Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana gadai, hipotek juga merupakan hak yang bersifat accesoir.
Objek hipotek sesuai dengan pasal 1164 KUHP adalah barang tidak bergerak.
Hipotek tidak dapat dibebankan atas benda bergerak karena pasal 1167 KUHP
secara tegas melarangnya. Tetapi dengan berlakunya Undang-undang Pokok
Agraria (UUPA) dan Undang- undang Hak Tanggungan, maka hak-hak atas
tanah, sebagaimana yang diatur dalam UUPA, yaitu Hak Milik (pasal 25
UUPA), hak guna usaha dapat dibebani dengan hak tanggungan menurut
ketentuan undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996. Pasal 1163 ayat 1
KUHP menetapkan bahwa hipotek tidak dapat dibagi-bagi. Asas ini disebut asas
tidak terbagi-bagi atau Ondeelbaarheid dari hipotek, artinya jika benda yang
dibebani hipotek lebih dari satu maka hipotek tadi tetap membebani masing-
masing benda tersebut dalam keseluruhannya.
Dari sisi legalitas, adanya undang-undang yang mengatur hipotik kapal
tentunya akan memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Contohnya, bagi
pelaku industri perkapapalan dan bank sebagai lembaga pembiayaan, adanya
suatu undang-undang yang mengatur hipotek atas kapal juga diharapkan dapat
mendorong pertumbuhan pembiayaan perbankan.
Dalam beberapa kesempatan, pastinya perusahaan perkapalan
membutuhkan tambahan modal kerja dalam jumlah yang cukup banyak. Dan
tentunya kebutuhan modal kerja yang cukup banyak itu dapat terpenuhi melalui
suatu perjanjian kredit antara perusahaan perkapalan dengan lembaga perbankan
seperti bank. Umumnya, perjanjian kredit yang menempatkan bank sebagai
kreditur dan perusahaan perkapalan sebagai debitur ini menambahkan perjanjian
tambahan (assesor) dalam perjanjian pokoknya. Perjanjian kredit antara bank
dan perusahaan perkapalan merupakan perjanjian pokok, sedangkan perjanjian
tambahannya dapat berupa perjanjian hipotik atas kapal. Bank sebagai pemberi
kredit (kreditur), dalam rangka pemberian kredit/pembiayaan kepada masyarakat

1
2

harus hati-hati (prudent) karena dana yang disalurkan bank pada dasarnya bukan
milik bank sendiri, melainkan bersumber dari dana masyarakat dalam bentuk
simpanan masyarakat. Oleh karena itu, dalam memberikan pembiayaan kepada
debitur, bank harus meminimalkan risiko dengan membuat perjanjian hipotik
atas kapal tadi.
Salah satu bentuk upaya untuk meminimalkan risiko ini bisa dilakukan
dengan membuat perjanjian tambahan seperti perjanjian hipotik atas kapal. Ini
merupakan salah satu bentuk jaminan kebendaan, dimana jaminan ini biasa
disebut dengan agunan atau kolateral. Dalam sejarah hipotek, lembaga hipotek
diberlakukan sebagai jaminan yang melekat pada seluruh benda tidak bergerak,
tetapi dalam perkembangannya jaminan atas tanah sebagai salah satu benda tidak
bergerak telah diatur dalam lembaga sendiri yaitu hak tanggungan. Benda tidak
bergerak yang masih dapat dijadikan obyek hipotek antara lain adalah kapal laut
dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3.
Saat ini di Indonesia hipotek kapal laut tunduk pada Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (KUHD) dan konvensi internasional yang telah diratifikasi
Indonesia, yaitu Konvensi Internasional tentang Piutang Maritim dan Mortgage
1993. Selain itu, pengaturan hipotek yang terdapat di dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata sebagian berlaku juga bagi hipotek kapal laut. Dalam
KUHD, diatur bahwa kapal yang dibukukan dalam register kapal dapat
diletakkan hipotek. Selanjutnya diatur pula tentang tingkatan di antara segala
hipotek satu sama lain, yang ditentukan berdasarkan hari pembukuan. Hipotek
yang dibukukan pada hari yang sama, mempunyai tingkat yang sama pula.
KUHD mengatur pula bahwa apabila sebuah kapal tidak lagi merupakan sebuah
kapal Indonesia, maka segala piutang hipotek menjadi dapat ditagih walaupun
piutang tersebut belum jatuh tempo. Piutang- piutang yang dimaksud, sampai
saat dilunasinya, tetap dapat diambilkan pelunasannya dari kapal tersebut, secara
mendahulukannya dari pada piutang-piutang yang terbit kemudian, biarpun
piutang-piutang yang belakangan ini didaftarkan di luar wilayah Indonesia.
Apabila kapal yang dihipotekkan dilelang-sita di luar wilayah Indonesia, maka
kapal itu tidak dibebaskan dari hipotek yang diletakkan di atasnya.
3

B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas, timbul beberapa permasalahan
yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan hipotik setelah keluarnya Undang-Undang
No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ?
2. Bagaimana kedudukan hukum bagi jaminan hipotik kapal laut ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hipotek dan Dasar Hukum


Pengertian hipotik dapat dilihat dalam Pasal 1162 Kitab Undang-
undang Perdata mendefinisikan hipotek sebagai suatu hak atas benda-benda tak
bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu
perikatan.
Vollmar mengartikan hipotek dengan:“Sebuah hak kebendaan atas
benda-benda tak bergerak tidak bermaksud untuk memberikan orang yang
berhak (pemegang hipotek) sesuatu nikmat dari suatu benda, tetapi ia bermaksud
memberikan jaminan belaka bagi pelunasan sebuah hutang dengan
dilebihdahulukan”.
Dengan demikian, sepanjang mengenai kitab undang-undang hukum
perdata, praktis penggunaan pranata hipotek sudah tidak ada lagi. Maka berarti
sesungguhnya ketentuan mengenai hipotek ini sudah tidak terlalu banyak yang
perlu dibahas, walau demikian oleh karena masih berlakunya pranata hipotek ini
dalam agunan kapal laut dan pesawat terbang, ada beberapa hal yang perlu
diketahui bersama. Oleh sebab itulah, hipotek identik kepada benda tak bergerka
seperti kapal laut dan pesawat terbang. Bahkan di lain term hipotek dikhususkan
pada term Hipotek Kpaal Laut. Hipotek Kapal Laut mempunyai dua term yang
berbeda, masing-masing dari dua term tersebut memiliki konsep tersndiri. Dari
sinilah pemakalah akan fokus pada hipotek yang ada pada kapal laut.
Hipotek sebagaimana dijelaskan di atas adalah suatu hak atas benda-
benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan
suatu perikatan. Sedangkan pengertian kapal dapat kita baca dalam pasal 1 angka
(2) dan pasal 49 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang pelayaran.
Kapal adalah: ”Kendaraan air dengan bentuk dan jenis apa pun, yang digerakkan
dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang
berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan laut, serta alat apaung

4
5

dan bangunan yang terapung yang tidak berpindah-pindah.”

