Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI

TERHADAP PENGANGGUAN DAN KEMISKINAN DI


INDONESIA

Dosen Pengampu:
Firmansyah, S.E., M.Si., Ph.D

Disusun Oleh:
Nisrina Nuril Mala (12030116130172)

KELAS A

AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan ekonomi suatu negara dalam kapasitas
produksi sehingga dapat meningkatkan pendapatan nasional yang semakin besar dari
tahun sebelumnya. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan karena adanya
perbandingan dengan tahun sebelumnya. Menurut Prof. Simon Kuznet, didefinisikan
sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan
semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini
tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologinya dan penyesuaian kelembagaan dan
ideologis yang diperlukan. Suatu perekonomian dikatakan tumbuh aabila mampu
melebihi kegiatan ekonomi yang dicapai di tahun sebelumnya.Sedangkan menurut
Schumpeter dan Hicks dalam Buku Ml Jhingan (2007) ada perbedaan dalam istilah
perkembangan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi, perkembangan ekonomi
merupakan perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stationer yang
senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya,
sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan
mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Hicks mengemukakan
masalah negara terbelakang menyangkut pengembangan sumber yang tidak atau belum
dipergunakan, kendati penggunanya telah cukup dikenal.

Pertumbuhan ekonomi sering dikaitkan dengan kesejahteraan suatu negara. Apabila


pertumbuhan ekonomi disuatu negara tinggi maka semakin sejahtera negara tersebut.
Hal ini juga berarti semakin banyak tenaga kerja yang mempunyai pendapatan sehingga
menaikkan tingkat PDB (Produk Domestik Bruto) yang didapatkan. Tenaga kerja yang
bekerja dan berpendapatan dapat dipastikan mempunyai pendapatan yang lebih tinggi
dari angkatan kerja yang tidak bekerja (pengangguran). Banyaknya tingkat PDB
mengurangi tingkat pengangguran. Pertumbuhan sumber daya manusia yang semakin
besar mengakibatkan tingkat lapangan kerja mengalami persaingan yang ketat.
Keseimbangan tenaga kerja dan lapangan pekerjaan tidak akan menyebabkan
pengangguran karena semua tenaga kerja dapat ditampung dalam lapangan pekerjaan
tersebut. Hal ini akan mengakibatkan masalah apabila titik keseimbangan antara tenaga
kerja dan lapangan kerja tidak tercapai. Baik dalam hal tenaga kerja yang lebih besar
dari lapangan pekerjaan atau dalam hal tenaga kerja yang lebih rendah daripada
lapangan pekerjaan yang tersedia. Akan tetapi, di Indonesia banyaknya tenaga kerja
berbanding terbalik dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Lapangan kerja yang
tersedia lebih sedikit daripada tenaga kerja yang ada, apalagi tenaga kerja akan semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Penumpukan tenaga kerja yang tidak segera diatasi akan
mengakibatkan pengangguran. Pemerintah perlu menyiapkan lapangan pekerjan yang
semakin banyak untuk setiap tambahan manusia yang lahir. Bukan hanya untuk setiap
manusia yang baru lahir saja tanggungan pemerintah juga terletak pada angkatan kerja
yang belum mendapatkan pengangguran baik di tahun sebelumnya dan tahun tersebut.
Akumulasi dari angkatan kerja yang belum mendapatkan pekerjaan dan manusia yang
lahir setiap harinya harus dipastikan mendapatkan lapangan kerja. Dampaknya
kemiskinan di negara tersebut akan menurun.
1.2 Tujuan
Mengetahui hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran dan
kemiskinan di Indonesia.

1.3 Ruang Lingkup


Pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan di Indonesia berdasarkan data
empiris di BPS.

