Anda di halaman 1dari 24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN

4.1.1 Hasil Determinasi dan Tahap Ekstraksi

Hasil dari determinasi pada penelitian ini menggunakan kombinasi dari

dua ekstrak yang menunjukkan bahwa buah yang digunakan adalah buah oyong

(Luffa acutangula (L.) Roxb.) dan jamur tiram (Pleurotus ostreatus). Hasil dari

determinasi buah oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.) dapat dilihat pada

lampiran 1. Proses ekstraksi buah oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.) diperoleh

rendemen sebesar 26,10% (b/b). Perhitungan rendemen ekstrak etanol 70% pada

buah oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.) dapat dilihat pada lampiran 2.

Karakteristik dari ekstrak etanol buah oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.) yang

dihasilkan yaitu ekstrak kental, berbau khas oyong dan berwarna cokelat

kehitaman. Ekstrak etanol buah oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.) dapat

dilihat pada gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Ekstrak Etanol Buah Oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.)

Kemudian, diperoleh hasil dari determinasi yang menunjukkan bahwa

ekstrak yang digunakan adalah ekstrak jamur tiram (Pleurotus ostreatus). Hasil

ix
dari determinasi dapat dilihat pada lampiran 3. Proses ekstraksi jamur tiram

(Pleurotus ostreatus) diperoleh rendemen sebesar 18,53% (b/b). Perhitungan

rendemen ekstrak etanol 70% pada jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dapat

dilihat pada lampiran 4. Karakteristik dari ekstrak etanol jamur tiram (Pleurotus

ostreatus) yang dihasilkan yaitu ekstrak kental, berbau khas jamur dan berwarna

cokelat tua pekat. Ekstrak etanol jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dapat dilihat

pada gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5. Ekstrak Etanol jamur tiram (Pleurotus ostreatus)

4.1.2 Hasil Identifikasi Kandungan Kimia

Ekstrak etanol buah oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.) dan jamur tiram

(Pleurotus ostreatus) dilakukan identifikasi kandungan senyawa kimia dengan

metode KLT. Tujuan penggunaan dari metode KLT yaitu untuk mengetahui dan

mengidentifikasi keberadaan kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam

ekstrak etanol buah oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.) dan jamur tiram

(Pleurotus ostreatus). Pengujian dilakukan pada kandungan senyawa flavonoid,

saponin, tanin, antrakuinon, alkaloid, dan terpenoid. Hasil identifikasi warna

kandungan senyawa kimia yang ada dalam ekstrak etanol buah oyong (Luffa

ix
acutangula (L.) Roxb.) dan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dapat dilihat pada

gambar 6 dan 7.

1 2 3

(+) (+) (+)

Flavonoid Saponin Tanin

4 5 6

(-) (+) (-)

Antrakuinon Alkaloid Terpenoid

Keterangan : (+) = Hasil positif, (-) = Hasil negatif

Gambar 6. Hasil uji identifikasi kimia ekstrak buah oyong

(Luffa acutangula (L.) Roxb.)


ix
1 2 3

(+) (-) (+)

Flavonoid Saponin Tanin

4 5 6

(-) (+) (+)

Antrakuinon Alkaloid Terpenoid

Keterangan : (+) = Hasil positif, (-) = Hasil negatif

Gambar 7. Hasil uji identifikasi kimia ekstrak jamur tiram

(Pleurotus ostreatus)

ix
Berdasarkan hasil dari identifikasi kandungan senyawa ekstrak etanol buah

oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.) dan jamur tiram (Pleurotus ostreatus).

Pada ekstrak buah oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.) dan jamur tiram

(Pleurotus ostreatus) dilakukan pengujian flavonoid dengan dideteksi dengan

sinar UV 254, tampak warna orange-kuning, kuning-kehijauan (Harborne,

1987). Hasil positif pada ekstrak oyong dan jamur tiram dengan ditandai

munculnya warna hijau dan kuning.

Pengujian saponin dideteksi dengan sinar UV 366, dan disemprot dengan

pereaksi anisaldehid, tampak warna biru-violet, hijau fluoresensi. Kemudian,

dipanaskan di oven pada suhu 100o C selama 5-10 menit dan dideteksi dengan

penampak bercak yaitu sinar UV 366 (Bladt and Wagner, 1996). Hasil positif

pada ekstrak oyong ditandai munculnya warna biru violet, dan hasil negatif pada

ekstrak jamur muncul warna hijau.

Pengujian tanin akan tampak dengan hasil positif yaitu berwarna ungu,

kemudian dilakukan penambahan asam asetat dengan konsentrasi 6%, dan

diuapkan dengan NH3 dan dideteksi dengan sinar UV 366 (Bladt and Wagner,

1996). Hasil positif ekstrak oyong dan jamur tiram ditandai dengan warna ungu.