Inti definisi kapal dalam hal ini adalah “kapal merupakan kendaraan air
dengan bentuk dan jenis apa pun”. Kendaraan air dapat digerakkan dengan;
1. Tenaga mekanik;

2. Tenaga angin atau ditunda

3. Berdaya dukung dinamis

4. Kendaraan di bawah permukaan laut; dan

5. Alat apung dan bangunan terapung

Apabila dikaji dari beratnya, kapal dapat dibedakan menjadi 2 macam,


yaitu kapal yang beratnya kurang dari 20 m3 dan kapal yang beratnya di atas 20
m3. perbedaan berat, akan berperngaruh pada jenis pembebanan jaminan.
Apabila beratnya kurang dari 20 m3, maka lembaga jaminan yang digunakan
adalah fidusia, sedangkan kapal yang beratnya di atas 20 m3, mak
pembebanannya menggunakan hipotek kapal. Hipotek kapal laut adalah: “Hak
kebendaan atas kapal yang dibukukan atau didaftarkan (biasanya dengan isi
kotor di atas 20 m3) diberikan dengan akta autentik, guna menjamin tagihan
hutang“.
Unsur-unsur yang terkandung dalam hipotek kapal adalah:

1. Adanya hak kebendaan;

2. Objeknya adalah kapal yang beratnya di atas 20 m3

3. Kapal tesebut harus yang dibukukan

4. Diberikan dengan akta autentik; dan

5. Menjamin tagihan hutang

Hak kebendaan adalah hak yang diberikan undang-undang. Orang tidak


boleh atau tidak dapat menciptakan hak-hak kebendaan lain, selain yang telah
ditentukan oleh undang-undang. Ada yang mengartikan bahwa Hak kebendaan
adalah hak untuk menguasai benda. Hak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu
6

hak menikmati dan hak jaminan. Hak jaminan adalah hak memberi kepada yang
berhak/kreditur hak didahulukan untuk mengambil pelunasan dari hasil
penjualan barang yang dibebani hipotek. Kapal yang dibukukan atau didaftar
adalah grosse akta yang merupakan salinan pertama dari asli akta. Diberikan
dengan akta autentik maksudnya adalah bahwa hipotek kapal itu harus
dilakukan dengan akta autentik. Artinya dibuat di muka

dan di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang
untuk membuat akta autentik adalah pejabat pembuat akta kapal laut.
Menjamin tagihan hutang, maksudnya, bahwa dengan adanya hipotek kapal
tersebut memberikan keamanan dan menjamin kepastian hukum bagi kreditur.
Apabila debitur wanprestasi, maka objek hipotek kapal laut tersebut dapat
dilakukan pelelangan di muka umum. Dengan tujuan untuk pelunasan suatu
hutang pokok, bunga, dan biaya- biaya lainnya.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hipotek kapal
laut dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan berikut ini.
1. Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHP. Di dalam berbagai
ketentuan itu diatur tentang:
a. Ketentuan-ketentuan umum ( pasal 1162 sampai dengan pasal
1178 KUHP )
b. Pendaftaran hipotek dan bentuk pendaftaran ( pasal 1179 sampai
dengan pasal 1194 KUHP )
c. Pencoretan pendaftaran ( pasal 1195 sampai dengan pasal 1197
KUHP );

d. Akibat hipotek terhadap pihak ketiga yang menguasai barang


yang dibebani ( pasal 1198 sampai dengan asal 1208 KUHP );
e. Hapusnya hipotek (pasal 1209 sampai dengan pasal 1220 KUHP)

f. Pegawai-pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek,


tanggung jawab mereka dan hal diketahuinya daftar-daftar oleh
masyarakat (pasal 1221 sampai dengan pasal 1232 KUHP )
7

2. Pasal 314 dengan pasal 316 kitab Undang-Undang Dagang. Pasal 314
KUHD berbunyi: “Kapal-kapal Indonesia yang isi kotornya berukuran
paling sedikit 20 m3 dapat dibukukan dalam register kapal menurut
peraturan, yang akan diberikan dengan ordonasi tersendiri.” Inti pasal ini
bahwa kapal yang beratnya 20 m3 ke atas dapat dibukukan. Pasal 315
KUHD berbunyi: “Urutan tingkat antara hipotek- hipotek ditentukan oleh
hari pendaftarannya. Hipotek yang didaftarkan pada satu hari yang sama,
mempunyai tingkat yang sama.” Pasal 316 KUHD mengatur tentang
piutang yang diberi hak mendahului atas kapal. Piutang-piutang yang
didahulukan itu, antara lain:
a. Tagihan nahkoda dan anak buah kapalnya yang timbul dari
perjanjian perburuhan, selama mereka berkerja dalam dinas kapal
itu.
b. Biaya sita lelang
c. Upah pertolongan uang, uang pandu, biaya rambu dan biaya
pelabuhan serta biaya pelayaran lainnya.
d. Tagihan karena penubrukan

3. Artikel 1208 sampai dengan artikel 1268 NBW belanda

4. Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran

Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran berbunyi:

a. Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek;

b. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 diatur lebih


lanjut dalam peraturan pemerintah.
Peraturan pemerintah tentang penjabaran pasal ini sampai saat ini belum
ada, namun di dalam penjelasan UU No 21 tahun 1992 ditentukan substansi
yang diatur dalam peraturan pemerintah tersebut. Hal-hal yang diatur dalam
peraturan pemerintah mengenai pembebanan hipotek kapal laut antara lain
mengenai syarat dan tata cara pembebanan hipotek.
8

Sedangkan pelaksanaan pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan


sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

B. Subjek Dan Objek Hipotek Kapal Laut


Ada dua pihak yang terkait dalam perjanjian pembebanan hipotek
kapal laut, yaitu pemberi hipotek (Hypotheekgever) dan penerima hipotek.
Pemberi hipotek adalah mereka yang sebagai jaminan memberikan suatu
hak kebendaan/zakelijke recht (hipotek), atas bendanya yang tidak bergerak,
biasanya mereka mengadakan suatu utang yang terikat pada hipotek, tetapi
hipotek atas beban pihak ketiga. Penerima hipotek disebut juga hypothee-
kbank, hypotheekhouder atau hypotheeknemer. Hypothekhouder atau
hypotheeknemer, yaitu pihak yang menerima hipotek, pihak yang
meminjamkan uang di bawah ikatan hipotek.
Biasanya yang menerima hipotek ini adalah lembaga perbankan dan
lembaga keuangan non bank. Hypotheekbank adalah lembaga kredit dengan
jaminan tanah, bank yang khusus memberikan pinjaman uang untuk benda tidak
bergerak, kapal laut, kapal terbang dan dari segi mengeluarkan surat-surat
gadai. Objek hipotek diatur pasal 1164 KUHPerdata. Objek hipotek yaitu:
1. Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta
segala perlengkapannya.
2. Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala
perlengkapannya.
3. Hak numpang karang dan hak usahaBunga tanah, baik yang dibayar
dengan uang maupun yang dibayar dengan hasil tanah.
4. Bunga seperti semula.
5. Pasar-pasar yag diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli
merupakan yang melekat padanya.
Yang termasuk benda-benda tak bergerak adalah hak atas tanah, kapal
laut dan pesawat terbang. Hak atas tanah terdiri dari hak milik, HGB dan HGU.
Sejak berlakunya UU No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan, maka hipotek atas
tanah menjadi tak berlaku lagi, tetapi yang digunakan dalam pembebanan-
9

pembebanan hak atas tanah tersebut adalah hak tanggungan. Sedangkan benda
tidak bergerak, seperti kapal laut tetap berlaku ketentuan-ketentuan tentang
hipotek sebagaimana yang diatur dalam buku II KUHP. Ukuran kapal lautnya 20
m3, sedangkan di bawah itu berlaku ketentuan tentang jaminan fidusia. Benda-
benda yang tidak dapat dibebani hipotek yaitu:
1. Benda bergerak;
2. Benda dari orang yang belum dewasa;
3. Benda-benda dari orang yang berada di bawah pengampuan;
4. Benda dari orang-orang yang tak hadir selama penguasaan atas benda-
bendanya hanya dapat diberikan untuk sementara waktu.