1.4 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pertumbuhan ekonomi di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi?
3. Bagaimana pengaruh pengangguran terhadap pertumbuhan ekonomi?
4. Apa hubungan antara pengangguran, kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi?
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori

2.2 Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia


Menurut data yang disediakan BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa
perekonomian Indonesia tahun 2018 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB)
atas dasar harga berlaku mencapai Rp14 837,4 triliun dan PDB Perkapita mencapai Rp56,0
juta atau US$3 927,0.
Selain itu berdasarkan data yang diambil dari BPS, ekonomi Indonesia tahun 2018 dikatakan
tumbuh 5,17 persen lebih tinggi dibanding capaian yang diraih pada tahun 2017 yaitu sebesar
5,07 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Lainnya.
Lapangan Usaha Jasa Lainnya mempunyai presentase sebesar 8,99 persen. Diikuti Jasa
Perusahaan sebesar 8,64 persen; dan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 7,13 persen.
Berdasarkan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018, sumber pertumbuhan
tertinggi berasal dari Lapangan Usaha Industri Pengolahan sebesar 0,91 persen; diikuti
Perdagangan Besar-Eceran, Reparasi Mobil-Sepeda Motor sebesar 0,66 persen; Konstruksi
sebesar 0,61 persen; Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 0,50 persen; dan Informasi
dan Komunikasi sebesar 0,36 persen. Sedangkan sumber pertumbuhan ekonomi di Indonesia
terendah berasal dari Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang.
Presentase Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar 0,00.
Struktur PDB Indonesia menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku pada tahun 2018
tidak menunjukkan perubahan berarti. Perekonomian Indonesia masih didominasi oleh
Lapangan Usaha Industri Pengolahan sebesar 19,86 persen; diikuti oleh Perdagangan Besar
Eceran, ReparasiMobil-SepedaMotorsebesar 13,02 persen; Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan sebesar 12,81 persen; dan Konstruksi sebesar 10,53 persen. Peranan keempat
lapangan usaha tersebut dalam perekonomian Indonesia mencapai 56,22 persen.
Sedangkan dari sisi pengeluaran, menurut BPS pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018
mencapai 5,17 persen. Pertumbuhan terjadi pada semua komponen. Komponen yang
dimaksud yaitu Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT), Komponen
Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT),
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P), Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), dan
Ekspor Barang dan Jasa. Sementara komponen Impor Barang dan Jasa mengalami
peningkatan, namum komponen ini merupakan faktor pengurang. Komponen PKLNPRT
merupakan komponen yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 9,08 persen; diikuti
Komponen PMTB sebesar 6,67 persen; Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 6,48
persen; Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga sebesar 5,05; dan Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah sebesar 4,80. Komponen pengeluaran ini dikurangi dengan impor barang dan
jasa. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga
Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT). Komponen Pengeluaran Konsumsi
Lembaga Nonprofit yang melayani Rumah Tangga mempunyai presentase sebesar 9,08
persen. Sedangkan pertumbuan terendah dicapai oleh Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
sebesar 4,80 persen.
Ekonomi Indonesia triwulan IV-2018 dibanding triwulan IV-2017 tumbuh 5,18 persen (y-on-
y). Dilihat dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan usaha, dimana
pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Lainnya. Sama seperti pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan tertinggi ada pada Lapangan Usaha Lainnya yang
mempunyai presentase sebesar 9,08 persen. Diikuti oleh Jasa Perusahaan sebesar 8,94 persen;
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang sebesar 7,92 persen; dan Jasa
Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 7,80 persen. Pertumbuhan terendah ada pada
Pertambangan dan Penggalian sebesar 2,25 persen.
Sedangkan dari sisi pengeluaran, pertumbuhan didorong oleh semua komponen, dimana
pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nonprofit
yang melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT). Hal ini sama seperti pertumbuhan ekonomi
ditahun 2018. Komponen PK-LNPRT mendapatkan presentase sebesar 10,79 persen. Diikuti
oleh Komponen PMTB sebesar 6,01 persen, Komponen PK-RT sebesar 5,08 persen,
komponen PK-P sebesar 4,56 persen, dan Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 4,33
persen. Sementara itu, Komponen Impor Barang dan Jasa tumbuh 7,10 persen, namun impor
merupakan faktor pengurang dalam PDB.
Jika dibandingkan, ekonomi Indonesia triwulan IV-2018 dengan triwulan III-2018
mengalami kontraksi sebesar 1,69 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, hal ini disebabkan oleh
efek musiman pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang mengalami
penurunan 21,41 persen. Hal ini disebabkan faktor musiman beberapa komoditas pertanian.
Penurunan juga terjadi pada Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor sebesar 2,18 persen; Industri Pengolahan sebesar 1,16 persen;
Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,16 persen; dan Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar
0,02 persen.Dari sisi pengeluaran, disebabkan oleh komponen Ekspor Barang dan Jasa yang
mengalami kontraksi 2,22 persen.
Struktur perekonomian Indonesia secara spasial tahun 2018 masih didominasi oleh kelompok
provinsi di Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar
58,48 persen, kemudian diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,58 persen, Pulau Kalimantan
8,20 persen, Pulau Sulawesi 6,22 persen, dan sisanya 5,52 persen di pulau-pulau lainnya.

2.3 Kemiskinan di Indonesia

Menurut data yang didapatkan dari BPS, Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan
dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Hal
ini dapat dirumuskan dnegan:

GK = GKM + GKNM

GK      = Garis Kemiskinan 


GKM   = Garis Kemiskinan Makanan 
GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan

Penduduk yang dikategorikan sebagai penduduk miskin adalah Penduduk yang memiliki rata-
rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum
makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi
kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan,
daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan,
sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili
oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Pada bulan Maret 2018, menurut data yang bersumber dari BPS jumlah penduduk miskin
(penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di
Indonesia mencapai 25,95 juta orang (9,82 persen), berkurang sebesar 633,2 ribu orang
dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang (10,12 persen).

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2018 mencapai 25,95 juta orang. Terjadi
penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan September 2017.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan Maret tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin
menurun sebanyak 1,82 juta orang.

Berdasarkan daerah tempat tinggal penduduk miskin didaerah perkotaan pada bulan
September 2017 mempunyai presentase sebesar 7,26 persen. Presentase ini turun sebesar 0,24
persen menjadi 7,02 persen pada bulan Maret 2018. Sementara, presentase penduduk miskin
yang berada di wilayah perdesaan pada bulan September 2017sebesar 13,47 persen.
Mengalami penurunan pada bulan Maret 2018 sebesar 0,27 persen menjadi 13,20 persen.

Pada periode September 2017-Maret 2018, jumlah penduduk miskin yang berada didaerah
perkotaan mengalami penurunan sebesar 128,2 ribu orang (dari 10,27 juta orang pada
September 2017 menjadi 10,14 juta orang pada Maret 2018), sementara di daerah perdesaan
turun sebanyak 505 ribu orang (dari 16,31 juta orang pada September 2017 menjadi 15,81
juta orang pada Maret 2018).

Sementara, persentase dan jumlah penduduk miskin menurut pulau pada Maret 2018
menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin terbesar berada di wilayah Pulau Maluku
dan Papua, yaitu sebesar 21,20 persen, sementara persentase penduduk miskin terendah
berada di Pulau Kalimantan, yaitu sebesar 6,09 persen. Dari sisi jumlah, sebagian besar
penduduk miskin masih berada di Pulau Jawa (13,34 juta orang), sedangkan jumlah
penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan (0,98 juta orang).

Penyumbang peran terbesar terhadap Garis Kemiskinan yaitu peranan komoditi makanan.
Jika dibandingkan peranan bukan komoditi makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan
kesehatan) maka peranan komoditi makanan lebih besar terhadap Garis Kemiskinan. Garis
Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2018 tercatat sebesar 73,48
persen. Presentase ini mengalami kenaikan dibandingkan kondisi September 2017, yaitu
sebesar 73,35 persen.

Jenis komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di
perkotaan maupun di perdesaan adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam
ras, mie instan, dan gula pasir. Sedangkan komoditi nonmakanan yang berpengaruh besar
terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun perdesaan adalah perumahan, bensin,
listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.
Pada periode September 2017–Maret 2018, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1 ) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2 ) mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada
September 2017 adalah 1,79 dan pada Maret 2018 mengalami penurunan menjadi 1,71.
Demikian juga dengan Indeks Keparahan Kemiskinan, pada periode yang sama mengalami
penurunan dari 0,46 menjadi 0,44 (Tabel 5). Sementara untuk periode Maret 2017–Maret
2018, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
cenderung mengalami penurunan. Menurut survei BPS, Beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap tingkat kemiskinan selama periode September 2017– Maret 2018 antara lain adalah
sebagai berikut:

