Makalah Hukum Jaminan Kelompok 2 VII B
Makalah Hukum Jaminan Kelompok 2 VII B
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana gadai, hipotek juga merupakan hak yang bersifat accesoir.
Objek hipotek sesuai dengan pasal 1164 KUHP adalah barang tidak bergerak.
Hipotek tidak dapat dibebankan atas benda bergerak karena pasal 1167 KUHP
secara tegas melarangnya. Tetapi dengan berlakunya Undang-undang Pokok
Agraria (UUPA) dan Undang- undang Hak Tanggungan, maka hak-hak atas
tanah, sebagaimana yang diatur dalam UUPA, yaitu Hak Milik (pasal 25
UUPA), hak guna usaha dapat dibebani dengan hak tanggungan menurut
ketentuan undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996. Pasal 1163 ayat 1
KUHP menetapkan bahwa hipotek tidak dapat dibagi-bagi. Asas ini disebut asas
tidak terbagi-bagi atau Ondeelbaarheid dari hipotek, artinya jika benda yang
dibebani hipotek lebih dari satu maka hipotek tadi tetap membebani masing-
masing benda tersebut dalam keseluruhannya.
Dari sisi legalitas, adanya undang-undang yang mengatur hipotik kapal
tentunya akan memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Contohnya, bagi
pelaku industri perkapapalan dan bank sebagai lembaga pembiayaan, adanya
suatu undang-undang yang mengatur hipotek atas kapal juga diharapkan dapat
mendorong pertumbuhan pembiayaan perbankan.
Dalam beberapa kesempatan, pastinya perusahaan perkapalan
membutuhkan tambahan modal kerja dalam jumlah yang cukup banyak. Dan
tentunya kebutuhan modal kerja yang cukup banyak itu dapat terpenuhi melalui
suatu perjanjian kredit antara perusahaan perkapalan dengan lembaga perbankan
seperti bank. Umumnya, perjanjian kredit yang menempatkan bank sebagai
kreditur dan perusahaan perkapalan sebagai debitur ini menambahkan perjanjian
tambahan (assesor) dalam perjanjian pokoknya. Perjanjian kredit antara bank
dan perusahaan perkapalan merupakan perjanjian pokok, sedangkan perjanjian
tambahannya dapat berupa perjanjian hipotik atas kapal. Bank sebagai pemberi
kredit (kreditur), dalam rangka pemberian kredit/pembiayaan kepada masyarakat
1
2
harus hati-hati (prudent) karena dana yang disalurkan bank pada dasarnya bukan
milik bank sendiri, melainkan bersumber dari dana masyarakat dalam bentuk
simpanan masyarakat. Oleh karena itu, dalam memberikan pembiayaan kepada
debitur, bank harus meminimalkan risiko dengan membuat perjanjian hipotik
atas kapal tadi.
Salah satu bentuk upaya untuk meminimalkan risiko ini bisa dilakukan
dengan membuat perjanjian tambahan seperti perjanjian hipotik atas kapal. Ini
merupakan salah satu bentuk jaminan kebendaan, dimana jaminan ini biasa
disebut dengan agunan atau kolateral. Dalam sejarah hipotek, lembaga hipotek
diberlakukan sebagai jaminan yang melekat pada seluruh benda tidak bergerak,
tetapi dalam perkembangannya jaminan atas tanah sebagai salah satu benda tidak
bergerak telah diatur dalam lembaga sendiri yaitu hak tanggungan. Benda tidak
bergerak yang masih dapat dijadikan obyek hipotek antara lain adalah kapal laut
dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3.
Saat ini di Indonesia hipotek kapal laut tunduk pada Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (KUHD) dan konvensi internasional yang telah diratifikasi
Indonesia, yaitu Konvensi Internasional tentang Piutang Maritim dan Mortgage
1993. Selain itu, pengaturan hipotek yang terdapat di dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata sebagian berlaku juga bagi hipotek kapal laut. Dalam
KUHD, diatur bahwa kapal yang dibukukan dalam register kapal dapat
diletakkan hipotek. Selanjutnya diatur pula tentang tingkatan di antara segala
hipotek satu sama lain, yang ditentukan berdasarkan hari pembukuan. Hipotek
yang dibukukan pada hari yang sama, mempunyai tingkat yang sama pula.
