Anda di halaman 1dari 15

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

(……………………………………………..) (……………………………………………..)

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1. PENGERTIAN
Hemothorax adalah suatu keadaan yang paling sering dijumpai pada penderita
trauma thoraks yang sering disebabkan oleh trauma pada paru, jantung, pembuluh
darah besar. Pada lebih 80% penderita dengan trauma thoraks dimana biasanya
terdapat darah >1500ml dalam rongga pleura akibat trauma tumpul atau tembus pada
dada. Sumber perdarahan pada umumnya berasal dari adanya cedera pada paru-paru,
arteri interkostalis, robeknya arteri
Mamaria interna maupun pembuluh darah lainnya seperti aorta dan vena cava.
Dalam rongga pleura dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hemothorax
dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata,
distres nafas juga akan terjadi karena paru di sisi hemothorax akan kolaps akibat
tertekan volume darah. Pada pemeriksaan dapat ditemukan shock, deviasi trakea, suara
pernapasan yang melemah (unilateral), vena dileher menjadi colaps akibat
hipovolemia atau penekanan karena efek mekanik oleh darah di intrathoraks.
1.2. ETIOLOGI
1.2.1. Trauma
1.2.1.1 Luka Tembak
1.2.1.2 Luka Tikam / tusuk
1.2.1.3 Kecelakaan kendaraan bermotor
1.2.1.4 Jatuh
1.2.1.5 Pukulan pada dada
1.3. TANDA DAN GEJALA
1.3.1. Sesak napas atau napas memendek
1.3.2. Gelisah dan kelelahan berlebihan
1.3.3. Detak jantung bertambah cepat dan tekanan darah menurun
1.3.4. Kulit tampak pucat, Peninggian TVJ (Tekanan Vena Jugularis)
1.3.5. Demam tinggi, bahkan bisa lebih dari 38 derajat Celcius
1.4. PATOFISIOLOGI
Dada merupakan organ besar yang membuka bagian dari tubuh yang sangat mudah
terkena tumbukan/ benturan. Karena dada merupakan tempat jantung, paru dan
pembuluh darah besar. Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman
kehidupan. Luka pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung
untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen
darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan
dalam dan tusukan terhadap organ.
Luka dada dapat meluas dari benjolan dan goresan yang relatif kecil menjadi suatu
yang dapat mengancurkan atau terjadi trauma penetrasi. Luka dada dapat berupa
penetrasi atau non penetrasi (tumpul). Luka dada penetrasi mungkin disebabkan oleh
luka dada yang terbuka, memberi kesempatan bagi udara atmosfir masuk ke dalam
permukaan pleura dan mengganggu mekanisme ventilasi normal. Luka dada penetrasi
dapat menjadi kerusakan serius bagi paru, kantung (pleura) dan struktur thorak lain.
1.4.1. Trauma tumpul
Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus,
kira-kira lebih dari 90% trauma thoraks. Dua mekanismeyang terjadi pada
trauma tumpul: (1) hantaran energi secara langsung pada dinding dada dan
organ thoraks dan (2) deselerasi differensial, yang dialami oleh organ
thoraks ketika terjadinya impak atau benturan.
Benturan yang secara langsung yang mengenai dinding thoraks
dapat menyebabkan luka robek dan kerusakan dari jaringan lunak dan
tulang seperti tulang iga. Cedera thoraks dengan tekanan yang kuat dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrathorakal sehingga menyebabkan
ruptur dari organ-organ yang berisi cairan atau gas (udara). Cedera yang
disebabkan deselerasi dapat berlaku apabila pergerakan thoraks yang
kedepan secara tiba-tiba terhenti, manakala organ viscera intratorakal terus
bergerak kedepan, seperti yang berlaku pada cidera steering-columna. Pada
cedera viscera (organ-organ dalam tubuh) yang tidak melekat pada dinding
dada, akan bergerak kedepan sehingga akan dihentikan oleh permukaan
dalam dari dinding thoraks pada benturan internal yang kedua kalinya atau
sehingga tekanan yang ditimbulkan oleh pergerakan tersebut melampaui
toleransi jaringan sehingga menyebabkan cedera. Fraktur tulang iga bisa
terjadi pada titik benturan dan kerusakan pada paru bisa terjadi luka berupa
lebam atau luka tusuk pada paru.
1.4.2. Trauma tembus
Trauma tembus, biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan
secara langsung yang berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau atau
proyektil (projectile), misalnya, akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan
“stretching dan crushing” dan cedera biasanya menyebabkan batas luka yang
sama dengan bahan yang tembus pada jaringan. Berat ringannya cedera
internal yang berlaku tergantung pada organ yang telah terkena dan seberapa
vital organ tersebut.
Derajat cedera tergantung pada dua mekanisme dari penetrasi dan temasuk,
diantara faktor lain, adalah efisiensi dari energi yang dipindahkan dari obyek
ke jaringan tubuh yang terpenetrasi. Faktor-faktor lain yang berpengaruh
adalah karakteristik dari senjata, seperti kecepatan, ukuran dari permukaan
benturan, serta densitas dari jaringan tubuh yang terpenetrasi. Pisau biasanya
menyebabkan cidera yang lebih kecil karena ia termasuk proyektil dengan
kecepatan rendah. Luka tusuk yang disebabkan oleh pisau sebatas dengan
daerah yang terjadi penetrasi. Luka disebabkan tusukan pisau biasanya dapat
ditoleransi, walaupun tusukan tersebut pada daerah jantung, biasanya dapat
diselamatkan dengan penanganan medis yang maksimal.
1.5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Hematokrit cairan pleura Biasanya tidak diperlukan untuk pasien hemothorax
traumatik. Diperlukan untuk analisis dari efusi yang mengandung darah dengan
penyebab nontraumatik.
1. Chest X-ray
2. USG
3. CT-scan
1.6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan pendarahan,
dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura. Penanganan pada
hemothorax adalah
1.6.1. Resusitasi cairan.
Terapi awal hemothorax adalah dengan penggantian volume darah
yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai
dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan
kemudian pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah
dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok
untuk autotranfusi bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula chest
tube ( WSD ).
1.6.2. Pemasangan chest tube ( WSD )
Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura
mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan
dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi
darah / cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap
kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. WSD adalah suatu
sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD sendiri adalah untuk
mempertahankan tekanan negatif intrapleural / cavum pleura.
Macam WSD adalah :
a. WSD aktif  : continous suction, gelembung berasal dari udara sistem.
b. WSD pasif  : gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien

Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi.


Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan
dengan chest tube dan kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan ke
dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah ( artery / vena )
bukan merupakan indikator yang baik untuk di pakai sebagai dasar
dilakukannya torakotomi. Torakotomi sayatan yang dapat dilakukan di
samping, di bawah lengan (aksilaris torakotomi); di bagian depan, melalui
dada (rata-rata sternotomy); miring dari belakang ke samping
(posterolateral torakotomi); atau di bawah payudara (anterolateral
torakotomi) . Dalam beberapa kasus, dokter dapat membuat sayatan antara
tulang rusuk (interkostal disebut pendekatan) untuk meminimalkan
memotong tulang, saraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya di
bawah 12.7 cm hingga 25 cm.
1.7. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data
dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan)
kemudian data dianalisis sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan (Potter dan
Perry, 2005).
1.7.1. IDENTITAS PASIEN
Identitas klien terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, tanggal lahir,
suku/bangsa, status perkawinan, pendidikan, alamat, nomor register,
tanggal datang ke rumah sakit, dan tanggal pengkajian.
1.7.2. DIAGNOSA MEDIS

Sesuai diagnosa yang ditegakkan oleh dokter dengan penjelasan


dari singkatan-singkatan atau istilah medis terkait hemothorax

1.7.3. KELUHAN UTAMA


Merupakan keluhan paling mengganggu yang dirasakan klien
sehingga klien datang ke rumah sakit. Keluhan utama yang dialami oleh
hemothorax yaitu sesak napas.
1.7.4. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Merupakan kronologis peristiwa terkait penyakit klien yang
sekarang dialami sejak klien mengalami keluhan pertama kalinya sampai
klien memutuskan ke rumah sakit. Kronologis kejadian yang harus
diceritakan meliputi waktu kejadian, cara/proses, tempat, suasana,
manifestasi klinis, riwayat pengobatan, persepsi tentang penyebab dan
penyakit. Jika terdapat keluhan nyeri maka disertai pengkajian nyeri
PQRST.
1.7.5. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Kaji adanya riwayat penyakit dahulu. Penting untuk dikaji tentang
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
1.7.6. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat keluarga ada tidaknya yang pernah mengalami hemothorax
atau penyakit dalam lainnya Digambar melalui genogram minimal 3
generasi terdahulu dan diberi tanda sesuai format yang ditentukan.
1.7.7. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan umum
Pada klien hemothorax akan terlihat lemah pasca post op
pemasangan chest tube dan merasakan nyeri sekitar torakotomi.

