17239-Article Text-33847-2-10-20171016
17239-Article Text-33847-2-10-20171016
1.
SMA Negeri 1 Pecangaan, Indonesia
2.
Prodi Pendidikan Matematika, Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Alamat korespondensi:
p-ISSN 2252-6455
Jl. Raya Pecangaan Kulon, Pecangaan, Pecangaan Kulon,
Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah 59462, Indonesia. e-ISSN 2502-4507
E-mail: ismawatianik@gmail.com
48
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58
49
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58
50
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58
dipilih dari kelas eksperimen berdasarkan rata-rata data awal peserta didik kelas
AQ peserta didik yaitu kategori climber, kontrol.
camper, dan quitter. Masing-masing kategori Hasil angket AQ peserta didik pada
dipilih tiga peserta didik yang memenuhi kelas eksperimen sebagai berikut: 26 berada
kuartil pertama, kedua, dan ketiga dalam pada kategori camper, dan 13 peserta didik
satu kategori untuk dianalisis kemampuan pada katagori climber. Subjek penelitian yang
pemecahan masalahnya. terpilih untuk diteliti lebih mendalam
Sumber data dalam penelitian ini tentang kemampuan pemecahan masalah
adalah lembar jawaban tes kemampuan matematikanya meliputi (1) tiga peserta
pemecahan masalah (TKPM), angket AQ, didik kategori climber yang memenuhi kuartil
lembar hasil wawancara peserta didik, pertama, kedua dan ketiga dalam satu
wawancara guru, wawancara rekan guru, kategori climber, (2) tiga peserta didik
dan observasi. TKPM diberikan dua kali kategori camper yang memenuhi kuartil
yaitu pre test dan post test. TKPM dilakukan pertama, kedua dan ketiga dalam satu
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. kategori camper dan tidak ada peserta didik
Jawaban peserta didik pada TKPM kategori quitter.
dianalisis dan subjek penelitian Rata-rata hasil nilai pre test dari TKPM
diwawancarai. Data kuantitatif diuji kelas eksperimen adalah 17,825 sementara
menggunakan uji normalitas, uji rata-rata nilai pre test dari TKPM kelas
homogenitas, uji kesamaan rata-rata, uji kontrol sebesar 19,309. Hal ini menunjukkan
ketuntasan, uji beda rata-rata dan uji gain. bahwa pencapaian kedua kelas tersebut
Sedangkan analisis data kualitatif dilakukan hampir berimbang karena memang subjek
dengan cara mereduksi data, menyajikan penelitian ini diambil dari kelas yang
data, dan menarik kesimpulan dari data yang mempunyai karakteristik sama. Rata-rata
telah dikumpulkan dan memverifikasi hasil nilai post test dari TKPM kelas
kesimpulan tersebut. eksperimen adalah 77,726 sementara rata-
rata nilai post test dari TKPM kelas kontrol
HASIL DAN PEMBAHASAN sebesar 68,484. Berdasarkan uji normalitas
dengan SPSS menggunakan uji Kolmogorof-
Smirnov dengan taraf nyata 5%, hasil nilai
Data awal peserta didik kelas
post test TKPM kelas eksperimen dan nilai
eksperimen dan kelas kontrol diperoleh dari
post test kelas kontrol berdistribusi normal.
rata-rata nilai ulangan tengah semester kelas
Berdasarkan uji homogenitas dengan SPSS
eksperimen adalah 54,641 dan rata-rata nilai
menggunakan uji Levene’s Test dengan taraf
ulangan tengah semester kelas kontrol
nyata 5%, varians nilai post test kelas
adalah 54,763. Berdasarkan uji normalitas
eksperimen sama dengan varians nilai post
dengan bantuan SPSS menggunakan uji
test kelas kontrol.
Kolmogorof-Smirnov dengan taraf nyata 5%,
Hasil nilai post test TKPM peserta
data awal kelas eksperimen dan kelas kontrol
didik pada kelas eksperimen diperoleh nilai
berdistribusi normal. Berdasarkan uji
terendah adalah 50,602, dan nilai tertinggi
homogenitas dengan bantuan SPSS
adalah 97,590, sedangkan nilai KKM adalah
menggunakan uji Levene’s Test dengan taraf
70. Jumlah peserta didik yang tuntas adalah
nyata 5%, varians kelas eksperimen sama
34 peserta didik. Dari perhitungan diperoleh
dengan varians kelas kontrol. Berdasarkan
, sedangkan dengan α = 5%
uji kesamaan rata-rata dengan bantuan SPSS
diperoleh . Karena z = 1,757 >
menggunakan Independent Sample T-Test
= 1,64 maka diterima, artinya
dengan taraf nyata 5%, rata-rata data awal
peserta didik kelas eksperimen sama dengan persentase hasil belajar peserta didik kelas
eksperimen yang dikenai PBL dengan
51
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58
52
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58
53
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58
guru. Tahap kedua guru mengorganisasikan didistribusikan secara merata pada setiap
peserta didik mengenai tugas-tugas yang kelompok. Scaffolding lebih banyak diberikan
harus diselesaikan. Tahap ketiga guru pada pertemuan pertama dan kedua karena
membimbing penyelidikan individu dan peserta didik belum terbiasa berdiskusi
kelompok dapat berupa dorongan untuk kelompok menyelesaikan masalah
mengumpulkan informasi yang sesuai, matematika, terutama pada tahap
melakukan eksperimen untuk mencerahkan membimbing penyelidikan individu dan
penjelasan dan pemecahan masalah. Strategi kelompok. Guru berkeliling untuk
scaffolding pada tahap kedua dan ketiga yang memonitor kegiatan peserta didik. Dari hasil
diberikan berupa explaining yaitu pemberian pengamatan guru, tampak sebagian peserta
pertanyaan yang sifatnya menggali didik hanya membolak-balikkan Lembar
kemampuan peserta didik dilanjutkan Kegiatan Peserta Didik (LKPD) dan
reviewing yaitu peserta didik terlibat dengan sebagian yang lainnya berbicara, hanya
tugas kemudian restructuring dengan sedikit yang mengerjakan LKPD. Guru
modifikasi/alternatif refleksi dan klarifikasi segera bertindak menanyakan kesulitan yang
sehingga konsep lebih mudah dipahami. dialami peserta didik dan meminta peserta
Tahap keempat guru mengembangkan dan didik memperhatikan masalah dengan
menyajikan hasil karya. Strategi scaffolding seksama dan lebih teliti serta menelaah ulang
yang digunakan adalah developing conceptual materi yang berada pada bahan ajar.
thinking, yaitu interaksi guru diarahkan Scaffolding yang dilakukan adalah explaining.
untuk pengembangan pemikiran konseptual. Peserta didik dengan kategori climber lebih
Tahap kelima guru menganalisa dan sedikit membutuhkan scaffolding atau bahkan
mengevaluasi proses pemecahan masalah. tidak sama sekali dibanding peserta didik
Strategi scaffolding yang diberikan adalah kategori camper. Scaffolding dari guru itu
explaining, reviewing, dan restructuring. Pada banyak dibutuhkan pada tahap membimbing
kegiatan penutup, guru mendorong peserta penyelidikan individual.
didik untuk menyimpulkan materi. Guru Pencapaian ketuntasan belajar secara
mengingatkan peserta didik dapat klasikal dipengaruhi oleh beberapa faktor.
mempersiapkan diri sebelum pertemuan Faktor tersebut adalah PBL merupakan
selanjutnya berlangsung. Guru menutup alternatif pembelajaran untuk meningkatkan
pelajaran dengan doa. Pembelajaran di kelas kemampuan pemecahan masalah peserta
eksperimen maupun kelas kontrol terbagi didik. PBL merupakan suatu pembelajaran
menjadi empat pertemuan dengan materi yang menarik dimana peserta didik tidak
penarikan sampel acak dari suatu populasi, sekedar membaca atau mendengarkan fakta
konsep variabel acak yang mencakup fungsi dan konsep, tetapi peserta didik
peluang dan fungsi distribusi binomial, dan memecahkan masalah nyata yang menjadi
mengevaluasi penarikan kesimpulan melalui permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
uji hipotesis. (Mergendoller, 2006). Menurut Hmelo-Silver
Dalam pembelajaran PBL dengan (2004) bahwa tujuan PBL adalah (1)
strategi scaffolding dibentuk delapan membangun pengetahuan dasar, (2)
kelompok dengan tujuh kelompok terdiri Mengembangkan ketrampilan pemecahan
dari peserta didik kategori climber dan masalah, (3) mengembangkan ketrampilan
camper, satu kelompok terdiri dari peserta belajar sepanjang hayat, (4) menjadikan
didik kategori camper. Pada setiap diskusi, kolaborator yang efektif, dan (5) memotivasi
kelompok yang heterogen lebih aktif belajar secara intrinsik. Menurut Massa
dibanding kelompok yang homogen. Hal ini (2008), dalam PBL peserta didik menjadi
diperkuat oleh Sudarman (2012) yang aktif dalam proses belajarnya sehingga
menyarankan kategori climber dan camper sampai pada situasi yang membingungkan
54
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58
ketika masalah menjadi tidak jelas dan tugas Hal ini sejalan dengan pendapat Ali (2010)
membingungkan seperti masalah dalam yang menyatakan bahwa prestasi peserta
dunia nyata. Guru berperan sebagai didik yang diajar menggunakan pemecahan
penyampai pengetahuan sekaligus fasilitator masalah lebih baik dibanding peserta didik
kepada peserta didik. yang diajar menggunakan metode
Kemampuan pemecahan masalah tradisional. Kemampuan pemecahan
matematika peserta didik pada pembelajaran masalah matematika pada pembelajaran
PBL dengan strategi scaffolding lebih baik PBL di kelas eksperimen mengalami
daripada kemampuan pemecahan masalah peningkatan seperti hasil penelitian Abdullah
matematika peserta didik pada pembelajaran (2008), bahwa hasil belajar peserta didik
ekspositori. Pencapaian yang berbeda pada dalam pembelajaran PBL berdasarkan
kedua kelas dipengaruhi oleh beberapa pelaksanaan tes formatif setiap siklus terjadi
faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya peningkatan dari hasil pre tes ke hasil pos tes
strategi scaffolding dalam PBL. Strategi dengan rata-rata nilai hasil pos tes setiap
pembelajaran yang tepat adalah scaffolding. siklusnya mencapai nilai lebih dari 6.
Peserta didik yang mengalami kesulitan serta Berdasarkan data lengkap, reduksi
mudah menyerah ketika menyelesaikan soal- data, penyajian data yang telah dilakukan,
soal dengan tingkat kesukaran tinggi, dan kemampuan pemecahan masalah peserta
malu bertanya pada teman yang lebih ahli didik kategori AQ climber pada indikator
atau guru. Hal ini disebabkan pembelajaran membangun pengetahuan matematika baru
yang dilakukan guru monoton. Menurut melalui pemecahan masalah, memecahkan
Casem (2013), strategi scaffolding efektif masalah dalam berbagai konteks yang
dalam meningkatkan kinerja matematika berkaitan dengan matematika, menerapkan
dan mempengaruhi sikap peserta didik berbagai strategi yang tepat untuk
terhadap matematika. Scaffolding mampu memecahkan masalah, dan merefleksikan
mendorong peserta didik untuk proses pemecahan masalah matematika
memecahkan masalah yang dihadapi. Hal tergolong baik. Peserta didik kategori AQ
ini diperkuat oleh Amiripour (2012) yang climber dapat memahami masalah dengan
menyimpulkan alasan keberhasilan baik, menyebutkan informasi-informasi yang
scaffolding dalam pembelajaran yaitu proses diketahui dari semua soal yang ditanyakan
scaffolding dapat memotivasi peserta didik dengan tepat dan benar. Pada tahap
untuk memecahkan masalah. Akinmola menyusun rencana pemecahan masalah
(2014) menyatakan bahwa guru dapat beberapa peserta didik kategori AQ climber
mengembangkan kemampuan pemecahan dapat memanfaatkan informasi yang ada
masalah melalui komponen proses, proses untuk menyusun rencana pemecahan
memperoleh dan menerapkan pengetahuan masalah dengan benar. Rencana rumus yang
matematika. akan digunakan juga ditulis dengan benar.