C. Prosedur Dan Syarat-Syarat Pembebanan Hipotek Kapal Laut


Kapal laut tidak hanya berfungsi sebagai alat transfortasi laut, namun
kapal tersebut dapat dijadikan jaminan hutang. Kapal yang dapat dijadikan
jaminan adalah:
1. Kapal yang sudah didaftar; dan
2. Dilakukan dengan membuat akta hipotek di tempat mana kapal semula
didaftar.

Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan hipotek kapal


laut adalah:
1. Kapal yang dibebani hipotek harus jelas tercantum dalam akta hipotek;
2. Perjanjian antara kreditur dan debitur ditunjukkan dengan perjanjian kredit
(yang merupakan syarat-syarat pembuat akta hipotek);
3. Nilai kredit, yang merupakan nilai keseluruhan yang diterima berdasarkan
barang yang dijamin (misalnya tanah, rumah dan kapal);
4. Nilai hipotek dikhususkan pada nilai kapal (pada bank dilakukan oleh
Appresor);
5. Pemasangan hipotek seyogyanya sesuai dengan nilai kapal dan dapat
dilakukan dengan mata uang apa saja sesuai peratuaran perundang-
undangan yang berlaku.
10

Prosedur dan syarat-syarat yang dipenuhi dalam pembebanan hipotek


adalah sebagai berikut. Prosedur yang ditempuh oleh pemohon adalah
mengajukan permohonan kepada pejabat pendaftar dan pejabat balik nama
dengan mencantumkan nilai hipotek yang akan dipasang. Sedangkan dokumen-
dokumen yang harus dilampirkan kepada pejabat tersebut tergantung kepada
para pihak yang menghadap.
Variasi para pihak yang menghadap adalah:

1. Pemilik kapal (debitur) dan kreditur (bank atau lembaga keuangan


lainnya);

2. Kreditur, yaitu selaku pemilik kapal (debitur) dan selaku kreditur;

Pemilik kapal (penjamin atau bukan kreditur) dan kreditur Syarat bagi
pemilik kapal (debitur) dan kreditur (bank atau lembaga keuangan lainnya) yang
menghadap kepada pejabat yang berwenang adalah:
1. Grosse akta pendaftaran atau balik nama;
2. Perjanjian kredit.

Syarat bagi kreditur, yaitu selaku pemilik kapal (debitur) dan selaku kreditur
adalah :
1. Akta surat kuasa memasang hipotek;

2. Grosse akta pendaftaran atau balik nama; dan

3. Perjanjian kredit.

Syarat bagi pemilik kapal (penjamin atau bukan debitur) dan kreditur adalah :

1. Akta surat kuasa memasang hipotek;

2. Grosse akta pendaftaran atau balik nama;

3. Perjanjian kredit.
11

Ketiga syarat itu dijelaskan secara singkat berikut ini:

1. Akta Surat Kuasa Memasang Hipotek

Surat kuasa memasang hipotek merupakan serat kuasa yang


dibuat di muka atau di hadapan notarais. Surat kuasa ini dibuat antara
pemilik kapal dengan orang yang ditunjuk untuk itu. Substansi atau isi
surat kuasa ini adalah bahwa pemilik kapal memberikan kuasa kepada
orang yang ditunjuk untuk mengurus kepentingannya. Kepentingan dari
pemilik kapal adalah dalam rangka pembebanan hipotek kapal laut. Latar
belakang adanya surat kuasa ini karena pemilik kapal tidak dapat
mengurusnya secara langsung, sehingga yang bersangkutan menunjuk
seorang kuasa untuk kepentingannya.

2. Grosse Akta Pendaftaran Atau Balik Nama

Pada dasarnya, tidak semua kapal dapat dijaminkan dengan hipotek kapal
laut. Syarat kapal yang dapat dijadikan jaminan hipotek adalah kapal yang telah
didaftar pada pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang untuk
mengeluarkan akta, pendaftaran kapal laut adalah pejabat pendaftar dan
pencatat balik nama. Pejabat yang ditunjuk untuk itu adalah syahbandar.
Tujuan atau manfaat kapal didaftar adalah :
a. Untuk memperoleh surat tanda kebangsaan kapal (STKK). Dengan
adanya STKK maka kapal dapat berlayar dengan mengibarkan bendera
kebangsaannya, dengan demikian kedaulatan negara bendera berlaku
secara penuh di atas kapal tersebut dan orang yang berada di atas kapal
harus tunduk kepada peraturan- peraturan dari negara bendera;
b. Status hukum pemilikan kapal menjadi jelas;
c. Dapat dipasang atau dibebani hipotek.

Syarat kapal yang didaftar di Indonesia adalah:

a. Kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3 atau dengan


yang dinilai sama dengan itu;
12

b. Dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia (Pasal 46 ayat (2) UU No. 21 Th. 1992
tentang pelayaran).
Dokumen-dokumen yang harus dilengkapi untuk pendaftaran kapal laut adalah:

a. Mengajukan surat permohonan kepada pejabat pendaftar;

b. Bukti kepemilikan kapal;

c. Identitas pemilik;

d. Surat ukur (sementara atau tetap);

e. Bukti pelunasan BBN;

f. Delection certificate, khusus untuk kapal yang pernah didaftarkan di luar


negeri (Direktorat Jendral Perhubungan Laut, 1996:9).

Apabila dokumen-dokumen itu telah dilengkapi oleh pemohon, maka


pejabat pendaftar membuatkan menurut akta dan grosse akta pendaftaran kapal.
Menurut akta kapal (akta asli) ditandatangani oleh penghadap, pejabat pendaftar
dan pencatat nama kapal. Setelah ditandatangani, diberi nomor dan tanggal.
Penomoran dilakukan secara berurutan (angka yang berlanjut) sesuai dengan
urutan penanda tangan sampai dengan 9999 dan kemudian kembali ke angka
nomor 1. Sedangkan grosse akta, yaitu salinan dari minut akta, yang hanya
ditandatangani oleh pegawai pembantu untuk pendaftaran dan balik nama kapal.
Bila pegawai pembatu ini berhalangan, dapat ditandatangani oleh pejabat
pendaftar. Grosse akta ini diberikan kepada pemilik setelah tanda pendaftaran
dipasang, sebagai bukti kapal telah didaftar dan berfungsi pula sebagai bukti hak
milik kapal (BHK), di samping bukti-bukti surat lain (surat jual beli, surat
keterangan tukang, surat hibah, dan lain-lain). Tanda pendaftaran disusun
sebagai berikut : 1996 Ba No. 13/L. Artinya:

1996 : Adalah tahun saat dilakukan pendaftaran

Ba : Adalah kode pengukuran dari tempat pendaftaran


13

13 :Nomor pendaftaran

Kategori kapal.
L : Untuk kapal laut

N : Untuk kapal nelayan

P : Untuk kapal pedalaman


Bagi kapal-kapal yang telah dibeli, baik dari pemilik asing maupun
pemilik dalam negeri, maka pembeli harus membuatkan akta balik nama. Akta
balik nama merupakan akta untuk peralihan nama dari pemilik lama kepada
pemilik baru. Pejabat yang berwenang untuk membuat akta balik nama adalah
pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Permohonan akta balik nama
dilampiri dengan:
1. Asli grosse akta pendaftaran;
2. Bukti pemilikan: akta pengalihan hak milik (akta jual beli, akta
hibah, dll) Identitas pemilik;
3. Surat ukur;
4. Bukti pelunasan bea balik nama (BBN).

