Anda di halaman 1dari 8

DHF (Dengue Hemoragic Fever)

A. Pengertian
Dengue Hemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti dan dapat enyerang semua orang terutama anak –
anak dan dapat menyebabkan kematian (Departemen Kesehatan RI, 2000).
Lebih lanjut (Smeltzer, 2001) merumuskan Dengue Hemoragic Fever
(DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh vektor virus yang dibawa
oleh nyamuk Aedes Aegypti. Sedangkan menurut (Nelson, 2000) Dengue
Hemoragic Fever (DHF) adalah Demam dengue yang disebabkan oleh
beberapa virus yang dibawa arthropoda, ditandai dengan demam. Selain
itu DHF dapat didefinidikan sebagai suatu penyakit demam akut
disebabkan oleh virus yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti yang menyerang pada anak, remaja dan orang dewasa yang
ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi, manifestasi perdarahan dan
cenderung terjadi syok yang dapat menimbulkan kematian (Hendaranto,
1997).
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang dapat ditularkan
melalui nyamuk Aedes Aegypti yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri
otot dan sendi, syok serta dapat menimbulkan kematian.
B. Etiologi
Pada umumnya maysarakat kita mengetahui penyebab dari DHF
adalah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus dengan serotive 1, 2,
3 dan 4 yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini
biasanya hidup di kawasan tropis dan berkembangbiak pada sumber air
yang tergenang (Smeltzer, 2001).
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang mincul bervariasi berdasarkan derajat DHF
dengan masa inkubasi antara 13 – 15 hari. Penderita biasanya mengalami
demam akut sering disertai tubuh menggigil.
Gejala klinis lain yang timbul dan sangat menonjol adalah
terjadinya perdarahan, perdarahan yang terjadi dapat berupa perdarahan
pada kulit, perdarahan lainseperti melena. Selain demam dan perdarahan
yang merupakan ciri khas DHF gambaran klinis lain yang tidak khas dan
biasa dijumpai pada penderita DHF adalah
1. Keluhan pada pernafasan seperti batuk, pilek dan sakit waktu
menelan.
2. Keluhan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, tidak nafsu
makan, diare dan konstipasi.
3. Keluhan sistem tubuh yang lain diantaranya sakit kepala, nyeri
pada otot dan sendi, nyeri ulu hati, pegal – pegal di seluruh tubuh.

D. Klasifikasi DHF
DHF dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit,
WHO (1986) membagi menjadi empat kategori (Soegeng Soegijanto,
2002)
1. Derajat I
Adanya demam tanpa perdarahan spontan, manifestasi perdarahan
hanya berupa torniket tes yang positif.
2. Derajat II
Gejala demam yang diikuti perdarahan spontan, biasanya berupa
perdarahan di bawah kulit.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
darah rendah, gelisah, cianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari
(tanda – tanda awal renjatan).
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diukur.

E. Pathofisiologi
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh
penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal – pegal seluruh tubuh dan hal
lain yang dapat terjadi adalah pembesaran hati (hepatomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan
terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler akibatnya terjadi
pengurangan volume plasma, penurunan tekanan darah. Plasma merembes
sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya saat terjadi renjatan
(syok). Hemokonsentrasi (peningkatn hematokrit lebih dari 20%)
menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran sehingga nilai
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma teratasi sehingga pemberian cairan
intravena dikurangi kecepatandan jumlahnya untuk mencegah terjadinya
udem paru, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup
penderita akan mengalami renjatan (Pice. Sylvia A dan Lartainne M
Wilson. 1995).
F. Pathway

Masuk Tubuh Manusia


Melalui Gigitan Nyamuk
Aides Aigepti

Kelainan sistem
Demam
retikulo endotel

Hipertermi Volume plasma


menurun Trobositopenia
Anoreksia Evaporasi
Hipotensi
Cairan keluar dari Perdarahan
Penurunan
Dehidrasi intravaskuler ke
intake
ekstravaskuler
Syok
Redti Syok
Hipovolemik
Gangguan Hipoksia jaringan
pemenuhan
nutrisi
DSS

Kematian

Gangguan
Keseimban
gan cairan
& elektrolit
G. Komplikasi
 Perdarahan luas.
 Shock atau renjatan.
 Effuse pleura.
 Penurunan kesadaran.

H. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa DHF perlu dilakukan berbagai pemeriksaan lab
antara lain pemeriksaan darah dan urine. Pada pemeriksaan darah akan dijumpai :
 Trombositopenia
 Hemoglobin meningkat
 Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
 Hasil kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia.

I. Penatalaksanaan
Penderita DHF memerlukan perawatan yang serius dan dapat berakibat fatal
dan kematian bila terlambat diatasi, penatalaksanaannya sebagai berikut (Christantie
Effendy, 1995) :
 Tirah baring
 Diet makan lunak
 Minum banyak 2 –2,5 liter/24 jam
 Pemberian cairan intravena
 Monitor tanda – tanda vital tiap 3 jam, jika dondisi pasien memburuk
 Periksa Hb, Ht, Trombosit tiap hari
 Pemberian obat anti piretik
 Monitor tanda – tanda perdarahan lebih lanjut
 Pemberian anti biotik, kolaborasi dengan dokter
J. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses penyakit
2. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
berpindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler

K. Masalah Keperawatan Yang Muncul


1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses penyakit (viremia)
(Carpenito, 1999).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh pasien akan normal.
Intervensi :
a. Kaji suhu pasien
b. Observasi tanda – tanda vital
c. Anjurkan pasien banyak minum
d. Berikan kompres hangat
e. Anjurkan pasien memakai pakaian yang tipis dan menyerap kringat
f. Pantau hasil laboratorium

2. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan


(Carpenito, 1999).
Tujuan : Resiko terjadinya syok hipovolemik berkurang
Intrevensi :
a. Observasi keadaan umum dan tanda – tanda vital
b. Puasa makan dan minum pada perdarahan cerna
c. Anjurkan pasien banyak minum

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia (Carpenito,


1999).
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Intervensi :
a. Kaji distensi abdomen
b. Timbang berat badan
c. Sajikan makanan semenarik mungkin
d. Kaji makanan kesukaan pasien
e. Berikan diet sedikit tapi sering
f. Beri suasana menyenangkan saat makan

4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan


berpindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler (Carpenito, 1999).
Tujuan : Mempertahankan volume sirkulasi adekuat
Intervensi :
a. Ukur dan catat input dan output
b. Pantau tekanan darah
c. Kaji mukosa kering, turgor kulit yang kering
d. Pantau hasil laboratorium
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian infus
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Long, B C. (2009). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid
3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2004). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai