Anda di halaman 1dari 11

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

KONSEP DASAR PAUD


“ PERMASALAHAN PAUD DI INDONESIA,
TERKHUSUSNYA DI NTT”

OLEH :

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :


1. SONYA SUSANG (2101180015)
2. ITA IRMAWATI MANAFE (2101180010)
3. BAPTISTA FARANI ABON (2101180005)

Universitas Nusa Cendana Kupang


Tahun Ajaran 2021/2020
 Pesatnya pertumbuhan anak usia dinisaat sekarang ini menunjukkan bahwa
pentingnya pendidikan anak usia dini (PAUD), hal ini tentu harus disikapi dengan
bijak, mengigat besarnya harapan orang tua murid akan pendidikan anaknya.
Pendidikan bagi anak usia dini bermunculan di mana-mana dan mulai disadari oleh
banyak pihak. Salah satu kegiatan yang memiliki peranan penting dalam kegiatan
pendidikan anak usia dini adalah kegiatan penilaian perkembangan.

Kegiatan penilaian perkembangan anak merupakan usaha mengumpulkan dan menafsirkan


berbagai informasi tentang proses dan hasil dari pertumbuhan serta perkembangan yang telah
dicapai oleh anak didik melalui kegiatan pembelajaran. Melalui kegiatan pembelajaran anak
usia dini dapat mencapai perkembangan sosial dan emosi.

 Rumusan masalah

1. Permasalahn perkembangan sosial anak usia dini di NTT


2. Permasalahn perkembangan emosi anak usia dini di NTT
3. Keterbatasan Sarana Dan Prasarana
a. Permasalahan Perkembangan Sosial Anak Usia Dini.
Dilihat dari hasil penelitian terhadap orang tua peserta didik dari permasalahan
perkembangan sosial dari segi ketidak patuhan dengan uratemper tantrum sebanyak 49.09%
dengan kriteria cukup banyak dari segi perilaku agresif dengan uraian sebanyak 58.18%
dengan kriteria cukup banyak. ian sebanyak 38.18% dengan kriteria cukup banyak dari segi .

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan perkembangan sosial anak
usia dini dilihat dari berbagai indikator adalah cukup banyak. Menurut Wahyudin dan
Agustin (2011:45) mengemukakan “Kemampuan bersosialisasi adalah suatu kemampuan lain
yang harus dikuasai anak, karena anak akan berinteraksi dengan orang lain.

Nurhisan dan Agustin (2011:36) menjelaskan “Perkembangan sosial merupakan pencapaian


kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri
menjadi suatu kesatuan, saling berkomunikasi dan bekerjasama.

Menurut Hurlock (1978:258) “Perkembangan sosial mengikuti suatu pola, yaitu suatu urutan
perilaku sosial yang teratur, dan pola ini sama pada semua anak didalam suatu kelompok
budaya. Juga ada pola sikap anak tentang minat terhadap aktivitas sosial dan pilihan teman.
Hal ini memungkinkan adanya jadwal waktu sosialisasi”. Secara normal semua anak
menempuh beberapa tahap sosialisasi pada umur yang kurang lebih sama.

Selanjutnya pada jenis perkembangan yang lain, anak yang pandai mengalami percepatan,
sedangkan yang tidak cerdas mengalami pelambatan. Kurangnya kesempatan untuk
melakukan hubungan sosial dan untuk belajar bergaul secara baik dengan orang lain juga
memperlambat perkembangan yang normal.

Menurut Wiyani (2014:29) Karakteristik perkembangan sosial anak usia dini dapat diartikan
dengan ciri khas berbagai perubahan terkait dengan kemampuan anak usia 0-6 tahun dalam
menjalin relasi dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain untuk mendapatkan
keiginannya.
Pada usia 0-3 bulan anak menjalin hubungan dengan orang lain dengan tangisannya, ekspresi
wajah, dan gerak badannya, tidak dengan perkataannya. Itulah sebabnya orang tua harus aktif
belajar tentang arti tangisan, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh anak. Anak pun demikian, dia
akan belajar arti dari ibu dan bapaknya mulai dari nada suaranya, cara menyentuh, dan
sikapnya.

Pada usia 4-6 bulan, kemampuan menjalin hubungan pada bayi akan berkembang seiring
dengan kebutuhannya untuk bertemu orang lain dengan lebih sering. Pada usia ini, bayi akan
lebih menyadari keberadaan orang lain termasuk orang lain di sekitarnya. Bayi juga akan
mengunakan senyuman, mata, dan suara untuk menarik perhatian dan perkembangan dengan
orang lain. Bayi pada usia ini sangat bersemagat jika bertemu dengan orang lain yang
membuatnya nyaman. Jika diusia 4-6 bulan, anak terlihat diam saja jika ada orang yang asing
didekatnya, maka pada usia 7-9 bulan ia mulai menunjukkan perubahan.