Berdasarkan permohonan dan persyaratan tersebut, maka pejabat


pendaftar dan pencatat balik nama menerbitkan akta balik nama. Akta ini dibagi
manjadi 2 (dua) macam, yaitu minut akta balik nama dan grosse akta balik
nama kapal. Minut akta balik nama kapal ditandatangani oleh penghadap dan
pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Sedangkan grosse akta balik nama
ditandatangani oleh pegawai pembantu untuk pendaftaran dan balik nama
kapal. Grosse akta balik nama ini diserahkan kepada pemilik kapal.

3. Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang dibuat antara bank dengan pemilik
kapal (debitur). Bentuk perjanjiannya adalah tertulis. Isi dan syarat-syaratnya
telah ditentukan secara sepihak oleh pihak bank. Hal-hal yang kosong dalam
perjanjian kredit adalah mengenai nama nasabah, alamat, besarnya pinjaman,
suku bunganya, dan jangka waktunya. Sedangkan syarat-syaratnya telah
14

dituangkan dalam bentuk standar (form) atau yang sudah dibakukan. Hondius
mengemukakan bahwa syarat-syarat baku adalah: ”Syarat-syarat konsep tertulis
yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang masih akan dibuat, yang jumlanya
tidak tentu, tanpa membicarakan isinya lebih dahulu”. Inti dari perjanjian baku
menurut Hondius adalah, bahwa isi perjanjian itu tanpa dibicarakan dengan
pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau
menolak isinya.
Mariam Darusbadrulzaman mengemukakan bahwa standar kontrak
merupakan perjanjian yang telah dibakukan. Selanjutnya Mariam
Darusbadrulzaman mengemukakan ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai
berikut:
a. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi ekonominya kuat.
b. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi
perjanjian.
c. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu.
d. Bentuk tertentu (tertulis).
e. Dipersiapkan secara masal dan kolektif.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa hakikat dari perjanjian baku merupakan
perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan
pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila
debitur menerima isinya perjanjiannya, maka ia menandatangani perjanjian
tersebut, tetapi apabila ia menolak, maka perjanjian itu dianggap tidak ada,
karena debitur tidak menandatangani perjanjian tersebut. Dalam praktiknya,
seringkali debitur yang membutuhkan uang hanya menandatangani perjanjian
tersebut tanpa dibacakan isinya.

Tetapi isi perjanjian baru dipersoalkan oleh debitur pada saat debitur
tidak mampu melaksanakan prestasinya, karena kreditur tidak hanya
membebani debitur membayar pokok disertai bunga, tetapi ia juga membebani
debitur dengan membayar denda keterlambatan atas bunga sebesar 50% dari
besarnya bungan yang dibayar setiap bulannya. Sehingga hutang yang harus
dibayar oleh debitur sangant tinggi. Kreditur berpendapat, bahwa penerapan
15

denda keterlambatan itu karena di dalam standar kontrak telah ditentukan dan
diatur secara jelas dan rinci. Sehingga tidak ada alasan bagi debitur untuk
menolak pemenuhan denda keterlambatan tersebut. Karena itu, debitur harus
membayar pokok, bunga berserta denda keterlambatannya.
Mariam Darusbadrulzaman membagi jenis perjanjian baku menjadi 4
(empat) jenis, yaitu:
1. Perjanjian baku sepihak;

2. Perjanjian baku timbal balik;

3. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah; dan

4. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokad.

C. SIFAT PERJANJIAN HIPOTEK KAPAL LAUT

Pada prinsipnya, sifat perjanjian dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu


perjanjian pokok dan perjanjian accessoir. Perjanjian pokok merupakan
perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Sedangkan perjanjian
accessoir merupakan perjanjian tambahan. Perjanjian pembebanan hipotek kapal
laut merupakan perjanjian accessoir atau tambahan. Keberadaan perjanjian
hipotek kapal ini adalah tergantung pada perjanjian pokoknya

D. Hak Dan Kewajiban Antara Pemberi Dan Penerima Hipotek

Sejak terjadinya pembebanan hipotek kapal laut, maka sejak saat itulah
timbul akibat bagi kedua belah pihak. Akibat hukum itu timbul hak dan
kewajiban kedua belah pihak.
1. Hak pemberi hipotek:

a. Tetap menguasai bendanya;

b. Mempergunakan bendanya;

c. Melakukan tindakan penguasaan asal tidak merugikan pemegang


hipotek;
16

d. Berhak menerima uang pinjaman.

2. Kewajiban pemegang hipotek:

a. Membayar pokok beserta bunga pinjaman uang dari jaminan


hipotek;

b. Membayar denda atas keterlambatan melakukan


pembayaran pokok pinjaman dan bunga;
3. Hak pemegan hipotek:

a. Memperoleh penggantian daripadanya untuk pelunasan piutangnya


jika debitur wanprestasi;
b. Memindahkan piutangnya, karena hipotek bersifat accesoir, maka
dengan berpindahnya hutang pokok maka hipotek ikut berpindah.

E. Jangka Waktu Berlaku Hipotek Kapal Laut


Jangka waktu berlakunya hipotek kapal laut tergantung pada substansi
perjanjian pokok atau perjanjian kredit yang dibuat antara debitur (pemilik
kapal) dengan bank (kreditur). Menurut jangka waktu, perjanjian kredit dapat
digolongkan menjadi 3 macam, yaitu: kredit jangka pendek,jangka menengah,
dan jangka panjang (UU No. 7 Th. 1992 jo. UU No. 10 Th. 1998 tentang
perbankan).
Perjanjian kredit dengan menggunakan hipotek kapal laut adalah kredit
yang jangka waktunya selama 3 tahun ke atas. Karena untuk membiayai sebuah
kapal atau biaya rehabilitasinya memerlukan biaya yang besar. Sehingga para
nasabah ini memilih kredit yang jangka waktunya panjang, yaitu 3 tahun ke atas.

F. Hapusnya Hipotek Kapal Laut

Hapusnya hipotek adalah tidak berlaku lagi hipotek yang dibebankan atas
kapal laut. Di dalam pasal 1209 KUHPerdata diatur tentang hapusnya hipotek.
Hapusnya hipotek karena 3 hal, yaitu:
1. Hapusnya perikatan pokok;
17

2. Pelepasan hipotek itu oleh kreditur; dan


3. Pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan.

Di dalam 3.4.1.2 NBW diatur juga tentang hapusnya hipotek. Hapusnya


hipotek menurut ketentuan ini adalah karena:
1. Hapusnya hak menjadi landasan lahirnya hak terbatas;

2. Jangka waktunya berakhir atau telah terpenuhinya syarat batal;

3. Dilepaskan dengan sukarela oleh yang mempunyai hak;

4. Dihentikan sebelum jangka waktu berakhir, bila kewenangan itu diberikan


haknya kepada pemegang hak terbatas atau kepada keduanya;
5. Karena percampuran.