KUHD mengatur pula bahwa apabila sebuah kapal tidak lagi merupakan sebuah
kapal Indonesia, maka segala piutang hipotek menjadi dapat ditagih walaupun
piutang tersebut belum jatuh tempo. Piutang- piutang yang dimaksud, sampai
saat dilunasinya, tetap dapat diambilkan pelunasannya dari kapal tersebut, secara
mendahulukannya dari pada piutang-piutang yang terbit kemudian, biarpun
piutang-piutang yang belakangan ini didaftarkan di luar wilayah Indonesia.
Apabila kapal yang dihipotekkan dilelang-sita di luar wilayah Indonesia, maka
kapal itu tidak dibebaskan dari hipotek yang diletakkan di atasnya.
3
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas, timbul beberapa permasalahan
yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan hipotik setelah keluarnya Undang-Undang
No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ?
2. Bagaimana kedudukan hukum bagi jaminan hipotik kapal laut ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
Inti definisi kapal dalam hal ini adalah “kapal merupakan kendaraan air
dengan bentuk dan jenis apa pun”. Kendaraan air dapat digerakkan dengan;
1. Tenaga mekanik;
hak menikmati dan hak jaminan. Hak jaminan adalah hak memberi kepada yang
berhak/kreditur hak didahulukan untuk mengambil pelunasan dari hasil
penjualan barang yang dibebani hipotek. Kapal yang dibukukan atau didaftar
adalah grosse akta yang merupakan salinan pertama dari asli akta. Diberikan
dengan akta autentik maksudnya adalah bahwa hipotek kapal itu harus
dilakukan dengan akta autentik. Artinya dibuat di muka
dan di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang
untuk membuat akta autentik adalah pejabat pembuat akta kapal laut.
Menjamin tagihan hutang, maksudnya, bahwa dengan adanya hipotek kapal
tersebut memberikan keamanan dan menjamin kepastian hukum bagi kreditur.
Apabila debitur wanprestasi, maka objek hipotek kapal laut tersebut dapat
dilakukan pelelangan di muka umum. Dengan tujuan untuk pelunasan suatu
hutang pokok, bunga, dan biaya- biaya lainnya.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hipotek kapal
laut dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan berikut ini.
1. Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHP. Di dalam berbagai
ketentuan itu diatur tentang:
a. Ketentuan-ketentuan umum ( pasal 1162 sampai dengan pasal
1178 KUHP )
b. Pendaftaran hipotek dan bentuk pendaftaran ( pasal 1179 sampai
dengan pasal 1194 KUHP )
c. Pencoretan pendaftaran ( pasal 1195 sampai dengan pasal 1197
KUHP );
2. Pasal 314 dengan pasal 316 kitab Undang-Undang Dagang. Pasal 314
KUHD berbunyi: “Kapal-kapal Indonesia yang isi kotornya berukuran
paling sedikit 20 m3 dapat dibukukan dalam register kapal menurut
peraturan, yang akan diberikan dengan ordonasi tersendiri.” Inti pasal ini
bahwa kapal yang beratnya 20 m3 ke atas dapat dibukukan. Pasal 315
KUHD berbunyi: “Urutan tingkat antara hipotek- hipotek ditentukan oleh
hari pendaftarannya. Hipotek yang didaftarkan pada satu hari yang sama,
mempunyai tingkat yang sama.” Pasal 316 KUHD mengatur tentang
piutang yang diberi hak mendahului atas kapal. Piutang-piutang yang
didahulukan itu, antara lain:
a. Tagihan nahkoda dan anak buah kapalnya yang timbul dari
perjanjian perburuhan, selama mereka berkerja dalam dinas kapal
itu.
b. Biaya sita lelang
c. Upah pertolongan uang, uang pandu, biaya rambu dan biaya
pelabuhan serta biaya pelayaran lainnya.
d. Tagihan karena penubrukan
pembebanan hak atas tanah tersebut adalah hak tanggungan. Sedangkan benda
tidak bergerak, seperti kapal laut tetap berlaku ketentuan-ketentuan tentang
hipotek sebagaimana yang diatur dalam buku II KUHP. Ukuran kapal lautnya 20
m3, sedangkan di bawah itu berlaku ketentuan tentang jaminan fidusia. Benda-
benda yang tidak dapat dibebani hipotek yaitu:
1. Benda bergerak;
2. Benda dari orang yang belum dewasa;
3. Benda-benda dari orang yang berada di bawah pengampuan;
4. Benda dari orang-orang yang tak hadir selama penguasaan atas benda-
bendanya hanya dapat diberikan untuk sementara waktu.