Peningkatan kemampuan pemecahan Beberapa peserta didik kategori AQ climber
masalah matematika peserta didik pada dapat menyusun penyelesaian masalah
pembelajaran PBL dengan strategi scaffolding dengan langkah yang berbeda dan tidak
lebih baik daripada peningkatan kemampuan menemui kendala dalam pengecekan
pemecahan masalah matematika peserta kembali hasil pemecahan masalah. Hal ini
didik pada pembelajaran ekspositori. menunjukkan bahwa beberapa peserta didik
Pencapaian peningkatan yang berbeda pada kategori AQ climber lebih baik dalam
kedua kelas dipengaruhi oleh beberapa menyusun rencana pemecahan masalah jika
faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya dibandingkan dengan beberapa peserta didik
masalah yang digunakan di kelas eksperimen kategori AQ climber yang lain. Beberapa
menggunakan soal-soal pemecahan masalah. peserta didik kategori AQ climber kurang
55
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58
56
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58
matematika peserta didik pada tiap kategori Anghileri, J. 2006. “Scaffolding Practices
AQ pada pembelajaran PBL dengan strategi that Enhance Mathematics Learning”.
scaffolding adalah sebagai berikut. Journal of Mathematics Teacher
Kemampuan pemecahan masalah Education, Vol. 9, Hal. 33 – 52.
matematika peserta didik kategori AQ Cahyono, A.N. 2010. “Vygotskian
climber ditunjukkan dengan peserta didik Perspectif: Proses Scaffolding untuk
mampu membangun pengetahuan mencapai Zone of Proximal
matematika baru melalui pemecahan Development (ZPD) Peserta didik
masalah, peserta didik mampu memecahkan dalam Pembelajaran”. Makalah.
masalah dalam berbagai konteks yang Seminar Nasional Matematika dan
berkaitan dengan matematika, peserta didik Pendidikan Matematika di UNY.
mampu menyusun strategi yang lengkap dan Yogyakarta, 27 November 2010.
sistematis sehingga peserta didik dapat Casem, Q.R. 2013. “Scaffolding Strategy in
menyelesaikan masalah tetapi peserta didik Teaching Mathematics: Its Effects on
tidak dapat menyusun penyelesaian masalah Students Performance And
dengan langkah yang berbeda, peserta didik Attitudes”. Comprehensive Journal of
mampu merefleksikan proses pemecahan Educational Research, 1(1): 9–19.
masalah menggunakan langkah Polya Herman, T. 2007. “Pembelajaran Berbasis
dengan baik. Kemampuan pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan
masalah matematika peserta didik kategori Kemampuan Berpikir Matematis
AQ camper ditunjukkan dengan peserta didik Tingkat Tinggi Siswa Sekolah
mampu membangun pengetahuan Menengah Pertama”. Educationist,
matematika baru melalui pemecahan 1(1): 47-56.
masalah, peserta didik mampu memecahkan Hmelo-Silver. C.E. 2004. “Problem Based
masalah dalam berbagai konteks yang Learning: What and How do Students
berkaitan dengan matematika, peserta didik Learn?”. Educational Psichology Review,
mampu menyusun strategi yang lengkap dan 16(3): 235-266.
sistematis sehingga peserta didik dapat Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan
menyelesaikan masalah tetapi peserta didik Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta:
tidak dapat menyusun penyelesaian masalah kemendikbud.
dengan langkah yang berbeda, peserta didik Massa, N.M. 2008.”Problem-Based
mampu merefleksikan proses pemecahan Learning (PBL): A Real-World
masalah menggunakan langkah Polya Antidote to Standards and Testing
dengan cukup baik. Regime”. New England Journal of
Higher Education. 22(4): 19-20.
DAFTAR PUSTAKA Mergendoller, J.R. 2006. “The Effectiveness
of Problem-Based Instruction: A
Akinmola, E.A. 2014. “Developing Comparative Study of Instructional
Mathematical Problem Solving Methods and Student
Ability: A Panacea for A Sustainable Characteristics”. Interdisciplinary
Development in The 21th Century”. Journal of Problem-Based Learning, 1(2):
International Journal of Education and 49-69.
Research. 2(2): 1-8. OECD. 2012. PISA 2012 Assessment
Amiripour, P., Amir-Mofidi, S. & Framework. http://www.oecd.org.
Shahvarani, A. 2012. “Scaffolding as (diunduh 9 Maret 2014).
Effective Method for Mathematical Pimta, S., Tayruakham, S. & Nuangchalerm,
Learning”. Indian Journal of Science and P. 2009. ”Factors Influencing
Technology, 5(9): 3328–3331. Mathematics Problem Solving Ability
57
Anik Ismawati , dkk./ Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 48 - 58
58