Pada pengujian antrakuinon dideteksi dengan sinar UV 366, tampak

warna merah dan disemprot dengan pereaksi Brown Treager (Bladt and Wagner,

1996). Hasil negatif pada ekstrak oyong dan jamur tiram ditandai dengan tidak

munculnya warna apapun pada saat penyemprotan pereaksi Brown Treager dan

pada saat dideteksi dengan UV 366.

ix
Pada pengujian alkaloid hanya disemprot dengan pereaksi dragendroff

dan dilihat secara visual, tampak warna oranye kecokelatan (Bladt and Wagner,

1996). Hasil positif pada ekstrak oyong dan jamur tiram ditandai dengan

munculnya warna cokelat.

Pada pengujian terpenoid dideteksi dengan sinar penampak bercak UV

254 dan UV 366. Deteksi dilakukan dengan cara lempeng KLT disemprot

pereaksi vanillin asam sulfat dan dipanaskan di oven pada suhu 100oC selama 5-

10 menit kemudian dilihat secara visual, hasil akan tampak warna cokelat. Hasil

negatif pada ekstrak oyong menandakan bahwa tidak muncul warna dan positif

pada ekstrak jamur menghasilkan warna coklat kemerahan.

4.1.3 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak

4.1.3.1 Uji Kualitatif Antioksidan

Uji aktivitas antioksidan secara kualitatif juga dilakukan pada vitamin C

yang digunakan sebagai standar antioksidan. Dari hasil KLT diketahui bahwa kedua

ekstrak positif memiliki aktivitas antioksidan, ditunjukkan dengan adanya bercak

ungu pada ekstrak dan kemudian tereduksi menjadi warna orange-kuning. Hal ini

disebabkan peredaman warna DPPH terjadi karena adanya senyawa yang dapat

memberikan donor hidrogen kepada radikal DPPH sehingga tereduksi menjadi

DPPH-H (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) (Harborne, 1987). Reaksi reduksi radikal

DPPH menjadi DPPH-H dapat dilihat pada gambar 8 dan hasil identifikasi warna

uji kualitatif buah oyong, jamur tiram, dan vitamin C dapat dilihat pada gambar 9

di bawah ini.

ix
Gambar 8. Reaksi Reduksi DPPH oleh Senyawa Antioksidan (Prakash, 2001).

1 2 3

(+) (+) (+)

Oyong Jamur Tiram Vitamin C

Keterangan : (+) = Hasil positif, (-) = Hasil negatif.


Ekstrak dideteksi dengan sinar UV 366.
Gambar 9. Hasil Uji Kualitatif Antioksidan

ix
4.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Determinasi Tanaman

Bahan yang terdiri dari buah oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb) dan

jamur tiram (Pleurotus ostreatus), determinasi dilakukan di Laboratorium

Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas

Maret. Hasil determinasi menunjukkan bahwa buah yang digunakan adalah buah

oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.) dan jamur yang digunakan adalah jamur

tiram (Pleurotus ostreotus). Hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 1 dan

3.

4.2.2 Preparasi Bahan

Sebelum melakukan proses ekstraksi, terlebih dahulu dilakukan proses

persiapan sampel. Langkah pertama, kedua bahan dilakukan sortasi terlebih

dahulu. Tujuan dilakukannya sortasi basah yaitu untuk memisahkan kotoran atau

bahan asing yang terdapat pada kedua bahan tersebut. Langkah kedua, dilakukan

pencucian bahan yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran, dan mengurangi

mikroba yang melekat pada bahan.

Langkah ketiga, dilakukan pengeringan bahan simplisia. Tujuan utama

dari pengeringan simplisia yaitu mengurangi kadar air pada bahan, mendapatkan

simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu lama

untuk mengurangi kadar air pada bahan agar tidak ditumbuhi fungi selama

penyimpanan. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30 ̊C - 90 ̊C

(Endrasari dkk., 2011). Pengeringan pada suhu tinggi dan dalam jangka waktu

ix
yang lama dapat menyebabkan simplisia ditumbuhi fungi (Sirait, 2007).

Simplisia kering tersebut kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender.

Serbuk simplisia diayak untuk mendapatkan derajat halus yang sesuai.

Alasan serbuk simplisia diayak dengan nomor ayakan 4/18, artinya semua

serbuk simplisia lolos pengayak nomor 4 dan tidak lebih dari 40% dan lolos

pengayak nomor 18. Tujuan penghalusan ini adalah untuk meningkatkan luas

permukaan sehingga sampel kontak dengan pelarut semakin luas (Sirait, 2007).