G. Pencoretan (Roya) Akta Hipotek Kapal Laut

Roya atas akta hipotek kapal laut erat kaitannya dengan pelunasan kredit
oleh debitur. Apabila kredit sudah dibayar/lunas, kreditur (bank atau lembaga
keuangan nonbank) mengajukan surat permohonan untuk dilakukan roya kepada
pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang menerbitkan akta hipotek
tersebut. Misalnya, yang membuat akta hipotek tersebut adalah pejabat pendaftar
dan pencatat baliknama kapal yang berkedudukan di Mataram, maka tempat
royanya pun pada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang
berkedudukan di Mataram, maka tempat royanya pun pada pejabat pendaftar dan
pencatat balik nama kapal yang berkedudukan di Mataram.
Surat permohonan tersebut harus dilampirkan dengan grosse akta hipotek
asli. Pelaksanaan roya adalah:
1. Membuat catatan roya pada grosse akte hipotek asli; dan

2. Membuat catatan roya pada daftar induk


BAB III
PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hipotik Setelah Keluarnya Undang-Undang No. 4 Tahun


1996
Sebelumnya, pengaturan mengenai hipotik atau di undang-undang disebutkan
dengan hypotheek ini berada di Pasal 57 UU No. 5 Tahun 1960. Adapun
bunyi dari Pasal UU No. 5 Tahun 1960 adalah sebagai berikut:
Selama Undang-undang mengenai hak tanggungan tersebut
dalam pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah
ketentuan- ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan
Credietverband tersebut dalam Staatsblad .1908 No. 542
sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937 No. 190.
Pasca dikeluarkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan
Tanah, terdapat perubahan mendasar dalam pengaturan hipotik. Dalam pasal
24 UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan ditetapkan ketentuan
sebagai berikut:

Hak Tanggungan yang ada sebelum berlakunya Undang-


Undang ini, yang menggunakan ketentuan Hypotheek atau
Credietverband berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria diakui, dan selanjutnya berlangsung sebagai Hak
Tanggungan menurut Undang-Undang ini sampai dengan
berakhirnya hak tersebut.

Adapun untuk hipotik dan credietverband sebagai dimaksud di dalam Pasal


24 ayat 1 sebagaimana disebut di atas, menurut Pasal 24 UU No. 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah, pelaksanaan ekskusi dan pencoretan dapat

18
19

menggunakan ketentuan yang ada di dalam Pasal 20 dan Pasal 22 UU No. 4


Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda
Yang Berkaitan Dengan Tanah, setelah Buku Tanah dan Sertipikat Hak
Tanggungan yang bersangkutan disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud oleh Pasal 14 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Perihal dapat atau tidaknya pelaksanaan ekskusi hipotik menurut UU
No. 4 Tahun 1996 dapat diperoleh dari Pasal 26 undang-undang ini yang
berbunyi sebagai berikut:
Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang
mengaturnya, dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14,
peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada pada mulai
berlakunya Undang-Undang ini, berlaku terhadap eksekusi Hak
Tanggungan.
Dengan demikian,berarti kita baru bisa menggunakan
ketentuan ekskusi hipotik, setelah diadakan penyesuaian sesuai
dengan apa yang ditentukan di dalam Pasal 14 UU No. 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-
Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

B. Kedudukan Hukum Bagi Hipotik Kapal


Salah satu bentuk dari jaminan hipotik di Indonesia adalah hipotik atas
kapal laut. Keberadaan jaminan hipotik ini sangat membantu perusahaan
perkapalan dalam memenuhi dan menjalankan modal kerjanya agar dapat
menyelenggarakan kegiatan operasionalnya.Tentunya, hipotik atas kapal laut ini
akan melibatkan dua pihak. Dua pihak itu adalah perusahaan perkapalan
sebagai debitur dan lembaga perbankan, seperti bank, sebagai kreditur.
Hubungan hukum antara perusahaan perkapalan dan lembaga perbankan, dalam
hal ini adalah bank, perlu ditetapkan suatu ketentuan hukum. Dengan adanya
ketentuan hukum, maka terdapat aturan baku dalam melaksanakan perbuatan
hukum di antara kedua belah pihak. Pada tanggal 7 Mei 2008 telah diundangkan
20

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008, tentang Pelayaran, di dalam pasal 60-


64 diatur mengenai hipotik kapal, namun peraturan pelaksananya belum dibuat.
Mengenai Hipotik Kapal ini awalnya diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-
undang Hukum Dagang mengatur tentang Hipotik dalam Pasal 314 ayat
3. Dalam ketentuan tersebut, hipotik dapat dibebankan pada kapal-kapal yang
dibukukan dalam register kapal, kapal-kapal dalam pembuatan. Adapun bunyi
dari Pasal 314 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ini adalah:

Atas kapal-kapal yang dibukukan dalam register kapal, kapal-kapal dalam


pembukuan, dan andil-andil dalam kapal-kapal dan kapal-kapal dalam
pembuatan itu dapat diletakkan hipotik.

Pada asasnya berdasarkan ketentuan Pasal 510 Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata yang berbunyi sebagai berikut:

Kapal-kapal, perahu-perahu, perahu tambang, gilingan-gilingan dan tempat-


tempat pemandian yang dipasang di perahu atau yang berdiri, terlepas dari
benda-benda sejenis itu merupakan benda bergerak

Pengecualian bagi kapal-kapal yang terdaftar, statusnya bukanlah benda


bergerak, karena menurut ketentuan pasal 314 ayat 1 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang, kapal-kapal yang didaftarkan dalam register kapal adalah kapal
yang memiliki bobot isi kotor minimal 20 m³. Dengan demikian kapal dengan
kondisi seperti ini dikategorikan sebagai benda tidak bergerak dan jika
dijaminkan, lembaga yang digunakan adalah Hipotik. Sedangkan untuk kapal-
kapal yang tidak terdaftar menggunakan lembaga jaminan gadai atau fidusia,
karena merupakan benda bergerak.

a. Langkah-Langkah dalam Pendaftaran hipotik kapal laut


Langkah-langkah dalam pendaftaran hipotik kapal laut adalah sebagai berikut:

1. Debitur mengikatkan diri dengan Kreditur (bank/lembaga pembiayaan)


dalam suatu Perjanjian Kredit dengan menyatakan menyerahkan kapal
21

sebagai hipotik sebagai jaminan pelunasan hutangnya.


2. Perjanjian pemberian (pembebanan) hipotik. Kreditur nersama debitur
atau bank sendiri berdasarkan Surat Kuasa memasang Hipotik
menghadap Pejabat Pendaftar Kapal dan minta dibuatkan akta Hipotik
Kapal. Adapun dokumen yang diperlukan:

 Surat Permohonan dengan menyebutkan data kapal dan nilai


penjaminan;

 Grosse Akta Pendaftaran Kapal;

 Surat Kuasa Memasang Hipotik.

3. Akta Hipotik didafatarkan dalam buku daftar. Saat selesainya


pendafataran maka hak Pemegang Hipotik lahir.
Tingkatan hipotik dimungkinkan dan diurutkan berdasarkan hari
pembukuan. Apabila dibukukan pada hari yang sama mempunyai tingkat
yang sama. Dengan lahirnya hak hipotik, pemegang hipotik berhak untuk
melaksanakan haknya atas kapal itu, di tangan siapapun kapal itu berada.
Apabila hutang sudah lunas, maka dilakukan roya/pencoretan hipotik di
syahbandar dengan membawa dokumen:
 surat permohonan roya;
 surat tanda lunas dari kreditur;
 grosse akta pendaftaran hipotik; dan
 grosse akta pendaftaran kapal.

Dalam hal perusahaan perkapalan (shipping company) sebagai debitur


gagal mengembalikan pembiayaan yang diterimanya kepada bank, ketentuan
saat ini yang mengatur tentang eksekusi kapal laut adalah:

1. Pasal 224 HIR berkaitan dengan hipotek pada umumnya mengatur bahwa
gross atau copy pertama yang otentik dari akte hipotek mempunyai status
yang sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
sehingga pihak pemegang hipotek dapat meminta bantuan pengadilan
untuk melakukan eksekusi atas obyek hipotek;
22

2. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berlaku untuk hipotek


atas kapal laut disebutkan bahwa pemegang hipotek dapat melakukan
penjualan sendiri atas obyek hipotek yang prosedurnya dilakukan dengan
cara lelang umum.