Wiyani (2014:33) mengemukakan Pada usia 19-24 bulan, bayi mulai mengembangkan
kemampuan untuk membantah apa yang sudah ditetapkan. Ia mengiginkan agar
kemampuannya dituruti dan disetujui. Pada sisi yang lain, kepercayaan dirinya juga
berkembang lebih pesat, walau ia masih sering menangis jika tidak berhasil melakukan suatu
kegiatan.

Kemudian pada usia 2-3 tahun, anak mulai menjalin hubungan pertemanan. Dalam hubungan
pertemanan tersebut, anak ingin disukai oleh teman-temannya. Anak ingin bisa bermain
dengan sebanyak mungkin teman. Anak mulai memahami bahwa fungsi pertemanan adalah
untuk berbagi, memberi dukungan, bergantian, dan berbagi keterampilan sosial lainnya.
Hubungan pertemanan anak mulai meningkat di usia 3-4 tahun. Peningkatan tersebut terjadi
seiring dengan perkembangan aspek moralitas pada anak. Anak mulai mengenali mana yang
benar dan mana yang tidak benar. Perkembangan aspek moralitas tersebut juga menjadikan
anak dapat bermain bersama dengan teman-temannya.

Pola pertemanan dan hubungan anak sudah lebih stabil pada usia 4-5 tahun. Hal itu
disebabkan anak sudah memahami adanya aturan, bahkan tidak hanya ketika bermain di
lingkungan sekolah, tetapi juga dalam perilakunya di rumah. Dengan adanya kemampuan
perkembangan sosial pada anak usia 4-5 tahun, pada usia 5-6 tahun terjadi peningkatan
kemampuan perkembangan sosial pada anak usia 5-6 tahun. Faktor penambahan usia menjadi
penyebabnya, dengan pertambahan usia tersebut anak menjadi lebih banyak bermain dan
bercakap-cakap dengan anak lainnya, khususnya dengan teman-temannya.
Susanto (2011:41) menjelaskan bentuk-bentuk tingkah laku sosial sebagai berikut:
1. Pembangkangan (negativism), terjadi pada anak mulai usia 18 bulan sampai tiga
tahun, yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai
reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak
sesuai dengan kehendak anak. Dalam hal ini, sebaiknya orang tua mau memahami
tentang proses perkembangan anak, yaitu bahwa secara naluriah anak itu mempunyai
dorongan untuk berkembang dari posisi dependent (ketergantungan) keposisi
independent (bersikap mandiri).
2. Agresi , yaitu perilaku yang menyerang balik secara fisik maupun kata-kata. Agresi
ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi (rasa kecewa karena tidak
terpenuhi kebutuhan atau keinginannya)
3. Berselisih atau Bertengkar, terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau
terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain, seperti diganggu pada saat mengerjakan
sesuatu atau direbut barang atau mainannya.
4. Menggoda, yaitu merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk
verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan). Sehingga menimbulkan reaksi marah pada
orang yang diserangnya.
5. Persaingan, yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorang atau
distimulasi oleh orang lain.
6. Kerjasama, yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok.
7. Tingkah laku berkuasa, yaitu sejenis tingkah laku yang menguasai situasi sosial,
mendominasi, atau bersikap bossiness.
8. Mementingkan diri sendiri, yaitu sikap egosentris dalam memenuhi keinginannya.
9. Simpati, yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian
terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerjasama dengannya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan perkembangan sosial anak usia dini sangat
penting karena dalam perkembangan ini anak akan menyesuaikan diri dengan norma-norma
kelompok, moral, dan tradisi meleburkan diri menjadi suatu kesatuan, saling berkomunikasi
dan bekerjasama, maka dari dari itu guru dan orang tua sangat berperan dalam membantu
perkembangan anak supaya perkembangan anak dapat berjalan dengan baik.
b. Permasalahan Perkembangan Emosi Anak Usia Dini.

Dilihat dari hasil penelitian terhadap orang tua peserta didik dari permasalahan
perkembangan emosi dari segi penakut dengan uraian sebanyak 60.00% dengan kriteria
cukup banyak dari segi pencemas sebanyak 49.09% dengan kriteria cukup banyak dari segi
pemalu dengan uraian sebanyak 70.91% dengan kriteria cukup banyak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan perkembangan emosi


anak usia dini dilihat dari berbagai indikator adalah cukup banyak.

Menrut Lazarus (Masher, 2011:16 ) menyatakan bahwa emosi adalah satu keadaan yang
komplek pada diri organisme, yang meliputi perubahan secara badaniah dalam bernafas,
detak jantung, perubahan kelenjar dan kondisi mental.