Serbuk buah oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.) dan jamur tiram (Pleurotus

ostreatus) selanjutnya diekstraksi dengan menggunakan metode perkolasi.

4.2.3 Perkolasi

Ekstraksi serbuk buah oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.) dan jamur

tiram (Pleurotus ostreatus) dilakukan dengan cara metode perkolasi. Metode ini

dipilih karena memiliki keuntungan, yaitu meningkatkan difusi karena dialiri

dengan cairan penyari secara kontinu sehingga zat menjadi seperti terdorong

untuk keluar sel, tidak melibatkan pemanasan sehingga perubahan-perubahan

senyawa dapat dihindari. Kerugian dari metode perkolasi yaitu cairan penyari

yang digunakan relatif lebih banyak dan mahal (Anonim, 1986).

Sebanyak 150 gram serbuk simplisia buah oyong (Luffa acutangula (L.)

Roxb.) dan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) diperkolasi dengan menggunakan

pelarut etanol 70% sebanyak 2,5 L. Pelarut etanol dipilih karena etanol

merupakan pelarut yang sifatnya semi polar dalam penggunaannya, artinya

pelarut bisa menyari atau mengekstrak senyawa-senyawa baik yang bersifat

polar ataupun semipolar, tidak beracun, dapat bercampur dengan air, serta panas

ix
yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit, sehingga ketika proses

pemekatan ekstrak cair menjadi ekstrak kental waktu yang diperlukan relatif

lebih sedikit (Gandjar dan Rohman, 2007).

Etanol merupakan pelarut yang bersifat semi polar yang mampu

mengekstrak senyawa flavonoid, saponin, tanin, antrakuinon, terpenoid, dan

alkaloid (Harborne, 1987). Penyarian dilakukan secara kontinu sampai tetesan

dari perkolator berwarna bening. Selama proses tersebut, cairan penyari terus

dijaga agar selalu berada selapis diatas massa pelarut.

Menurut penelitian Arbayah dan Umi (2013), disebutkan bahwa ekstrak

etanol jamur tiram (Pleurotus ostreatus) mengandung senyawa flavonoid,

saponin, dan fenol. Kandungan kimia senyawa seperti flavonoid, saponin, dan

fenol merupakan zat aktif yang bersifat semi polar.

4.2.4 Uji kuantitatif antioksidan menggunakan metode DPPH

Penentuan nilai aktivitas antioksidan pada penelitian ini menggunakan

metode peredaman radikal bebas DPPH dengan spektrofotometer UV-Vis.

Metode uji aktivitas antioksidan dengan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)

dipilih karena cepat, mudah dan sederhana (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak oyong dan jamur tiram serta

vitamin C sebagai standar, diawali dengan penentuan panjang gelombang

maksimum (λ maks) DPPH dengan konsentrasi 0,004 % sebagai kontrol

menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Penentuan panjang gelombang

maksimum dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi

larutan dengan panjang gelombang.

ix
4.2.4.1 Penentuan panjang gelombang maksimum DPPH

Penentuan panjang gelombang maksimum DPPH bertujuan untuk

mengetahui panjang gelombang yang mempunyai serapan maksimum. Serapan

maksimum larutan panjang gelombang yang digunakan adalah 517 nm. Pada

lampiran 5 menunjukkan bahwa serapan maksimum larutan terletak pada

panjang gelombang 516 nm dengan nilai absorbansi sebesar 0,89619. Panjang

gelombang mengalami pergeseran dari  517 nm ke  516 nm. Hal ini

disebabkan karena hilangnya gugus auksokrom atau pergantian pelarut.

Hilangnya gugus auksokrom disebabkan pergeseran hipokromik, artinya

pergeseran atau perubahan  maks ke arah yang lebih kecil (ke kiri). Kemudian,

nilai absorbansi sebesar 0,89619 artinya bahwa absorbansi yang dilakukan sudah

terbaca oleh spektrofotometer pada range 0,2- 0,9 atau 15%- 70% pada

transmitan (Gandjar dan Rohman, 2007).

4.2.4.2 Penentuan Operating time

Penentuan pengukuran serapan panjang gelombang maksimal dilakukan

pada menit ke 0, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30. Penentuan operating time bertujuan

untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil yaitu saat sampel bereaksi

sempurna dengan reagen warna. Operating time larutan DPPH 0,004%

diinkubasi selama 30 menit. Serapan diukur pada panjang gelombang 517 nm.