Pemilik kapal (penjamin atau bukan kreditur) dan kreditur Syarat bagi
pemilik kapal (debitur) dan kreditur (bank atau lembaga keuangan lainnya) yang
menghadap kepada pejabat yang berwenang adalah:
1. Grosse akta pendaftaran atau balik nama;
2. Perjanjian kredit.
Syarat bagi kreditur, yaitu selaku pemilik kapal (debitur) dan selaku kreditur
adalah :
1. Akta surat kuasa memasang hipotek;
3. Perjanjian kredit.
Syarat bagi pemilik kapal (penjamin atau bukan debitur) dan kreditur adalah :
3. Perjanjian kredit.
11
Pada dasarnya, tidak semua kapal dapat dijaminkan dengan hipotek kapal
laut. Syarat kapal yang dapat dijadikan jaminan hipotek adalah kapal yang telah
didaftar pada pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang untuk
mengeluarkan akta, pendaftaran kapal laut adalah pejabat pendaftar dan
pencatat balik nama. Pejabat yang ditunjuk untuk itu adalah syahbandar.
Tujuan atau manfaat kapal didaftar adalah :
a. Untuk memperoleh surat tanda kebangsaan kapal (STKK). Dengan
adanya STKK maka kapal dapat berlayar dengan mengibarkan bendera
kebangsaannya, dengan demikian kedaulatan negara bendera berlaku
secara penuh di atas kapal tersebut dan orang yang berada di atas kapal
harus tunduk kepada peraturan- peraturan dari negara bendera;
b. Status hukum pemilikan kapal menjadi jelas;
c. Dapat dipasang atau dibebani hipotek.
b. Dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia (Pasal 46 ayat (2) UU No. 21 Th. 1992
tentang pelayaran).
Dokumen-dokumen yang harus dilengkapi untuk pendaftaran kapal laut adalah:
c. Identitas pemilik;
13 :Nomor pendaftaran
Kategori kapal.
L : Untuk kapal laut
3. Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang dibuat antara bank dengan pemilik
kapal (debitur). Bentuk perjanjiannya adalah tertulis. Isi dan syarat-syaratnya
telah ditentukan secara sepihak oleh pihak bank. Hal-hal yang kosong dalam
perjanjian kredit adalah mengenai nama nasabah, alamat, besarnya pinjaman,
suku bunganya, dan jangka waktunya. Sedangkan syarat-syaratnya telah
14
dituangkan dalam bentuk standar (form) atau yang sudah dibakukan. Hondius
mengemukakan bahwa syarat-syarat baku adalah: ”Syarat-syarat konsep tertulis
yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang masih akan dibuat, yang jumlanya
tidak tentu, tanpa membicarakan isinya lebih dahulu”. Inti dari perjanjian baku
menurut Hondius adalah, bahwa isi perjanjian itu tanpa dibicarakan dengan
pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau
menolak isinya.
Mariam Darusbadrulzaman mengemukakan bahwa standar kontrak
merupakan perjanjian yang telah dibakukan. Selanjutnya Mariam
Darusbadrulzaman mengemukakan ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai
berikut:
a. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi ekonominya kuat.
b. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi
perjanjian.
c. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu.
d. Bentuk tertentu (tertulis).
e. Dipersiapkan secara masal dan kolektif.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa hakikat dari perjanjian baku merupakan
perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan
pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila
debitur menerima isinya perjanjiannya, maka ia menandatangani perjanjian
tersebut, tetapi apabila ia menolak, maka perjanjian itu dianggap tidak ada,
karena debitur tidak menandatangani perjanjian tersebut. Dalam praktiknya,
seringkali debitur yang membutuhkan uang hanya menandatangani perjanjian
tersebut tanpa dibacakan isinya.
Tetapi isi perjanjian baru dipersoalkan oleh debitur pada saat debitur
tidak mampu melaksanakan prestasinya, karena kreditur tidak hanya
membebani debitur membayar pokok disertai bunga, tetapi ia juga membebani
debitur dengan membayar denda keterlambatan atas bunga sebesar 50% dari
besarnya bungan yang dibayar setiap bulannya. Sehingga hutang yang harus
dibayar oleh debitur sangant tinggi. Kreditur berpendapat, bahwa penerapan
15
denda keterlambatan itu karena di dalam standar kontrak telah ditentukan dan
diatur secara jelas dan rinci. Sehingga tidak ada alasan bagi debitur untuk
menolak pemenuhan denda keterlambatan tersebut. Karena itu, debitur harus
membayar pokok, bunga berserta denda keterlambatannya.