b. Pemeriksaan tanda-tanda vital

Pada klien dengan hemothorax juga sama dengan klien lainnya


pemeriksaan TTV meliputi pemeriksaan nadi, tekanan darah, pola
pernapasan, dan suhu tubuh.

Pemeriksaan Head to Toe

1. Kepala

Inspeksi : kepala simetris, perubahan distribusi rambut, dan


kulit kepala kering.

Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan


abnormal dibagian kepala.
2. Mata
Inspeksi : teliti adanya edema periorbita, eksoftalmus (mata
menonjol), anemis (+), kesulitan memfokuskan mata, dan
hilangnya alis mata.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan
abnormal pada kedua mata.
3. Telinga
Inspeksi : tidak adanya kelainan pada telinga.
Palpasi : tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal.
4. Hidung
Inspeksi : kebersihan terjaga Palpasi : tidak adanya nyeri tekan.
5. Mulut
Inspeksi : mukosa mulut kering, tidak terdapat karang gigi, dan
lidah klien bersih.
Palpasi : tidak ada masalah.

6. Leher

Inspeksi : leher simetris

Palpasi : tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan


pembesaran vena jugularis.
7. Dada
Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara
umum pada pasien hemothorax akan ada keabnormalan suara
ketika dilakukan auksultasi pada paruparu yang mengalami
akumulasi darah. Pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa
tentang denyut apeks atau dikenal dengan siklus kordis dan
aktivitas artikel, bunyi jantung lebih cepat.
8. Abdomen
Pemeriksaan abdomen meliputi pemeriksaan pada bentuk
perut, dinding perut, bising usus, kaji adanya nyeri tekan serta
dilakukan palpasi pada organ hati, limfa, ginjal, kandung kemih,
yang ditentukan ada tidaknya nyeri pada pembesaran pada
organ tersebut, kemudian pada daerah anus, rectum, dan
genitalia.
9. Ekstremitas
Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya
rentang gerak keseimbangan dan gaya berjalan.
10. Kulit dan kuku
Pemeriksaan warna kulit biasanya warna sesuai dengan
warna kulit normal, warna kuku normal serta CRT < 2 detik.
1.8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.8.1. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan hambatan upaya napas
1.8.2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri
1.8.3. Ganguan integritas kulit berhubungan dengan prosedur invasive
1.8.4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
1.9. INTERVENS
Intervensi