1. Selama periode September 2017–Maret 2018 terjadi inflasi umum sebesar 1,92
persen.
2. Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan untuk rumah tangga yang berada di 40
persen lapisan terbawah selama periode September 2017–Maret 2018 tumbuh 3,06
persen.
3. Bantuan sosial tunai dari pemerintah tumbuh 87,6 persen pada Triwulan I 2018, lebih
tinggi dibanding Triwulan I 2017 yang hanya tumbuh 3,39 persen.
4. Program Beras Sejahtera (Rastra) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada
Triwulan I telah tersalurkan sesuai jadwal. Berdasarkan data Bulog, realisasi distribusi
bantuan sosial Program Beras Sejahtera (Rastra) pada Januari 2018 sebesar 99,65
persen, pada Februari 2018 sebesar 99,66 persen, dan pada Maret 2018 sebesar 99,62
persen.
5. Nilai Tukar Petani (NTP) pada Maret 2018 berada di atas angka 100, yaitu 101,94. 6.
Kenaikan harga beras yang cukup tinggi, yaitu mencapai 8,57 persen pada periode
September 2017–Maret 2018, disinyalir mengakibatkan penurunan kemiskinan
menjadi tidak secepat periode Maret 2017–September 2017. Pada periode Maret
2017–September 2017, harga beras relatif tidak berubah.

2.3 Pengangguran di Indonesia

Menurut data yang diperoleh dari BPS, jumlah angkatan kerja pada Februari 2018 sebanyak
133,94 juta orang, naik 2,39 juta orang dibanding Februari 2017. Komponen pembentuk
angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan pengangguran. Pada Februari 2018,
sebanyak 127,07 juta orang penduduk bekerja sedangkan sebanyak 6,87 juta
orangmenganggur.

Dibanding setahun yang lalu, jumlah penduduk bekerja bertambah 2,53 juta orang sedangkan
pengangguran berkurang 140 ribu orang. Sejalan dengan naiknya jumlah angkatan kerja,
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga meningkat. TPAK pada Februari 2018
tercatatsebesar 69,20 persen, meningkat 0,18 persen poin dibanding setahun yang lalu.
Kenaikan TPAK memberikan indikasi adanya kenaikan potensi ekonomi dari sisi pasokan
(supply) tenaga kerja.

Berdasarkan jenis kelamin, terdapat perbedaan TPAK antara laki-laki dan perempuan. Pada
Februari 2018, TPAK laki-laki sebesar 83,01 persen sedangkan TPAK perempuan hanya
sebesar 55,44 persen. Namun demikian, dibandingkan dengan kondisi setahun yang lalu,
TPAK perempuan meningkat sebesar 0,40 persen poin sedangkan TPAK laki-laki menurun
0,04 persen poin.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar
kerja. TPT pada Februari 2017 sebesar 5,33 persen turun menjadi 5,13 persen pada Februari
2018.

Dilihat dari daerah tempat tinggalnya, TPT di perkotaan tercatat lebih tinggi dibanding di
perdesaan. Pada Februari 2018, TPT di perkotaan sebesar 6,34 persen, sedangkan TPT di
wilayah perdesaan hanya sebesar 3,72 persen. Dibandingkan setahun yang lalu, TPT di
perkotaan dan TPT di perdesaan mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,16 persen
poin dan 0,28 persen poin.

Dilihat dari tingkat pendidikan pada Februari 2018, TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) tertinggi diantara tingkat pendidikan lain yaitu sebesar 8,92 persen. TPT tertinggi
berikutnya terdapat pada Diploma I/II/III sebesar 7,92 persen. Dengan kata lain, ada
penawaran tenaga kerja yang tidak terserap terutama pada tingkat pendidikan SMK dan
Diploma I/II/III. Mereka yang berpendidikan rendah cenderung mau menerima pekerjaan apa
saja, dapat dilihat dari TPT SD ke bawah paling kecil diantara semua tingkat pendidikan yaitu
sebesar 2,67 persen. Dibandingkan kondisi setahun yang lalu, peningkatan TPT terjadi pada
tingkat pendidikan Diploma I/II/III, Universitas, dan SMA, sedangkan TPT pada tingkat
pendidikan lainnya menurun.

