Anda di halaman 1dari 6

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS

HARRY A. ASROEL
Fakultas Kedokteran
Bagian Tenggorokan Hidung danTelinga
Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan
Penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) merupakan kelainan saluran cerna
bagian atas yang disebabkan oleh refluks gastroesofagus patologik yang
frekuensinya cukup tinggi di negara maju. Di Indonesia penyakit ini sering tidak
terdiagnosis oleh dokter bila belum menimbulkan keluhan yang berat, seperti refluks
esofagitis.1
Refluks gastroesofagus adalah peristiwa masuknya isi lambung ke dalam
esofagus yang terjadi secara intermiten pada setiap orang, terutama setelah
makan.1,2,3 Refluks yang terjadi tanpa menimbulkan gejala dan perubahan histologik
mukosa esofagus, disebut refluks gastroesofagus fisiologik.1,2,3 Bila refluks terjadi
berulang-ulang, sehingga timbul gejala dan komplikasi, disebut refluks
gastroesofagus patologik atau penyakit refluks gastroesofagus, suatu istilah yang
meliputi refluks esofagitis dan refluks simtomatis.1,2 Pada refluks esofagitis terjadi
perubahan histologik, sedangkan refluks simtomatis menimbulkan gejala tanpa
perubahan histologik dinding esofagus.1,2
Manifestasi klinis penyakit refluks gastroesofagus sangat bervariasi dan gejala
yang timbul kadang-kadang sukar dibedakan dengan kelainan fungsional lain dari
traktus gastrointestinal.1-
Penatalaksanaan penyakit refluks gastroesofagus tergantung dari berat
ringannya penyakit dan terdiri dari beberapa tahap / fase.1-

Anatomi
Esofagus merupakan saluran otot vertikal antara hipofaring sampai ke
lambung. Panjangnya 23 sampai 25 cm pada orang dewasa. Di mulai dari batas
bawah tulang rawan krikoid atau setinggi vertebra C.VI, berjalan sepanjang leher,
mediastinum superior dan posterior, di depan vertebra servikal dan torakal, dan
berakhir pada orifisium kardia lambung setinggi vertebra Th.XI. Melintas melalui
hiatus esofagus diafragma setinggi vertebra Th.X.4
Esofagus dilapisi oleh epitel gepeng berlapis tak berkeratin yang tebal dan
memiliki dua sfingter yaitu sfingter atas dan sfingter bawah. Sfingter esofagus atas
merupakan daerah bertekanan tinggi dan daerah ini berada setinggi kartilago
krikoid. Fungsinya mempertahankan tonus, kecuali ketika menelan, bersendawa dan
muntah. Meskipun sfingter esofagus atas bukan merupakan barrier pertama
terhadap refluks, namun dia berfungsi juga untuk mencegah material refluks keluar
dari esofagus proksimal menuju ke hipofaring.3,4 Sfingter bawah esofagus
panjangnya kira-kira 3 cm, dapat turun 1-3 cm pada pernafasan normal dan naik
sampai 5 cm pada pernafasan dalam, merupakan daerah bertekanan tinggi yang
berada setinggi diafragma. Sfingter ini berfungsi mempertahankan tonus waktu
menelan dan relaksasi saat dilalui makanan yang akan memasuki lambung serta
mencegah refluks. Relaksasi juga diperlukan untuk bersendawa.3,4
Menurut letaknya esofagus terdiri dari beberapa segmen6 :

2002 Digitized by USU digital library 1


2

1. Segmen servikalis 5-6 cm ( C.VI-Th. I )


2. Segmen torakalis 16-18 cm ( Th. I-V )
3. Segmen diafragmatika 1-1,5 cm ( Th. X )
4. Segmen abdominalis 2,5-3 cm ( Th. XI )

Esofagus memiliki beberapa daerah penyempitan5,6 :


1. Daerah krikofaringeal, setinggi C. VI
Daerah ini disebut juga Bab el Mandeb / Gate of Tear, merupakan bagian
yang
paling sempit, mudah terjadi perforasi sehingga paling ditakuti ahli
esofagoskopi.
2. Daerah aorta, setinggi Th. IV
3. Daerah bronkus kiri, setinggi Th. V
4. Daerah diafragma, setinggi Th. X .