Hasil absorbansi menunjukkan bahwa pada menit ke-10 diperoleh 0,93705

dengan selisih absorbansi 0,00376. Pada menit ke-10 menunjukkan adanya

lamda maksimum, artinya absorbansi tertinggi berada pada selisih absorbansi

menit ke-10. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa operating time DPPH 0,004

ix
% yaitu pada menit ke-30. Hasil absorbansi pada menit ke-30 diperoleh 0,93388

dengan selisih absorbansi 0,00045. Pada menit ke-30 menunjukkan adanya

lamda minimum, artinya bahwa absorbansi terendah berada pada selisih

absorbansi menit ke-30. Penentuan operating time berdasarkan selisih

absorbansi terkecil pada suatu rentang waktu, yang diperoleh pada menit ke 30.

Selisih absorbansi pada berbagai variasi waktu dapat dilihat pada lampiran 6.

Data absorbansi penentuan operating time selengkapnya dapat dilihat pada

lampiran 7.

4.2.4.3 Analisa Data Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Tunggal Oyong

dan Jamur Tiram

Prinsip uji aktivitas antioksidan adalah pengukuran aktivitas antioksidan

secara kuantitatif yaitu dengan melakukan penangkapan radikal DPPH oleh

suatu senyawa yang mempunyai senyawa aktivitas antioksidan dengan

spektrofotometri UV-Vis sehingga dengan demikian akan diketahui nilai

aktivitas peredaman radikal yang dinyatakan dengan IC50 (Inhibitory

concentration).

Nilai IC50 didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji yang

meredam radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas

peredaman radikal bebas semakin tinggi (Molyneux, 2004). Proses absorbansi

dilakukan sebanyak 3 kali replikasi agar dapat diperoleh nilai absorbansi. Tujuan

dilakukannya replikasi sebanyak 3 kali yaitu untuk mengoptimumkan terjadinya

kesalahan dalam analisa sampel dan pengukuran aktivitas peredaman radikal

bebas.

ix
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol oyong dan jamur

tiram mempunyai kemampuan sebagai penangkal radikal bebas DPPH.

Penelitian ekstrak oyong memiliki kandungan aktivitas tertinggi sebesar 96,00%

dan jamur tiram memiliki aktivitas antioksidan sebesar 96,44% yang berada

pada konsentrasi 500 ppm.

Uji aktivitas antioksidan dilakukan pada ekstrak etanol buah oyong

(Luffa acutangula (L.) Roxb.) dan jamur tiram (Pleurotus ostreatus). Pada uji

ini menggunakan aplikasi microsoft excel dengan perhitungan metode analisis

regresi linier sederhana. Metode regresi linier ini dipillih karena analisa dalam

pengambilan data dilakukan secara sederhana dan memiliki hubungan

ketergantungan variabel terhadap variabel lainnya yang melibatkan sebuah

variabel bebas.

Nilai aktivitas antioksidan dilihat dari % inhibisi, jika % inhibisi semakin

tinggi maka semakin tinggi pula aktivitas antioksidannya. Perhitungan %

inhibisi ekstrak oyong, dan jamur tiram dapat dilihat pada lampiran 8. Aktivitas

antioksidan ekstrak buah oyong, dan jamur tiram dapat dilihat pada gambar

dibawah ini.

ix
Aktivitas Antioksidan
100
90 y = 0,119x + 38,06
80 r= 0,996
70
%Inhibisi
Ekstrak Jamur
60
50 y=0,108x + 42,66
40 r= 0,998
30 Ekstrak Oyong
20 …
10 Ekstrak Oyong
0 100 200 300 400 500 Ekstrak Jamur
Konsentrasi (ppm)

Gambar 10. Kurva Regresi Linier Ekstrak Jamur Tiram dan Buah Oyong

Nilai IC50 ekstrak etanol buah oyong dan jamur tiram didapat dari hasil

perhitungan persamaan regresi linier pada gambar 10 diatas, dimana persamaan

regresi dari ekstrak oyong yang didapat adalah y = 0,108x + 42,66 dan r = 0,998

dan ekstrak jamur tiram y = 0,119x + 38,06 dan r = 0,996. Koefisien y pada

persamaan ini adalah sebagai % inhibisi, sedangkan koefisien x pada persamaan

ini adalah konsentrasi (ppm) ekstrak yang akan dicari nilainya. Nilai x yang

didapat merupakan besarnya konsentrasi yang diperlukan untuk dapat meredam

50% aktivitas radikal DPPH. Nilai r pada oyong sebesar 0,998 yang berarti

linieritas kurva tersebut kurang baik. Hal ini dikarenakan nilai koefisien korelasi

yaitu r < 0,99. Nilai r jamur sebesar 0,996 yang berarti linieritas kurva tersebut

kurang baik. Hal ini dikarenakan nilai koefisien korelasi yaitu r < 0,99. Pada

hasil yang diperoleh, menggambarkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi

ekstrak maka semakin besar aktivitas antioksidannya.