Berdasarkan hal-hal diatas dapat dikatakan bahwa sesuai peraturan


perundang- undangan yang berlaku saat ini, secara hukum penjualan atas kapal
laut yang menjadi obyek hipotek tidak terlalu sulit, akan tetapi mendapatkan
harga yang sesuai dengan nilai penjaminannya merupakan hal yang relatif sulit
dilakukan sehingga butuhkan adanyaprice stability untuk jual beli kapal.
Terkait dengan kewenangan untuk mengambil alih kapal sebagai agunan,
khusus untuk perbankan dalam kaitannya dengan penentuan kualitas aktiva
terdapat pembatasan waktu kepemilikan atas agunan yang diambil alih. Selain
itu, bank juga harus melakukan penilaian kembali atas agunan yang diambil
alih untuk menetapkan net realizable value dari agunan dimaksud yang
dilakukan pada saat pengambilalihan agunan.
Dalam pengambilalihan agunan ini, bank akan mengeluarkan biaya
pengambilalihan dan pemeliharaan agunan yang diambil alih, dan oleh karena
itu kiranya diperlukan mekanisme yang dapat mempercepat penjualan agunan.
Bagi bank sebagai kreditur, semakin lama jangka waktu pemilikan atas agunan
yang diambil alih akan berpengaruh terhadap biaya yang harus dikeluarkan
terkait dengan biaya pemeliharaan agunan. Selain itu, dapat pula berpengaruh
pada kinerja bank karenaakan menurunkan kualitas aktiva produktif bank dan
terjadinya peningkatan pencadangan yang harus dibentuk oleh bank.
Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk mendorong bank agar segera
menjual agunan yang diambil alih, karena bank sebagai institusi keuangan yang
memiliki fungsi intermediasi seyogianya tidak memiliki agunan yang diambil
alih. Adapun apabila dalam perjalanannya, kapal laut yang dijadikan jaminan
hipotik musnah, pastinya akan menimbulkan suatu akibat hukum. Pasal 1209
KUH Perdata mengatur bahwa hapusnya hipotek disebabkan karena:
a) hapusnya perikatan pokoknya;
23

b) pelepasan hipotek oleh si berpiutang; dan

c) karena penetapan hakim.

Hal ini berarti bahwa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,


musnahnya kapal yang menjadi obyek hipotek tidak termasuk dalam hal yang
menyebabkan hapusnya hipotek. Oleh karena tidak ada pengaturan yang jelas
mengenai akibat hukum dari musnahnya kapal laut yang menjadi obyek
hipotek, hal tersebut tentunya dikembalikan pada kesepakatan antara debitur
dengan kreditur pada perjanjian hipotek (sebagai perjanjian accesoir) atau
perjanjian kredit (sebagai perjanjian pokok). Apabila dalam perjanjian tersebut
diatur mengenai akibat hukum dari musnahnya kapal, maka dapat pula diatur
mengenai asuransi atas musnahnya kapal sebagai jaminan terhadap pembayaran
utang debitur.

C. Contoh Kasus

Putusan Pengadilan Agama Geresik Nomor 005/Pdt.G/Eks/2017/PA.Gs.


Pada tanggal 24 Oktober 2017 secara resmi pendaftaran sita eksekusi dan
lelang antara PT Bank BRI Syari’ah Pusat alamat Jakarta Pusat (Pemohon
Eksekusi); Lawan PT Putra Satria Abadi alamat Jl. A. Yani Komp Mega Mall
Nomor 3A Pontianak (Termohon Eksekusi)

Pada pertengahan bulan Agustus 2017 PT. Bank BRIS yariah yaitu 1.
Pejabat PT Bank BRI Syariah Pusat, 2. Pemimpin Cabang Kantor Cabang
Pontianak PT Bank BRI Syariah dan 3.Pemimpin Cabang Kantor Cabang Gresik
PT Bank BRI Syariah. Ketiga pejabat ini mendatangi Pengadilan Agama Gresik.

Mereka menjelaskan bahwa sedang memantau pergerakan kapal motor


yang bernama Rezeki Bersama yang sekarang ini sedang bersandar di Pelabuhan
Gresik untuk bongkar muat barang. Kapal tersebut merupakan jaminan atas
Grosse Akta Hipotik Nomor 572/2013 tanggal 7 Nopember 2013 berupa Hak
24

Hipotik Peringkat I (satu) pelunasan piutang sebesar Rp. 27.500.000.000,- (dua


puluh tujuh milyar lima ratus juta rupiah).

Berhubung kapal tersebut sekarang ini berada di Pelabuhan Gresik, maka


mereka mohon ke Pengadilan Agama Gresik untuk melakukan eksekusi dan
lelang karena Kreditur telah wanprestasi atas Akad Pembiayaan Musyarokah
yang telah disepakati pihak PT BRI Syariah menerangkan tentang perjanjiannya
yaitu menggunakan Akad Pembiayaan Musyarokah yang dibuat pada tanggal 5
April 2013. Atas perjanjian tersebut penulis menerangkan tentang Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 yang diputus pada tanggal 29
Agustus 2013 bahwa jika akadnya dibuat sebelum tgl 29 Agustus 2013 maka
masih kewenangan Pengadilan Umum & jika akadnya dibuat setelah putusan
Mahkamah Konstitusi tersebut maka kewenangan Pengadilan Agama.

Atas keterangan penulis tersebut pihak PT BRI Syariah membenarkan


akan tetapi akad tersebut sudah di adendum dua kali, pertama tanggal 27 Juli 2015
dan adendum kedua tanggal 26 Juli 2016. Oleh karena itu atas dasar adendum
pertama pasal 6 tentang Penyelesaian Perselisihan ayat 2 : “ Dalam hal
penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal ini tidak
mencapai kesepakatan, maka para pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji serta
mengikatkan diri satu terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya
melalui Pengadilan Agama tempat dibuatnya akad dengan kemudian tidak
mengurangi hak Bank untuk memilih Pengadilan Agama lain dalam wilayah
Negara Republik Indonesia”, maka permohonan eksekusi tersebut diajukan di
Pengadilan Agama Gresik.

Selanjutnya pihak PT BRI Syariah juga menunjukkan dokumen-dokumen


terkait Grosse Akta Hipotek No. 572/2013 tgl 7 Nop 2013 yg memuat irah-2 dg
kata-2 “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan YME” diterbitkan oleh
Kementrian Perhubungan Direktorat Jendral Perhubungan Laut Kantor Pelabuhan
Batam, berupa Hak Hipotik Peringkat I pelunasan piutang sebesar Rp.
27.500.000.000,-
25

Kemudian Ketua Pengadilan Agama Gresik ( Drs. SANTOSO, MH ),


dengan memberikan arahan sbb:

“Karena ini masalah eksekusi yang belum pernah kita alami yaitu eksekusi sebuah
kapal laut, maka kita harus minta petunjuk dan arahan dari Ketua Pengadilan
Tinggi Agama Surabaya” Ketua Pengadilan Agama Gresik menghadap ke Ketua
Pengadilan Tinggi Agama Surabaya ( Dr. H. M.Rum Nessa, SH. MH. )
Selanjutnya Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya memberikan arahan sbb:

1. Agar dilaksanakan sesuai hukum acara.


2. Karena pemohon eksekusi adalah PT Bank BRI Syari’ah dan akadnya
dibuat sebelum putusan MK akan tetapi telah di adendum dua kali setelah
putusan MK.
3. Grosse Akta Hipoteknya telah mememuat irah-irah “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan YME” itu berarti mempunyai kekuatan eksekutorial.
maka menjadi kewenangan Pengadilan Agama.

