih baik dalam
kedua kelas dipengaruhi oleh beberapa menyusun rencana pemecahan masalah jika
faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya dibandingkan dengan beberapa peserta didik
masalah yang digunakan di kelas eksperimen kategori AQ climber yang lain. Beberapa
menggunakan soal-soal pemecahan masalah. peserta didik kategori AQ climber kurang

55
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58

teliti dalam melakukan perhitungan. Pada pemecahan masalah jika dibandingkan


tahap melaksanakan rencana pemecahan dengan peserta didik kategori AQ camper
masalah peserta didik kategori AQ climber lainnya. Beberapa peserta didik kategori AQ
dapat menjawab masalah dengan benar camper kurang teliti dalam melakukan
karena dapat membuat rencana pemecahan perhitungan sehingga hasil penyelesaian
masalah dengan baik. Peserta didik kategori masalah belum tepat. Pada tahap
AQ climber sama dalam mengkomunikasikan melaksanakan rencana pemecahan masalah
simpulan akhir. Beberapa peserta didik kedua peserta didik kategori AQ camper
kategori AQ climber dapat memberikan memiliki persamaan. kedua peserta didik
alternatif penyelesaian dalam beberapa kategori AQ camper itu dapat menjawab
masalah. Pada tahap mengecek kembali masalah dengan benar karena dapat
hasil pemecahan masalah beberapa peserta membuat rencana pemecahan masalah
didik kategori AQ climber melakukan dengan benar. Pada tahap mengecek kembali
pengecekan kembali terhadap hasil hasil pemecahan masalah beberapa peserta
pekerjaannya dalam beberapa masalah. didik kategori AQ camper tidak dapat
Berdasarkan data lengkap, reduksi melakukan pengecekan kembali terhadap
data, penyajian data yang dilakukan, hasil pekerjaannya, sedangkan peserta didik
kemampuan pemecahan masalah peserta kategori AQ camper yang lain berusaha
didik kategori AQ camper pada indikator melakukan pengecekan kembali terhadap
membangun pengetahuan matematika baru hasil pekerjaannya tetapi kurang teliti dalam
melalui pemecahan masalah, memecahkan melakukan perhitungan. Peserta didik
masalah dalam berbagai konteks yang kategori AQ camper tidak dapat membuat
berkaitan dengan matematika, menerapkan alternatif jawaban lain untuk permasalahan
berbagai strategi yang tepat untuk yang ada.
memecahkan masalah, dan merefleksikan
proses pemecahan masalah matematika SIMPULAN
tergolong cukup baik.Beberapa peserta didik
kategori AQ camper melakukan pemecahan Berdasarkan hasil penelitian dan
masalah menggunakan langkah Polya pembahasan sebelumnya, dapat ditarik
dengan cukup baik. Subjek kategori ini kesimpulan sebagai berikut: (1) pembelajaran
mampu memahami masalah dengan baik. PBL dengan strategi scaffolding terbukti
Beberapa peserta didik kategori AQ camper efektif dikarenakan memenuhi tiga hal yaitu
dapat menuliskan hal yang diketahui pada proporsi peserta didik pada tes kemampuan
permasalahan dengan lengkap dan benar. pemecahan rmasalah matematika dalam
Pada tahap menyusun rencana pemecahan PBL dengan strategi scaffolding telah
masalah ada peserta didik kategori AQ mencapai ketuntasan belajar sebesar 87,179
camper tidak dapat menyusun rencana %, kemampuan pemecahan masalah
pemecahan pada beberapa masalah. matematika peserta didik dalam PBL dengan
Beberapa peserta didik kategori AQ camper strategi lebih baik daripada kemampuan
yang lain dapat memanfaatkan informasi pemecahan masalah matematika peserta
yang ada untuk menyusun rencana didik pada pembelajaran konvensional, dan
pemecahan masalah dengan benar. Rencana peningkatan kemampuan pemecahan
rumus yang akan digunakan oleh peserta masalah matematika peserta didik dalam
didik kategori AQ camper ditulis dengan PBL dengan strategi scaffolding lebih baik
benar tanpa menggunakan langkah-langkah daripada peningkatan kemampuan
penyelesaian masalah. Hal ini menunjukkan pemecahan masalah matematika peserta
bahwa beberapa peserta didik kategori AQ didik pada pembelajaran konvensional. (2)
camper lebih baik dalam menyusun rencana Kemampuan pemecahan masalah

