Anda di halaman 1dari 13

HARGA DIRI RENDAH

MENTAL HEALTH NURSING A

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Oktavianus Joandi (462016007)
Dilla Alnaseh (462016011)
Oktavianus Joandi (462016007)
Yesicha Okta Rista (462016024)
Amelia Way Mra Mra (462016036)
Patrick L.A Harnadi (482016037)
Julfiani Melale (462016052)
Sulistiani Tongo Tongo (462016067)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, tercantum bahwa
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Untuk mencapai tingkat kesehatan jiwa secara optimal, pemerintah Indonesia
menegaskan perlunya upaya peningkatan kesehatan jiwa, seperti yang dituangkan
dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab IX Pasal 144 yang
menyatakan bahya upaya kesehatan jiwa ditujukkan untuk menjamin setiap orang
dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan
gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa (Wakhid, dkk, 2013).
UU No 18 pasal 1 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa menjelaskan bahwa
kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi dimana seseorang individu dapat
berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial. Baiknya perkembangan yang
dialami oleh individu tersebut, maka dapat membuat individu tersebut menyadari
kemampuan yang dimiliki oleh dirinya, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara
produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Menurut perkiraan WHO (2009) sebanyak 450 juta orang diseluruh dunia
mengalami gangguan mental, terdapat 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa
dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu
selama hidupnya. Gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan
kemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2013, gangguan jiwa
berhubungan dengan bunuh diri, lebih dari 90% dari satu juta kasus bunuh diri setiap
tahunnya akibat gangguan jiwa.
Berdasarkan data WHO (2006) 26 juta penduduk Indonesia mengalami
gangguan jiwa, dimana panik dan cemas adalah gejala paling ringan. Data (Puslitbang
Depkes RI, 2008) mengungkapkan gambaran gangguan jiwa berat di Indonesia pada
tahun 2007 memiliki prevalensi sebesar 4,6 permil, artinya 1000 penduduk Indonesia
terdapat empat sampai lima diantaranya menderita gangguan jiwa berat. Jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2007 sebanyak 225.642.124 (Pusat data dan infomasi
Depkes RI, 2009). Sehingga klien gangguan jiwa di Indonesia pada tahun 2007
diperkirakan 1.037.454 orang.
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa masalah kesehatan jiwa di
Indonesia masih butuh penanganan yang serius mengingat angka kejadiannya yang
masih sangat tinggi dan berhubungan dengan bunuh diri yang merupakan akibat dari
masalah harga diri rendah kronis. Sehingga kelompok menulis makalah yang disertai
dengan contoh asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah keperawatan harga
diri rendah bertujuan agar pembaca khususnya mahasiswa keperawatan UKSW dapat
memahami tentang masalah tersebut dan penanganan yang tepat.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian
Harga diri rendah adalah kurangnya rasa percaya diri yang dapat
mengakibatkan timbulnya perasaan negatif pada diri sendiri terhadap kemampuan
diri dan saat ada dilingkunga sekitar sehingga dapat mengakibatkan kurangnya
komunikasi pada orang lain. Harga diri rendah juga merupakan perasaan tidak
berharga dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri. Harga diri rendah adalah kurangnya rasa percaya diri
sendiri yang dapat mengakibatkan pada perasaan negatif pada diri sendiri,
kemampuan diri dan orang lain yang mengakibatkan kurangnya komunikasi pada
orang lain (Fajariyah, 2012).
Menurut Fitria N (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi dua yaitu;
a. Harga diri rendah situasional yaitu keadaan dimana individu yang sebelumya
memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam
berespon terhadap suatu kejadian (kehilangan , perubahan).
b. Harga diri rendah kronik yaitu keadaan dimana individu mengalami evaluasi yang
negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu lama.

2. Faktor Penyebab
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) harga diri rendah disebabkan oleh:
a. Faktor predisposisi
1. Perkembangan individu yang meliputi
 Adanya penolakan dari orang tua, sehingga anak merasa tidak
dicintai kemudian dampaknya anak gagal mencintai dirinya dan
akan gagal pula untuk mencintai orang lain.
 Kurangnya pujian dan kurangnya pengakuan diri dari orang-orang
tuanya atau orang tua yang penting/dekat dengan individu yang
bersangkutan.
 Sikap orang tua over protecting, anak merasa tidak berguna, orang
tua atau orang terdekat sering mengkritik serta merevidasikan
individu.
 Anak menjadi frustasi, putus asa merasa tidak berguna dan merasa
rendah diri.
2. Ideal diri
 Individu selalu dituntut untuk berhasil.
 Tidak mempunyai hak untuk gagal dan berbuat salah.
 Anak dapat menghakimi dirinya sendiri dan hilangnya rasa percaya
diri.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi atau stresor pencetus dari munculnya harga diri rendah
mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti:
a. Ganguan fisik dan mental salah satu anggota keluarga sehingga
keluarga merasa malu dan rendah diri.
b. Pengalaman traumatik berulang seperti penganiayaan seksual dan
psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan,
aniaya fisik, kecelakaan, bencana alam dan perampokan. Respon
terhadap trauma pada umunya akan mengubah arti trauma tersebut dan
kopingnya adalah represi dan denial.

3. Patofisiologi
Harga diri rendah kronis adalah proses kelanjutan dari harga diri rendah
situasional yang tidak dituntaskan. Harga diri kronis juga dapat terjadi karena individu
tidak pernah mendapat feed back yang baik dari lingkungan sekitar mengenai perilaku
klien sebelumnya bahkan mungkin kecenderungan lingkungan yang selalu memberi
respon negatif sehingga mendorong individu memiliki harga diri rendah. Harga diri
rendah kronis juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Diawali dengan individu
berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor, individu berusaha
menyelesaikan stressor tersebut namun tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa
dirinya tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan perannya. Penilaian
individu terhadap diri sendiri atas kegagalan menjalankan fungsi dan peran juga dapat
mencakup dalam kondisi harga diri rendah situasional. Jika lingkungan tidak memberi
dukungan positif (terjadi secara terus menerus ) maka akan mengakibatkan individu
mengalami harga diri rendah kronis (Direja, 2011).
4. Pathway
(Nurarif & Kusuma, 2015)
\
Maturasi:
Perubahan penampilan:
- berhubungan
- kehilanganbagian tubuh
dengan kehilangan
- kehilangan fungsi tubuh Situasional:
(orang, fungsi,
- bentuk badan berubah - Kebutuhan tidak
financial, pekerjaan)
terpenuhi
- Kurangnya umpan
balik positif
- Perasaan diabaikan
Harga diri rendah - Perasaan kegagalan
sekunder: tidak
bekerja, masalah
financial, kehilangan
kerja, masalah
stress berhubungan dengan
keluarga, riwayat
penyalahgunaan
hubungan
Merasa dirinya tidak - Harapan yang tidak
berharga terealisasi
- Penolakan oleh
keluarga
- Perasaan tidak
Merasa tidak aman berdaya akibat
berhubungan dengan institusionalisasi
orang lain - Riwayat berbagai
kegagalan

Penarikan diri secara


sosial

Isolasi sosial
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala harga diri rendah diantaranya adalah adanya perasaan malu
terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit, adanya
rasa bersalah terhadap diri sendiri, merendahkan martabat diri sendiri, sukar
mengambil keputusan, mencederai diri sendiri, memiliki harapan yang suram, serta
ingin mengakhiri kehidupan, kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak
rapi, berkurangnya selera makan, bicara lambat dengan nada lemah, tidak ada kontak
mata, sering menunduk, tidak atau jarang melakukan kegiatan sehari-hari. Harga diri
rendah juga dapat berisiko terjadinya isolasi sosial yaitu menarik diri dari lingkungan
bermasyarakat, tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri, tidak ada
kontak mata, sering menunduk, tidak atau jarang melakuakan kegiatan seharihari,
kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, berkurang selera makan,
bicara lambat dengan nada lemah (Karika, 2015).
1. Data subjektif
a. Mengungkapkan enggan untuk memulai atau mengungkapkan
hubungan atau pembicaraan dengan orang lain.
b. Mengungkapkan adanya perasaan malu untuk berhubungan dengan
orang lain.
c. Mengungkapkan adanya kekhawatiran karena tidak diterima dengan
baik oleh orang lain.
2. Data Objektif
a. Kurang spontan ketika diajak berbicara
b. Apatis
c. Memiliki ekspresi wajah kosong
d. Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal
e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat bicara.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Tn. K
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Mahasiswa
Alamat : Jl. Cempaka
Pekerjaan :-
Umur : 20 tahun
b. Alasan masuk dan faktor pencetus
Klien masuk rumah sakit karena merasa diri tidak berharga sehingga hampir
mengambil keputusan untuk bunuh diri. Keluarga klien menenangkan klien
dan memberikan motivasi serta langsung membawa kerumah sakit.
c. Faktor predisposisi
1. Gejala 3 bulan yang lalu
2. Merasa dirinya tidak berharga dan mengkritik dirinya sendiri hampir satu
tahun lebih.
3. Klien baru pertama kali dibawa ke rumah sakit.
4. Klien pernah mengalami trauma.
d. Pemeriksaan
TD : 120/80
HR : 90x/menit
RR : 17x/menit
Suhu : 36,5
BB : 60 Kg
TB : 175 Cm
Keluhan fisik : Tidak Ada
e. Genogram