Pada tanggal 24 Oktober 2017 secara resmi pendaftaran sita eksekusi dan
lelang antara PT Bank BRI Syari’ah Pusat alamat Jakarta Pusat (Pemohon
Eksekusi);

Lawan

PT Putra Satria Abadi alamat Jl. A. Yani Komp Mega Mall Nomor 3A Pontianak
(Termohon Eksekusi);

telah terdaftar dengan register Nomor 005/Pdt.G/Eks/2017/PA.Gs. (Surat


Permohonan terlampir 1).

Dengan posita sbb:

Bahwa Pemohon Eksekusi dengan ini mengajukan permohonan eksekusi


Hipotek atas Sertifikat Hipotek berupa Grosse Akta Hipotek No. 672/2013
tanggal 7 Nopember 2013 yang memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang diterbitkan oleh
26

Kementrian Perhubungan Direktorat Jendral Perhubungan Laut Kantor Pelabuhan


Batam (Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal di Batam), berupa Hak
Hipotek Peringkat 1 (satu) pelunasan piutang sebesar Rp. 27.500.000.000,- (dua
puluh tujuh milyar lima ratus juta rupiah).

Hipotek tersebut diatas dibebankan atas kapal dengan Grosse Akta


Pendaftaran Kapal yaitu Grosse Akta Pendaftaran kapal Nomor 2819 diterbitkan
Kementrian Perhubungan Direktorat Jendral Perhubungan Laut Kantor Pelabuhan
Batam (Pejabat Pendaftar dan Pencatat Baliknama Kapal di Batam) tanggal 03
Maret 2013 atas kapal bernama Kapal Motor yang bernama “Rezeki Bersama”
dengan ukuran :

Panjang : 78,33 meter

Lebar : 19,52 meter

Dalam : 5,49 meter

Isi kotor (GT) : 2299

Isi bersih (NT) : 1204

Tanda Selar : GR 2299 No. 4823/PPm

Tercatat atas nama PT. Putra Satria Abadi

Dengan dilampiri bukti-bukti sbb:

1) Bahwa termohon eksekusi telah mengajukan permohonan fasilitas


pembiayaan kepada Pemohon Eksekusi dan telah menyetujui Surat
Persetujuan Prinsip Pembiayaan (SP3) dari Pemohon Eksekusi.

2) Bahwa termohon eksekusi telah menandatangani akad-akad fasilitas


pembayaran yaitu Akad Pembiayaan Musyarokah.

3) Bahwa untuk menjamin pengembalian dana atas fasilitas pembiayaan yang


telah diberikan oleh Pemohon Eksekusi kepada Termohon Eksekusi
sejumlah Rp. 22.000.000.000,- (dua puluh dua milyar rupiah) berdasarkan
27

perjanjian hutang piutang dan akad pembiayaan diatas maka dijaminkan


satu unit kapal tersebut diatas.

4) Bahwa Termohon Eksekusi telah cidera janji / wanprestasi dengan tidak


dipenuhinya ketentuan dalam akad pembiayaan yang telah disepakati yaitu
terhadap Akad Pembiayaan Musyarokah.

5) Bahwa Pemohon Eksekusi telah berulang kali memberikan kesempatan


dan memberikan peringatan I, II dan III kepada Termohon Eksekusi yaitu
dengan surat, namun tidak ada iktikad baik untuk segera menyelesaikan
seluruh tunggakan kewajibannya.

6) Bahwa total kewajiban / tunggakan Termohon Eksekusi dan biaya-biaya


lain sampai dengan tanggal 29 September 2017 adalah sebesar Rp.
13.911.264.864,- (tiga belas milyar sembilan ratus sebelas juta dua ratus
enam puluh empat ribu delapan ratus enam puluh empat rupiah), total
kewajiban tersebut belum termasuk denda, ganti rugi dan biaya-biaya yang
akan dikeluarkan dikemudian hari hingga lunasnya kewajiban pembayaran
Termohon Eksekkusi.

7) Bahwa sehubungan dengan cidera janji sebagaimana tersebut diatas maka


Pemohon Eksekusi berhak melakukan eksekusi berdasarkan pasal 224
HIR, kreditur dapat menggunakan grosse akta hipotek yang mempunyai
kekuatan eksekutorial seperti putusan hakim yang berkekuatan hukum
tetap untuk mengajukan permohonan fiat eksekusi dari pengadilan atas
benda yang dibebani hipotek

8) Bahwa penjualan lelang dapat dilakukan melalui pengadilan dengan


didahului sita eksekusi, berdasarkan pasal 200 ayat 1 HIR.

Pada tanggal 25 Oktober 2017 Ketua Pengadilan Agama Gresik


mengeluarkan Penetapan Aanmaning yang pelaksanaan aanmaningnya
dilaksanakan pada hari selasa tanggal 31 Oktober 2017. (penetapan aanmaning
terlampir 2).
28

Selanjutnya Pengadilan Agama Gresik meminta bantuan tabayun


pemberitahuan aanmaning ke Pengadilan Agama Pontianak dan Pengadilan
Agama Jakarta Pusat dan telah dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober 2017 untuk
termohon eksekusi dan pada tanggal 26 Oktober 2017 untuk pemohon eksekusi.

Pada tanggal 30 Oktober 2017 hari senin jam 19.00 WIB ada informasi
bahwa kapal yang dimaksud akan bergerak meninggalkan pelabukan gresik.
Apabila kapal tersebut meninggalkan pelabuhan gresik maka tidak ada gunanya
pada 31 Oktober 2017 diadakan aanmaning dan juga apabila kapal tersebut telah
keluar dari wilayah gresik maka secara hukum bukan wewenang Pengadilan
Agama Gresik dan mungkin akan sulit untuk melelangnya. Kemudian Pengadilan
Agama Gresik melakukan negosiasi dengan pihak Kesyahbadaran Gresik dan
disepakati Pengadilan Agama Gresik membuat surat pencegahan sementara atas
kapal tersebut sampai dilaksanakannya sita eksekkusi.

Pada tanggal 31 Oktober 2017 dilaksanakan Sidang Aanmaning, kuasa


pemohon hadir di persidangan sedangkan termohon tidak menghadiri persidangan
meskipun telah dipanggil dengan sah dan patut. Pemohon eksekusi menyatakan
agar tetap dilaksanakan sita eksekusi atas Grosse Akta Hipotek Nomor 572/2013
tanggal 07 Nopember 2013 yang diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan
tersebut. Dan Pemohon Eksekusi menyatakan total kewajiban / tunggakan
Termohon Eksekusi dan biaya-biaya lain sampai dengan tanggal 29 September
2017 adalah sebesar Rp. 13.911.264.864,- (tiga belas milyar sembilan ratus
sebelas juta dua ratus enam puluh empat ribu delapan ratus enam puluh empat
rupiah), total kewajiban tersebut belum termasuk denda dan ganti rugi. (Berita
Acara Aanmaning terlampir 3)

Selanjutnya Pemohon Eksekusi diharap menunggu sampai 8 hari kedepan


untuk menunggu Termohon Eksekusi melunasi kewajibannya, hal ini sesuai pasal
196 HIR. Kemudian pada tanggal 9 Nopember 2017 Pemohon Eksekusi membuat
surat permohonan agar dilaksanakan sita eksekusi karena sudah delapan hari
ditunggu Termohon Eksekusi belum melunasi kewajibannya. Dan pada tanggal 10
29

Nopember 2017 dikeluarkan Penetapan Sita Eksekusi oleh Ketua Pengadilan


Agama Gresik. Hal ini sesuai dengan pasal 197 ayat 1 HIR.