Etiologi
Penyakit refluks gastroesofagus disebabkan oleh proses yang multifaktor.
Pada orang dewasa faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah
sehingga terjadi refluks gastroesofagus antara lain coklat, obat-obatan (misalnya
aspirin), alkohol, rokok, kehamilan.1,2,4,7 Faktor anatomi seperti tindakan bedah,
obesitas, pengosongan lambung yang terlambat dapat menyebabkan hipotensi
sfingter esofagus bawah sehingga menimbulkan refluks gastroesofagus.1,2

Patofisiologi
Episode refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume, lamanya,
dan hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esofagus
bawah dalam keadaan relaksasi atau melemah oleh peningkatan tekanan intra-
abdominal sehingga terbentuk rongga diantara esofagus dan lambung. Isi lambung
mengalir atau terdorong kuat ke dalam esofagus. Jika isi lambung mencapai
esofagus bagian proksimal dan sfingter esofagus atas berkontraksi, maka isi
lambung tersebut tetap berada di esofagus dan peristaltik akan mengembalikannya
ke dalam lambung. Jika sfingter esofagus atas relaksasi sebagai respon terhadap
distensi esofagus maka isi lambung akan masuk ke faring, laring, mulut atau
nasofaring.3 Secara ringkas dapat dilihat pada skema di bawah ini3 :

2
3

Hidung
Laring Muntah

Mulut Ditelan kembali

S E A terbuka

Lumen Trakeobronkial

S E A tertutup

Lumen esofagus
Peristaltik
Tekanan S E B mengembalikannya
inadekuat
ke lambung

Isi lambung

Gejala

Gejala yang timbul kadang-kadang sukar dibedakan dengan kelainan


fungsional lain dari traktus gastrointestinal, antara lain1-4,7-12 :
- Rasa panas di dada (heart burn), terutama post prandial heart burn.
- Nyeri dada substernal
- Sendawa
- Mual
- Muntah
- Cegukan
- Disfagia
- Odinofagia
- Suara serak, dll.

3
4

Diagnosis

Diagnosis PRGE ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan khusus,


seperti1-4,8,9,11 :
1. Pemeriksaan Radiologi
Roentgen esofagus dengan kontras Barium (esofagogram) atau fluoroskopi dan
pemeriksaan serial traktus gastrointestinal bertujuan untuk menyingkirkan
penyakit penyakit seperti striktur esofagus, akalasia, dll. Bila tidak ada kelainan,
bukan berarti tidak ada PRGE.
2. Pemeriksaan Manometri
3. Pemeriksaan Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dapat menilai kelainan mukosa esofagus dan
melakukan biopsi esofagus untuk mendeteksi adanya esofagus Barret atau suatu
keganasan.
4. Tes Provokatif
Tes perfusi asam dari Bernstein merupakan tes sederhana dan akurat untuk
menilai kepekaan mukosa esofagus terhadap asam.

5. Pengukuran pH dan tekanan esofagus


Pengukuran ini menggunakan alat yang dapat mencatat pH intra-esofagus
post prandial selama 24 jam dan tekanan manometrik esofagus. Bila pH < 4
dianggap ada PRGE.
6. Tes Skintigrafi gastroesofagus.
Bertujuan untuk menilai pengosongan esofagus dengan menggunakan radioisotop
dan bersifat non invasif.

Penatalaksanaan
Pengobatan penderita PRGE terdiri dari1-4,7,8,10,11:

A. Tahap I
Bertujuan untuk mengurangi refluks, menetralisasi bahan refluks,
memperbaiki barrier anti refluks dan mempercepat proses pembersihan esofagus
dengan cara :
1. Posisi kepala atau ranjang ditinggikan (6-8 inci)
2. Diet dengan menghindari makanan tertentu seperti makanan berlemak,
berbumbu, asam, coklat, alkohol, dll.
3. Menurunkan berat badan bagi penderita yang gemuk
4. Jangan makan terlalu kenyang
5. Jangan segera tidur setelah makan dan menghindari makan malam terlambat
6. Jangan merokok dan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan SEB
seperti
kafein, aspirin, teofilin, dll.