Pada perhitungan IC50 ekstrak oyong didapat nilai IC50 sebesar 67,58 ppm,

dan nilai IC50 jamur tiram sebesar 83,60 ppm. Pada kedua ekstrak, jika dilihat

ix
nilai IC50 nya tergolong antioksidan kuat dengan range antara 50 - 100 ppm.

Setelah dilakukan analisis dengan metode persamaan regresi linier pada kedua

ekstrak, kemudian juga dilakukan analisis regresi linier Probit pada SPSS 17.0

for Windows.

Hasil analisis SPSS probit ekstrak oyong diperoleh nilai signifikansi

variabel kovariat metrik konsentrasi pada output parameter estimate 0,002 < 0,05

sehingga hipotesis nol dapat ditolak, karena konsentrasi secara signifikan

memberikan pengaruh terhadap % inhibisi. Hasil dari Chi-Square Tests pada

Pearson Goodness of Fit diperoleh signifikansi 0,002 < 0,05 sehingga dengan

demikian hipotesis nol dapat ditolak karena ada hubungan yang kuat antara

variabel konsentrasi dengan % inhibisi. Pada confidence limit probability ekstrak

oyong replikasi 1 diperoleh probabilitas 65,9 ppm, replikasi 2 yaitu 66,5 ppm,

dan replikasi 3 yaitu 67,5 ppm. Kemudian, dari hasil tersebut diperoleh rata-rata

66,63 ppm.

Hasil analisis SPSS probit ekstrak jamur tiram diperoleh nilai signifikansi

variabel kovariat metrik konsentrasi pada output parameter estimate 0,000 < 0,05

sehingga hipotesis nol dapat ditolak, karena konsentrasi secara signifikan

memberikan pengaruh terhadap % inhibisi. Hasil dari Chi-Square Tests pada

Pearson Goodness of Fit diperoleh signifikansi 0,000 < 0,05 sehingga dengan

demikian hipotesis nol dapat ditolak karena ada hubungan yang kuat antara

variabel konsentrasi dengan % inhibisi. Pada confidence limit probability ekstrak

jamur replikasi 1 diperoleh probabilitas 82,9 ppm, replikasi 2 yaitu 81,5 ppm,

ix
dan replikasi 3 yaitu 81,3 ppm. Kemudian, dari hasil tersebut diperoleh rata-rata

81,9 ppm.

Vitamin C
100
% Inhibisi 80 y = 8,280x + 12,07
60 r = 0,989
40
20 Vitamin C
0
0 5 10 15
Konsentrasi (ppm)

Gambar 11. Kurva Regresi Linier Vitamin C

Hasil dari perhitungan analisis regresi diperoleh seperti pada gambar 11

diatas. Kurva linier vitamin C diperoleh dengan menentukan persamaan regresi

linier y = bx + a. Sehingga, diperoleh persamaan y = 8,280x + 12,07 dan r =

0,989 dari perhitungan koefisien y pada persamaan ini adalah sebagai nilai %

inhibisi. Koefisien x pada persamaan ini adalah konsentrasi vitamin C yang akan

dicari nilainya, dimana nilai x yang didapat merupakan besarnya konsentrasi

vitamin C yang diperlukan untuk dapat meredam 50% aktivitas radikal DPPH.

Hasil yang diperoleh menggambarkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi

ekstrak maka semakin besar aktivitas antioksidannya. Pada perhitungan IC50

vitamin C didapat nilai IC50 sebesar 4,58 ppm. Hasil analisis probit ekstrak

oyong, jamur tiram dan vitamin C dapat dihat pada lampiran 9. Perbandingan

nilai IC50 hasil perhitungan dan hasil SPSS 17.0 Probit dapat dilihat pada tabel

I.

ix
Tabel I. Perbandingan Nilai IC50 Hasil Perhitungan dan Hasil SPSS Probit

% Aktivitas
Ekstrak Konsentrasi antioksidan IC50 Perhitungan IC50 SPSS Probit
Vitamin C 2 26,26
4 43,90
6 67,10 4,58 ppm 4,58 ppm
8 80,95
10 90,54
Oyong 10 42,45
50 47,72
100 54,60 67,58 ppm 66,63 ppm
250 71,20
500 96,00
Jamur 10 37,28
50 44,53
100 55,60 83,60 ppm 82 ppm
250 71,04
500 96,44

Vitamin C ditentukan dengan dua cara, yaitu dengan melakukan

perhitungan persamaan regresi linier vitamin C dan analisis regresi linier Probit

pada SPSS 17.0 for Windows. Hasil analisis SPSS Probit vitamin c yaitu

diperoleh nilai signifikansi variabel kovariat metrik konsentrasi pada output

parameter estimate 0,000 < 0,05 sehingga hipotesis nol dapat ditolak, karena

konsentrasi secara signifikan memberikan pengaruh terhadap % inhibisi.