Pada tanggal 21 Nopember 2017 dilaksanakan sita eksekusi di atas kapal


bernama Kapal Motor Rezeki Bersama yang pelaksanaannya berjalan dengan
lancar tanpa ada hambatan yang berarti dengan pengawalan ketat oleh TNI AL
dengan dihadiri oleh Pemohon Eksekusi dan Kuasa Termohon Eksekusi, Kepala
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Gresik. Pada awalnya penulis mendapat
informasi bahwa sita eksekusi kapal bisa dilaksanakan di kantor Kesyahbandaran
dan Otoritas pelabuhan Gresik, tetapi setelah penulis membaca pasal 560 Rv maka
sita eksekusi tetap dilaksanakan diatas kapal. (Berita Acara Sita Eksekusi berikut
video pelaksanaan sita eksekusi, terlampir 4)

Pada tanggal 5 Desember 2017 Ketua Pengadilan Agama Gresik


mengeluarkan penetapan eksekusi lelang (hal ini sesuai dengan pasal 200 ayat 1
HIR). (terlampir 5)

Dan pada tanggal yang sama setelah mempertimbangkan Hasil Penilaian


Properti dari Kantor Jasa Penilai Publik Satria Iskandar Setiawan dan Rekan
(SISCO) Nomor R-PPC/SISCOSBY/ABY/SW060617 tangal 6 Juni 2017, Ketua
Pengadilan Agama Gresik membuat penetapan harga limit sebesar Rp.
22.000.000.000,- (dua puluh dua milyar rupiah). (terlampir 6)

Pada tangga 6 Desember 2017 pendaftaran permohonan lelang ke kantor


KPKNL Surabaya, hal ini sesuai pasal 224 HIR. (Surat Permohonan Lelang
terlampir 7 )

Pada tanggal 19 Desember 2017 telah keluar Penetapan Jadwal lelang (E-
Auction Closed Bidding) dari KPKNL Surabaya yang pelaksanaan lelangnya pada
hari jum’at tanggal 26 Januari 2018 jam 10.00 waktu server aplikasi sesuai WIB.
( terlampir 8 )

Pada tanggal 26 Januari 2018 pelaksanaan lelang belum ada pembeli, hal
ini berdasarkan Salinan Risalah Lelang No. 67/45/2018 yang dikeluarkan oleh
Pejabat Lelang KPKNL Surabaya. ( terlampir 9 )
30

Oleh karena belum ada pembeli maka pada hari itu juga dimasukkan
permohonan lelang yang kedua dengan harga limit Rp. 17.000.000.000,- (tujuh
belas milyar rupiah) dan pada tanggal 5 Pebruari 2018 telah keluar penetapan
jadwal lelang dari KPKNL Surabaya bahwa pelaksanaan lelang kedua pada
tanggal 9 maret 2018. Yang ternyata belum ada pembeli juga.

Oleh karena belum ada pembeli juga maka pada tanggal 9 Maret 2018
dimasukkan permohonan lelang yang ketiga dengan harga limit Rp.
15.600.000.000,- (lima belas milyar enam ratus juta rupiah) dan pada tanggal 2
April 2018 telah keluar penetapan jadwal lelang dari KPKNL Surabaya bahwa
pelaksanaan lelang ketiga pada tanggal 24 April 2018. Yang ternyata belum ada
pembeli juga. Sebelum mengajukan permohonan lelang yang keempat dan
menurunkan harga limit, bapak Ketua Pengadilan Agama Gresik mohon agar
dilaksanakan penilaian ulang atas kapal tersebut melalui Appraisal Independen.

Pada tanggal 22 Mei 3028 Laporan Hasil Penilaian Aset Milik PT Putra
Satria Abadi oleh Appraisal Independen dengan hasil nilai pasar sebesar Rp.
22.617.000.000,- (dua puluh dua milyar enam ratus tujuh belas juta rupiah) dan
nilai likuidasi sebesar Rp. 13.570.000.000,- (tiga belas milyar lima ratus tujuh
puluh juta rupiah). Berdasarkan penilaian dari Appraisal Independen tersebut
akhirnya pada tanggal 7 Juni 2018 bapak Ketua Pengadilan Agama Gresik
menetapkan harga limit sebesar Rp. 15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah).
Pada tanggal yang sama yaitu 7 Juni 2018 pendaftaran permohonan lelang yang
keempat ke KPKNL Surabaya. Setelah keluar jadwal lelang dari KPKNL
Surabaya yaitu pelaksanaan lelangnya ditetapkan pada hari Rabu tanggal 15
Agustus 2018 jam 13.30 bertempat di KPKNL Surabaya.

Pada tanggal 15 Agustus 2018 alhamdulillah kapal tersebut terjual dengan


harga lelang pembeli Rp. 15.911.999.999,- (lima belas milyar sembilan ratus
sebelas juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan
puluh sembilan rupiah), sebagaimana bukti Salinan Risalah Lelang Nomor
871/45/2018 tanggal 15 Agustus 2018 yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang Surabaya.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jaminan hipotik adalah kapal termasuk dengan segala alat
perlengkapannya karena merupakan satu kesatuan dengan benda pokoknya
(asas accesie/perlekatan), sebagai contoh: sekoci, rantai, jangkar.
Sesuai dengan apa yang ditentukan di dalam Pasal 14 UU No. 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah, kita baru bisa menggunakan ketentuan ekskusi
hipotik, setelah diadakan penyesuaian sesuai dengan apa yang ditentukan di
dalam Pasal 14 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Kedudukan hukum bagi jaminan hipotik kapal laut telah diundangkan
Undang- Undang Nomor 17 tahun 2008, tentang Pelayaran, di dalam pasal 60-
64 diatur mengenai hipotik kapal, namun peraturan pelaksananya belum dibuat.
Mengenai Hipotik Kapal ini awalnya diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-
undang Hukum Dagang mengatur tentang Hipotik dalam Pasal 314 ayat 3.
Dalam ketentuan tersebut, hipotik dapat dibebankan pada kapal-kapal yang
dibukukan dalam register kapal, kapal-kapal dalam pembuatan.
Kemudian berdasarkan contoh kasus diatas kita dapat melihat adanya
wanprestasi atas Akad Pembiayaan Musyarokah yang dilakukan oleh PT. Putra
Satria Abadi. Dalam kasus ini telah di adendum dua kali, pertama tanggal 27
Juli 2015 dan adendum kedua tanggal 26 Juli 2016. Oleh karena itu atas dasar
adendum pertama pasal 6 tentang Penyelesaian Perselisihan ayat 2 : “ Dalam
hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal ini tidak
mencapai kesepakatan, maka para pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji
serta mengikatkan diri satu terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya melalui

31
32

Pengadilan Agama tempat dibuatnya akad dengan kemudian tidak


mengurangi hak Bank untuk memilih Pengadilan Agama lain dalam wilayah
Negara Republik Indonesia”, berdasarkan perjanjian tersebutlah pengadilan
agama kota gresik dapat melakukan eksekusi perkara.
DAFTAR PUSTAKA

Fuady, Munir. 1999. Hukum Perbankan Modern. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti. Ginting, ramlan. Tinjauan Terhadap RUU tentang Hipotek Kapal. Buletin
Hukum

Perbankan dan Kebanksentralan, 6 (2) : 26-34.


Giovani, Grace. 2008. Hipotik Kapal. http://notarisgracegiovani.com [13
November 2013]

Satrio, J. 1998. Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2,


Bandung: Citra Aditya Bakti.

Subekti dan Tjitrosudibio. 2006. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang


dan Undang-Undang Kepailitan. Cetakan ke-31.Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Subekti dan Tjitrosudibio. 1999. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


Cetakan ke-29. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

https://www.pa-gresik.go.id/index.php/berita-seputar-peradilan/251-pengalaman-
pertama-eksekusi-dan-lelang-kapal

33

Anda mungkin juga menyukai