Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indonesia merupakan negara maritim dengan luas laut terbesar dunia

dan panjang garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Sumber

daya alam dari hasil laut sangat melimpah, khususnya udang dan ikan.

Produk perikanan merupakan produk pangan yang memiliki nilai gizi yang

sangat tinggi. Berdasarkan data statistik Kementerian Kelautan dan

Perikanan, tingkat konsumsi ikan nasional dalam kurun 2007 – 2012

mengalami trend kenaikan setiap tahun. Pada tahun 2009 tingkat konsumsi

ikan rata-rata adalah 29,08 Kg/Kap/Th sedangkan pada tahun 2012 sudah

mencapai 33,89 Kg/Kap/Tahun (Gizi, 2013).

Salah satu jenis ikan yang merupakan komoditas ekspor utama

Indonesia adalah ikan tuna. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6- 26,2

g/100 g daging. Lemak antara 0,2-2,7 g/100 g daging. Di samping itu ikan

tuna mengandung mineral kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A

(retinol), dan vitamin B golongan thiamin, riboflavin dan niasin

(Departemen of Health Education and Walfare 1972 yang diacu Maghfiroh,

2000). Kandungan gizi yang sangat tinggi pada ikan tuna membuat

permintaan produk ikan tuna dunia semakin meningkat setiap tahunnya.

FAO mengatakan bahwa sektor perikanan telah menyuplai sekitar 145 ton

tahun 2009, dan memberikan sekitar 16% asupan protein hewani untuk

seluruh populasi masyarakat di dunia.



 

Pengolahan ikan tuna di Indonesia umumnya dilakukan dengan

metode fileeting untuk memperoleh dagingnya. Ada banyak industri yang

melakukan pengolahan ikan tuna di Indonesia. Di beberapa daerah bahkan

ada yang sudah membentuk asosiasi, misalnya KTI (Komisi Tuna

Indonesia), ASTUIN (Asosiasi Tuna Indonesaia) dan ATLI (Asosiasi Tuna

Longline Indonesia) yaitu asosiasi industri pengolahan ikan tuna yang

melakukan penagkapan ikan tuna dengan menggunakan pancing longline

yang berpusat di Benoa Bali. Di DIY, salah satu UKM pengolah ikna tuna

adalah KUB “Fresh Fish”. KUB “Fresh Fish” melakukan pengolahan ikan

tuna dengan cara fillet dengan produk utama steak tuna. Pengolahan yang

dilakukan di KUB “Fresh Fish” menghasilkan banyak produk olahan ikan

tuna lainnya, seperti leresan ikan, nugget, abon dan produk makanan

lainnya. Selain kepala dan tulang ikan, produk samping yang dihasilkan dari

pengolahan ikan tuna di tempat ini adalah kulit ikan tuna. Dari 4 kwintal

ikan tuna yang diproses setiap minggunya, kulit yang dihasilkan mencapai

3 %, atau sekitar 12 kg. Kulit ikan tuna yang dishasilkan oleh KUB “Fresh

Fish” tidak ada yang menyerap karena belum memiliki nilai ekonomi yang

menguntungkan karena tidak dilakukan pengolahan.

Kulit ikan tuna memiliki potensi untuk dapat dioleh menjadi

berbagai produk lain. Kulit ikan tuna dapat diolah menjadi gelatin, produk

pangan dan dapat juga disamak. Dalam jurnal yang ditulis oleh Shyin et all

(2013), beberapa kulit ikan laut dalam mampu diolah menjadi gelatin.

Beberapa diantaranya adalah ikan tuna, ikan hiu dan ikan rohu. Gelatin dari

 

kulit ikan hiu lebih baik dari segi kualitas gelatin, serta memiliki

karakteristik fungsional yang lebih baik daripada tuna dan rohu.

Berdasarkan wawancara langsung dengan Bapak Khoir seorang pengusaha

penyamakan kulit di Tembi, Bantul, kulit ikan tuna kurang memiliki nilai

estetika jika disamak karena tidak memiliki kekhasan yang spesifik.

Berbeda dengan kulit ikan pari dengan sisiknya yang unik, atau ikan lainnya

dengan kulit yang memiliki tekstur khas. Namun, arah pengembangan yang

dituju penulis adalah pengolahan kulit ikan tuna menjadi produk pangan,

yaitu kerupuk.

Kerupuk adalah makanan olahan dari tepung tapioka yang sudah

banyak dikenal oleh masyarakat. Umumnya, pengolahan kulit menjadi

produk makanan adalah dengan dijadikan rambak. Rambak dihasilkan dari

pengolahan kulit tanpa penambahan bahan lain, sehingga harganya di

pasaran lebih tinggi dibandingkan kerupuk. Dengan bahan baku sebanyak ±

12 kg per minggu, pengolahan menjadi kerupuk menjadi alternatif yang

lebih baik daripada dijadikan rambak. Dengan dijadikan kerupuk, ada bahan

lain yang juga digunakan yaitu tepung tapioka, sehingga volume produk

akhir yang dihasilkan akan lebih banyak dan lebih sesuai untuk dipasarkan.

Pengolahan kulit ikan tuna menjadi produk makanan lebih

memungkinkan untuk dilakukan di KUB “Fresh Fish”. Proses pembuatan

gelatin dan penyamakan kulit ikan tuna membutuhkan proses yang lama dan

membutuhkan ruang produksi baru karena penggunaan bahan – bahan kimia

dalam prosesnya, sehingga tidak mungkin untuk dilakukan pada tempat



 

yang sama dengan produksi produk fillet dan produk lainnya yang dilakukan

saat ini. Selain itu, kapasitas ruang produksi di KUB “Fresh Fish” saat ini

hanya memungkinkan untuk melakukan proses pengolahan produk

makanan.

Berdasarkan hal tersebut, penulis akan melakukan fokus penelitian

pada pengolahan kulit ikan tuna hingga menjadi produk kerupuk kulit ikan

tuna mulai dari tahap komposisi, penyusunan konsep, hingga pola proses

produksinya. Setelah diperoleh konsep serta pola proses produksi yang

tepat, kemudian dulanjutkan dengan melakukan analisis kelayakan usaha

dari penggunaan kulit ikan tuna dari KUB “Fresh Fish” sebagai bahan baku

dalam pembuatan kerupuk kulit ikan tuna, apakah layak serta memenuhi

dari aspek,teknis dan finansial untuk dapat dilaksanakan.

B. Rumusan masalah

Dari latar belakang yang dikemukakan di atas dapat dirumuskan

suatu permasalahan yang harus dipecahkan dalam penanganan limbah fillet

ikan tuna, dalam penelitian ini, KUB “Fresh Fish” kesulitan untuk mengolah

kulit ikan tuna yang dihasilkan dari proses filleting. Permintan produk ikan

tuna yang tinggi, mengakibatkan adanya produk samping berupa kulit ikan

tuna yang banyak, sehingga dibutuhkan suatu solusi dalam menyelesaikan

permasalahan tersebut. Solusi yang diberikan adalah pengolahan kulit

menjadi kerupuk. Namun, pengolahan kulit ikan tuna menjadi kerupuk



 

belum pernah dilakukan, sehingga dibutuhkan uji coba dalam skala

laboratorium untuk mengetahui komposisi hingga pola proses produksinya.

Permasalahan timbul ketika kerupuk ikan tuna tersebut akan

diproduksi dalam skala UKM. Diperlukan analisis kelayakan pada UKM

pengolahan kerupuk ikan tuna yang dilihat berdasarkan aspek teknis, dan

finansial.

C. Batasan penelitian

Untuk memberikan arah yang jelas serta mengoptimalkan

penelitian, maka dilakukan pembatasan terhadap aspek-aspek yang diteliti,

yaitu :

1. Obyek penelitian adalah kulit ikan tuna yang dihasilkan dari pengolahan

produk fillet ikan tuna di KUB “Fresh Fish”.

2. Uji coba pembuatan produk dilakukan di Laboratorium Biondustri

Jurusan TIP FTP UGM.

3. Uji yang dilakukan terhadap kerupuk kulit ikan tuna yang dihasilkan

adalah uji sensoris dan uji kimia. Uji kimia dilakukan setelah ditemukan

konsep yang paling sesuai dengan keinginan konsumen.

4. Aspek teknis meliputi proses produksi, ketersediaan bahan baku, serta

kapasitas produksi.

5. Aspek finansial meliputi perhitungan biaya operasional, harga jual,

penyusunan aliran kas, NPV, Break Event Point (BEP), IRR, dan BCR.

 

D. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas maka diharapkan

penelitian ini mampu memenuhi tujuan-tujuan sebagai berikut :

1. Menyusun dan menyeleksi konsep produk kerupuk kulit ikan tuna.

2. Mengidentifikasi karakteristik fisik, kimia dan organoleptik dari

kerupuk kulit ikan tuna.

3. Mengetahui kelayakan UKM pengolahan kerupuk kulit ikan tuna pada

aspek teknis dan finansial.

E. Manfaat penelitian

1. Mengatasi produk samping hasil produksi, yaitu kulit ikan tuna yang

dihasilkan dari proses filleting ikan tuna secara kontinyu.

2. Memperoleh keputusan apakah usaha pengolahan kerupuk kulit ikan

tuna layak atau tidak untuk dijalankan ditinjau dari aspek teknis, dan

finansial.

3. Memberikan informasi kepada UKM mengenai peluang kerupuk kulit

ikan tuna untuk diproduksi pada skala UKM.

Anda mungkin juga menyukai