Hasil uji Chi-Square Tests pada Pearson Goodness of Fit diperoleh

signifikansi 0,000 < 0,05 sehingga dengan demikian hipotesis nol dapat ditolak

karena ada hubungan yang kuat antara variabel konsentrasi dengan % inhibisi.

Pada confidence limit probability vitamin C replikasi 1 diperoleh probabilitas

4,50 ppm, replikasi 2 yaitu 4,59 ppm, dan replikasi 3 yaitu 4,65 ppm. Kemudian,

ix
dari hasil tersebut diperoleh rata-ratanya adalah 4,58 ppm. Hasil analisis SPSS

Probit dapat dilihat pada lampiran 9.

4.2.4.4 Uji Aktivitas Antioksidan Kombinasi Oyong dan Jamur Tiram

Penentuan aktivitas antioksidan kombinasi pada ekstrak oyong (Luffa

acutangula (L.) Roxb.) dan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dilakukan dengan

menentukan konsentrasi kombinasi masing-masing ekstrak dari nilai IC50.

Konsentrasi kombinasi pada ekstrak oyong dan jamur tiram dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel II. Konsentrasi Kombinasi Pada Ekstrak Oyong dan Jamur Tiram

Tunggal/ Kombinasi Konsentrasi Rata-rata Rata-rata


Ekstrak Absorbansi %Inhibisi

Oyong ¼ IC50 (18ppm) 0,5427 43,44


½ IC50 (35 ppm) 0,5314 44,63
Jamur Tiram ¼ IC50 (21 ppm) 0,5928 38,22
½ IC50 (41 ppm) 0,5651 41,14
Oyong : Jamur Tiram ¼ IC50 : ¼ IC50 0,5111 46,73
(Kombinasi) ½ IC50 : ¼ IC50 0,4784 50,15
¼ IC50 : ½ IC50 0,4666 51,38
½ IC50 : ½ IC50 0,4124 57,02

Dari hasil tabel II diatas dilakukan pengukuran konsentrasi pada kedua ekstrak

yaitu oyong tunggal 18 ppm (¼ IC50), 35 ppm (½ IC50), dan jamur tiram dengan

konsentrasi 21 ppm (¼ IC50) dan 41 ppm (½ IC50). Kemudian dilakukan

pengukuran serapan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan

memasukkan 2 mL larutan DPPH 0,004 % ditambah dengan 1 mL larutan

ekstrak tunggal ke dalam kuvet kemudian mengukur serapannya pada panjang

gelombang 517 nm. Data serapan digunakan sebagai data absorbansi ekstrak

oyong, jamur tiram dan kombinasi ekstrak oyong dan jamur tiram.

ix
Setelah dilakukan pengukuran serapan, diperoleh rata-rata absorbansi

dan % inhibisi. Absorbansi diperoleh dari rata-rata replikasi tiap konsentrasi

ekstrak yang telah ditentukan (10, 50, 100, 250, dan 500 ppm). Sehingga,

absorbansi untuk konsentrasi ¼ IC50 oyong diperoleh 0,5427, dan ½ IC50

diperoleh 0,5314. Kemudian ¼ IC50 jamur tiram diperoleh 0,5928, dan ½ IC50

diperoleh 0,5651.

Kemudian, dilakukan pengukuran serapan kombinasi ekstrak oyong dan

jamur tiram pada panjang gelombang 517 nm. Pengukuran serapan kombinasi

ekstrak oyong dan jamur tiram dengan perbandingan ¼ IC50 : ¼ IC50 diperoleh

absorbansi sebesar 0,5111, ½ IC50 : ¼ IC50 sebesar 0,4784, ¼ IC50 : ½ IC50

sebesar 0,4666 dan ½ IC50 : ½ IC50 sebesar 0,4124. Perhitungan % inhibisi

kombinasi ekstrak oyong dan jamur tiram dapat dilihat pada lampiran 10.