2.4 Hubungan antara Pertumbuhan, Pengangguran, dan Kemiskinan di


Indonesia
Pertumbuhan ekonomi tahun 2018 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB)
atas dasar harga berlaku mencapai Rp14 837,4 triliun dan PDB Perkapita mencapai Rp56,0
juta atau US$3 927,0. Berdasarkan data yang diambil dari BPS, ekonomi Indonesia tahun
2018 dikatakan tumbuh 5,17 persen lebih tinggi dibanding capaian yang diraih pada tahun
2017 yaitu sebesar 5,07 persen. Hal ini berarti pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami
kenaikan sebesar 0,10 persen. PDB dapat diartikan bahwa jumlah produksi baik barang atau
jasa yang telah dihasilkan oleh unit produksi di suatu daerah pada saat tertentu. Pertumbuhan
ekonomi diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB). PDB bisa dikatakan sebagai
indikator ekonomi suatu negara untuk mengukur jumlah total nilai produksi dimana jumlah
total ini dihasilkan oleh semua orang atau perusahaan baik yang dimiliki oleh lokal atau asing
di suatu negara. Apabila kondisi ekonomi mengalami pertumbuhan, maka jumlah produksi
baik barang atau jasa yang telah dihasilkan oleh unit produksi di suatu daerah juga
mengalami kenaikan.

Pertumbuhan ekonomi mengakibatkan jumlah pengangguran yang ada di Indonesia menjadi


berkurang. Jumlah angkatan kerja pada Februari 2018 sebanyak 133,94 juta orang.
Mengalami kenaikan 2,39 juta orang dibanding Februari 2017. Sejalan dengan naiknya
jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga meningkat. TPAK
pada Februari 2018 tercatat sebesar 69,20 persen, meningkat 0,18 persen poin dibanding
setahun yang lalu. Kenaikan TPAK memberikan indikasi adanya kenaikan potensi ekonomi
dari sisi pasokan (supply) tenaga kerja. Komponen pembentuk angkatan kerja adalah
penduduk yang bekerja dan pengangguran. Pada Februari 2018, sebanyak 127,07 juta orang
penduduk bekerja dibanding setahun yang lalu. Jumlah penduduk bekerja bertambah 2,53
juta. Sisi pasokan tenaga kerja berdasarkan Tingkat Partisipasi Angkatan Tenaga Kerja yang
mengalami kenaikan berarti bahwa tingkat persaingan untuk mendapatkan pekerjaan juga
semakin ketat. Akibat perekonomian Indonesia yang mengalami kenaikan dari tahun 2017,
tingkat penduduk bekerja mengalami kenaikan dan berdampak pada semakin berkurangnya
pengangguran di Indonesia. Apabila jumlah penduduk yang bekerja bertambah maka jumlah
pengangguran akan berkurang. Sesuai dengan data yang diperoleh dari BPS jumlah
pengangguran sebanyak 6,87 juta orang menganggur. Angka pengangguran berkurang 140
ribu orang di tahun 2018. Kesimpulannya, pertumbuhan ekonomi mengakibatkan penduduk
yang bekerja meningkat dan jumlah pengangguran menurun.

Pertumbuhan ekonomi selain menurunkan jumlah pengangguran juga menurunkan tingkat


kemiskinan di Indonesia. Berkurangnya jumlah pengangguran secara tidak langsung
berdampak pada berkurangnya kemiskinan karena semakin banyak penduduk yang bekerja
berarti bahwa kesejahteraan mereka menjadi semakin baik. Pada bulan Maret 2018, tercatat
di BPS jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di
bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 25,95 juta orang (9,82 persen). Jumlah ini
berkurang sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang
sebesar 26,58 juta orang (10,12 persen).
BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Pertumbuhan ekonomi mengakibatkan menurunnya pengangguran serta kemiskinan.


Berdasarkan data yang bersumber dari BPS pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun
2018 sebesar 5,17 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2017. Kenaikan ekonomi
berbanding terbalik dengan pengangguran dan kemiskinan. Karena pertumbuhan ekonomi
mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan yang ada. Terbukti dengan data yang
diperoleh dari BPS jumlah penduduk bekerja bertambah 2,53 juta. Sedangkan jumlah
pengangguran sebanyak 6,87 juta orang di tahun 2018. Angka pengangguran tersebut
berkurang 140 ribu orang di tahun 2018. Selain itu, bulan Maret 2018, tercatat di BPS jumlah
penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis
Kemiskinan) di Indonesia mencapai 25,95 juta orang (9,82 persen). Jumlah ini berkurang
sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebesar 26,58
juta orang (10,12 persen).

Anda mungkin juga menyukai