Mariam Darusbadrulzaman membagi jenis perjanjian baku menjadi 4
(empat) jenis, yaitu:
1. Perjanjian baku sepihak;
Sejak terjadinya pembebanan hipotek kapal laut, maka sejak saat itulah
timbul akibat bagi kedua belah pihak. Akibat hukum itu timbul hak dan
kewajiban kedua belah pihak.
1. Hak pemberi hipotek:
b. Mempergunakan bendanya;
Hapusnya hipotek adalah tidak berlaku lagi hipotek yang dibebankan atas
kapal laut. Di dalam pasal 1209 KUHPerdata diatur tentang hapusnya hipotek.
Hapusnya hipotek karena 3 hal, yaitu:
1. Hapusnya perikatan pokok;
17
Roya atas akta hipotek kapal laut erat kaitannya dengan pelunasan kredit
oleh debitur. Apabila kredit sudah dibayar/lunas, kreditur (bank atau lembaga
keuangan nonbank) mengajukan surat permohonan untuk dilakukan roya kepada
pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang menerbitkan akta hipotek
tersebut. Misalnya, yang membuat akta hipotek tersebut adalah pejabat pendaftar
dan pencatat baliknama kapal yang berkedudukan di Mataram, maka tempat
royanya pun pada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang
berkedudukan di Mataram, maka tempat royanya pun pada pejabat pendaftar dan
pencatat balik nama kapal yang berkedudukan di Mataram.
Surat permohonan tersebut harus dilampirkan dengan grosse akta hipotek
asli. Pelaksanaan roya adalah:
1. Membuat catatan roya pada grosse akte hipotek asli; dan
18
19
1. Pasal 224 HIR berkaitan dengan hipotek pada umumnya mengatur bahwa
gross atau copy pertama yang otentik dari akte hipotek mempunyai status
yang sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
sehingga pihak pemegang hipotek dapat meminta bantuan pengadilan
untuk melakukan eksekusi atas obyek hipotek;
22
C. Contoh Kasus
Pada pertengahan bulan Agustus 2017 PT. Bank BRIS yariah yaitu 1.
Pejabat PT Bank BRI Syariah Pusat, 2. Pemimpin Cabang Kantor Cabang
Pontianak PT Bank BRI Syariah dan 3.Pemimpin Cabang Kantor Cabang Gresik
PT Bank BRI Syariah. Ketiga pejabat ini mendatangi Pengadilan Agama Gresik.
“Karena ini masalah eksekusi yang belum pernah kita alami yaitu eksekusi sebuah
kapal laut, maka kita harus minta petunjuk dan arahan dari Ketua Pengadilan
Tinggi Agama Surabaya” Ketua Pengadilan Agama Gresik menghadap ke Ketua
Pengadilan Tinggi Agama Surabaya ( Dr. H. M.Rum Nessa, SH. MH. )
Selanjutnya Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya memberikan arahan sbb:
Pada tanggal 24 Oktober 2017 secara resmi pendaftaran sita eksekusi dan
lelang antara PT Bank BRI Syari’ah Pusat alamat Jakarta Pusat (Pemohon
Eksekusi);
Lawan
PT Putra Satria Abadi alamat Jl. A. Yani Komp Mega Mall Nomor 3A Pontianak
(Termohon Eksekusi);
Pada tanggal 30 Oktober 2017 hari senin jam 19.00 WIB ada informasi
bahwa kapal yang dimaksud akan bergerak meninggalkan pelabukan gresik.
Apabila kapal tersebut meninggalkan pelabuhan gresik maka tidak ada gunanya
pada 31 Oktober 2017 diadakan aanmaning dan juga apabila kapal tersebut telah
keluar dari wilayah gresik maka secara hukum bukan wewenang Pengadilan
Agama Gresik dan mungkin akan sulit untuk melelangnya. Kemudian Pengadilan
Agama Gresik melakukan negosiasi dengan pihak Kesyahbadaran Gresik dan
disepakati Pengadilan Agama Gresik membuat surat pencegahan sementara atas
kapal tersebut sampai dilaksanakannya sita eksekkusi.
Pada tanggal 19 Desember 2017 telah keluar Penetapan Jadwal lelang (E-
Auction Closed Bidding) dari KPKNL Surabaya yang pelaksanaan lelangnya pada
hari jum’at tanggal 26 Januari 2018 jam 10.00 waktu server aplikasi sesuai WIB.