Aktivitas antioksidan kombinasi ekstrak oyong dan jamur tiram jika dilihat

dibandingkan dengan vitamin C tunggal pada gambar 12.

ix
57.02
60 Oy 1/4 IC50 (18 ppm)

51.38
50.15
50.3
Oy 1/2 IC50 (35 ppm)

46.73
Jam 1/4 IC50 (21 ppm)

44.63
50

43.44

44.5
41.14
Jam 1/2 IC50 (41 ppm)

38.22
Vit C 2 ppm

36.6
40
Vit C 4 ppm

Vit C 6 ppm
% Inhibisi

30 Vit C 8 ppm

24
Vit C 10 ppm

Oy 1/4 IC50 (18 ppm) + Jam 1/4 IC50 (35 ppm)


14.12
20
Oy 1/2 IC50 (35 ppm) + Jam 1/4 IC50 (41 ppm)

Oy 1/4 IC50 (18 ppm) + Jam 1/2 IC50 (41 ppm)

10 Oy 1/2 IC50 (35 ppm) + Jam 1/2 IC50 (41 ppm)

Keterangan :
Sumbu x : Konsentrasi (ppm) Oy : Oyong
0 Sumbu y : % inhibisi Jam : Jamur
Gambar 12. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Tunggal Oyong dan Jamur Tiram,
Kombinasi Ekstrak Oyong dan Jamur Tiram Dibandingkan dengan Vitamin C Tunggal

Dari gambar 12 di atas, dapat dilihat profil aktivitas antioksidan

kombinasi ekstrak buah oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.) dan jamur tiram

(Pleurotus ostreatus) dibandingkan dengan vitamin C tunggal. Ekstrak A (oyong

¼ IC50) sebesar 43,44%, ekstrak B (oyong ½ IC50) 44,63%, ekstrak C (jamur

tiram ¼ IC50) 38,22%, ekstrak D (oyong kombinasi jamur ¼ IC50 : ¼ IC50)

46,73%, ekstrak E (oyong kombinasi jamur ½ IC50 : ¼ IC50) 50,15%, ekstrak F

(jamur tiram ½ IC50) 41,14%, ekstrak G (jamur kombinasi oyong ¼ IC50 : ½ IC50)

51,38%, ekstrak H (jamur kombinasi oyong ½ IC50 : ½ IC50) 57,02%. Vitamin

C tunggal pada konsentrasi 2 ppm sebesar 14,12%, konsentrasi 4 ppm sebesar

24%, konsentrasi 6 ppm sebesar 36,6%, konsentrasi 8 ppm sebesar 44,5%, dan

konsentrasi 10 ppm sebesar 50,3%.

ix
Ekstrak A (oyong ¼ IC50), ekstrak B (oyong ½ IC50), ekstrak C (jamur

tiram ¼ IC50), dan ekstrak F (jamur tiram ½ IC50) aktivitas antioksidan (%

inhibisi) lebih tinggi dibandingkan dengan vitamin C dengan konsentrasi 2 ppm,

dan 4 ppm, sedangkan jika dibandingkan dengan vitamin C konsentrasi 6 ppm,

8 ppm, dan 10 ppm. Kombinasi D (oyong kombinasi jamur ¼ IC50 : ¼ IC50),

ekstrak E (oyong kombinasi jamur ½ IC50 : ¼ IC50), ekstrak G (jamur kombinasi

oyong ¼ IC50 : ½ IC50), ekstrak H (jamur kombinasi oyong ½ IC50 : ½ IC50)

aktivitas antioksidannya lebih tinggi dibandingkan dengan vitamin C konsentrasi

2 ppm, dan 4 ppm, sedangkan jika dibandingkan dengan konsentrasi 6 ppm, 8

ppm dan 10 ppm aktivitas antioksidannya lebih rendah. Sedangkan untuk ekstrak

H (jamur kombinasi oyong ½ IC50 : ½ IC50) aktivitas antioksidannya juga lebih

tinggi jika dibandingkan dengan vitamin C konsentrasi 2 ppm dan 4 ppm.

ix
4.2.4.5 Uji Aktivitas Antioksidan Kombinasi Ekstrak Oyong dan Jamur

Tiram pada Aplikasi Persamaan Tunggal

Perhitungan konsentrasi kombinasi pada aplikasi persamaan tunggal

ekstrak oyong dan jamur tiram, dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III. Konsentrasi Kombinasi Ekstrak Oyong dan Jamur Tiram pada Aplikasi
Persamaan Tunggal
Persamaan Ekstrak Perbandingan % Inhibisi Konsentrasi
Kombinasi Kombinasi (y) (x)
Ekstrak Oyong :
Ekstrak Jamur
Oyong ¼ IC50 : ¼ IC50 46,73 37,714
y = 0,108x+42,66 ½ IC50 : ¼ IC50 50,15 69,330
¼ IC50 : ½ IC50 51,38 80,715
½ IC50 : ½ IC50 57,02 132,979