56
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58

matematika peserta didik pada tiap kategori Anghileri, J. 2006. “Scaffolding Practices
AQ pada pembelajaran PBL dengan strategi that Enhance Mathematics Learning”.
scaffolding adalah sebagai berikut. Journal of Mathematics Teacher
Kemampuan pemecahan masalah Education, Vol. 9, Hal. 33 – 52.
matematika peserta didik kategori AQ Cahyono, A.N. 2010. “Vygotskian
climber ditunjukkan dengan peserta didik Perspectif: Proses Scaffolding untuk
mampu membangun pengetahuan mencapai Zone of Proximal
matematika baru melalui pemecahan Development (ZPD) Peserta didik
masalah, peserta didik mampu memecahkan dalam Pembelajaran”. Makalah.
masalah dalam berbagai konteks yang Seminar Nasional Matematika dan
berkaitan dengan matematika, peserta didik Pendidikan Matematika di UNY.
mampu menyusun strategi yang lengkap dan Yogyakarta, 27 November 2010.
sistematis sehingga peserta didik dapat Casem, Q.R. 2013. “Scaffolding Strategy in
menyelesaikan masalah tetapi peserta didik Teaching Mathematics: Its Effects on
tidak dapat menyusun penyelesaian masalah Students Performance And
dengan langkah yang berbeda, peserta didik Attitudes”. Comprehensive Journal of
mampu merefleksikan proses pemecahan Educational Research, 1(1): 9–19.
masalah menggunakan langkah Polya Herman, T. 2007. “Pembelajaran Berbasis
dengan baik. Kemampuan pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan
masalah matematika peserta didik kategori Kemampuan Berpikir Matematis
AQ camper ditunjukkan dengan peserta didik Tingkat Tinggi Siswa Sekolah
mampu membangun pengetahuan Menengah Pertama”. Educationist,
matematika baru melalui pemecahan 1(1): 47-56.
masalah, peserta didik mampu memecahkan Hmelo-Silver. C.E. 2004. “Problem Based
masalah dalam berbagai konteks yang Learning: What and How do Students
berkaitan dengan matematika, peserta didik Learn?”. Educational Psichology Review,
mampu menyusun strategi yang lengkap dan 16(3): 235-266.
sistematis sehingga peserta didik dapat Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan
menyelesaikan masalah tetapi peserta didik Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta:
tidak dapat menyusun penyelesaian masalah kemendikbud.
dengan langkah yang berbeda, peserta didik Massa, N.M. 2008.”Problem-Based
mampu merefleksikan proses pemecahan Learning (PBL): A Real-World
masalah menggunakan langkah Polya Antidote to Standards and Testing
dengan cukup baik. Regime”. New England Journal of
Higher Education. 22(4): 19-20.
DAFTAR PUSTAKA Mergendoller, J.R. 2006. “The Effectiveness
of Problem-Based Instruction: A
Akinmola, E.A. 2014. “Developing Comparative Study of Instructional
Mathematical Problem Solving Methods and Student
Ability: A Panacea for A Sustainable Characteristics”. Interdisciplinary
Development in The 21th Century”. Journal of Problem-Based Learning, 1(2):
International Journal of Education and 49-69.
Research. 2(2): 1-8. OECD. 2012. PISA 2012 Assessment
Amiripour, P., Amir-Mofidi, S. & Framework. http://www.oecd.org.
Shahvarani, A. 2012. “Scaffolding as (diunduh 9 Maret 2014).
Effective Method for Mathematical Pimta, S., Tayruakham, S. & Nuangchalerm,
Learning”. Indian Journal of Science and P. 2009. ”Factors Influencing
Technology, 5(9): 3328–3331. Mathematics Problem Solving Ability

57
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58

of Sixth Grade Students”. Journal of Sudarman. 2012. “Adversity Quotient :


Social Sciences, 5(4): 381-385. Kajian Kemungkinan
Stoltz, P.G. 2000. Adversity Quotient: Pengintegrasiannya dalam
Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Pembelajaran Matematika”. Jurnal
Terjemahan: T. Hermaya. Jakarta: AKSIOMA, 1(1): 55–62.
Gramedia Widiasarana Indonesia. Suherman, E., Turmudi, Suryadi, D.,
Sudarman. 2007. “Problem Based Learning: Herman, T., Suhendra, Prabawanto,
Suatu Model Pembelajaran untuk S., Nurjanah & Rohayati, A. 2001.
Mengembangkan dan Meningkatkan Strategi Pembelajaran Matematika
Kemampuan Memecahkan Masalah”. Kontemporer. Bandung: JICA.
Jurnal Pendidikan Inovatif, 2(2): 68-73.

58

Anda mungkin juga menyukai