( terlampir 8 )
Pada tanggal 26 Januari 2018 pelaksanaan lelang belum ada pembeli, hal
ini berdasarkan Salinan Risalah Lelang No. 67/45/2018 yang dikeluarkan oleh
Pejabat Lelang KPKNL Surabaya. ( terlampir 9 )
30
Oleh karena belum ada pembeli maka pada hari itu juga dimasukkan
permohonan lelang yang kedua dengan harga limit Rp. 17.000.000.000,- (tujuh
belas milyar rupiah) dan pada tanggal 5 Pebruari 2018 telah keluar penetapan
jadwal lelang dari KPKNL Surabaya bahwa pelaksanaan lelang kedua pada
tanggal 9 maret 2018. Yang ternyata belum ada pembeli juga.
Oleh karena belum ada pembeli juga maka pada tanggal 9 Maret 2018
dimasukkan permohonan lelang yang ketiga dengan harga limit Rp.
15.600.000.000,- (lima belas milyar enam ratus juta rupiah) dan pada tanggal 2
April 2018 telah keluar penetapan jadwal lelang dari KPKNL Surabaya bahwa
pelaksanaan lelang ketiga pada tanggal 24 April 2018. Yang ternyata belum ada
pembeli juga. Sebelum mengajukan permohonan lelang yang keempat dan
menurunkan harga limit, bapak Ketua Pengadilan Agama Gresik mohon agar
dilaksanakan penilaian ulang atas kapal tersebut melalui Appraisal Independen.
Pada tanggal 22 Mei 3028 Laporan Hasil Penilaian Aset Milik PT Putra
Satria Abadi oleh Appraisal Independen dengan hasil nilai pasar sebesar Rp.
22.617.000.000,- (dua puluh dua milyar enam ratus tujuh belas juta rupiah) dan
nilai likuidasi sebesar Rp. 13.570.000.000,- (tiga belas milyar lima ratus tujuh
puluh juta rupiah). Berdasarkan penilaian dari Appraisal Independen tersebut
akhirnya pada tanggal 7 Juni 2018 bapak Ketua Pengadilan Agama Gresik
menetapkan harga limit sebesar Rp. 15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah).
Pada tanggal yang sama yaitu 7 Juni 2018 pendaftaran permohonan lelang yang
keempat ke KPKNL Surabaya. Setelah keluar jadwal lelang dari KPKNL
Surabaya yaitu pelaksanaan lelangnya ditetapkan pada hari Rabu tanggal 15
Agustus 2018 jam 13.30 bertempat di KPKNL Surabaya.
A. Kesimpulan
Jaminan hipotik adalah kapal termasuk dengan segala alat
perlengkapannya karena merupakan satu kesatuan dengan benda pokoknya
(asas accesie/perlekatan), sebagai contoh: sekoci, rantai, jangkar.
Sesuai dengan apa yang ditentukan di dalam Pasal 14 UU No. 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah, kita baru bisa menggunakan ketentuan ekskusi
hipotik, setelah diadakan penyesuaian sesuai dengan apa yang ditentukan di
dalam Pasal 14 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Kedudukan hukum bagi jaminan hipotik kapal laut telah diundangkan
Undang- Undang Nomor 17 tahun 2008, tentang Pelayaran, di dalam pasal 60-
64 diatur mengenai hipotik kapal, namun peraturan pelaksananya belum dibuat.
Mengenai Hipotik Kapal ini awalnya diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-
undang Hukum Dagang mengatur tentang Hipotik dalam Pasal 314 ayat 3.
Dalam ketentuan tersebut, hipotik dapat dibebankan pada kapal-kapal yang
dibukukan dalam register kapal, kapal-kapal dalam pembuatan.
Kemudian berdasarkan contoh kasus diatas kita dapat melihat adanya
wanprestasi atas Akad Pembiayaan Musyarokah yang dilakukan oleh PT. Putra
Satria Abadi. Dalam kasus ini telah di adendum dua kali, pertama tanggal 27
Juli 2015 dan adendum kedua tanggal 26 Juli 2016. Oleh karena itu atas dasar
adendum pertama pasal 6 tentang Penyelesaian Perselisihan ayat 2 : “ Dalam
hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal ini tidak
mencapai kesepakatan, maka para pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji
serta mengikatkan diri satu terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya melalui
31
32
Fuady, Munir. 1999. Hukum Perbankan Modern. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti. Ginting, ramlan. Tinjauan Terhadap RUU tentang Hipotek Kapal. Buletin
Hukum
https://www.pa-gresik.go.id/index.php/berita-seputar-peradilan/251-pengalaman-
pertama-eksekusi-dan-lelang-kapal
33