Jamur Tiram ¼ IC50 : ¼ IC50 46,73 72,883


y = 0,119x+38,06 ½ IC50 : ¼ IC50 50,15 101,577
¼ IC50 : ½ IC50 51,38 111,910
½ IC50 : ½ IC50 57,02 159,343

Perhitungan konsentrasi kombinasi pada aplikasi tunggal oyong

diperoleh dari persamaan y = 0,108x + 42,66, dengan nilai x dan perbandingan

kombinasi ¼ IC50: ¼ IC50 sebesar 37,714 ppm, ½ IC50 : ¼ IC50 sebesar 69,330

ppm, ¼ IC50 : ½ IC50 sebesar 80,715 ppm,dan ½ IC50 : ½ IC50 sebesar 132,979

ppm, sedangkan pada aplikasi tunggal jamur tiram diperoleh persamaan y =

0,119x+38,06, dengan nilai x dan perbandingan kombinasi ¼ IC50 : ¼ IC50 sebesar

72,883 ppm, ½ IC50 : ¼ IC50 sebesar 101,577 ppm, ¼ IC50 : ½ IC50 sebesar

111,910 ppm, dan ½ IC50 : ½ IC50sebesar 159,343 ppm. Perhitungan aktivitas

antioksidan kombinasi ekstrak oyong dan jamur tiram dapat dilihat pada

lampiran 10.

ix
Setelah dilakukan perhitungan uji aktivitas antioksidan kombinasi pada

aplikasi persamaan ekstrak oyong dan jamur tiram, kemudian ditentukan sifat

perbandingan kombinasi ekstrak oyong dan jamur tiram. Menurut Reynold and

Barry (2005), Combination Index (CI) merupakan perbandingan antara

kombinasi dua agen pada rasio tertentu dengan agen tunggal yang mana nilainya

menginterpretasikan sinergisitas. Rumus Combination index untuk senyawa

dengan tipe aksi yang sama :

Nilai x sebagai (Dx)1 atau (Dx)2, sedangkan (D)1 atau (D)2 adalah konsentrasi

tunggal buah oyong dan jamur tiram. Grafik Combination index ekstrak buah

oyong dan jamur tiram dapat dilihat pada gambar 13 dibawah ini.

0.71
0.77
Combination Index (CI)

0.80 0.52
0.59
0.60
0.40
0.20 35
0.00
18
21 Oyong (ppm)
Jamur (ppm) 41

Gambar 13. Combination index Ekstrak Oyong dan Jamur Tiram

Tujuan ekstrak dikombinasikan dan ditentukan konsentrasi yaitu untuk

mengetahui perbandingan antara data kombinasi dan tunggal sehingga dapat

ix
ditentukan sifat kombinasi sinergis, aditif atau antagonis (berlawanan). Hasil dari

grafik diatas menunjukkan ekstrak oyong dengan perbandingan konsentrasi 18

ppm : 35 ppm. Kemudian, jamur tiram dengan perbandingan konsentrasi 21 ppm

: 41 ppm. Kedua ekstrak tersebut dikombinasi, sehingga diperoleh hasil

perbandingan konsentrasi 18 ppm : 21 ppm (¼ IC50 oyong : ¼ IC50 jamur tiram)

adalah 0,77 yang menyatakan bahwa kombinasi ekstrak tersebut bersifat sinergis

sedang sampai rendah. Kemudian 35 ppm : 21 ppm (½ IC50 oyong : ¼ IC50 jamur

tiram) adalah 0,71 yang bersifat sinergis sedang sampai rendah, 18 ppm : 41 ppm

(¼ IC50 oyong : ½ IC50 jamur tiram) adalah 0,59 yang bersifat sinergis, 35 ppm :

41 ppm (½ IC50 oyong : ½ IC50 jamur tiram) adalah 0,52 yang bersifat sinergis.

Menurut Reynold and Barry (2005) interpretasi sifat senyawa ekstrak dapat pada

tabel IV. Perhitungan nilai Combination index ekstrak oyong dan jamur tiram

dapat dilihat pada lampiran 1.

Tabel IV. Interpretasi Sifat Senyawa Ekstrak

Nilai CI Interpretasi

< 0,1 Sinergisitas sangat kuat


0,1-0,3 Sinergisitas kuat
0,3 - 0,7 Sinergis
0,7 - 0,9 Sinergisitas sedang sampai rendah
0,9 - 1,1 Aditif
1,1 - 1,45 Antagonisitas rendah sampai sedang
1,45 - 3,3 Antagonis
> 3,3 Antagonisitas kuat sampai sangat kuat

ix

Anda mungkin juga menyukai