Perencanaan keperawatan adalah berbagai perawatan, berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan, yang dilakuakan oleh seorang
perawat untuk meningkatkan hasil klien/pasien. Diagnosis keperawatan digunakan untuk mengidentifikasi hasil yang diharapkan dari
perawatan dan merencanakan tindakan keperawatan yang spesifik secara berurutan.
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1 Nyeri akut Tujuan: Manajemen Nyeri 1. Membantu mengevaluasi derajat
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri ketidaknyamanan dan efektivitas
dengan agent keperawatan selama 3 x 24 jam konprahensif yang meliputi lokasi, analgesia atau dapat mengungkapk
injuri fisik diharapkan tingkat nyeri dapat karakteristik, durasi, frekuensi, an perkembangan komplokasi
(torakotomi) menurun di skala 5, dengan : kualitas, intensitas, atau berat nyeri 2. Isyarat nonverbal dapat atau tidak
Kriteria Hasil: dan faktor pencetus dapat mendukung intensitas nyeri
1. Mampu mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal dari klien, tetapi mungkin merupakan
(tahu penyebab nyeri, mampu ketidaknyamanan Pertimbangkan satusatunya indikator jika klien tidak
menggunakan tekhnik pengaruh budaya terhadap respon dapat menyatakan secara verbal
nonfarmakologi, untuk nyeri readuksi ansietas dan ketakutan dapat
menguangi nyeri, mencari 3. Evaluasi bersama klien dan tim meningkatkan relaksasi dan
bantuan) kesehatan lain tentang kenyamanan
2. Melaporkan bahwa nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri 3. Reduksi ansiertas dan ketakutan
berkurang dengan dimasa lampau dapat meningkatkan relaksasi dan
menggunakan manajem 4. Kontrol lingkungan yang dapat kenyamanan
3. Mampu mengenali nyeri mempengaruhi nyeri seperti : suhu 4. Informasi ini menemukan data
(skala, intensitas, frekuensi ruangan, pencahayaan dan dasar kondisi pasien dengan
dan tanda nyeri) kebisingan memandu intervensi keperawatan
4. Menyatakan rasa nyaman 5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri 5. Penangan sukses terhadap nyeri
setelah nyeri berkurang (farmakologi, nonfarmakologi) memerlukan keterlibatan pasien.
5. Tanda vital dalam rentang 6. Berikan analgetik untuk mengurangi Pemberian teknik efektif
normal nyeri memberikan penguatan positif,
meningkatkan rasa
7. Evaluasi keefektifan control nyeri kontrol dan menyiapkan pasien untuk
intervensi yang biasa digunakan
setelah pulang
6. Memahami keparahan dan lokasi
nyeri, membantu untuk
mengupayakan kontrol nyeri yang
tepat. Intervensi meliputi mediasi,
pengaturan posisi, pengalihan
imajinasi, relaksasi dan teknik
pernapasan
7. Informasi ini akan menemukan
tindakan selanjutnya
2 Gangguan Tujuan: Perawatan Luka 1. Tindakan tersebut meningkatkan
integritas kulit Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan klien untuk menggunakan kenyamanan bagi pasien
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam pakaian yang longgar 2. Mengurangi kerusakan intregitas
dengan prosedur diharapkan integritas kulit dan 2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering kulit yang lebih parah.
invasive jaringan meningkat dengan 3. Mobilisasi klien (ubah posisi) setiap 3. Berdiam dalam satu posisi yang
(pemasangan Kriteria Hasil: dua jam sekali lama dapat menurunkan sirkulasi
chest tube) 1. Perfusi jaringan baik 4. Monitor kulit adanya kemerahan - sirkulasi ke luka, dan dapat
2. Tidak ada tanda-tanda infeksi 5. Monitor aktivitas dan mobilisasi menunda penyembuhan
3. Ketebalan dan tekstur klien 4. Area ini meningkatkan resikonya
jaringan normal 6. Obsevasi luka : lokasi, dimensi, untuk kerusakan dan memerlukan
4. Menunjukkan pemahaman kedalaman luka, jaringan nekrotik, pengobatan lebih intensif
dalam proses dalam proses tanda -tanda infeksi lokal, formasi 5. Untuk mengetahui perkembangan
perbaikan kulit dan mencegah traktus aktivitas mobilisasi klien
terjadinya cedera berulang 7. Ajarkan keluarga tentang luka dan 6. Dengan selalu mengobservasi
Menunjukkan terjadinya proses perawatan luka luka dapat diketahui tingkat
penyembuhan luka. 8. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet keparahan luka dan bagaimana
TKTP (tinggi kalori tinggi protein) proses peningkatan kesembuhan
9. Cegah kontaminasi feses dan urine pada luka
10. Berikan posisi yang mengurangi 7. Mengurangi resiko penyebaran
tekanan pada luka bakteri
8. Diet TKTP yaitu dapat memenuhi
kebutuhan Energi & Protein yang
meningkat untuk mencegah &
mengurangi kerusakan jaringan
tubuh
9. Mencegah akses atau membatasi
penyebaran organisme penyebab
infeksi dan kontaminasi silang
10. Untuk mencegah meluasnya
infeksi pada kulit
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi 1. Meminimalkan resiko infeksi
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 1. Bersihkan lingkungan setelah 2. Mencegah penyebaran bakteri oleh
dengan trauma, diharapkan tingkat infeksi dipakai klien lain penderita
imunitas tubuh menurun, dengan kriteria hasil: 2. Pertahankan teknik isolasi 3. . Untuk meminimalkan
primer menurun, a. Klien bebas dari tanda dan 3. Batasi pengunjung bila perlu penyebaran infeksi
prosedur invasive gejala infeksi 4. Instruksikan pada pengunjung untuk 4. Meminimalkan septic yang ada
(pemasangan b. Mendeskripsikan proses mencuci tangan saat berkunjung dan disekeliling pasien
traksi). penularan penyakit, factor setelah berkunjung meninggalkan 5. Untuk membunuh septic yang
yang mempengaruhi klien menempel pada tangan
penularan serta 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk untuk mencegah terjadinya infeksi
c. Menunjukkan kemampuan cuci tangan 7. Tindakan septic dapat mengurangi
untuk mencegah timbulnya 6. Cuci tangan setiap sebelum dan pemaparan klien dari sumber infeksi
infeksi sesudah tindakan keperawatan
d. Jumlah leukosit dalam batas 7. Pertahankan lingkungan septic
normal selama pemasangan alat
e. Menunjukkan perilaku
hidup sehat
4. Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas 1. Mengetahui keefektifan dan
efektif keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Monitor pola napas (Frekuensi, ketidakefektifan pola napas
berhubungan diharapkan keluhan sesak pasien Kedalaman, Usaha napas) 2. Mengetahui adakah tambahan
dengan hambatan dapat berkurang dengan, kriteria 2. Monitor bunyi napas tambahan bunyi napas yang normal atau
upaya napas hasil: seperti wheezing atau lainnya abnormal
(akumulasi darah) Pola Napas 3. Pertahankan kepatenan jalan napas 3. Menjaga kualitas dan frekuensi
1. Frekuensi napas dipantau dengan head-tilt dan chin-lift pernapasan
dari skala 3 (sedang) 4. Posisikan semi fowler atau fowler 4. Menyamankan klien dan
ditingkatkan ke skala 5 5. Monitor adanya produksi sputum mempermudah untuk rileks
(membaik) 6. Latih kemampuan batuk efektif dalam bernapas
2. Kapasitas vital dipantau dari 7. Atur interval pemantauan respirasi 5. Mengecek adakah dahak yang
skala 3 (sedang) sesuai kondisi pasien terdapat di saluran pernapasan
ditingkatkan ke skala 1 6. Memandirikan klien untuk
(menurun) mampu melakukan teknik batuk
3. Kedalaman napas dipantau efektif
dari skala 3 (sedang) 7. Menjaga kualitas kepatenan
ditingkatkan ke skala 5 pernapasan klien
(membaik)
DAFTAR ISI