f. Konsep Diri
1. Citra tubuh : klien tidak menyukai salah satu anggota tubuhnya
2. Identitas : klien adalah anak laki-laki dan anak ke 2 dari 3 bersaudara.
Klien tidak senang karena klien merasa orang tuanya pilih kasih.
3. Peran : klien merasa malu saat berinteraksi dengan masyarakat
4. Ideal diri : Klien ingin bergaul dengan lingkungan sekitar seperti pada
umumnya
5. Harga diri : Klien malu karena kakinya diamputasi setelah kecelakaan
yang dialaminya 1 tahun yang lalu.
g. Hubungan Sosial
1. Klien mengatakan lebih suka berkumpul dengan keluarga daripada teman
sebayanya.
2. Klien mengatakan terdapat hambatan dalam hubungan sosial dalam
bermasyarakat. Hal ini dikarenakan ia malu untuk keluar rumah.
h. Kehidupan Spiritual
Klien mengatakan beragama Kristen dan satu tahun belakangan ini, klien
jarang sekali datang ke gereja.
i. Pemeriksaan status mental
1. Penampilam
Klien berpenampilan tidak rapi
2. Pembicaraan
Klien berbicara terbata-bata dan saat berbicara klien tidak dapat
melakukan kontak mata.
3. Aktivitas motoris klien : Gelisah
4. Alam perasaan
Klien mengatakan sangat malu jika keluar rumah. Hal ini dikarenakan
kakinya tidak seperti dulu lagi..
5. Afek
Afeknya datar tidak ada reaksi apapun, tidak bicara dan berinteraksi jika
tidak ada yang mengajak bicara.
6. Interaksi selama wawancara
Klien tidak koperatif saat wawancara berlangsung dan terbata-bata saat
menjawab pertanyaan. Klien juga tidak melakukan kontak mata dan terlalu
banyak menunduk.
7. Persepsi
Klien merasa orang-orang disekitarnya seperti mengucilkannya.
8. Memori
Klien tidak mengalami gangguan daya ingat jangka pendek ataupun jangka
panjang.
9. Tingkat konsentrasi dan Berhitung
Saat dikaji tingkat konsentrasi lumayan baik, klien bisa berhitung
berurutan dari 1 sampai dengan 10 dan dapat berhitung mundur dengan
baik mulai dari angka 10 sampai dengan 1.
10. Kemampuan penilaian
Klien mengalami gangguan penilaian burk atas fisiknya.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi Sosial
3. Intervensi

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Isolasi Sosial Tujuan Umum : 1. Identifikasi 1. Untuk


Klien dapat berinteraksi penyebab isolasi mendapatkan
dengan orang lain. sosial yang informasi
Tujuan Khusus : dialami klien mengenai
1. Klien dapat 2. Bina hubungan masalah yang
menyebutkan saling percaya dihadapi oleh
penyebab menarik antara perawat klien.
diri. dan klien 2. Merupakan dasar
2. Klien dapat Tunjukan sikap keterbukaan
melaksanakan empati antara pasien dan
interaksi sosial 3. Ajarkan klien klien
secara bertahap. untuk melakukan 3. Menambah rasa
3. Klien dapat Kontak mata saat percaya diri klien
mengungkapkan berkomunikasi saat berinteraksi
perasaannya 4. Dorong klien dengan orang
untuk lain.
mengungkapkan 4. Untuk
perasannya bila mengetahui
berhubungan perkembangan
dengan orang klien dalam
lain. berinteraksi
5. Kolaborasi 5. Kolaborasi
dengan dengan
physicolog physicolog
dilakukan bila
tidak terjadi
perubahan yang
berarti pada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Direja A. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Fajariyah N. 2012. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Harga Diri Rendah. Jakarta:
Trans Info Media.

Fitria N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan. Jakarta:Salemba Medika
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction

WHO. (2009). Improving health systems and services for mental health (Mental health policy
and service guidance package). Geneva 27, Switzerland: WHO Press.

Wakhid Abdul., Hamid Achir., Helena Novy. (2013). Penerapan terapi latihan ketrampilan
sosial pada klien isolasi sosial dan harga diri rendah dengan pendekatan model hubungan
interpersonal peplau di RS dr Marzoeki Mahdi Bogor. Jurnal keperawatan jiwa. Volume 1
nomor 1. Mei 2013.

WHO. (2006). The world health report: 2006: mental health: new Understanding, new hope.
www.who.int/whr/2001/en/

Depkes RI 2008

Depkes RI 2009

Undang undang nomor 18 pasal 1 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa

Anda mungkin juga menyukai