Aisyah, dkk (2008:9.23 ) mengemukakan ciri khas emosi pada anak adalah sebagai berikut:
1. Emosi yang kuat Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap
situasi yang remeh maupun yang serius.
2. Emosi sering kali tampak Anak-anak yang sering kali memperlihatkan emosi mereka
meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali
mengakibatkan hukuman, mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi
yang membangkitkan emosi.
3. Emosi bersifat sementara Emosi pada anak bersifat tidak tahan lama, seperti peralihan
yang cepat pada anak kecil dari tertawa, kemudian menangis atau dari marah ke
tersenyum atau dari cemburu ke sayang.
4. Reaksi emosi mencerminkan individualitas Perilaku yang menyertai berbagai emosi
semakin diindividukan karena pengaruh faktor belajar dan lingkungan.
5. Emosi berubah kekuatannya Dengan bertambahnya usia anak, pada usia tertentu
emosi yang sangat kuat akan berkurang kekuatannya, sedangkan emosi yang tadinya
lemah akan berubah menjadi kuat.
6. Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku. Dari penjelasan di atas dapat diambil
kesimpulan, ciri khas emosi pada anak yaitunya: emosi yang kuat, emosi sering kali
tampak, emosi bersifat sementara, reaksi emosi mencerminkan individualitas, emosi
berubah kekuatannya.
Desmita (Mashar, 2011:25) menjelaskan “Pola perkembangan emosi anak dimulai sejak anak
berada dalam kandungan (prenatal)”. Dan setelah lahir perkembangan emosi disertai dengan:

a. Perkembangan temperamen Temperamen merupakan salah satu dimensi psikologis


yang berhubungan dengan aktivitas fisik dan emosional serta merespon. Secara
sederhana temperamen dapat diartikan sebagai perbedaan kualitas dan intensitas
respons emosional serta pengaturan diri yang memunculkan perilaku individual yang
terlihat sejak lahir, yang relatif stabil dan menetap dari waktu ke waktu dan pada
semua situasi, yang dipengaruhi oleh interaksi antara pembawaan, kematangan, dan
pengalaman.
b. Perkembangan kedekatan (attachment) Herbert (Masher, 2011:25) attachment
diartikan sebagai ikatan antara dua individu atau lebih, sifatnya adalah hubungan
psikologis yang diskriminatif dan spesifik, serta mengikat seseorang dengan orang
lain dalam rentang waktu dan ruang tertentu. Rasa kedekatan ini terbagi menjadi dua
yaitu: kedekatan yang aman dan ketertarikan yang tidak aman.
c. Perkembagan rasa percaya (trust) Pada perkembangan anak megalami rasa percaya
dan rasa tidak percaya. Rasa percaya akan cenderung memunculkan rasa aman dan
percaya diri pada anak. Begitupun rasa tidak percaya akan berakibat pada rasa tidak
aman dan ketidakpercayaan diri.
d. Perkembangan otonomi Desmita (Mashar 2011:26) merujuk perkembangan otonomi
sebagai kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang
dapat memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri. Otonomi
perkembangan sesuai dengan perkembangan kemampuan mental dan motorik anak.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan perkembangan emosi anak usia dini biasanya
ditandai dengan sifat menyerang, menghindar, mendekat, menangis, ekspresi wajah dengan
demikian guru dan orang tua sangatlah perperan penting dalam membantu perkembangan
emosi anak sehingga perkembangan emosi anak dapat berjalan dengat baik.
C. Keterbatasan Sarana Dan Prasarana

PAUD merupakan lembaga pertama dalam sebuah pendidikan dan sebagai lembaga yang
sangat penting dalam mendidik dan membina mental dan membentuk karakter anak sejak
dini. suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan, sebagai bentuk
bantuan bagi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan Indonesia karena mereka menganggap bahwa
pendidikan PAUD tidak begitu penting . Bagi mereka pendidikan anak-anak mereka itu mulai
terbentuk sejak Sekolah Dasar sehingga tidak perlu PAUD . Pemikiran masyarakat
tersebutlah yang membuat pendidikan anak usia dini di indonesia banyak memiliki kendala
dan masalah.

Yang kita ketahui bahwa banyak sekali masalah yang di hadapi lembaga pendidikan PAUD
yang di alami saat ini.

Sarana dan prasarana merupakan alat penting dalam sebuah lembaga pendidikan contohnya
di PAUD Perosotan, jungkat-jungkit, Ayunan, terowongan bermain , dan lajn-lain sangat
penting karena prinsip pembelajaran PAUD merupakan “ BERMAIN SAMBIL BELAJAR
DAN BELAJAR SAMBIL BERMAJN” artinya, segala sesuatu yang berkaitan dengan anak
adalah bermain .

Masalah yang dihadapi di daerah saya yaitu kekurangan Sarana Dan Prasarana tersebut.
anak kurang aktif dalam pembelajaran , Kurangnya efisien dan efektif , akibatnya anak malas
untuk pergi sekolah. Anak akan lebih mudah mengerti dan tidak bosan dengan pembelajaran
yang di berikan .di daerah saya alat-alat yang sudah di sebutkan di atas belum tersedia serta
seragam PAUD juga belum ada jadi anak sesuka hatinya mau pergi sekolah atau tidak.
 Kurangnya Kesadaran Orang Tua Tentang Pentingnya Pendidikan PAUD :

Orang tua merupakan guru pertama yang mengajarkan kepada anak-anak nya tentang sebuah
pendidikan . Peran orang tua sangat penting dalam membimbing anak , Mengajarkan anak,
Memberi pengertian kepada anak bahwa pendidikan PAU, TK itu sangat penting. Tetapi
disini ini adalah sebuah permasalahan yang di hadapi lembaga pendidikan PAUD tentang
kurang sadarnya orang tua. Mereka menganggap bahwa di PAUD itu hanya sekedar nyanyi-
nyanyi, lompat-lompat, tepuk tangan dan pulang .

Pemikiran seperti ini sehingga masalah-masalah yang dihadapi PAUD di Indonesia masih
bertahan sampai sekarang dan di daerah-daerah tertentu saja yang sebagian besar orang Tua
menyadari betapa pentingnya PAUD di indonesia .

 Kurangnya Guru-guru yang perpendidikan Sarjana(S1) .

Masalah ketiga yang di hadapi daerah saya yaitu Kurangnya guru yang sarjana kata seorang
guru di TK Tritunggal . Saat ini mereka sangat membutuhkan tenaga pendidikan yang
berserjana. Di TK tersebut guru-gurunya banyak tetapi guru-gurunya yaitu kakak-kakak
yang tamatan SMA jadi mereka Belum tahu secara luas tentang PENDIDIKAN PAUD.

# solusi yang dari permasalahan tersebut :

 Kurangnya Sarana Dan prasarana.

Guru haru kreatif dalam mengadakan sarana dan prasarana seadanya atau yang bisa di buat
untuk bermain sehingga anak-anak tidak bosan dengan sekolah . Guru-guru haru membuat
proposal atau Lampiran tentang masalah yang sedang mereka hadapi untuk di ajukan ke
tingkat kabupaten agar tingkat kabupaten menindak lanjutin masalah tersebut.
 Solusi untuk menyadarkan orang Tua :

Guru harus bersosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya lembaga PAUD , apa saja
yang akan kelebihan PAUD, apa saja kegiatan-kegiatan yang di laksanakan dalam proses
belajar , dan menyadari Orang bahwa di PAUD, bukan hanya nyanyi-nyanyi, tepuk tangan
dan pulang. Bahwa di lembaga PAUD akan membentuk karakter anak, sifat dan Mental
anak, anak dapat bersosialisasi dengan sekitarnya dan sebagainya.

 Solusi Untuk anak muda tentang menjadi guru PAUD :

Menyadarkan anak muda bahwa menjadi guru PAUD bukan hanya untuk senang-senang
melainkan dapat belajar apa saja tentang anak, dapat mengetahui karakter-karakter anak , bisa
bermain dan bernyanyi dengan.
Daftar Pustaka

Aisyah, Siti dkk. 2008. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta :universitas
terbuka. Bungin, M. Burhan. 2005. Metode penelitian kuantitatif: Komunikasi Ekonomi dan Kebijakan Publik
Serta Ilmu Sosial Lainnya (Edisi Kedua). Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Hildayani, dkk. 2005.
Ppsikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka. Hurlock, Elizabeth B. 1997. Perkembangan
Anak. Jakarta: Erlangga. Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Gaung Persada Press. Nurihsan
dan Mubiar Agustin. 2011. Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja: Tinjauan Psikologi, Pendidikan, dan
Bimbingan. Bandung: Refika Aditama. Riduwan. 2010. Beajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan
Peneliti Pemula. Bandung: Alfabata. Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini Pengantar Dalam
Berbagai Aspeknya. Jakarta: Kencana Wahyudin, Unyu dan Agustin, Mubir. 2011. Penilaian Perkembangan

Anak Usia Dini. Bandung: Refika Aditama. Wiyani, Novan Ardy. 2002. Psikologi
Perkembangan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Gava Media. Yusuf, A. Muri. 2005. Metodologi Penelitian:
Dasar-dasar Penyelidikan Ilmiah. Padang: UNP Pres. Yusuf, Syamsu. 2000. Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja. Bandung: Remaja R osdakarya.

# jurnal ilmiah mahasiswa pendidikan anak usia dini.


# pusar jurnal UIN Ar. Rainy.

Anda mungkin juga menyukai