B. Tahap II
Menggunakan obat-obatan, seperti :
1. Obat prokinetik yang bersifat mempercepat peristaltik dan meninggikan tekanan
SEB, misalnya Metoklopramid : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan
sebelum tidur dan Betanekol : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan sebelum
tidur.

2. Obat anti-sekretorik untuk mengurangi keasaman lambung dan menurunkan


jumlah sekresi asam lambung, umumnya menggunakan antagonis reseptor H2
seperti Ranitidin : 2 mg/kgBB 2x/hari, Famotidin : 20 mg 2x/hari atau 40 mg

4
5

sebelum tidur (dewasa), dan jenis penghambat pompa ion hidrogen seperti
Omeprazole: 20 mg 1-2x/hari untuk dewasa dan 0,7 mg/kgBB/hari untuk anak.

3. Obat pelindung mukosa seperti Sukralfat: 0,5-1 g/dosis 2x sehari, diberikan


sebagai campuran dalam 5-15 ml air.

4. Antasida
Dosis 0,5-1 mg/kgBB 1-2 jam setelah makan atau sebelum tidur, untuk
menurun-kan refluks asam lambung ke esofagus.

C. Tahap III
Pembedahan anti refluks pada kasus-kasus tertentu dengan indikasi antara lain
mal-nutrisi berat, PRGE persisten, dll. Operasi yang tersering dilakukan yaitu
fundo-plikasi Nissen, Hill dan Belsey.

Komplikasi

Komplikasi PRGE antara lain1,11 :


1. Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik.
2. Esofagitis ulseratif
3. Perdarahan
4. Striktur esofagus
5. Aspirasi

Kesimpulan

1. Penyakit refluks gastroesofagus merupakan kelainan saluran cerna bagian


atas yang disebabkan oleh refluks gastroesofagus patologik yang sering tidak
terdiagnosis oleh dokter bila belum menimbulkan keluhan yang berat.
2. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat
tentang keluhan penderita ditunjang dengan pemeriksaan khusus.
3. Penatalaksanaan PRGE terdiri dari beberapa tahap antara lain mengubah
kebiasaan hidup, obat-obatan dan operasi.

5
6

Kepustakaan

1. Mariana Y. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Dalam : Efiaty AS, Nurbaiti I. Buku


Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima,
Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2001. 252-5.

2. Mariana Y.Penyakit Refluks Gastroesofagus. Dalam: Efiaty AS,dkk.


Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga-Hidung-Tenggorok, Edisi 2,
Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2000. 348-54.

3. Putnam PE. Gastroesophageal Reflux. In : Bluestone CD, et al. Pediatric


Otolaryngology, Vol.2, 3rd ed., Philadelphia : WB Saunders Co, 1996. 1144-56.

4. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Edisi 13,
Jilid 2, Alih Bahasa Staf Ahli Bagian THT RSCM-FK UI, Jakarta : Binarupa Aksara,
1997. 669-71.

5. Jackson C, Jackson CL. Bronchoesophagology. Philadelphia : WB Sauders Co,


1964. 228-9.

6. Asroel A. Kumpulan kuliah Bronkoesofagologi. Medan : FK USU.

7. Hibbert J. Scott-Brown’s Otolaryngology, 6th ed., Vol.5, Oxford : Butterworth-


Heinemann, 1997. 5/24/12-5.

8. Ballenger JJ. Otorhinolaryngology : Head and Neck Surgery. 15th ed., Philadelphia
: William & Wilkins, 1996. 1227-8.

9. Lee KJ. Essential Otolaryngology : A Board Preparation and Concise Reference.


2nd ed, Singapore : Toppan Co, 1977. 287-8.

10. Lee KJ. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 7th ed, Connecticut :
Appleton & Lange, 1999. 1227-8.

11. Paparella MM. Otolaryngology. 3rd ed, Vol.III, Philadelphia : WB Saunders Co,
1991 2469-72.

12. Gumpert L, et al. Hoarseness and gastroesophageal reflux in children. The


Journal of Laryngology and Otology, January 1998, Vol.112: 49-54.

13. Walshe P, et al. Is reflux noted at diagnostic rigid oesophagoscopy clinically


significant ?. The Journal of Laryngology and Otology, July 2001, Vol.115: 552-4.

Anda mungkin juga menyukai