https://aepnurulhidayat.wordpress.com/2016/05/16/penyakit-hemothorax-presented-by-aep-
nurul-hiudayah/

https://hellosehat.com/pernapasan/pneumonia/pengobatan-pneumonia/

Bedah Torak Kardiovaskular Indonesia: Website Bedah Torak Kardiovaskular Indonesia:


Anatomi Toraks: Surface Anatomy-Dinding Toraks [online] [cited on 2010] available at:
http://www.bedahtvk.com/index.php?/e-Education/FisiologiAnatomi/ Anatomi-Toraks-Surface-
Anatomy-Dinding-Toraks.html

Bedah Torak Kardiovaskular Indonesia, Website Bedah Torak Kardiovaskular Indonesia:Trauma


Toraks I: Umum [online] [cited on 2010] available at : http://www.bedahtvk.com/index.php?/e-
Education/Toraks/Trauma-Toraks-I-Umum.html

Soedjatmiko H., Trauma Toraks [oline] [cited on 10 April 2010] available at


http://www.portalkalbe/files/cdk/13-trauma toraks pdf.html

Khan A.N, Trauma Thorax [online] [cited on 9 April 2010]available at:


http://www.emedicine.com/radio/byname/Thorax-Trauma.htm

Sandra Wanek. MD, John C. Mayberry. MD, FACS Division of General Surgery,

Engram (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1,EGC, Jakarta
Jonh. A Boswick (1997), Perawatan Gawat Darurat, EGC, Jakarta.

LAB/UPF ILMU BEDAH (1988), Pedoman Diagnosis Dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya.

Sjasuhidajat. R (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai